Bisakah Kita Masuk Surga Tanpa ke Neraka Dahulu?

PERTANYAAN ini tentu sering diajukan oleh berbagai macam orang atau bahkan menggelitik perasaan kita sendiri. Apakah kita sebagai seorang muslim sudah pasti masuk surga? Apakah kita harus “dicuci” terlebih dahulu di neraka baru diperbolehkan mencicipi surga? Atau bagaimana caranya agar kita masuk surga tanpa harus ke neraka terlebih dahulu?

Menurut Ustaz Ahmad Sarwat Lc, mungkin saja ada orang yang masuk surga langsung, tanpa harus masuk ke neraka lebih dahulu. Dan orang-orang seperti itu bukan terbatas pada nabi dan rasul saja.

Di masa nabi shallallahu ‘alaihiw asallam, ada seorang wanita yang berzina lalu hamil. Namun dia bertobat dan minta dihukum rajam hingga mati. Ketika jenazahnya sudah tergelatak, Umar bin Al-Khattab mencacinya, namun dicegah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam malah mengatakan bahwa wanita ini telah diampuni semua dosanya dengan kualitas tobat yang cukup untuk dibagikan kepada 70 ahli Madinah.

Di dalam Alquran bertabur ayat yang menggambarkan orang-orang yang meninggal dan langsung masuk surga, tidak perlu mampir di neraka. Banyak caranya, tapi kunci utamanya hanya satu, yaitu mati dalam keadaan tidak punya dosa apapun. Kalau pun ada dosa, hanya sedikit dan bisa tercover dengan pahala amalan yang sangat banyak.

Tidak Ada Jaminan Langsung Masuk Surga

Tidak ada seorang pun yang dijamin untuk langsung masuk surga, kecuali hanya para nabi dan rasul saja. Para sahabat nabi yang mulia, para tabi’in, tabi’it tabi’in, para ulama besar sepanjang sejarah termasuk para orang saleh yang masyhur, tidak ada satu pun yang pernah ada yang menjamin mereka pasti masuk surga, tanpa lewat neraka.

Sebab semua itu rahasia Allah Ta’ala, akan seperti apa nasib kita di akhirat nanti. Boleh jadi seseorang di dunia ini dikenal sebagai orang yang saleh di mata manusia, tapi di mata Allah Ta’ala belum tentu saleh. Boleh jadi dia punya amal yang banyak, tapi siapa yang tahu kalau amalnya itu sia-sia, atau tidak diterima, atau habis karena harus menebus banyak kesalahan dan dosa yang tidak terlihat di mata manusia.

Semua itu adalah misteri ilahi, tidak ada yang tahu dan bisa menilainya di dunia ini, kecuali hati nurani masing-masing dan tentunya Allah Ta’ala. Namun di balik semua itu, kita pun juga tidak boleh berburuk sangka kepada Allah Ta’ala. Sebab selain sifat-Nya Yang Maha keras siksa-Nya, Allah Ta’ala juga tuhan yang Maha Pengampun dan Penyayang.

Maka mintalah ampun tiap hari dan sepanjang masa, atas semua dosa yang kita lakukan. Baik yang kita sengaja atau pun yang tidak kita sengaja. Baik yang kecil maupun yang besar. Kalau nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang dijamin tidak punya dosa itu saja masih minta ampun sehari tidak kurang 100 kali, maka bagaimana dengan kita?

Yang penting sekarang ini kita berserah diri kepada semua yang telah Allah perintahkan, serta menjauhkan diri dari segala yang dilarangnya. Bahkan kita pun tidak boleh memandang enteng orang yang ‘biasa-biasa’ saja. Mungkin di dunia ini tidak pernah dikenal sebagai orang yang banyak amalnya, tetapi ternyata di akhirat mendapat perhitungan yang dimudahkan Allah, sehingga masuk surga langsung dengan mudahnya.

Maka posisi kita haruslah berada antara dua perasaan, yaitu khauf (takut) dan raja’ (harapan). Takut atas ancaman masuk neraka karena banyak dosa. Dan harapan akan mendapatkan ampunan dan kasih sayang Allah. Keseimbangan di antara keduanya akan melahirkan iman yang kuat dan rasa cinta yang mendalam kepada Allah.

Sebaliknya, kalau hanya takut saja, akhirnya akan menjadikan kita selalu berputus asa. Kalau hanya harapan saja, bisa-bisa kecewa di akhirat nanti dan di dunia ini tidak pernah takut dosa. Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2355733/bisakah-kita-masuk-surga-tanpa-ke-neraka-dahulu#sthash.11cs9cDu.dpuf

Awas! Jangan Anda Sakiti Orang Miskin

KAYA dan miskin tak pernah menjadi ukuran kemuliaan di mata Allah swt. Bagi Allah, harta duniawi adalah hal yang paling tak berarti, buktinya orang-orang kafir pun juga mendapat limpahan rezeki dari-Nya.

Tak hanya itu, terkadang orang miskin lebih memiliki kemuliaan di sisi-Nya. Buktinya Allah menghapus pahala sedekah jika disertai dengan menyakiti hati si penerima, karena Allah ingin menjaga hati hamba-hamba-Nya yang kurang mampu.

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti.” (QS.Al-Baqarah:263)

Pahala sedekah akan habis tak bersisa jika di iringi dengan sikap atau perkataan yang menyakiti hati si penerima. Tak hanya itu, Alquran pun menjelaskan akibat yang dahsyat dari menghina orang miskin.

Mari kita simak kisah berikut ini:

Dalam Surat Al-Kahfi ayat 32-42, Allah menceritakan tentang saudagar kaya yang memiliki dua kebun. Kekayaannya begitu melimpah karena kebun ini begitu indah, subur dan menghasilkan banyak buah. Namun sayangnya, kekayaan itu membuatnya sombong dan menghina temannya yang miskin.

“Dan dia memiliki kekayaan besar, maka dia berkata kepada kawannya (yang beriman) ketika bercakap-cakap dengan dia, “Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat.” (QS.Al-Kahfi:34)

Kesombongannya telah menyakiti hati temannya yang kurang mampu ini. Kemudian kata-katanya semakin menjadi-jadi, “Aku kira kebun ini tak akan binasa selamanya dan Hari Kiamat pun tak akan datang..”

Setelah terjadi dialog yang cukup panjang, kemudian temannya yang miskin itu menjawab:

“Maka mudah-mudahan Tuhan-ku, akan memberikan kepadaku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini); dan Dia Mengirimkan petir dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin, atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka engkau tidak akan dapat menemukannya lagi.” (QS.Al-Kahfi:40-41)

Disinilah letak bahayanya, ketika seorang miskin telah tersakiti maka ucapannya adalah doa. Dan Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya terlantar tanpa pembela.

Pada akhirnya, doa seorang yang tersakiti ini dikabulkan. Maka seluruh isi kebun itu hancur dan binasa, hingga tak ada lagi yang tersisa kecuali penyesalan dari si kaya.

Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur roboh bersama penyangganya lalu dia berkata, “Betapa sekiranya dahulu aku tidak mempersekutukan Tuhan-ku dengan sesuatu pun.” (QS.Al-Kahfi:42)

Kisah kedua diabadikan dalam Surat Al-Qalam ayat 17-33. Kisah ini ingin membuktikan bahwa menyakiti orang miskin memiliki imbas yang begitu dahsyat. Hari esok adalah jadwal panen besar. Para pemilik kebun berkumpul untuk merencanakan panen ini, mereka pun bersepakat untuk datang lebih awal yaitu di waktu subuh, agar tidak ada orang miskin yang datang dan meminta bantuan.

Di saat mereka tidur, datanglah bencana dan merusak seluruh hasil panen mereka.

“Lalu kebun itu ditimpa bencana (yang datang) dari Tuhan-mu ketika mereka sedang tidur.” (QS.Al-Qalam:19)

Para pemilik kebun belum tahu apa yang terjadi, mereka tetap ingin menjalankan rencana sebelumnya.

“Pada hari ini jangan sampai ada orang miskin masuk ke dalam kebunmu.”Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya).Maka ketika mereka melihat kebun itu, mereka berkata, “Sungguh, kita ini benar-benar orang-orang yang sesat”(QS.Al-Qalam: 24-26)

Dua kisah ini ingin menjelaskan akibat yang dahsyat dari menyakiti orang-orang miskin. Mereka memang dipandang remeh oleh manusia, mereka mungkin tak memiliki pembela. Tapi berhati-hatilah, pembela mereka adalah Allah swt.

Bahkan Rasul pun pernah berpesan agar kita berhat-hati dalam memperlakukan orang yang kurang mampu karena mereka akan punya kekuasaaan di Hari Kiamat kelak.Semoga yang belum mampu diberi kemudahan oleh Allah dan yang telah memiliki kelebihan diberi dada yang lapang untuk berbagi kepada sesama. [khazanahalquran]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2356277/awas-jangan-anda-sakiti-orang-miskin#sthash.K3yxfM5O.dpuf

Menyentuh Mushaf Al Qur’an bagi Orang yang Berhadats

Pada kesempatan kali ini, ada suatu pembahasan menarik yang akan kami sajikan mengenai hukum menyentuh mushaf Al Qur’an bagi orang yang berhadats seperti dalam keadaan tidak suci, dalam keadaan junub, dalam keadaan haidh dan nifas. Apakah orang-orang seperti ini diperkenankan untuk menyentuh mushaf? Tentu saja kita harus kembali pada dalil untuk membicarakan hal ini. Semoga Allah memudahkan kami untuk membahasnya.

Pendapat Ulama Madzhab

Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah –kitab Ensiklopedia Fiqih- disebutkan,

Orang yang berhadats (hadats besar atau hadats kecil) tidak boleh menyentuh mushaf seluruh atau sebagiannya. Inilah pendapat para ulama empat madzhab. Dalil dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” (QS. Al Waqi’ah: 79)

Begitu pula sabda Nabi ‘alaihish sholaatu was salaam,

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ

Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.”[1]

Bagaimana dengan membaca Al Qur’an? Para ulama empat madzhab sepakat bolehnya membaca Al Qur’an bagi orang yang berhadats baik hadats besar maupun kecil selama tidak menyentuhnya.[2]

Yang dimaksud menyentuh mushaf menurut mayoritas ulama adalah menyentuhnya dengan bagian dalam telapak tangan maupun bagian tubuh lainnya.[3]

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa menyentuh mushaf Al Qur’an tidak dibolehkan oleh para ulama madzhab.

Menyentuh Mushaf bagi Orang yang Berhadat Besar dan Kecil

Larangan menyentuh mushaf di sini berlaku bagi orang yang berhadats besar seperti wanita yang sedang haidh, nifas dan orang yang junub. Mengenai larangan menyentuh mushaf bagi yang berhadats besar terdapat riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Al Qosim bin Muhammad, Al Hasan Al Bahsri, ‘Atho’, dan Asy Sya’bi. Bahkan sampai-sampai Ibnu Qudamah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada yang menyelisihi pendapat ini kecuali Daud (salah satu ulama Zhohiriyah).”[4]

Begitu pula larangan menyentuh mushaf di sini berlaku bagi orang yang berhadats kecil seperti orang yang sehabis kentut atau kencing dan belum bersuci. Inilah mayoritas pendapat pakar fiqih. Bahkan Ibnu Qudamah sampai-sampai mengatakan, “Aku tidak mengetahui ada ulama yang menyelisihi pendapat ini kecuali Daud Azh Zhohiri.”

Al Qurthubi mengatakan bahwa ada sebagian ulama yang membolehkan menyentuh mushaf tanpa berwudhu.

Al Qolyubi, salah seorang ulama Syafi’iyah mengatakan, “Ibnu Sholah menceritakan ada pendapat yang aneh dalam masalah ini yang menyebutkan tidak terlarang menyentuh mushaf sama sekali (meskipun keadaan hadats kecil maupun hadats besar)”[5]

Orang yang berhadats di sini diperbolehkan menyentuh Al Qur’an setelah mereka bersuci, untuk hadats besar dengan mandi wajib sedangkan hadats kecil dengan berwudhu.

Menyentuh Mushaf Al Qur’an dengan Pembatas Ketika Berhadats

Tentang menyentuh mushaf Al Qur’an dengan pembatas ketika berhadats, maka terdapat perselisihan di antara para ulama. Ada ulama yang membolehkan dan ada yang tidak.

Namun yang tepat dalam masalah ini adalah dibolehkan menyentuh mushaf dalam keadaan berhadats dengan menggunakan pembatas selama pembatas tersebut bukan bagian dari mushaf (artinya: tidak dibeli beserta mushaf seperti sampul). Seperti yang digunakan sebagai pembatas di sini adalah sarung tangan. Karena larangan yang dimaksud adalah larangan menyentuh mushaf secara langsung. Sedangkan jika menggunakan pembatas, maka yang disentuh adalah pembatasnya dan bukan mushafnya. Demikian pendapat yang dipilih oleh ulama Hambali.[6]

Membawa Mushaf Al Qur’an Ketika Berhadats Tanpa Menyentuh

Misalnya, saja seorang yang dalam keadaan berhadats membawa mushaf Al Qur’an di tasnya, tanpa menyentuhnya secara langsung. Apakah seperti ini dibolehkan?

Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah dibolehkan. Yaitu dibolehkan bagi yang berhadats (seperti orang yang junub) untuk membawa mushaf tanpa menyentuhnya secara langsung, dengan menggunakan pembatas yang bukan bagian dari Al Qur’an. Karena seperti ini bukanlah disebut menyentuh. Sedangkan larangan yang disebutkan dalam hadits adalah menyentuh mushaf dalam keadaan tidak suci. Sedangkan di sini sama sekali tidak menyentuh. Inilah pendapat ulama Hanafiyah, ulama Hanabilah dan menjadi pendapat Al Hasan Al Bashri, ‘Atho’, Asy Sya’bi, Al Qosim, Al Hakam dan Hammad.[7]

Yang Dibolehkan Menyentuh Mushaf Meskipun dalam Keadaan Berhadats

Pertama: Anak kecil.

Ulama Syafi’iyah mengatakan, “Tidak terlarang bagi anak kecil yang sudah tamyiz[8] untuk menyentuh mushaf walaupun dia dalam keadaan hadats besar. Dia dibolehkan untuk menyentuh, membawa dan untuk mempelajarinya. Yaitu tidak wajib melarang anak kecil semacam itu karena ia sangat butuh untuk mempelajari Al Qur’an dan sangat sulit jika terus-terusan diperintahkan untuk bersuci. Namun ia disunnahkan saja untuk bersuci.”[9]

Kedua: Bagi guru dan murid yang butuh untuk mempelajari Al Qur’an.

Dibolehkan bagi wanita haidh yang ingin mempelajari atau mengajarkan Al Qur’an di saat jam mengajar untuk menyentuh mushaf baik menyentuh seluruh mushaf atau sebagiannya atau cuma satu lembaran yang tertulis Al Qur’an. Namun hal ini tidak dibolehkan pada orang yang junub. Karena orang yang junub ia mudah untuk menghilangkan hadatsnya dengan mandi sebagaimana ia mudah untukk berwudhu. Beda  halnya dengan wanita haidh, ia tidak bisa menghilangkan hadatsnya begitu saja karena yang ia alami adalah ketetapan Allah. Demikian pendapat dari ulama Malikiyah.

Akan tetapi yang jadi pegangan ulama Malikiyah, boleh bagi orang yang junub (laki-laki atau perempuan, kecil atau dewasa) untuk membawa Al Qur’an ketika mereka hendak belajar karena keadaan yang sulit untuk bersuci ketika itu. Ia dibolehkan untuk menelaah atau menghafal Al Qur’an ketika itu.[10]

Yang lebih tepat, untuk laki-laki yang junub karena ia mudah untuk menghilangkan hadatsnya, maka lebih baik ia bersuci terlebih dulu, setelah itu ia mengkaji Al Qur’an. Adapun untuk wanita haidh yang inginn mengkaji Al Qur’an, sikap yang lebih hati-hati adalah ia menyentuh Al Qur’an dengan pembatas sebagaimana diterangkan pada pembahasan yang telah lewat. Wallahu a’lam.

Menyentuh Kitab-kitab Tafsir dalam Keadaan Berhadats

Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa diharamkan menyentuh mushaf jika isinya lebih banyak Al Qur’an daripada kajian tafsir, begitu pula jika isinya sama banyaknya antara Al Qur’an dan kajian tafsir, menurut pendapat yang lebih kuat. Sedangkan jika isinya lebih banyak kajian tafsir daripada Al Qur’an, maka dibolehkan untuk menyentuhnya.[11]

An Nawawi rahimahullah dalam Al Majmu’ mengatakan, “Jika kitab tafsir tersebut lebih banyak kajian tafsirnya daripada ayat Al Qur’an sebagaimana umumnya kitab tafsir semacam itu, maka di sini ada beberapa pendapat ulama. Namun yang lebih tepat, kitab tafsir semacam itu tidak mengapa disentuh karena tidak disebut mushaf.”[12]

Menyentuh Kitab Fiqh dan Kitab Hadits dalam Keadaan Berhadats

Menyentuh kitab fiqh dibolehkan dalam keadaan berhadats karena kitab tersebut tidaklah disebut mushaf dan umumnya, isinya lebih banyak selain ayat Al Qur’an. Demikian pendapat mayoritas ulama.[13]

Begitu pula dengan kitab hadits diperbolehkan untuk menyentuhnya walaupun dalam keadaan berhadats. Demikian pendapat mayoritas ulama.[14]

Intinya, jika suatu kitab atau buku tidak disebut mushaf dan isinya lebih banyak tulisan selain ayat Al Qur’an, maka tidak mengapa orang yang berhadats menyentuhnya.

Menyentuh Al Qur’an Terjemahan dalam Keadaan Berhadats

Jika yang disentuh adalah terjemahan Al Qur’an dalam bahasa non Arab, maka itu tidak disebut Al Qur’an. Namun kitab atau buku seperti ini disebut tafsir sebagaimana ditegaskan oleh ulama Malikiyah. Oleh karena itu tidak mengapa menyentuh Al Qur’an terjemahan seperti ini karena hukumnya sama dengan menyentuh kitab tafsir.[15] Akan tetapi, jika isi Al Qur’annya lebih banyak atau sama banyaknya dari kajian terjemahan, maka seharusnya tidak disentuh dalam keadaan berhadats sebagaimana keterangan yang telah lewat.

Menyentuh Sampul Mushaf dan Bagian Lainnya

Mayoritas ulama menyatakan bahwa termasuk yang terlarang ketika berhadats di sini adalah menyentuh sampul mushaf yang bersambung langsung dengan mushaf, halaman pinggirannya yang tidak ada tulisan ayat di sana, celah-celah ayat yang tidak terdapat tulisan dan bagian lainnya dari mushaf secara keseluruhan. Karena bagian-bagian tadi semuanya termasuk mushaf dan ikut serta ketika dibeli, sehingga dikenai hukum yang sama.[16]

Ibnu ‘Abidin mengatakan, “Pendapat yang menyatakan tidak terlarang menyentuh sampul mushaf ketika hadats lebih dekat pada qiyas (analogi). Sedangkan pendapat yang menyatakan terlarang, alasannya adalah untuk mengagungkan mushaf Al Qur’an. Pendapat yang menyatakan terlarang, itulah yang lebih tepat.”[17]

Sumber : https://rumaysho.com/1161-menyentuh-mushaf-al-quran-bagi-orang-yang-berhadats.html

Tidak Boleh Menyentuh Al Quran Kecuali Orang yang Suci

Ingat, tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci. Jadi dalam keadaan berwudhu barulah mushaf Al-Qur’an boleh disentuh.

Orang yang berhadats besar atau kecil tidak boleh menyentuh mushaf Al-Qur’an baik seluruh atau sebagiannya. (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 17: 127)

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

وَالصَّحِيحُ فِي هَذَا الْبَابِ مَا ثَبَتَ عَنْ الصَّحَابَة – رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ – وَهُوَ الَّذِي دَلَّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَهُوَ أَنَّ مَسَّ الْمُصْحَفِ لَا يَجُوزُ لِلْمُحْدِثِ

“Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah pendapat para sahabat. Itulah pendapat yang sejalan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yaitu menyentuh mushaf tidak diperbolehkan bagi orang yang berhadats.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 21: 270)

Dalil yang mendukung pernyataan di atas adalah firman Allah Ta’ala,

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 79). ‘Tidak menyentuhnya’ adalah kalimat berita namun maknanya adalah larangan. Sehingga maknanya adalah ‘janganlah menyentuhnya’.

Sebagaimana penjelasan Imam Nawawi rahimahullah yang dimaksudkan dengan kitab dalam ayat tersebut adalah Al-Qur’an yang ada di tengah-tengah kita. Alasannya, karena dalam ayat tersebut disebut “tanzil“, artinya turun. Pembicaraan seperti tentu pada Al-Qur’an. (Lihat Al-Majmu’ 2: 72)

Dalil dari hadits,

عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122). Dalam keadaan suci di sini bisa berarti suci dari hadats besar dan hadats kecil. Berarti yang tidak berwudhu tidak boleh menyentuh mushaf Al-Qur’an. Wanita yang sedang mengalami haidh dan nifas juga tidak boleh menyentuh mushaf Al-Qur’an.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan,

ثُمَّ مَسُّ الْمُصْحَفِ يُشْتَرَطُ لَهُ الطَّهَارَةُ الْكُبْرَى وَالصُّغْرَى عِنْدَ جَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ وَكَمَا دَلَّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَهُوَ ثَابِتٌ عَنْ سَلْمَانَ وَسَعْدٍ وَغَيْرِهِمْ مِنْ الصَّحَابَةِ

“Menyentuh mushaf Al-Qur’an dipersyaratkan suci dari hadats besar dan hadats kecil. Ini pendapat jumhur (mayoritas ulama) sebagaimana ditunjukkan dalam Al-Qur’an, hadits, dan pendapat ini diketahui dari para sahabat seperti Salman, Sa’ad, dan sahabat lainnya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 26: 200)

Dalil pendukung dari sahabat, seperti Sa’ad bin Abi Waqqash.

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّهُ قَالَ كُنْتُ أُمْسِكُ الْمُصْحَفَ عَلَى سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ فَاحْتَكَكْتُ فَقَالَ سَعْدٌ لَعَلَّكَ مَسِسْتَ ذَكَرَكَ قَالَ فَقُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ قُمْ فَتَوَضَّأْ فَقُمْتُ فَتَوَضَّأْتُ ثُمَّ رَجَعْتُ

Dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash, “Aku pernah memegang mushaf di hadapan Sa’ad bin Abi Waqash lalu aku menggaruk-garuk kemaluanku.” Beliau lantas berkata, “Engkau menyentuh kemaluanmu?” “Benar”, jawabku. Beliau berkata, “Berdirilah lalu berwudhulah”. Aku lantas bangkit berdiri dan berwudhu lalu aku kembali. (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Khilafiyat 1: 516. Ia mengatakan, “Riwayat ini shahih.” Diriwayatkan pula oleh Malik dalam Al-Muwatha’. Riwayat di atas juga dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ 1: 161 no. 122)

Juga didukung dari perkataan Salman Al-Farisi berikut.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ كُنَّا مَعَهُ فِى سَفَرٍ فَانْطَلَقَ فَقَضَى حَاجَتَهُ ثُمَّ جَاءَ فَقُلْتُ أَىْ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ تَوَضَّأْ لَعَلَّنَا نَسْأَلُكَ عَنْ آىٍ مِنَ الْقُرْآنِ فَقَالَ سَلُونِى فَإِنِّى لاَ أَمَسُّهُ إِنَّهُ لاَ يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ فَسَأَلْنَاهُ فَقَرَأَ عَلَيْنَا قَبْلَ أَنْ يَتَوَضَّأَ.

Dari ‘Abdurrahman bin Yazid, dari Salman, kami pernah bepergian bersama Salman. Suatu ketika beliau pergi untuk buang hajat setelah kembali aku berkata kepada beliau, “Wahai Abu ‘Abdillah, berwudhulah agar kami bisa bertanya kepadamu tentang ayat-ayat Al-Qur’an.” Beliau berkata, “Silakan bertanya namun aku tidak akan menyentuh Al-Qur’an. ‘Sesungguhnya tidaklah menyentuhnya melainkan orang-orang yang disucikan’ (QS. Al-Waqiah: 77)”. Kami pun mengajukan beberapa pertanyaan kepada beliau dan beliau bacakan beberapa ayat kepada kami sebelum beliau berwudhu. (HR. Ad-Daruquthni 1: 124. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa riwayat dari Salman itu shahih).

‘Abdullah bin Umar juga mendukung hal ini.

عَنْ نَافِعٍ عَنِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ لاَ يَمُسُّ المصْحَفَ إِلاَّ وَهُوَ طَاهِرٌ

Dari Nafi, ia berkata, “Tidaklah Ibnu ‘Umar menyentuh mushaf melainkan dalam keadaan suci.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam mushannafnya 2: 140).

Sumber : https://rumaysho.com/11234-tidak-boleh-menyentuh-al-quran-kecuali-orang-yang-suci.html

Tadabbur Al-Qur’an

Al-Qur`an obat bagi tubuh dan jiwa seorang mukmin

Seorang muslim yang membaca al-Qur`an dengan benar akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman memenuhi hati dan seluruh anggota tubuhnya. Kemudian jiwanya siap menghadapi semua peristiwa dan kejadian yang menimpanya sambil mengucapkan firman Allah (yang artinya) :

Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal” (QS. At-Taubah/9:51)

Dengan itu jiwa dapat menghadapi dan menghilangkan was-was dan semua perasaan yang menghantuinya . Memang tidak dapat dipungkiri manusia lebih banyak dihantui was-was dan perasaannya yang belum pasti terjadi. Mereka takut bila berbuat kebaikan akan menimpanya musibah ini dan itu, padahal itu hanyalah perasaan dan was-was yang ditembakkan syeitan kehati manusia. Dalam hal ini al-Qur`an menjadi obat penawar dari hal-hal ini. Lihatlah firman Allah (yang artinya) :

(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung”.

Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai karunia yang besar.

Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman“. (QS Al Imran/3: 173-175)

Kita dan al-Qur`an

Sudah demikian jelasnya kedudukan al-Qur`an namun masih banyak dari kita yang meninggalkannya. Tidak pernah membacanya apalagi merenungkan dan men-taddabburi-nya.

Fenomena ini muncul didalam kehidupan kaum muslimin umumnya, kecuali dibulan Ramadhan. Kita lihat banyak kaum muslimin yang mengkhatamkan al-Qur`an dibulan ini. Ini satu hal yang membanggakan namun sayang hanya sekedar meng-khatam-kannya saja tanpa ada perubahan dalam dirinya. Tidak ada bedanya sebelum dan sesudah menkhatamkannya dan tidak faham sedikitpun apa yang dibacanya.

Tadabbur al-Qur`an

Sebenarnya tidak ada yang lebih bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat seorang hamba dan lebih mendekatkannya kepada kebahagian dan keselamatan dari tadabbur al-Qur`an dan merenungkan isi kandungannya. Seorang yang membaca al-Qur`an dengan tadabbur akan melihat kebaikan dan keburukan serta nasib para pelakunya:

  • Ia melihat tenggelamnya kaum nabi Nuh
  • Ia mengetahui sambaran halilintar terhadap kaum ‘Ad dan Tsamud
  • Ia mengerti tenggelamnya Fir’aun dan terpendamnya Qarun dan hartanya.

Dengan tadabbur al-Qur`an inilah seorang muslim hidup bersama akherat seakan-akan ia berada disana dan hilang darinya dunia hingga seakan-akan ia telahkeluar meninggalkannya. Hingga akhirnya mendapatkan hati seperti dijelaskan dalam firman Allah (yang artinya) :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS Al-Anfaal/8: 2)

Marilah kita dekatkan diri kita kepada al-Qur`an dengan membacanya dan mentadabburinya, semoga dibulan Ramadhan bulan Al-Qur`an ini kita dapat menggapainya.

Wabillahit taufiq
Selengkapnya mengenai artikel ini ada di Muslim.Or.Id

Dua Kunci Mudah Menghafal Alquran

Semua manusia pada hakikatnya punyat tiket menghafal Alquran. Menurut Ustaz Abdul Aziz Abdur Rauf Lc, setiap manusia tinggal memilih, ambil seluruhnya atau sebagian, 30 juz atau juz 30.

”Bagaimana kalau sudah dewasa? Selama masih hidup, insya Allah bisa hafal Alquran,” kata Ustaz Abul Aziz dalam kajian bertajuk Sekeluarga Hafal Alquran yang digelar Majelis Taklim Wirausaha (MTW) di Masjid Jenderal Sudirman WTC, Jakarta, Ahad (29/1).

Sejak menghafal Alquran pada 1984, ia merasa terpanggil untuk memberikan metode mudah menghafal kitab suci yang diturunkan Allah subhanahu wa taala kepada Nabi Muhammad shallahu alaihi wassalam tersebut. Sebab menurut dia, jika umat Islam tidak hafal Alquran, rugi sekali.

Ia berkata, seorang Muslim harus khawatir kalau lisannya mengucapkan hal yang tidak diapresiasi Allah subhanahu wa taala. Saat terbaik adalah saat membaca Alquran. Menghafal Alquran pakai metode apa saja, kunci pertamanya adalah istiqamah sampai akhir hayat.

”Jangan berprasangka buruk sama Allah subhanahu wa taala. Niat ingin hafal Alquran itu mulia. Niatkan hafal 30 juz, kalau prosesnya hanya hafal tiga juz atau juz 30, ya tidak apa,” kata Ustaz Abul Aziz.

Lagi pula di Alquran dan hadits tidak ada yang menyebut kata hafal, yang ada adalah shahibul Alquran. Idealnya seorang Muslim bisa enam kemampuan atas Alquran hafal. Jika tidak mampu semua, maka cari cara lain yang dinilai mampu.

Kedua, menghafal bersama Allah Subhanahu wa Taala. Sebab, kata dia,Allah Subhanahu wa Taala menurunkan Alquran sebagai sebaik-baik bacaan. Semangatnya, dengan hafal Alquran jadi dengan Allah Subhanahu wa Taala. Maka, amat perlu menghadirkan semua nilai akidah.

”Doa tiap hari minta bantuan Allah Subhanahu wa Taala. Berterima kasih pada Allah Subhanahu wa Taala yang memberi hidayah menghafal Alquran. Semangat bersama Allah Subhanahu wa Taala. Jangan menghafal pakai logika,” ungkap penulis buku Anda Pun Bisa Jadi Hafidz Alquran itu.

Untuk mereka yang sudah dewasa, fokus menghafal Alquran bukan pada target tapi berapa lama waktu yang dikomitmenkan untuk menghafal. Jangan banyak berpikir, banyak bersyukur sudah punya waktu bersama Alquran.

Saat sudah membuktikan komitmen, Allah SWT beri rasa ketagihan dengan Alquran. Kalau sudah begitu, menghafal 30 juz itu pasti bisa.

 

 

sumber: Republika Online

Ketiga Orang Ini Berangkat Haji secara “Misterius”

Kisah tukang becak Kasrin asal Rembang, Jawa Tengah, kini sedang hangat diperbincangkan.

Saat ini ia diyakini sedang naik haji, diberangkatkan oleh sosok misterius bernama Bu Indi.

Kepergiannya memang menjadi tanda tanya besar karena nyatanya, Kasrin tidak terdaftar sebagai calon jamaah haji di Kemenag Rembang.

Sebenarnya sebelum Kasrin, ada beberapa cerita mengenai orang-orang yang berangkat haji secara misterius.

Berikut adalah sejumlah kisah orang yang naik haji secara gaib.

1. Pak Tua di Semarang Naik Haji dengan Berzikir

Cerita mengenai seorang lelaki tua yang pergi berhaji hanya dengan berzikir sempat menghebohkan warga di sekitar Kelurahan Bandarharjo, Semarang Utara.

Lelaki tua yang tinggal di Kampung Baru Tikung kelurahan tersebut dikabarkan bisa berhaji hanya dengan berjalan kaki sambil berzikir menggunakan tasbih.

Peristiwa aneh itu terjadi sekitar tahun 1996. Awalnya, keinginan “pak tua” itu untuk berhaji disepelekan oleh keluarga.

Meskipun demikian, ia tetap tekun beribadah dan berzikir. Lalu suatu ketika, keluarga terkejut karena pak tua itu tiba-tiba bisa menghilang.

Saat menghilang itulah lelaki tersebut pergi ke Tanah Suci untuk beribadah haji. Ia terus melakukannya sampai sekitar setahun.

Namun, tak ada yang ingat siapa nama pak tua ajaib itu.

2. Ulama Abdullah bin Mubarak Berhaji Tanpa Sampai Mekkah

Kisah mengenai Ulama Abdullah bin Mubarak ini diceritakan di kitab An Nawadir karya Syeijah Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Quyubi.

Ahli fikih dan ahli hadits yang lahir tahun 118 Hijriyah ini hanya pergi haji sampai kota Kufah. Di sana, ia bertemu dengan seorang wanita yang harus makan bangkai karena tak memiliki santapan lain yang halal.

Padahal, wanita itu memiliki beberapa anak. Abdullah kemudian memberikan keledai dan makanan perbekalannya.

Oleh karena perjalanannya terhambat, ia tak bisa menunaikan haji di tahun itu.

Ia pun akhirnya hanya bermukim di kota itu sambil menunggu para jamaah haji yang hendak pulang, untuk pulang bersama mereka.

Namun begitu sampai rumah, ia merasa heran karena orang-orang begitu antusias menyambutnya dan mengucapkan selamat.

Abdullah kemudian menjelaskan bila ia gagal berhaji tahun itu.

Namun, beberapa temannya yang berhaji melihatnya di Tanah Suci dan bahkan menerima bantuan darinya.

Di malam harinya, ia mendengar suara bahwa Allah telah menerima amalnya dan mengutus malaikat yang menyerupai sosoknya untuk beribadah haji.

3. ‘Kaji Nunut’ Menyusup Pesawat untuk ke Mekkah

Cerita mengenai Choiron Nasichin menjadi pemberitaan media pada tahun 1992. Kala itu, ia menyusup ke pesawat jamaah haji agar dapat pergi ke Tanah Suci.

Namun sayang, aksi nekat itu ketahuan oleh pramugari yang menanyakan dokumennya. Oleh karena tak dapat menunjukkan dokumen, maka Choiron dikembalikan ke Indonesia.

Padahal saat itu, pesawatnya sudah hampir sampai di Bandara King Abdul Aziz.

Sebenarnya ketika baru duduk di pesawat, Choiron sempat mengatakan bila ia hanya nunut atau numpang di pesawat itu. Namun, si pramugari menyangka ia hanya bercanda hingga dokumennya ditanyakan.

Choiron sempat singgah di Bandara King Abdul Aziz, tetapi disembunyikan di toilet pesawat. Akhirnya, ia pulang ke tanah air bersama pesawat Garuda seorang diri dan kru.

Sejak itu, nama Kaji Nunut disematkan pada Choiron sampai kini, meskipun tahun 1994 ia berhasil berangkat haji dengan bantuan orang baik. Tahun 2005 ia kembali naik haji dengan dibantu seorang pengusaha. (tribun jateng)

Membudayakan Salam

RASULULLAH saw mengabarkan kepada kita bahwa satu di antara tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat adalah salam tidak diucapkan kecuali kepada orang-orang yang dikenal saja. Kemudian, kaum muslimin juga mengganti kalimat salam tersebut dengan kalimat-kalimat yang sama sekali jauh dari tuntunan sunnah. Apa yang dikatakan Rasulullah tersebut telah semakin nyata kebenarannya. Terbukti, kini sebagian kaum muslimin mengucapkan salam hanya kepada orang-orang tertentu saja dari kelompoknya, partainya, golongannya, kaumnya, sukunya, atau hanya kepada orang-orang yang dikenalnya saja.

Lebih dari itu, sebagian kaum muslimin yang mengaku dirinya sebagai akademisi muslim, sarjana muslim, cendekiawan muslim, dan para ilmuwan muslim yang belajar Islam kepada Barat dan para orientalis telah mengganti kalimat salam dengan kalimat-kalimat yang menurut mereka lebih modern, gaul, dan maju, dan sesuai dengan perkembangan zaman hari ini, seperti “selamat pagi”, “selamat siang”, “selamat malam”, dan kalimat-kalimat lainnya yang tidak lain hanyalah adopsi dan impor dari Barat dan orang-orang kafir. Namun atas nama kemajuan, pluralis, liberalis, mereka katakan ini bagian dari Islam dan bukti bahwa Islam sebagai rahmatan lil’alamin.

Ajaran agama Islam benar-benar sangat mulia dan indah. Satu buktinya ialah adanya ajaran tegur sapa. Dengan bertegur sapa, hidup terasa lebih indah seindah nama Islam itu sendiri, sehingga terjalinlah komunikasi dua arah yang akan merekatkan hubungan silahturrahim sejak dini. Lihatlah, fenomena konflik di masyarakat selama ini sesungguhnya kerap muncul akibat minimnya tegur sapa. Seolah-olah baik diri kita sendiri ataupun orang lain tidak perlu tegur sapa kalau tidak ada perlunya.

Sekiranya setiap pihak mau membudayakan tegur sapa dan tidak suka merasa paling benar diri sendiri, persoalan yang muncul tidak akan melebar ke mana-mana. Saling berprasangka tidak baik berbalut sikap enggan bertegur sapa itulah yang meluapkan percikan api amarah menjadi bara perseteruan dan dendam.

Ajaran Islam sungguh tidak hanya mengurusi masalah urusan ritual saja, akan tetapi juga menyangkut tata kehidupan sosial. Penting juga dicatat, hukum mengucapkan salam kepada orang lain memang sunnah, tetapi menjawabnya adalah wajib. Alquran tegas menyatakan dalam firman Allah Swt, “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’: 86).

Budaya tegur-sapa
Penghormatan dalam Islam ialah dengan mengucapkan assalamu’alaikum. Islam mengajarkan budaya tegur-sapa dengan ucapan salam, assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Ucapan ini memang tampak sepele dan tidak dipungut biaya apapun, tetapi nilainya sungguh luar biasa. Lantas, siapa yang dianjurkan memulai salam? Dalil yang bisa dijadikan rujukan seperti dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah orang yang berkendaraan memberi salam pada orang yang berjalan. Orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk. Rombongan yang sedikit memberi salam kepada rombongan yang banyak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Perintah mengucapkan salam juga berlaku ketika bertemu dengan saudara sesama muslim yang tidak kita kenal. Abdullah bin Amr bin Ash pernah berkisah, ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, “Islam bagaimana yang bagus? Beliau lantas menjawab, engkau memberikan makanan (kepada orang yang membutuhkan), mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ternyata ucapan salam juga memiliki dampak sosiologis luar biasa bagus. Salam yang diucapkan secara tulus dapat melahirkan sikap kebersamaan dan keharmonisan yang baik. Inilah benih-benih kekuatan antar saudara seiman. Sebab, menurut sebagian ulama, kalimat as-salam adalah satu nama Allah, sehingga kalimat assalamualaikum berarti Allah bersamamu atau engkau dalam penjagaan Allah. Sebagian ulama lain mengartikan as-salam sebagai keselamatan, sehingga kalimat assalamu’alaikum bermakna semoga keselamatan selalu menyertaimu. Kedua pemaknaan itu, jika digabungkan, akan memiliki arti semoga Allah senantiasa bersamamu sehingga keselamatan terus menyertaimu.

Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ketika Allah telah menjadikan Adam, maka Allah memerintahkan: Pergilah kepada para Malaikat dan ucapkan salam kepada mereka yang tengah duduk. Dengarkanlah jawaban salam mereka, karena itu akan menjadi ucapan salam bagi kamu dan anak cucumu kelak!” Maka pergilah Nabi Adam dan mengucapkan: Asalaamu`alaikum. Para Malaikat menjawab: Assalaamu‘alaika warahmatullaah. Mereka menambah warahmatullaah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Hadis di atas sangat jelas asal muasal ucapan salam yang berasal dari manusia pertama, yaitu Nabi Adam as, yang kemudian diikuti oleh umat muslim di seluruh dunia hingga sampai saat ini. Islam mewajibkan apabila kita bertemu dengan sesama muslim agar selalu mengucapkan salam, dengan ucapan “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi barakatuh.” yang bermakna “Semoga Allah melimpahkan keselamatan, rahmat, dan berkah kepadamu”. Begitu luar biasa doa dari orang yang mengucapkan salam, kita didoakan agar mendapatkan keselamatan, rahmat.

Dalam satu hadis dari Imran bin Hushain dikisahkan, “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan mengucapkan, assalamualaikum. Setelah menjawab, Rasulullah bersabda: Sepuluh. Tidak lama, datang lagi orang kedua, yang memberikan salam, assalamualaikum wa rahmatullahi. Setelah dijawab oleh Rasulullah, beliau pun bersabda: Dua puluh. Kemudian datang orang ketiga dan mengucapkan, assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu. Rasulullah menjawab, lantas bersabda: Tiga puluh.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Syiarkan salam
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Kamu tidak akan masuk surga, sehingga kamu beriman (dengan iman yang sempurna). Dan kamu tidak beriman sehingga kamu sekalian saling cinta-mencintai; Maukah kamu saya tunjukkan kepada sesuatu, bilamana kamu melaksanakan kamu akan bisa cinta-mencintai? Syiarkanlah salam di kalangan kamu.” (HR. Muslim dan Abu Dawud). Berdasarkan hadis di atas sudah sangat jelas mengenai ucapan salam, sekaligus menjadi panduan tentang mengucapkan salam yang benar untuk mendapatkan ganjaran pahala yang besar dari Allah swt.

Saat ini umat manusia di manapun berada hidup di zaman teknologi serba canggih. Aneka perangkat digital bermunculan, seperti Telepon, SMS, BlackBerry Messenger (BBM), Email, Yahoo Messenger, Facebook, Twitter, Path, Skype, Instagram, WhatsApp, Talk, Line, Camfrog, Viber, Tango, dan lain-lain.

Sejumlah perangkat modern itu sangat prospektif untuk membangun kebersamaan dengan saling menebarkan salam. Namun sayang, kerap muncul kreativitas dari orang-orang modern untuk menyingkat kalimat salam yang mulia itu menjadi “Askum”, “Kumlam”, “Lekum”, “Asw”, “Aslm”, dan yang mirip-mirip dengan kata-kata tersebut. Yang paling sering adalah “Ass”. Kalimat ini umumnya disampaikan lewat layanan pesan pendek (SMS) di media jejaring sosial di internet.

Maksudnya tentu untuk mempermudah penyampaian pesan. Tetapi, tanpa disadari, penyingkatan semacam itu justeru berakibat penodaan terhadap ucapan salam yang sejatinya bermakna doa. Kalimat “Ass”, misalnya, dalam kamus bahasa Inggris ternyata berarti keledai, orang yang bodoh, pantat. Pasti pemberi salam tidak bermaksud mendoakan lawan bicara dengan kata-kata buruk. Namun, apa susahnya mengucapkan salam sebagaimana ajaran Rasulullah saw.

Selain kata yang singkat dan tidak panjang dan mudah diucapkan oleh siapapun. Lagi pula tidak sepantasnya salam yang diucapkan itu berupa kalimat “selamat pagi” atau “selamat sore”. Namun tidak menjadi masalah apabila setelah mengucapkan salam diucapkan perkataan itu dengan sedikit perubahan, seperti misalnya “Semoga Allah berikan kebaikan padamu pagi ini”, sehingga ucapan itu mengandung makna dengan doa.

Inilah tuntunan Islam dalam mempererat hubungan persaudaraan di antara kaum muslimin. Tentunya, harus kita tinggalkan kebiasaan-kebiasaan yang jauh dari tuntunan ajaran Rasulullah saw. Sebagai gantinya, menghidupkan sunnah yang demikian benderang ini dalam kehidupan kita dan anak-anak kita dimulai dari sekarang dan di kemudian hari. Wallahu a’lam bishawab.

Dr. Murni, S.Pd.I, M.Pd., Dosen Prodi MPI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Araniry, Darussalam-Banda Aceh.

sumber: Serambi Indonesia

Satu Keluarga Peluk Islam di Gampong Jawa

Satu keluarga Tionghoa asal Medan, Chik Chong (40), Jumat (13/1) memeluk Islam di Masjid Al Muchsinin Gampong Jawa Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh.

Prosesi pensyahadatan dipimpin oleh Wakil Ketua MPU Kota Banda Aceh H Burhanuddin A Gani MA, tausiah disampaikan Kepala Baitul Mal Kota Banda Aceh, Safwan Zainun SPdI dan bertindak sebagai saksi Keuchik Gampong Jawa H Ridwan AR dan Ketua Tuha Peut, Ir H Maulisman Hanafiah, serta dihadiri oleh Muspika Kutaraja dan warga yang antusias menyaksikan kegiatan ini.

Keuchik Gampong Jawa, H Ridwan AR mengungkapkan, bahwa sebelumnya Chik Chong yang menganut agama Budha, namun setelah memeluk Islam berganti nama menjadi Muhammad Hidayah, istrinya yang dulu bernama Ester berganti menjadi Siti Aisyah dan empat orang anaknya juga diberi nama masing-masing Ibnu Arif, Maulidia, Affrah dan Nabila.

Dikatakan Chik Chong yang berprofesi sebagai pedagang selama beberapa bulan ini dia mulai tertarik mendalami Islam dan mengutarakan keyakinan pada warga dusun tempat tinggalnya, wargapun melaporkan keinginan tersebut pada Keuchik, dimana salah seorang warganya ingin memeluk agama Islam.

Selanjutnya, setelah berkoordinasi dengan MPU, Baitul Mal Kota Banda Aceh dan KUA Kecamatan Kutaraja maka dilaksanakan prosesi pensyahadatan di Masjid Al Muchsinin Gampong Jawa. “Setelah menjadi mualaf Muhammad Hidayah dan keluarga bertekad akan memperdalam ilmu agama Islam untuk pegangan dan bekal hidupnya, semoga Allah SWT meridhainya,” pungkas Keuchik Ridwan.(mis)

 

sumber:AcehTribunNews

Mendengar Azan Tengah Malam, Gadis Tionghoa Ini Masuk Islam

Siapa menduga, jika hidayah itu selalu datang kepada hamba pilihan. Seperti itulah yang terjadi kepada Yang Mei Siu alias Diana.

Gadis manis berdarah Tionghoa ini resmi menjadi mualaf 4 Juni lalu setelah mendengar suara azan tengah malam yang selalu terngiang di telinganya.

Padahal, gadis kelahiran Palembang, 26 Juli1996 ini sangat anti dan begitu benci dengan Islam.

Saat Sripo (grup tribunnews.com) menyusuri rumahnya di Jln RA Abusamah komplek Villa Sukajaya Indah KM 6,5 Palembang, dengan senyum sumringah Diana menyambut dan mempersilahkan masuk.

Rumah tersebut sangat khas sekali bernuansa Tiongkok, sebab sebuah altar rupang Dewi Kwam In terpajang.

Di sisi kiri terdapat beberapa foto leluhur keluarga Diana lengkap dengan garu dan perlengkapan sembahyang.

“Di rumah ini ada tiga agama, Kakek saya Budha, Paman saya Kristen dan saya sendiri baru memeluk Islam. Alhamdulillah semuanya menjunjung toleransi,” ungkapnya.

Diana yang awalnya memeluk Khatolik ini pun mengisahkan tentang perjalannan menemukan hidayah tepatnya saat mengenal mama angkat yang merupakan tetangganya tak jauh dari rumah. Karena kedekatan itulah, ia banyak belajar tentang Islam.

“Padahal saya ini dulu sangat anti dengan Islam. Selalu menganggap orang Muslim itu kejam, teroris, dan kalau ada tindak kejahatan pasti pelakunya orang Islam,” ujarnya.

Namun kebencian itu kikis setalah Irene Susanti Shaleh, sang mama angkat mengenalinya secara perlahan tentang Islam. Diana pun mulai tertarik belajar dan membandingkan Alquran dan Alkitab.

“Dari sanalah saya tahu, Islam itu memiliki tuhan yang satu, bukan tiga. Saat melakukan ibadah seperti sholat pun harus bersuci dahulu. Disanalah letak keindahannya menurut saya,” ujar mahasiswi Fakultas Bisnis dan Akutansi jurusan Ekonomi semester 2 universitas Khatolik Musi Charitas ini.

Dalam kurun waktu 3 bulan mempelajari Islam dan Alquran, Diana pun mulai ikut melakukan Shalat dan belajar Iqra. Dalam masa belajar itulah, ia pernah suatu hari tidur dan mendengar suara azdan.

“Waktu itu tepat pukul 00.00, saya heran, itu azdan apa. Sementara waktu shubuh belum. Saat saya tanya sama momy (panggilan ke mama angkat-red), katanya ia tak mendengar suara apapun,” ungkap wanita yang hobi memasak ini.

Suara Adzan tersebut membuatnya merinding, sekaligus penasaran. Keanehan lain datang lagi saat ia tertidur dan bermimpi.

Dalam mimpinya, ia didatangi seberkas cahaya, lantas suara berat seorang laki-laki berkata ‘nak, lakukanlah shalat Tahajjud’. Ia pun lantas kembali melaporkan kepada mama angkat.

“Momy bilang itulah hidayah, dan aku merupakan salah satu orang yang beruntung bisa mendapatkan hidayah tersebut,” jelasnya.

Awal Juni pun ia bersama teman satu kampusnya berinisiatif mendatangi masjid Muhammad Cheng Ho Jakabaring dan menanyakan bagaimana menjadi mualaf.

Petugas masjid lantas mengarahkannya untuk datang dan mengambil formulir di sekretariat Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumsel.

“Setelah mengisi formulir, saya disuruh datang pada hari Kamis tanggal 4 Juni kemarin selepas Ashar ke masjid Cheng Ho. Dan Alhamdulillah, saya langsung mengucapkan syahadat. Ibarat terlahir kembali, saya lega dan sangat bersyukur,” ungkapnya.

Kebahagiaannya tak cukup sampai disini. Istri ketua PITI juga memberikannya nama baru yakni Siti Fatimah.

 

Kabar masuknya Diana ke agama Islam pun langsung beredar ke kalangan kampus. Bahkan Pastur kampusnya pun sampai menghubunginya.

“Saya ditanya, apakah yakin masuk Islam? saya hanya menjawab iya dengan mantap. Dan Pastur berpesan, tetap saja harus lancar kuliah dan menerima keputusan saya,” ujarnya.

Dan tahun ini pun, Diana mulai menjalankan puasa untuk pertama kali. Bahkan dari awal sampai hari ini, Diana hanya batal sebanyak tiga kali. Ia pun mengaku meski hanya di sekitar komplek, ia sudah mulai mengenakan Jilbab.

“Alhamdulillah bertemu Ramadhan, dan bisa pakai jilbab. Ini merupakan pengalaman pertama dan sangat indah bagi saya,” ungkapnya.

 

sumber: AcehTribnNews