6 Nasehat Ibnu Qayyim untuk Kaum Muda dan Milenial

AL-HAFIZ IBNU RAJAB menggambarkan Ibn Qayyim al-Jauziyah sebagai, seorang ulama yang menguasai ilmu tafsir yang tiada duanya, menguasai ushuluddin hingga puncaknya, menguasai ilmu hadits, baik makna maupun fikihnya, bahasa Arab. Ibnu Qayyim melahirkan murid-murid besar seperti Ibnu Rajab al-Hambali, Ibnu Katsir dan banyak karya tulis.

Berikut ini sedikit curahan ilmu dari beliau untuk menjadi nasehat, pengingat dan bimbingan kepada anak muda dan kaum milenial.

#1. Mengetahui Tujuan Penciptaan Diri

Tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah s.w.t tanpa menyekutukan-Nya (syirik) dengan apapun.

Para Nabi dan Rasul diutus untuk menyampaikan hal ini kepada umat manusia. Firman Allah (artinya):

وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ (١٣٠) إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (١٣١) وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (١٣٢) أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (١٣٣)

“Dan tidak ada yang membenci agama Ibrahim (Islam), melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Sungguh, Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang yang saleh.  Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.”  Dan Ibrahim mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini[6] untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim”.

Apakah kamu hadir ketika Ya’qub hendak dijemput oleh maut[9], ketika dia berkata kepada anak-anaknya[10], “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Mahaesa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (Surah al-Baqarah: 130-133).

#2. Memahami Arti Ibadah

Ibadah bukan hanya sekedar shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain tetapi mencakup semua aspek kehidupan termasuk kematian.

Firman Allah (artinya):

قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٦١) قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٦٢) لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” (Surah al-An’am: 162-163).

Menurut Ibn Qayyim, sebagian ulama mendefinisikan ibadah sebagai;  “Kata-kata yang meliputi segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik perkataan atau perbuatan, lahiriah, maupun batiniah.”

#3. Tekankan Perlunya Ibadah

Firman Allah (artinya):

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

مَآ أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَآ أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ

إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلرَّزَّاقُ ذُو ٱلْقُوَّةِ ٱلْمَتِينُ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.  Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.   Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS: Az Zariyyat: 56-58)

Ibadah lebih penting dibanding hal lain di dunia ini seperti makan dan minum karena ibadah berfungsi untuk menopang jiwa dan seluruh tubuh.  Ini bukan kegiatan untuk manusia saja, tetapi untuk semua makhluk. Ibadah tidak membawa manfaat bagi Allah yang memang Maha Kaya.

Tapi, ibadah itu bermanfaat bagi makhluknya karena akan mensucikan dan menghilangkan segala penyakit hati dan syahwat.

#4.  Utamakan Niat

Ibadah tidak akan diterima kecuali ada keikhlasan dan mutaba’ah (menurut) Nabi s.a.w.  Semua amal kita hanyalah satu amalan kecuali jika kita melakukannya dengan niat untuk mendukung ketaatan kepada Allah dan menunjukkan nikmat-Nya kepada-Nya.

Oleh karena itu, kita akan diberi imbalan atas tindakan itu.

عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالُوا لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ « أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah ﷺ berkata kepada Nabi ﷺ, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershodaqoh dengan kelebihan harta mereka”. Nabi ﷺ bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershodaqaoh? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shodaqoh, tiap-tiap tahmid adalah shodaqoh, tiap-tiap tahlil adalah shodaqoh, menyuruh kepada kebaikan adalah shodaqoh, mencegah kemungkaran adalah shodaqoh dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shodaqoh“. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah ﷺ  menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”.  (HR. Muslim no. 2376)

#5.  Megingat Diri Tentang Siapa yang Kita Sembah

Menurut Ibnu Qayyim; “Menyembah Allah s.w.t adalah ibadah yang paling mulia, paling suci, paling agung dan tertinggi. Sedangkan menyembah selain-Nya adalah syirik, kesesatan dan kerugian di dunia dan akhirat.”

Firman Allah (artinya):

إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنتُمْ لَهَا وَٰرِدُونَ

“Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya.” (QS:Surat al Anbiya: 98)

#6. Menghindar dari Syirik Mahabbah

Kaum muda adalah tempatnya produktifitas dan berkarya. Di sini urusan dunia sering menggoda, karenanya Nabi mengingatkan soal ini.

Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda;

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata:” Rasulullah ﷺ bersabda:

« تعس عبد الدينار والدرهم والقطيفة إن أعطي رضي وإن لم يعط لم يرض »

“Binasalah (semoga binasa) hamba dinar, dirham, kain tebal dan sutra. Jika diberi maka ia ridha jika tak diberi maka ia tak ridha.” (HR: al-Bukhari).

Amal ibadah selain Allah tidak hanya menyembah berhala, atau percaya kuburan saja. Bahkan termasuk rasa cinta terhadap sesuatu yang setara dengan cinta kita kepada Allah juga masuk amal yang tidak diridhoi Allah.

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ إِذْ يَرَوْنَ ٱلْعَذَابَ أَنَّ ٱلْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعَذَابِ

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya.” (niscaya mereka menyesal).” (QS: Al Baqarah: 165).*

HIDAYATULLAH

Inilah Pahala Seorang Muslim Mengajak Orang Lain Masuk Islam

Islam merupakan agama atau ajaran yang inklusif. Tak tertutup atau terbatas pada orang dan strata masyarakat tertentu saja. Di tambah lagi, Islam adalah agama yang ramah, moderat dan penuh kasih sayang. Hal-hal di atas, sudah secara langsung pernah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dan para sahabat, awal generasi Islam.

Dengan praktik-praktik keislaman yang dijalani dengan baik oleh sebagian besar umat Islam di dunia, membuat banyak orang pula yang dulunya non Islam beralih agama atau masuk ke agama Islam (yang dalam istilah Islam disebut Mualaf). Betapapun ada segelintir orang Islam yang mempraktikan keberislamannya dengan cara kasar, intoleran dan ekslusif, namun gelombang orang mau jadi Mualaf tak terbendung. Karena pada dasarnya Islam itu memberikan rahmat kepada semua alam.

Data yang dirilis oleh Worldometers.info bahwa jumlah penduduk dunia saat ini (2021) diperkirakan mencapai 7.854.965.732 jiwa atau sebesar 7,85 miliar jiwa. Kemudian menurut penelitian yang dilakukan oleh PEW Research Center, agama dengan jumlah pemeluk terbanyak di dunia ialah Kristen (Khatolik dan Protestan) sekitar 2,38 miliar dan kemudian disusul oleh Islam dengan pemeluk mencapai 1,8 miliar. Selebihnya penduduk bumi menganut agama Budha, Hindu, Yahudi dan lainnya

Perkiraan, menurut pernyataan PEW Research Center menyatakan bahwa pada tahun 2075, Islam akan menjadi agama dengan jumlah pemeluk terbanyak di dunia. Faktor utama yang menyebabkan itu karena jumlah kelahiran bayi muslim terus bertambah dan dalam faktu yang bersamaan, jumlah kelahiran bayi non muslim terus menurun. Faktor berikutnya yakni banyaknya non muslim menjadi mualaf.

Sebagai seorang muslim, faktor-faktor di atas harus terus diperjuangkan, khususnya mengajak orang non muslim menjadi mualaf. Upaya ajakan ini sekarang terbantu dengan adanya banyaknya akses informasi yang menjelaskan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Oleh karenanya, sekarang sering kita dengan banyak publik figur dan masyarakat umum yang dibimbing menjadi mualaf.

Perlu diingat juga bahwa yang namanya mengajak orang mengubah keyakinan itu tak bisa dengan paksaan. Mengajak orang jadi mualaf dengan pelan dan ramah pun terkadang masih belum bisa. Itu karena yang sesungguhnya memberikan hidayah (petunjuk) kepada seseorang adalah Allah SWT. Apa yang kita kehendaki, belum tentu dikehendaki Allah. Tetapi apa yang dikehendaki Allah, walaupun kita tak menghendaki pasti akan terjadi.

Nabi Muhammad SAW pun dalam sejarahnya tak mampu mengubah keyakinan pamannya, Abu Thalib dengan masuk Islam. Karena memang itu hak preogatif Allah, bukan makhlukNya. Namun kita sebagai seorang muslim hanya sebagai wasilah (perantara) agar orang non muslim merengkuh cahaya Islam. Tak harus mengajak secara langsung non muslim untuk masuk Islam, cukup kita berbuat baik kepada sesama dan beribadah dengan baik pula kepada Allah bisa jadi jalan orang non muslim tertarik masuk Islam.

Pahala mengajak non muslim jadi mualaf

Upaya-upaya ajakan masuk Islam kepada non muslim tak boleh dengan intimidasi dan kekerasan. Mengajak orang lain berbuat baik saja tak boleh seperti itu, apalagi mau mengajak untuk mengubah keyakinannya. Menggunakan perkataan dan mencontohkan yang baik saja sebenarnya bisa jadi wasilah hidayah Allah.

Namun begitu, upaya yang kita lakukan dalam syiar Islam akan mendapatkan pahala yang tak sedikit. Apalagi seorang muslim mampu jadi wasilah (perantara) non muslim jadi mualaf, pasti akan mendapatkan pahala yang besar kelak di akhirat. Sebagaimana dalam sebuah hadist dari Sahl bin Sa’d, bahwa nabi SAW bersabda:

فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ

وَقَوْلُهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لِعَلِيٍّ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ -: «لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِك رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَك مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ» رَوَاهُ سَهْلٌ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ

[البجيرمي ,حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب ,1/46]

“Demi Allah, Allah Subhanahu wata’ala memberikan hidayah kepada seseorang melalui sebab dirimu, lebih baik untukmu dibandingkan shodaqah unta merah”.

Imam Bujairimi al- Syafi’i dalam kitab Hasyiyah Bujairimi alal Khathib mengomentari hadist di atas dengan mengatakan,

وَخَصَّ الْحُمْرَ بِالذِّكْرِ لِأَنَّهَا أَشْرَفُ أَمْوَالِ الْعَرَبِ.

“Mengapa dalam hadist tersebut yang dicantumkan unta merah? Karena unta merah adalah unta yang paling mulia (paling tinggi harganya) di jazirah Arab”.

Selain pahala yang lebih tinggi dari sodaqoh unta merah, orang muslim yang mengajak kebaikan, terutama mengajak non muslim masuk Islam akan mendapatkan pahala seperti orang yang diajaknya. Artinya pahalanya akan terus mengalir selagi yang diajak itu melakukan kebaikan dan ibadah. Sebagaimana dalam sebuah hadist nabi SAW bersabda:\

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْل أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يُنْقِصُ ذَلِكَ لَهُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ (1)

فَفِيهِ عِظَمُ أَجْرِ الدُّعَاةِ إِذَا اهْتَدَى بِدَعْوَتِهِمْ أَقْوَامٌ قَلِيلٌ أَوْ كَثِيرٌ[ الموسوعة الفقهية الكويتية، ٣٢٤/٢٠]

“Barangsiapa mengajak (manusia) untuk mendapat hidayah, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.”

Hal demikian sangat besar pahala dakwahnya, karen bisa memberi hidayah (pelantara) baik hanya segelintir ataupun orang banyak.

ISLAM KAFFAH

4 Hal Menarik tentang Surat Al Baqarah

Surat Al Baqarah adalah surat kedua dalam urutan mushaf Al Quran. Ada beberapa hal menarik mengenai surat Al Baqarah yang disebabkan karena jumlah ayat hingga kandungannya.
Al Baqarah ( البقرة ) artinya Sapi Betina. Surat ini diturunkan di Kota Madinah, sehingga tergolong surat Madaniyah. Namun, ada satu ayat dalam surat Al Baqarah yang diturunkan di Mina yaitu ayat 281. Ayat tersebut diturunkan saat haji Wada, haji terakhir Rasulullah SAW.


Hal Menarik tentang Surat Al Baqarah
Surat yang diawali dengan lafaz Alif laam miim (الٓمٓ) ini memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh surat lain. Berikut hal menarik dari surat Al Baqarah:

1. Surat Terpanjang dalam Al Quran
Surat Al Baqarah terdiri dari 286 ayat dan menjadi surat terpanjang dalam Al Quran. Pada ayat permulaan, surat Al Baqarah menerangkan tentang kitab Al Quran dan orang-orang yang beriman kepadanya.

Dalam kitab Al-Adzkar karya Imam Nawawi disebutkan bahwa surat Al Baqarah merupakan salah satu surat yang menjelaskan tentang perempuan. Seperti dalam ayat 221 yang menerangkan tentang larangan menikahi wanita musyrik sebelum beriman.

2. Memiliki Satu Ayat Paling Agung dalam Al Quran
Surat Al Baqarah memiliki satu ayat yang agung dalam Al Quran, yaitu ayat kursi. Ayat kursi terdapat pada ayat ke-255. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, dinamakan ayat kursi karena ayat ini memiliki kedudukan yang besar. Dalam sebuah hadits sahih, disebutkan bahwa ayat kursi merupakan ayat yang paling utama dalam Kitabullah.

Telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sa’id Al-Jariri dari Abus Salil dari Abdullah Ibnu Rabah dari Ubay ibnu Ka’b bahwa Nabi SAW pernah bertanya kepadanya, Ayat Kitabullah manakah yang paling agung? Ubay menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”

Nabi SAW mengulang-ulang pertanyaannya, maka Ubay menjawab, “Ayat Kursi.” Lalu Nabi SAW bersabda: Selamatlah dengan ilmu yang kamu miliki, hai Abdul Munzir. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya Ayat Kursi itu mempunyai lisan dan sepanjang bibir yang selalu menyucikan Tuhan Yang Mahakuasa di dekat pilar Arasy.” (HR. Ahmad)


3. Dua Ayat Terakhirnya Jadi Sebab Perlindungan
Dari 286 ayat yang dimiliki surat Al Baqarah, dua ayat terakhirnya disebut sebagai sebab perlindungan dari Allah SWT. Sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Muslim, Abu Mas’ud RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa membaca dua ayat di akhir surat Al Baqarah dalam satu malam, maka cukuplah dua ayat tersebut sebagai penyebab perlindungan Allah kepadanya.” (HR. Muslim)

4. Disebut sebagai Fustatul Quran
Surat Al Baqarah juga disebut sebagai Fustatul Quran (Puncak Al Quran). Dinamakan Fustatul Quran karena surat ini menerangkan tentang berbagai hukum yang tidak dijelaskan dalam surat lain.

selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5787078/4-hal-menarik-tentang-surat-al-baqarah.

Kisah Neneh Hasanah, Masih Mengajar di Usia 86 Tahun sejak 1953

Kemenag menyalurkan bantuan pada Neneh Hasanah yang telah mengajar selama 68 tahun. Bantuan juga disalurkan pada Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Misbahul Aulad tempatnya mengabdi.
Total bantuan mencapai Rp 100 juta, dengan Rp 25 juta diberikan dalam bentuk uang sedangkan Rp 75 juta berbentuk renovasi madrasah. Menag Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, bantuan adalah bentuk apresiasi.

“Kita ingin beliau dapat merasakan tempatnya mengajar menjadi layak. Karenanya kita berikan afirmasi juga dengan membantu rehab ruang belajarnya,” ujar Menag dalam rilis yang diterima detikEdu.

Bantuan tersebut segera dapat diguankan MDTA Misbahul Aulad untuk memperbaiki ruang belajarnya. Saat ini, hal teknis yang berkaitan dengan kebutuhan penyaluran bantuan sedang diproses.


Sosok Neneh Hasanah sempat diwawancara detikcom pada 2020 di MDTA Misbahul Aulad. Sekolah tersebut ternyata miliknya sendiri yang berlokasi di Desa Seseupan, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Neneh yang mengajar sejak 1953 benar-benar mempraktikkan ungkapan guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Di usianya yang kini 86 tahun, Neneh tidak menetapkan biaya bagi siswa yang belajar di MDTA.

“Ada yang bayar bulanan Rp 15 ribu ada juga yang enggak tapi tidak apa-apa. Kalau gaji ya seadanya,” kata Neneh yang mengatakan MDTA tersebut digawangi bersama anak-anaknya.

Sebagai guru, Neneh berangkat mengajar setiap hari. Jarak rumah madrasah sejauh 100 meter ditempuhnya dengan berjalan kaki. Aktivitas di madrasah dimulai pada pukul 13.00 WIB.


Neneh mengajar kelas 5 dan 6 untuk pelajaran pendidikan Islam, sejarah, dan bahasa Arab. Suara Neneh masih terdengar jelas di ruang belajar meski usianya sudah lanjut.

Selain itu, Neneh tak mengalami masalah penglihatan atau koordinasi gerakan saat menulis. Dia bisa melihat buku dengan jelas dan menulis tanpa ada masalah dengan kapur di papan tulis.

Semangat Neneh mengundang rasa kagum Dina, yang juga mengajar di MDTA Misbahul Aulad. Sebagai guru, Neneh diakui memiliki semangat luar biasa dan tidak bosan mengajar para murid hampir tiap hari.

Sebagai informasi, MDT merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam yang cukup mengakar di masyarakat. MDT tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat. Di Indonesia, total terdapat sekitar 85.702 MDT. Karena anggaran terbatas, belum semua MDT mendapat bantuan. Namun, secara bertahap Kemenag terus berupaya memberikan afirmasi.

sumber https://www.detik.com/edu/edutainment/d-5788657/kisah-neneh-hasanah-masih-mengajar-di-usia-86-tahun-sejak-1953.

Kisah Putri Pertama Nabi Adam: Iklima yang Cantik Memesona

Allah tidak menyebut nama Iklima dalam kitab-Nya secara eksplisit.

Allah Swt. berfirman, Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika ke duanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang orang yang bertakwa,” (al-Ma’idah [5]: 27).

Disebutkan bahwa Hawa melahirkan putra kembar, yakni Habil dan Iklima. Dari kehamilan berikutnya, Hawa melahirkan Qabil dengan Ludza.

Allah Swt. berfirman, Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika ke duanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang orang yang bertakwa,” (al-Ma’idah [5]: 27).

Disebutkan bahwa Hawa melahirkan putra kembar, yakni Habil dan Iklima. Dari kehamilan berikutnya, Hawa melahirkan Qabil dengan Ludza.

Akhirnya, Sang Ayah menyampaikan kepada keduanya, “Lakukanlah kurban oleh kalian. Siapa di antara kalian yang diterima kurbannya, maka dia berhak menikah dengan Iklima. Setelah keduanya berkurban, ternyata Allah menerima kurban Habil.

Namun, sewaktu Habil bermaksud akan menikahi Iklima, yang tak lain adalah saudara kembar Qabil, kemarahan Qabil pun semakin memuncak. Kekesalan dan kedengkiannya kepada saudaranya kian membuncah. Qabil bahkan mengancam saudaranya, “Akan kubunuh kau!”

Walau alasan Habil untuk menikah dengan Iklima lebih kuat, namun Habil berusaha memaafkan dan mengajak damai saudaranya. la menjawab, sebagaimana yang terekam dalam ayat Alquran, “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim,” (Ali Imran [3]: 28-29).

Pada saat itu, terjadilah kejahatan pertama yang dikenal oleh masyarakat manusia. Kejahatan itu dilakukan oleh manusia generasi pertama hanya karena mengumbar nafsu.

Dan kejahatan serupa masih kita saksikan hingga sekarang. Banyak darah orang orang yang tak berdosa yang ditumpahkan. Sering kita dengar dan kita lihat bahwa “Qabil-Qabil” lainnya masih hidup di tengah kita dan melakukan pembunuhan demi keuntungan sepele yang bersifat duniawi. Pada saat yang sama, banyak pula “Habil-Habil” lain yang menjadi korban permusuhan yang keji.

Kisah ini terjadi di kota Makkah, tempat Adam dan Hawa tinggal. Ada pula yang berpendapat, kisah ini berlangsung di al-Magharah, yang dikenal se karang dengan nama Magharah al-Dam. la gunung Qasiun yang berada di kota Damaskus. (Lihat Mukhtar Fauzi al-Na’al. Nisa Asyara llaihinna al-Quran walam Yusammihinna, hal. 17-18).

sumber : Ensiklopedia Wanita Al-Qur’an oleh Imad al-Hilali terbitan Qaf Media Kreativa

KHAZANAH REPUBLIKA

Pengamat Haji: Sertifikasi Pembimbing Haji Perlu Sosialisasi

Pengamat Haji dan Umrah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, menyebut upaya Kementerian Agama mendorong sertifikasi pembimbing haji oleh BNSP merupakan hal yang bagus. Namun, program tersebut perlu sosialisasi yang baik.

“Secara umum respon saya positif dan menyambut baik usulan ini. Sepengetahuan saya, rencana ini sudah diusulkan sejak sebelumnya, dimana ada keinginan dari pemerintah memformilkan profesi pembimbing haji dan meningkatkan kapasitas maupun layanan kepada jamaah,” kata dia saat dihubungi Republika, Kamis (21/10).

Sebelumnya, pelaksanaan sertifikasi pembimbing haji dilakukan bekerja sama dengan UIN. Meski sudah berlaku, namun sifatnya belum absolut atau mengikat dan wajib. Kali ini, ia menyebut pemerintah rasanya ingin lebih formil dengan menggandeng lembaga pemberi sertifikasi yang bonafit. Untuk sebuah kebijakan yang penting seperti ini, ia mempertanyakan kesiapan dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) maupum pembimbing haji.

Selanjutnya, ia mempertanyakan seberapa siap dan bersedia pemerintah maupun lembaga sertifikasi dalam melakukan proses sertifikasi ini. Dalam kondisi normal, dimana Indonesia mengirimkan 220ribu jamaah haji ke Saudi, maka diperlukan 5ribu pembimbing haji setiap tahunnya.

“Hal-hal seperti ini harus benar-benar dipikirkan. Kebijakan baru yang bagus ini harus disiapkan sematang mungkin. Sejauh ini saya belum melihat turunan dari gagasan ini,” lanjutnya.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada jamaah. Namun, sudah siapkah lembaga menyiapkan sertifikasi ini dalam kurun waktu yang tidak sebentar, jika mengejar haji tahun depan berjalan kembali normal.

Dadi Darmadi lantas memberikan saran agar Dirjen PHU melakukan sosialisasi dan menyampaikan pentingnya sertifikasi ini. Jangan sampai, di kalangan masyarakat maupun KBIH, muncul ketakutan atau keresahan baru yang menganggap sertifikasi ini sebagai kebijakan yang rumit.

“Kebijakan yang bagus ini perlu didukung, namun juga perlu disosialisasikan dengan baik, agar tidak memunculkan kebingungan dan keresahan yang tidak perlu,” kata dia.

Selain itu, ia menyoroti keberadaan pembimbing haji, dimana sejak dulu biasanya ditunjuk berdasarkan kepercayaan. Mereka ditunjuk bukan oleh lembaga penjamin mutu, atau dalam konteks modern saat ini.

Hal ini disebut serupa dengan Ustaz atau Kiai di dalam negeri. Para tokoh agama ini diberi label oleh masyarakat, yang dipengaruhi oleh kredibilitas atau kepercayaan dari masyarakat.

Pembimbing haji dimana berhubungan dengan ibadah, lebih banyak berdasarkan kenyamanan jamaah. Jangan sampai, program sertifikasi yang bagus ini menghilangkan unsur kenyamanan yang ada.

IHRAM

Cinta dan Benci yang Berlebihan

CINTA dan benci adalah sesuatu yang alami. Namun jika berlebih-lebihan maka kurang baik.

Di antara cinta yang berbahaya adalah sikap fanatisme pada kelompok, Ormas, partai dan sejenis. Hal ini akan menimbulkan sikap ghuluw.

Jika berlebihan dengan kelompoknya, maka akan muncul klaim kelompok di luarnya tidak baik atau salah. Bahwa ustad di luar kelompoknya, pasti salah, sesat dan menyesatkan, dan ini merupakan sikap tercela.

Klaim bahwa kalau urusan umat tidak dipegang kelompoknya bisa salah semua adalah klaim yang berlandaskan pada sikap fanatik. Dan ini tidak baik.

Kita hidup dalam keaneragaman agama, ajaran, budaya, dan madzhab. Dibutuhkan sikap toleran bukan intoleran. Dibutuhkan sikap kedewasaan bukan kekanak-kanakan. Dibutuhkan sikap lapang dada bukan sempit pikiran dan wawasan.

Rasulullah ﷺ bersabda :

أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا وَأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا

“Cintailah orang yang engkau cintai seperlunya, karena bisa saja suatu hari dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah orang yang kamu benci seperlunya, karena bisa jadi suatu hari kelak dia akan menjadi orang yang engkau cintai.” (HR: Turmudzi)

Hadits ini berisi nasihat yang memberi petunjuk kepada kita agar bersikap moderat dan menghilangkan sikap berlebihan dalam mencintai dan membenci seseorang atau sesuatu.

Bisa jadi, kita di pagi ini menyukai seseorang dengan rasa suka yang melebihi batas, sampai-sampai ia melihat hanya orang yang ia cintailah orang yang terbaik. Namun siapa sangka di sore hari, hati berubah menjadi benci sebenci-bencinya.

Di sore hari, kita sangat membenci seseorang, bisa jadi keesokan hari kita berubah menjadi cinta kepadanya. Tentu keadaan ini akan membuat kita malu sebab kita sudah terlanjur sebelumnya mengatakan hal-hal yang tidak baik kepadanya.

Solusi dari semua itu adalah bersikap adil dan obyektif. Kalau benar katakan benar meski bukan dari kelompoknya. Kalau salah katakan salah meski dari kelompoknya sendiri. Dasari setiap rasa cinta dan benci karena Allah bukan berdasarkan dari mana dia, siapa dia, apa kelompoknya, apa partainya, apa madzhabnya.

Cinta yang karena Allah akan memompa semangat kita untuk saling mengasihi dalam urusan kebaikan dan kemaslahatan bersama, dengan tujuan meraih ridha Allah SWT. Cinta semacam inilah yang dijanjikan oleh Allah yang mendapat naungan di akhirat kelak, naungan keselamatan dan kebahagiaan.

Demikian pula dalam urusan benci. Ada dua macam benci:

Pertama, benci yang terpuji dan dianjurkan. Yaitu kebencian kita dari perbuatan maksiat dan kemunkaran. Benci kepada perbuatan orang-orang kafir dan ahli maksiat.

Kedua,  benci yang tercela. Yaitu sikap saling membenci sesama umat Islam tanpa sebab yang jelas selain dilatari oleh kedengkian di hati. Sikap ini akan mencerabut kekokohan persaudaraan menjadi terurai bercerai berai, merusak hubungan persaudaraan dan menggoncang kehidupan sosial yang sebelumnya berjalan harmonis.  Wallahu a’lam.*/Ali Akbar bin Aqil

HIDAYATULLAH

Larangan Mengultuskan Nabi Muhammad

Memuji Nabi Muhammad ada adabnya.

Sangat banyak kemuliaan yang akan dapatkan umat Islam yang memuji Nabi Muhammad Saw dengan shalawat. Karena, dalam setiap pujian yang dihaturkan terdapat senang dan bahagianya Nabi.

Dalam setiap kebahagiaan Nabi tentunya tersimpan keridhaan beliau. Hal inilah yang otomatis membuat Allah Swt juga ridha kepada hamba yang selalu memuliakan dan memuji Rasul-Nya. 

Namun, Nabi Muhammad Saw pernah mengatakan dengan tegas dalam sebuah hadits bahwa umat Islam tidak boleh mengkultuskan seorang nabi seperti halnya kaum non Muslim.

Dalam hadits riwayat Imam al-Bukhari No: 3189 dari sahabat Umar RA. Rasulullah bersabda:

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ

“Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku sebagaimana orang Nasrani mengkultuskan Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah (bahwa Aku hanyalah) ‘abduhu wa rasuuluhu (hamba Allah dan utusan-Nya.”

Karena itu, ketika umat Islam memuji Rasulullah Saw hendaknya dilakukan dengan adab yang dibenarkan syariat, sehingga niat baik memuji banginda Nabi tak berubah menjadi hal yang malah membuatnya terjerumus dalam kesalahan dan berujung dosa.

Dikutip dari Tanwirulafkar, hal itu telah diwanti-wanti oleh pengarang Qashidah al-Burdah Imam Syarif al-Din Muhammad bin Sa’id al-Bushiri dalam baitnya,

دَعْ مَا ادَّعَتْهٌ النَصَارَى فِي نَبِيِّهِمِ

وَاحْكُمْ بِمَا شِئْتَ مَدْحًا فِيْهِ وَاحْتَكِمِ

وَانْسُبْ إِلَى ذَاتِهِ مَا شِئْتَ مِنْ شَرَفٍ

وَانْسُبْ إِلَى قَدْرِهِ مَا شِئْتَ مِنْ عِظَمِ

“Jauhilah (jangan kau ikuti)  pujian yang dilakukan orang Nasrani terhadap Nabi Mereka. Dan tetaplah menyanjung Nabi Muhammad Saw dengan pujian sesukamu, dan teruslah kau tetapkan keutamaan untuknya.”

“Nisbahkan semua bentuk kemuliaan pada zat Nabi Muhammmad saw. sesukamu. Dan nisbahkan pula semua penghormatan dan ketinggian sebuah derajat pada derajat Nabi Muhammmad saw. sesukamu.”

KHAZANAH REPUBLIKA

Tafsir Surah Al Baqarah 228; Benarkah Derajat Suami Lebih Tinggi dari Istri?

Dalam rumah tangga suami istri pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban yang setara. Namun, ada sebagian golongan yang menempatkan suami diposisi yang lebih tinggi atau superior. Superioritas tersebut dikarenakan suami diberikan satu tingkat kelebihan atas istri atau bahasa Al-Qurannya adalah derajat oleh Allah swt sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an [ QS. Al Baqarah 228 ].

Allah swt berfirman;

{ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (228)} [البقرة: 228]

Artinya, “Dan bagi para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya secara makruf dan bagi laki-laki memiliki satu tingkat kelebihan atas mereka istri. Dan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”  [ Al Baqarah 228 ]

Syeh Muhammad Aly Shabuni dalam kitab Rawai’ul Bayan [286] menerangkan kata darajat tersebut. Menurutnya, derajat secara bahasa adalah tangga yang dijadikan alat untuk menuju tempat tinggi. Beliau juga menegaskan bahwa yang dimaksud dengan derajat dalam ayat tersebut bukanlah derajat tasyrif melainkan derajat taklif.

Adapun yang dimaksud dengan derajat tasyrif sebagaimana penafsiran-penafsiran lainnya yaitu kemuliaan atau keistimewaan sang suami atas istrinya. Semisal penafsiran derajat menurut Imam Sayuthi dan Mahalli dalam tafsirnya Al-Jalalain yang menyebutkan bahwa derajat yang dimaksud adalah fadilah, kelebihan ataupun keistimewaan seorang suami atas istrinya.

Keistimewaan tersebut berupa ketaatan sang istri kepada suami karena suami telah memberikan mahar kepada sang istri. Intinya, derajat tasyrif lebih berkonotasi terhadap superior seorang suami terhadap istrinya atau laki-laki secara umum.

Sementara kalau derajat taklif adalah derajat yang diemban oleh sang suami yaitu berupa kepemimpinan yang berdasarkan musyawarah bukan kesewenangan, dan pengayom terhadap apa-apa yang terjadi dalam rumah tangga dan pertanggung jawaban untuk memberikan nafkah kepada unit-unit keluarga missal istri dan anak-anaknya. Inilah yang dimaksud dengan derajat taklif.

Derajat taklif inilah penafsiran yang lebih relevan untuk menafsirkan term derajat yang disandangkan kepada suami dalam ayat Al-Qur’an di atas. M Quraish Shihab mengatakan, “derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban sang istri”

Sebagaimana dikutip Quraish Shihab, Imam Athabari menegaskan dalam tafsirnya Jamiul Bayan [4/124];

وَإِنْ كَانَ ظَاهِرُهُ ظَاهِرَ الْخَبَرِ، فَمَعْنَاهُ مَعْنَى نَدَبَ الرِّجَالَ إِلَى الْأَخْذِ عَلَى النِّسَاءِ بِالْفَضْلِ لِيَكُونَ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ فَضْلُ دَرَجَةٍ

“walaupun ayat tersebut tersusun dalam redaksi berita, namun maksudnya adalah perintah yang ditekankan kepada para suami untuk memeperlakukan istrinya secara terpuji agar suami dapat memperoleh derajat itu”

Dari penafsiran derajat taklif bisa kita pahami bahwa derajat yang disandangkan kepada suami oleh Tuhan tidak menunjukan keistimewaan atau kelebihan suami karena ia suami. As-Shabuni menegaskan bahwa pertimbangan dalam keistimewaan tidak didasarkan kepada jenis kelamin laki-laki atau perempuan ataupun didasarkan kepada segi ekonomis semisal karena suami memberi nafkah kepada istri, melainkan pertimbangannnya adalah takwa dan amal saleh. Karena terkadang satu perempuan lebih istimewa di sisi Allah dibandingkan seribu laki-laki [As-Shabuni, Rawaiul Bayan: 268]

Hal ini, juga dikuatkan dengan firman Allah swt dalam Al-Qur’an [QS. Al-Hujarat: 13]

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)

“Sesungguhnya paling mulia-nya kalian di sisi Allah swt adalah paling kalian. Dan sesungguhnya Allah swt Maha Mengetahui lagi Maha Tahu[QS. Al-Hujarat:13]

Akhiran, meski secara skripturalistik – ditambah dengan penafsiran yang “patriarkis” – ayat yang menerangkan derajat bagi suami itu menunjukan bahwa suami lebih istimewa namun dengan mengenal istilah derajat taklif dan derajat tasyrif kita tahu bahwa tidak semua derajat menunjukan keistimewaan semata. Tidak hanya itu, kita juga menjadi tahu sesungguhnya ayat itu tidak menunjukan superioritas laki-laki sebagaimana budaya yang berkembang di tengah masyarakat. Wallahu A’la.

BINCANG SYARIAH

Dewas BPKH: Biaya Haji Rp 35 juta, Harusnya Rp 72 Juta

Ketua Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Yuslam Fauzi menuturkan, saat ini biaya riil haji sebesar Rp 72 juta sedangkan biaya yang disetor oleh calon jamaah haji total hanya Rp 35 juta. Dengan rincian, setoran pertama Rp 25 juta dan kedua Rp 10 juta.

“Berarti total Rp 35 juta, sedangkan biaya riilnya Rp 72 juta. Kalau berdasarkan hukum istithaah, mestinya yang berangkat itu harus sanggup mengeluarkan Rp 72 juta. Karena riilnya segitu,” kata dia dalam agenda ‘Diseminasi Pengawasan Keuangan Haji’ di Bandung, Kamis (28/10).

Sisanya itu, kata Yuslam, selama ini disubsidi hasil keuntungan dari pengelolaan dana haji. Hasil keuntungan ini juga didistribuskan ke rekening maya atau virtual account para calon jamaah haji.

Yuslam mengatakan, sebetulnya biaya haji dari tahun ke tahun itu terus naik. Saat ini Rp 72 juta, sebelumnya Rp 70 juta, dan sebelumnya lagi Rp 65 juta. Biaya riil haji terus meningkat karena faktor inflasi, harga minyak, kurs dolar, kurs riyal Saudi, dan lainnya.

“Ini nggak bisa begini terus. Jika begini terus, tentu tidak bisa berkesinambungan dan pada 2026, 5 tahun lagi, bisa tidak cukup menutup subsidi. Jadi harus ada perjuangan dari berbagai pihak untuk menghindari terjadinya ketidaksinambungan,” ujarnya.

Menurut Yuslam, berangkat haji seharusnya tidak ada subsidi dan harus sesuai memenuhi istithaah. Artinya, calon jamaah haji harus membayar sebesar biaya haji riilnya karena dalam Islam, yang wajib berangkat haji adalah mereka yang mampu atau istithaah, baik dari segi finansial dan kesehatan.

“Harapan kami, subsidi itu tidak diberlakuan lagi dan fatwa istithaah diperkuat lagi, karena memang (yang sekarang) itu tidak istithaah. Maka MUI (Majelis Ulama Indonesia) seharusnya mengedukasi publik mengenai istithaah,” ujarnya.

Dia menambahkan, Islam mengajarkan bahwa orang pergi haji hanya jika mampu atau istithaah. Artinya kalau ada uang Rp 35 juta, tapi harganya Rp 72 juta, berarti belum mampu karena harus sanggup bayar Rp 72 juta.

“Kalau tidak istithaah, berarti kan tidak wajib, dan kewajiban agama menjadi tidak berlaku. Jadi nggak perlu ngoyo. Dan pemerintah dan DPR harus terbuka bahwa riil biaya haji sekian,” tutur dia.

IHRAM