Sudah Main Tangkap, Tentara Israel Curi Uang dan Perhiasan Warga Palestina

Tentara Israel mencuri uang dan perhiasan saat melakukan penggeledahan ke rumah warga Palestina. Hal itu disampaikan seorang warga Palestina yang putranya ditahan Israel saat penggeledahan Rabu (26/8) dini hari di utara Tepi Barat.
Warga itu diketahui bernama Nasim Hilmi Karaki yang juga berpangkat letnan kolonel di pasukan keamanan nasional Palestina. Ia mengatakan kepada Maan, pasukan Israel menggeruduk rumahnya sekitar pukul 01.00 setelah meledakkan pintu utama.

Personel Israel menggeledah rumah, dan dengan leluasa memasuki ruangan demi ruangan. Mereka menggunakan pendeteksi metal, maupun anjing pelacak. Pasukan Israel menghancurkan tiga pintu di dalam rumah.  “Operasi ini berakhir hingga pukul 05.00,” ujarnya.

Saat operasi berlangsung, ia diborgol dan dipaksa bersama keluarganya diam di satu ruangan. Petugas kemudian membawa anaknya yang berusia 18 tahun, Hilmi.

Karaki menambahkan, pasukan Israel mencoba mencari senjata api tetapi tidak menemukan. Setelah penggeladahan berlangsung ia baru sadar jika tentara Israel mencuri 21 ribu shekel dan perhiasan istrinya, serta uang sekitar 2.000 dinar Yordania.

 

sumber: Republika Online

Yahudi yang Akhirnya Mencintai Alquran

Pria bernama William ini aktif membela Amerika Serikat dengan menjadi salah satu personil kepolisian. Sekaligus pemeluk Yahudi yang taat.

William yang tinggal di pinggiran kota Midwestern bersama istri dan anaknya memiliki keluarga mapan dan karier cemerlang. Kadang-kadang, lelaki itu suka bepergian dengan truk pick up sambil mengenakan sepatu bot koboi. Khas sosok koloni Redneck yang bergaya hidup konservatif dan rasis.

Di antara figur Yahudi Amerika yang kuat tadi, ternyata William adalah seorang Muslim. Tentu saja status tersebut sangatlah kontras. Maka, William pun memaparkan keunikan identitasnya di acara The Deen Show, Rabu (26/8).

“Saya mengenal Islam ketika bertemu Nasir, lewat sebuah hubungan kerja pada akhir tahun 1980-an,” ungkapnya.

William terkesan dengan sopan santun dan cara Nasir memperlakukan dia. Lewat Nasir, Wliliam mendapat kesan mendalam tentang Islam dan pemeluknya. Persahabatan di antara mereka mulai terjalin.

Selama bertahun-tahun, ia melihat Nasir menyelesaikan beragam urusan dan berhadapan dengan aneka situasi yang berbeda. Ia terkesan akan kebijaksanaan dan kesabaran sahabatnya. Nasir selalu mengatasi setiap masalah dengan tepat.

Kadang William bertanya, mengapa ia melakukan kebaikan-kebaikan itu. Nasir selalu menjawab, ada kebijaksanaan yang memandunya untuk melakukan perbuatan itu.

Ia menjelaskan segala sesuatu dengan cara lemah lembut, seolah-olah sedang mengajarkan pada seorang anak. Di kemudian hari William menyadari, sebagian besar kebijaksanaan itu berasal dari Alquran.

Sekitar musim dingin tahun 2000, William mulai menaruh minat serius pada Islam. Ia pun belajar membaca Alquran. Mulanya, ia merasa tidak bisa memahami Alquran. Tapi, ia pantang menyerah.

Sembari itu, ia juga membaca buku-buku tentang Islam. Ia mempelajari banyak hal dengan pendekatan akademis.

“Saya selalu memeriksa ulang tiap kali menemukan penemuan modern yang telah dibahas dalam Alquran, dan sangat terkejut dengan apa yang saya temukan,” kenang William.

Sekali lagi, ia  mencoba membaca Alquran. Kini, ia memutuskan untuk meminta bantuan Nasir.

 

sumber: Republika Online

Masjid Berlin Dibuka untuk Umum

Masjid di Berlin, Jerman, kini dibuka untuk umum guna mengenalkan Islam kepada warga Jerman. Hal ini tentunya guna mencegah Islamphobia akibat serangan yang dilakukan ekstrimis Islam.

Para pengunjung akan disambut dengan tulisan Semoga kedamaian Allah selalu bersamamu, di depan pintu masjid. Para pengunjung yang datang ke masjid, akan diatur oleh asosiasi muslim setempat sebagai suatu wisata religi.

Pimpinan wisata di masjid Berin, Imam Refai Arefin, merespon positif kegiatan mengenalkan Islam ini. “Salah satu hal yang sering saya katakan kepada sesama Muslim yaitu kita harus lebih banyak bicara tentang siapa Islam itu,” ujarnya seperti dilansir dari IRNA.

Program wisata religi dimulai dengan tur keliling seluruh bagian masjid yang berada di jalan raya Wilbur 1781 itu. Sambil berkeliling, pengunjung akan diberikan materi tentang rukun Islam. Selain itu, pengunjung akan disuguhkan pembacaan Alquran.

Setelah itu, para pengunjung akan dikumpulkan guna mendengar presentasi dari pengurus masjid tentang kajian Islam yang sering salah ditanggapi dalam masyarakat modern.

“Saya lelah dengan media massa yang merendahkan kepercayaan seseorang dan terkesan memalukan Islam. Padahal Islam merupakan agama yang indah,” ujar Candi Gilbert, anggota komunitas Berlin yang mengunjungi masjid.

sumber: Republika Online

Ini alasan kuota haji Indonesia dibatasi oleh Arab Saudi

Dari seluruh negara yang memberangkatkan warganya ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji, Indonesia mendapat kuota tertinggi. Adapun alasan pemerintah Arab Saudi memberikan kuota lebih tinggi kepada Indonesia yaitu karena Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim yang terbanyak di dunia.

Namun, kuota ini tidak permanen, setiap tahun kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi. Realitasnya, banyak calon jamaah haji Indonesia yang telah mendaftarkan diri namun harus menunggu keberangkatan sekitar 7 hingga 19 tahun kemudian.

“Kuota segitu, daya tampung juga tidak bisa dipaksakan. Masjid di Saudi masih direnovasi. Di samping keterbatasan tadi yang menjadi catatan masyarakat kita. Biro haji kita tidak bisa ditampung,” ungkap Ketua Umum Majelis Pengurus Pusat Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfudinusai mengisi diskusi dengan topik persiapan pelaksanaan haji yang digelar di Hall Dewan Pers, di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Minggu (30/8).

Dengan adanya masa tunggu akibat kuota yang terbatas, Ade berharap kepada calon jamaah yang telah mendaftarkan diri agar menggunakan masa tunggu tersebut untuk belajar tentang ilmu haji (spiritual). Hal ini diungkapkan lantaran ada jamaah yang mengalami kesulitan saat menunaikan ibadah haji di Arab Saudi lantaran belum memahami lebih dalam ilmu spiritual.

“Masa tunggu itu masa persiapan diri, ilmu manasik yang disiapkan. Jadikan bagian dari persiapan.” imbuh Ade,

“Inikan efeknya kepada pembinaan. Di mana jamaah sudah terdaftar itu harus dalam pembinaan. Jadi haji itu bukan sekedar haji tapi ilmunya pak,” tutup Ade.

 

sumber Merdeka.com

Tempat Tawaf Masjidilharam Diperluas Lima Lantai

Perluasan Masjidilharam, Mekkah untuk menambah kenyamanan jamaah saat beribadah hingga kemarin masih berlangsung. Aktivitas alat berat dan para pekerja tampak sibuk.

Pantauan KORAN SINDO, sejumlah alat berat dan ribuan pekerja masih sibuk menyelesaikan bangunan di beberapa titik yang diharapkan tahun depan sebagian sudah bisa digunakan. Salah seorang pekerja, Arifin Irsyad mengaku sudah setahun menjadi pekerja proyek Masjidilharam.

“Bangunannya lima lantai yang nantinya dipergunakan untuk tawaf,” kata pria asal Makassar, Sulawesi Selatan itu ketika ditemui, Kamis (20/8/2015).

Bangunan baru yang sedang dikerjakan Arifin dan sekitar 5.000 pekerja Indonesia lainnya tersebut berada di sayap timur Masjidilharam, tepatnya di depan Tower Zamzam yang terkenal dengan jam empat sisi di puncak tower. Jika jamaah akan masuk ke Masjidilharam melalui pintu atau Gate King Fahd maka proyek ini berada di sebelah kanan.

Saat sedang tawaf di depan Kakbah, maka akan kelihatan jelas pengecoran beton dengan alat berat yang sudah mencapai beberapa tingkat. Proyek itu mengelilingi Kakbah.

Arifin menjelaskan, secara keseluruhan bangunan akan selesai semuanya pada 2020. “Selesainya sekitar lima tahun lagi,” terangnya.

Sedangkan beberapa lantai yang sudah selesai kemungkinan besar tahun depan sudah bisa dipakai untuk tawaf. Dia menjelaskan bahwa tiap bulan mendapat upah Rp8 juta.

“Itu sudah bersih ya, kami tinggal di mess perusahaan, makan dan minum sudah ditanggung,” akunya.

Kasie Media Center Haji Daerah Kerja (Daker) Bandara Madinah-Jeddah Achmad Gufron menyatakan bahwa bangunan baru itu merupakan bekas hotel dan pemondokan jamaah haji yang dirobohkan. “Kalau sudah selesai semua jamaah bakal lebih lega saat melaksanakan tawaf di puncak haji,” terangnya.

Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan bahwa mulai 2016 sejumlah bangunan baru di Masjidil Haram sudah bisa dipakai jamaah. Sehingga, kemungkinan pada tahun depan kuota jamaah akan kembali normal yakni 210.000 jamaah. Sedangkan sekarang hanya 168.800 jamaah atau dipangkas 20%.

“Namun kalau untuk penambahan kuota sepertinya belum bisa dilakukan. Karena dari pertemuan dengan pemerintah Arab Saudi, mereka menyatakan bahwa perluasan ini semata-mata untuk menambah kenyamanan jamaah. Bukan menambah kuota,” tandasnya.

Sumber: Sindo News

‘Jamaah Harus Siap dengan Suhu Panas di Arab Saudi’

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH — Suhu udara Makkah, Kamis, hingga pukul 10.00 waktu Arab Saudi (WAS) relatif lebih rendah dibandingkan hari biasanya, setelah hujan sore kemarin.

Pantauan cuaca hari ini menyebutkan sepanjang hari matahari akan bersinar cerah, namun suhu udara masih di bawah 40 derajat celsius, yaitu antara 33 – 39 derajat celsius.

Dalam seminggu terakhir suhu udara di Makkah rata-rata sekitar 40 derajat celsius, dengan suhu tertinggi pada Jumat minggu lalu mencapai 45 derajat celsius.

Cuaca hari ini diperkirakan cerah dengan suhu tertinggi 39 derajat celsius pada siang hari.

Namun cuaca adem dan suhu lebih rendah, menurut Kepala Daerah Kerja Makkah Panitia Penyelenggara Haji Indonesia (PPHI) 1436/2015H Arsyad Hidayat, hanya bersifat sementara. Suhu ekstrem dan panas di atas 40 derajat celsius bakal melanda Makkah pada musim haji tahun ini.

“Jamaah harus siap dengan suhu panas di Arab Saudi, karena pelaksanaan haji tahun ini masuk musim panas dari awal sampai akhir haji,” ujarnya.

Empat Etika Tamu Allah

Oleh: Mahmud Yunus

 

Sejak 21 Agustus 2015 calon jamaah haji (calhaj) Indonesia mulai diberangkatkan ke Tanah Suci. Mereka dalam Islam dinilai sebagai orang-orang terpilih yang memiliki kesempatan menjadi tamu Allah di rumah-Nya. Mereka adalah orang-orang yang beruntung karena termasuk salah seorang dari 186.800 calhaj Indonesia yang tahun ini berhak menyandang predikat tamu Allah. Maka, bersyukurlah.

Bentuk syukur yang selayaknya dilakukan bukan sekadar mengundang keluarga besar, handai tolan dan sebagainya dalam rangka kenduri keberangkatan (bagi Anda yang melaksanakannya). Tetapi, jauh lebih penting mempersiapakan diri menjadi tamu Allah yang paham akan etika/adab saat berada di Tanah Suci selama musim haji.

Boleh jadi, jamaah calhaj Indonesia sudah dibekali dengan hal-hal pokok yang selayaknya dilakukan oleh mereka sejak keberangkatan ke Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air. Misalnya, mereka telah diajarkan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa dan negara Indonesia selama di Arab Saudi.

Umumnya calhaj Indonesia telah mendapat bimbingan saat mereka mengikuti manasik di kabupaten/kota masing-masing. Misalnya, tentang berdoa ketika naik kendaraan, memasuki Kota Mekkah dan Kota Madinah, memasuki Masjidil Haram, dan saat melihat Ka’bah/Baitullah. Juga, berdoa ketika memasuki Masjid Nabawi dan berziarah ke makam Rasulullah SAW dan seterusnya.

Namun, kenyataannya, berdasar pengalaman musim haji sebelumnya, masih banyak calhaj Indonesia yang seolah-olah tidak menyadari bahwa dirinya tamu Allah. Hal tersebut boleh jadi karena mereka belum mendapatkan penjelasan yang memadai saat mengikuti manasik dan/atau pembimbingan dari KBIH (kelompok bimbingan ibadah haji).

Pertama, banyak jamaah perempuan yang menempati shaf shalat jamaah laki-laki. Padahal, di Masjidil Haram sekali pun, sebaiknya jamaah perempuan dan jamaah laki-laki itu terpisah tempatnya, terutama pada saat shalat berjamaah.

Kedua, banyak jamaah yang memaksakan diri, dahulu-mendahului saat tawaf dan/atau saat sa’i. Tidak jarang terjadi desak-desakan dan sikut-sikutan. Lebih jauh, banyak jamaah yang memaksakan diri untuk mencium Hajar Aswad. Padahal, hukum menciumnya adalah sunah.

Ketiga, banyak jamaah dengan seenaknya masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tanpa “mematikan” telepon selularnya. Padahal, di sekitar dua masjid tersebut sudah ada tulisan berjalan (running text) yang mengingatkan jamaah untuk “mematikan” telepon selular.

Keempat, banyak jamaah yang memotret aktivitasnya saat berada di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Bahkan, banyak jamaah yang “berani” memotret saat imam sudah memulai shalat berjamaah.

Kelima, banyak jamaah yang ketika sedang berada di Tanah Suci perilakunya tetap tidak berubah, persis seperti kebiasaannya di Tanah Air. Misalnya, ngobrol ngalor-ngidul tanpa kontrol. Berkaca pada pengalaman musim haji sebelumnya, kita harus terus belajar menjadi tamu Allah yang beretika. Semoga.

 

sumber: Republika Online

Ikatan Silaturahim

Oleh: Prof H Dadang Kahmad

Pada suatu ketika, saat awal Islam disebarkan secara sembunyi-sembunyi,  Rasulullah SAW bercakap-cakap dengan segolongan anak muda di Makkah. Saat itu, Nabi Muhammad SAW ditanya oleh seseorang dari anak muda itu, “Siapakah kamu?”

“Aku adalah seorang Nabi,” ujar Beliau SAW.

Kemudian orang tersebut kembali bertanya, “Nabi apa?”

“Nabi yang diutus Allah”, jawabnya.

Tanpa bosan, orang itu bertanya lagi, “Apa yang diperintahkan kepadamu?”

“Aku diperintahkan untuk mengajak manusia menyembah Allah, menghancurkan berhala dan menyambungkan silaturahim,” pungkas Nabi SAW.

Syariat shaum di bulan Ramadan, merupakan salah satu langkah untuk melahirkan kembali kepedulian sosial dalam diri kita sehingga dapat mengikat kembali rasa persaudaraan yang telah hilang selama 11 bulan ke belakang. Melalui tradisi bersalaman dan ucapan “mohon maaf lahir dan batin” atau “taqabalallahu minna wa minkum” ikatan harmoni sosial yang terurai menjadi kuat kembali.

Hubungan yang harmonis di medan sosial, merupakan misi dan cita-cita kerasulan Nabi Muhammad SAW. Bahkan, Allah SWT, mengancam dengan api neraka kepada orang yang tidak mau menjalin silaturahim dengan saudaranya atau dengan manusia lain. Rasulullah SAW bersabda,  “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturahim.” (HR Muslim).

Silaturahim merupakan kebutuhan pokok dan potensi fitrah bagi umat manusia dalam mewujudkan keseimbangan sosiologis. Dengan melakukan praktik silaturahim, kita sedang menyempurnakan rasa cinta dalam wujud interaksi sosial yang harmonis antar umat manusia. Silaturahim juga merupakan dalil dan tanda kedermawanan serta ketinggian akhlak seseorang.

Bentuk silaturahim itu beragam dan macam-macam, diantaranya: berbicara sopan dan lemah lembut kepada orang yang kita kenal maupun tak kita kenal, mengucapkan salam setiap kali bertemu, tersenyum, menengoknya ketika sakit, membantunya ketika membutuhkan, dan lain-lain. Intinya, sebuah upaya menciptakan kegembiraan dalam hati orang lain di muka bumi.

Secara bahasa, silaturahim berasal dari kata silah, yang berarti menghubungkan, mengikat, atau menjalin komunikasi dan kata rahim, yang berarti peranakan, tempat bayi hidup dalam kandungan, atau luap kasih sayang.

Ketika kita menjalin hubungan harmonis dengan orang-orang di sekitar, akan semakin kental terasa suasana hubungan persaudaraan. Dengan bersilaturahmi ini, kita seolah sedang mengumpulkan kebajikan sebagai bekal di akhirat kelak. Sebab, ketika kita selalu berdekatan dengan orang-orang di sekitar, niscaya akan terjadi upaya saling mengingatkan dan menasihati untuk kebaikan hidup  di dunia dan akhirat.

Dia (Allah) juga akan memutuskan hubungan dengan orang-orang yang dalam kehidupannya tidak pernah menjalin silaturahim dengan sesama manusia. Rasulullah Saw., bersabda, “Barangsiapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Karena itulah, tak heran jika silaturahim merupakan salah satu ibadah yang berdimensi sosial, sekaligus juga berdimensi ilahiyah. Sebab, bagi orang yang memutuskan silaturahim, Allah mengancam akan memutuskan jalinan hubungan dengan mereka. Ini menunjukkan bahwa silaturahim merupakan salah satu ibadah yang sangat agung dan luhur.

Ketika hari raya Idul  Fitri tiba, kita menjadi suci bersama-sama karena di hari ini, semua orang dipenuhi kegembiraan. Di hari inilah, segala dosa dan kesalahan terkikis habis. Di hari ini juga, kita bersedekah senyuman kepada saudara kita sesama muslim dari satu pintu ke pintu  yang lain.

Orang yang tetap menjaga aktivitas silaturahim ialah seorang manusia yang berakhlak mulia. Jadi, mulai Idul Fitri 1436 H ini, mari kita perbaiki tali ikatan silaturahim yang merenggang dengan keluarga, teman, handai tulan, kawan dan kerabat kita. Insya Allah, dengan rajin menyambung ikatan silaturahim, hidup kita akan dipenuhi keberkahan yang menguntungkan di dunia dan di akhirat.

Wallahu’alam

 

 

sumber: Republika Online

Cinta Negara Bagian dari Keimanan

Oleh: Andi Rahman

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketika intimidasi, ancaman, dan gangguan dari kaum kafir Quraisy meningkat, Rasulullah menyarankan kaum Muslimin berhijrah ke Habsyah yang saat itu dipimpin oleh al-Najasyi, seorang raja yang baik dan tidak menzalimi rakyatnya.

Dua kali kaum Muslimin berhijrah ke Habsyah. Rasulullah SAW masih berada di Makkah dan melanjutkan dakwahnya. Belakangan, Beliau SAW juga melakukan hijrah ke Kota Yatsrib yang kemudian diubah namanya menjadi Madinah.

Makkah merupakan kota metropolis yang kering (QS Ibrahim [14]: 37), sementara Madinah relatif lebih sejuk dan banyak penduduknya yang berprofesi sebagai petani. Selama berdakwah di Makkah, Rasulullah menerima banyak gangguan bahkan upaya pembunuhan dari kaum kafir Quraisy.

Namun, saat menuju Madinah, beliau bersedih dan menyatakan bahwa Makkah adalah kota yang sangat dicintainya. Secara kodrati, setiap orang akan mencintai tanah airnya, tempat ia dilahirkan dan hidup. Sungguh aneh jika ada orang yang membenci tanah airnya sendiri.

“Hubbul wathan minal iman”, artinya cinta negara merupakan bagian dari keimanan. Ungkapan ini bukan berasal dari hadis atau dalam bahasa lain kita sebut sebagai hadis palsu. Namun, makna dari ungkapan ini benar, yang mana kita memang harus mencintai negara dan tanah air kita sendiri.

Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Dalam surah al-Dzariyat [51] ayat 56, Allah SWT berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”

Semua manusia juga pasti ingin hidupnya bahagia. Ibadah tidak bisa dilakukan dengan baik dan kebahagiaan hidup tidak bisa diperoleh kecuali apabila negara kita aman, tenteram, dan sejahtera. Untuk itu, kita perlu menjaga negara yang kita tinggali dari segala gangguan dan ancaman, baik dari luar maupun dari dalam negeri.

Rasulullah menegaskan bahwa Allah memberikan pahala syahid bagi siapa pun yang meninggal dunia akibat menjaga dirinya, hartanya, dan kehormatannya. Menjaga keselamatan dan kehormatan bangsa merupakan bagian dari menjaga keselamatan diri manusia.

Upaya merongrong kedaulatan negara, aktivitas yang memunculkan kegaduhan di tengah masyarakat, dan kriminalitas sama sekali bukan bentuk cinta negara dan pelakunya tidak layak diberi label “orang yang beriman.”

Dalam banyak ayat Alquran dan hadis disebutkan ciri-ciri orang yang beriman, di antaranya adalah tidak mengganggu orang lain, tidak melakukan perusakan di muka bumi, berbuat baik kepada orang lain, dan menyebarkan keselamatan.

Dirgahayu Indonesia. Kami sungguh mencintaimu. Semoga Indonesia menjadi negeri yang baik dan mendapat ridha dari Allah (baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur).

 

sumber: Republika Online

Dua Bekal Sebelum Pergi Haji

Oleh: Mahmud Yunus

Haji secara bahasa adalah berkunjung. Adapun secara istilah adalah berkunjung ke rumah Allah (Baitullah) dengan amalan tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Inilah yang membedakan kunjungan ke Baitullah dalam rangka haji dan umrah.

Di antara amalan yang membedakan haji dan umrah adalah melaksanakan wukuf di Arafah dan melontar tiga jumrah di Mina. Di antara waktu yang membedakan haji dan umrah adalah bahwa pelaksanaan haji hanya berlangsung pada bulan-bulan tertentu. yaitu Syawal, Dzulqaidah, dan Dzulhijah.

Allah berfirman, “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan tertentu, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu untuk mengerjakan haji maka tidak boleh rafats (mengeluarkan kata-kata yang mengundang syahwat atau kata-kata yang tidak senonoh atau melakukan hubungan seksual), berbuat fusuk, dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.

Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.” (QS al-Baqarah [2]: 197). Dengan kata lain, pergi haji semata-mata hanya untuk mengerjakan kebaikan demi kebaikan di rumah-Nya dan sekitarnya sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya.

Maka, kunjungan ke Baitullah dalam rangka haji itu berbeda dengan kunjungan dalam rangka umrah. Apalagi dengan kunjungan ke tempat-tempat lainnya di manapun di muka bumi. Dengan begitu, bekal yang harus dipersiapkan pun tentu berbeda.

Sudah menjadi rahasia umum, kebanyakan KBIH (kelompok bimbingan ibadah haji) di Tanah Air memberikan pembekalan tertentu kepada jamaahnya yang akan pergi haji. Namun, umumnya lebih banyak ditekankan pada pembekalan secara fisik. Misalnya, dianjurkan berolahraga secukupnya, membawa obat-obatan pribadi, dan memperbanyak minum air putih ketika sedang berada di Arab Saudi.

Persiapan fisik itu memang penting. Tetapi, jauh lebih penting persiapan nonfisik. Sebab, akan menentukan sahnya ibadah. Maka, jamaah yang tidak mengindahkan persiapan nonfisik itu dapat saja menyebabkan hajinya tertolak (mardud). Padahal, orang yang pergi haji semestinya memiliki target hajinya terkabul (makbul) bahkan mabrur/mabrurah.

Inilah target tertinggi. Lantaran Rasulullah SAW menyatakan mereka yang hajinya mabrur/ mabrurah itu dipastikan akan diganjar dengan surga. Sangat luar biasa. Pertanyaannya, apa bekal yang harus dipersiapkan sejak jauh hari sebelum pergi haji?

Pertama, niat pergi haji karena Allah semata. Maka, singkirkan segala macam niat yang justru akan menyebabkan hilangnya pahala ibadah ini. Allah berfirman, “Dan, mengerjakan haji itu (adalah) kewajiban manusia karena Allah. Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS Ali Imran [3] : 97).

Kedua, bertekad menanggalkan kesyirikan. Maka, tanamkanlah kalimat talbiyah itu dalam dada. Bukan hanya diucapkan dalam kata-kata. Apalagi, bila sama sekali tidak tahu artinya. Ketiga, mempraktikkan ketakwaan/ketaatan kepada Allah dengan sebaik-baiknya (QS al-Baqarah [2]: 197).

 

sumber: Republika Online