Hukum Pergi Haji Bagi Anak yang Belum Baligh

Pergi haji ke tanah suci merupakan salah satu kewajiban agama dalam Islam yang harus dilakukan oleh setiap Muslim yang mampu secara fisik, finansial, dan mental. Haji merupakan ibadah yang penuh dengan makna dan nilai-nilai keagamaan yang tinggi. Namun, sering kali muncul pertanyaan mengenai hukum pergi haji bagi anak kecil yang belum baligh, apakah diperbolehkan pergi haji?

Hukum Pergi Haji Bagi Anak yang Belum Baligh

Menurut ulama anak kecil diperbolehkan untuk pergi haji, meskipun hukumnya bukan wajib. Pergi haji di usia dini dapat membentuk kecintaan dan kedekatan dengan Allah SWT, mengenalkan anak pada nilai-nilai agama, serta melatih mereka untuk melaksanakan ibadah yang penuh tanggung jawab.

Hal ini sesuai dengan sebuah hadis yang bersumber dengan Ibnu Abbas, Nabi bersabda;

عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم أنه لقي رَكبًا بالرَّوحاء، فقال: «مَنِ القَومُ؟» قالوا: المسلمون، فقالوا: مَن أنت؟ قال: «رسولُ اللهِ»، فرَفَعَت إليه امرأةٌ صَبِيًّا، فقالت: ألهذا حجٌّ؟ قال: «نَعَم، ولكِ أَجرٌ» رواه مسلم.

Dari Nabi saw, bahwasannya beliau bertemu dengan suatu rombongan di Rauha’, lalu beliau bertanya: “Kelompok siapa?” mereka menjawab: “Orang-orang muslim.” Merekapun bertanya: “Siapa kamu?” “Utusan Allah” jawab Nabi saw.

Seorang perempuan (di antara mereka) mengangkat anak kecil (menunjukkan) kepada Nabi saw. Lalu ia bertanya: “Apakah (anak kecil) ini juga melaksanakan haji?’ Nabi Saw menjawab: “iya, dan kamu pun mendapatkan pahala.” (HR. Muslim).

Hadis di atas menjadi dasar hukum dari Syafiiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah, yang menyimpulkan bahwa anak kecil itu hajinya sah, tetapi dianggap haji sunnah. Artinya, belum menggugurkan kewajiban haji yang menjadi rukun Islam. Pasalnya salah satu syarat wajib haji adalah telah memasuki usia balig. Ia berkata;

قال النووي فيه حجة للشافعي ومالك وأحمد وجماهير العلماء أن حج الصبي منعقد صحيح يثاب عليه وإن كان لا يجزئه عن حجة الإسلام بل يقع تطوعا

Artinya: Imam Nawawi berkata: Dalam hadits ini terdapat hujjah bagi Imam Syafi’i, Malik, Ahmad dan jumhur (mayoritas) ulama bahwa haji anak kecil sah dan mendapat pahala, meskipun tidak mencukupinya dari haji (rukun) Islam, namun jatuhnya adalah sunnah.

Pada sisi lain Al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi bi Syarh Jami’ at-Tirmidzi, Jilid 3, halaman 110, bahwa melaksanakan ibadah haji hukumnya sunnah. Meskipun itu tidak menggugurkan kewajibannya ketika sudah dewasa kelak.

قال بن بطال أجمع أئمة الفتوى على سقوط الفرض عن الصبي حتى يبلغ إلا أنه إذا حج به كان له تطوعا عند الجمهور

Ibnu Batthâl berkata: “Para Imam Fatwa telah menentukan Ijma’ atas gugurnya kewajiban haji bagi anak hingga ia baligh, kecuali ia melaksanakannya maka baginya pahala sunnah berdasarkan pendapat mayoritas ulama.

Demikian penjelasan terkait hukum pergi haji bagi anak yang belum baligh. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Waktu Senggang, Jamaah Haji Indonesia Mulai Mencari Oleh-Oleh

Jamaah haji membeli oleh-oleh kala waktu senggang.

Waktu senggang jamaah haji Indonesia selama di Madinah coba dimanfaatkan untuk berburu oleh-oleh. Target perburuan para jamaah ini biasanya tak jauh dari hotel tempat mereka menginap.

Seperti yang dilakukan Nukidayanur, 60 tahun, jamaah haji asal Makassar, Sulawesi Selatan. “Saya beli parfum buat keluarga dan tetangga di kampung,” tuturnya saat kembali ke penginapannya di Hotel Safwa Al Madinah seusai melaksanakan ibadah sholat Zhuhur di Masjid Nabawi, Senin (29/5/2023). 

Selain harganya yang cukup murah, alasan lain mereka memborong oleh-oleh karena lokasi pusat perbelanjaan berada di jalur perlintasan antara penginapan dan Masjid Nabawi. “Sekalian lewat pulang ke penginapan jadi mampir beli oleh-oleh buat orang rumah,” ujarnya. 

Bukan hanya dari Makassar, jamaah haji Indonesia dari Lampung juga melakukan hal yang sama. Mereka berburu oleh-oleh untuk keluarga, anak, dan cucu-cucunya. 

“Saya beli baju buat anak dan cucu di rumah. Harganya enggak terlalu mahal, cuma Rp 100 ribu-an,” ujar Mursilah, jamaah kloter 1 asal Bandar Lampung yang tengah beristirahat di pelataran toko di Madinah. 

Meski belanja cukup banyak, Mursilah yakin kopernya bisa memuat seluruh oleh-oleh yang dibelinya. “Muatlah. Koper saya nanti kan dikosongin,” ucapnya. 

Begitu juga dengan jamaah asal Bangkalan, Madura, Rahmadira yang membeli tiga baju abaya untuk tetangganya di kampung. “Saya beli tiga baju, harganya Rp 100 ribu setiap bajunya untuk sedekah nanti di Kampung,” katanya. 

Dia mengaku belanja oleh-oleh di Madinah karena nanti di Makkah sudah tidak bisa belanja. Setelah puncak haji, dirinya bersama jamaah lainnya langsung pulang kampung. “Di Makkah gak bisa belanja, langsung pulang kampung habis haji,” ujarnya.

IHRAM

Jamaah Haji Diminta Perhatikan Larangan Merokok di Kawasan Markaziyah

Jamaah haji yang melanggar larangan merokok bisa didenda 200 riyal.

Jamaah haji Indonesia diminta memperhatikan larangan merokok yang berada di sejumlah titik di kawasan Markaziyah, Madinah. Dari pantauan Republika.co.id, imbauan tersebut terdiri dari dua pesan.

Pertama, imbauan berupa simbol larangan merokok. Kedua, selebaran berbahasa Arab yang tertulis merokok akan didenda 200 riyal. Keduanya tertempel pada dinding hotel.

Kepala Daerah Kerja (Daker) Madinah Zaenal Muttaqin membenarkan soal kebijakan larangan merokok dari otoritas atau pihak yang berwenang Madinah. Menurutnya, larangan berikut denda kepada pelanggar sudah ada sejak tahun-tahun sebelumnya.

“Jadi ada unsur-unsur kelembagaan yang berwenang di Arab Saudi, mengatur keamanan, kebersihan dan tata kota Madinah. Termasuk mengatur larangan merokok itu, ya memang ada, lihat situasi dan ikuti aturan. Itu seperti larangan memotret, di tempat-tempat tertentu, harus diikuti,” ujar Zaenal, Ahad (28/5/2023).

Zaenal meminta kepada jamaah betul-betul memperhatikan aturan di kawasan tertentu. Terutama yang berada di wilayah Markaziyah atau kawasan seputaran Masjid Nabawi. Dan tahun ini, penginapan jamaah haji asal Indonesia berada di Markaziyah.

“Jangan merokok di sembarang tempat, seperti teras toko, hotel, itu wilayah Markaziyah, masih di sekitar Masjid Nabawi,” kata Zaenal.

Bagaimana jika ada jamaah haji yang terkena masalah tersebut atau melanggar aturan? Zaenal menyatakan akan membantu berkomunikasi karena bisa dimungkinkan peristiwa itu terjadi akibat ketidakmengertian aturan.

IHRAM

6 Mukjizat Nabi Isa dalam Al-Qur`an

Berikut ini adalah beberapa mukjizat Nabi Isa As di dalam Al-Qur`an. Setiap Nabi utusan Allah Swt pasti memiliki mukjizat sebagai bukti dan penegas atas risalah yang diamanahkan kepada setiap Nabi tersebut.

Begitu juga Nabi Isa ada banyak sekali mukjizat yang dianugerahkan Allah Swt kepada nabi Isa dan terabadikan di dalam Al-Qur`an, yang mana tujuannya adalah agar diimani dan dijadikan pelajaran.

Berikut ini adalah enam mukjizat yang dianugerahkan Allah Swt kepada Nabi Isa As sebagai bukti kenabian atas beliau.

Enam Mukjizat Nabi Isa dalam Al-Qur`an

Pertama, Adapun kemukjizatan Nabi Isa As yang pertama adalah kelahiran beliau yang tidak seperti manusia biasanya. Beliau dilahirkan tanpa seorang ayah, Siti Maryam diberi keistimewaan dan anugerah yang besar dengan mengandung nabi Isa As tanpa seorang ayah.

Hal ini sebagaimana Al-Qur`an surat Maryam ayat 19-20;

قَالَ اِنَّمَآ اَنَا۠ رَسُوْلُ رَبِّكِۖ لِاَهَبَ لَكِ غُلٰمًا زَكِيًّا (19). قَالَتْ اَنّٰى يَكُوْنُ لِيْ غُلٰمٌ وَّلَمْ يَمْسَسْنِيْ بَشَرٌ وَّلَمْ اَكُ بَغِيًّا(20).

Artinya; “Dia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu seorang anak laki-laki yang suci (19). Dia (Maryam) berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada orang (laki-laki) yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!(20).

Kedua, Mampu berbicara ketika masih bayi, hal ini terjadi setelah banyaknya tuduhan keji dari orang orang di sekitar Siti Maryam karena beliau bisa melahirkan bayi tanpa seorang suami. Untuk membantah tuduhan tersebut akhirnya Allah memberikan mukjizat kepada nabi Isa kecil.

Hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur`an surat Maryam ayat 30;

قَالَ اِنِّيْ عَبْدُ اللّٰهِ ۗاٰتٰنِيَ الْكِتٰبَ وَجَعَلَنِيْ نَبِيًّا

Artinya; “Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.”

Ketiga, Mampu menyembuhkan orang buta dan penyakit kusta. Allah Swt memberikan mukjizat kepada Nabi Isa As dengan mukjizat bisa menyembuhkan orang buta sejak lahir, dan mampu menyembuhkan penyakit kusta yang melanda masyarakat di zamannya. 

Hal ini diabadikan di dalam Al-Qur`an surat Al-Maidah ayat 110;

وَتُبْرِئُ الْاَكْمَهَ وَالْاَبْرَصَ بِاِذْنِيْ

Artinya; “Dan ingatlah ketika engkau menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit kusta dengan seizin-Ku.”

Keempat, Mampu membuat burung dari tanah dan menghidupkannya. Hal ini dibuktikan dengan firman Allah Swt dalam Al-Qur`an surat Al-Maidah ayat 110;

وَاِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّيْنِ كَهَيْـَٔةِ الطَّيْرِ بِاِذْنِيْ فَتَنْفُخُ فِيْهَا فَتَكُوْنُ طَيْرًاۢ بِاِذْنِيْ

Artinya; “Dan ingatlah ketika engkau membentuk dari tanah berupa burung dengan seizin-Ku, kemudian engkau meniupnya, lalu menjadi seekor burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku.”

Kelima, Menghidupkan orang mati yang sudah berada di alam kubur. Hal ini sebagaimana dalam Al-Qur`an surat Al-Maidah ayat 110;

وَاِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتٰى بِاِذْنِيْ

Artinya; “Dan ingatlah ketika engkau mengeluarkan orang mati (dari kubur menjadi hidup) dengan seizin-Ku.”

Keenam, Mengetahui hal ghaib, hal ini ditegaskan oleh Allah Swt di dalam Al-Qur`an surat Ali Imran ayat 49;

وَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُوْنَ وَمَا تَدَّخِرُوْنَ ۙفِيْ بُيُوْتِكُمْ

Artinya; “Dan aku beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu.”

Demikan penjelasan terkait enam mukjizat Nabi Isa As di dalam Al-Quran. Semoga bermanfaat

BINCANG SYARIAH

Dunia di Mata Para Ulama

Dunia seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon, beristirahat dibawahnya hingga meninggalkannya, itulah dunia di mata para ulama

AL IMAM Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, beliau seorang ulama generasi tabi’in yang menetap di Basrah, Iraq. Beliau juga dikenal sebagai sosok ulama dan ahli zuhud.

Imam Hasan al-Bashri pernah berkata: “Tidaklah dunia ini seluruhnya dari awal hingga akhirnya kecuali ibarat seseorang yang tertidur sejenak, kemudian bermimpi melihat sesuatu yang disenanginya, kemudian terbangun.”

Makna tersebut diambil dari sabda Nabi ﷺ yang artinya: “Tidaklah aku di dunia ini melainkan (hanya) seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon lalu beristirahat dan kemudian meninggalkannya (pohon tersebut).” (HR. At-Tirmidzi no. 3277) (Mawa’izh Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri, hal. 170).

Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah, berkata: “Beramaklah untuk duniamu sesuai keadaan tinggalmu di sana. Dan beramallah untuk akhiratmu sesuai kadar kekekalanmu di sana.” (Mawa’izh Lil Imam Sufyan Ats-Tsauri, hal. 49).

Al-Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Seandainya dunia dengan seluruh isinya berada di bawah kekuasaanku, (sama sekali) tidak membuatku bangga. Dan andaikata seseorang merampas seluruhnya dari tanganku, akupun tidak akan mengejarnya, tidak pula bersedih hati karenanya.” (Mawa’izh Lil Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh, hal. 117).*

HIDAYATULLAH

Tujuh Calon Jamaah Haji di Jawa Timur Gagal Berangkat, ini Alasannya

Jamaah haji harus mempersiapkan banyak hal sebelum berangkat ke Tanah Suci.

Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur menyatakan tujuh calon haji asal Kabupaten Pamekasan dan Pacitan gagal berangkat ke Tanah Suci.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Jatim Husnul Maram di Surabaya, Jumat menjelaskan tujuh calon haji yang gagal berangkat tersebut tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 4, 5 dan 6 Embarkasi Surabaya, yang semestinya telah terbang ke Tanah Suci pada Kamis, 25 Mei 2023.

“Dari tujuh calon haji yang gagal berangkat, lima di antaranya berasal dari Kabupaten Pamekasan. Dua orang lainnya asal Kabupaten Pacitan,” katanya.

Kloter 4 Embarkasi Surabaya terdiri dari jamaah calon haji asal Kabupaten Pamekasan dan Kota Surabaya. Sedangkan kloter 5 Embarkasi Surabaya seluruhnya berasal dari Pamekasan. Sedangkan kloter 6 Embarkasi Surabaya diisi jamaah asal Pamekasan dan Pacitan.

Masing-masing kloter dipenuhi 450 jamaah yang kemarin sesuai jadwal telah berangkat ke Tanah Suci melalui Asrama Haji Embarkasi Surabaya.

Husnul merinci, dari kloter 4 Embarkasi Surabaya terdapat dua calon haji asal Pamekasan yang gagal berangkat.

“Mereka adalah pasangan suami istri yang memutuskan tidak berangkat sejak di daerah asal karena salah satunya sakit,” ujarnya.

Sedangkan dari kloter 5 juga terdapat dua calon haji asal Pamekasan yang gagal berangkat. “Dari kloter 5 ini seorang calon haji sakit, sehingga pendampingnya harus ikut menemani,” katanya.

Selain itu, Husnul menandaskan, dari kloter 6 Embarkasi Surabaya terdapat tiga calon haji yang gagal berangkat.

“Dua orang berasal dari Pacitan. Salah satunya sakit sebelum berangkat ke Asrama Haji Embarkasi Surabaya. Pendampingnya terpaksa menemani sampai sembuh. Seorang lainnya di kloter 6 Embarkasi Surabaya berasal dari Pamekasan juga diinformasikan jatuh sakit sebelum berangkat ke Asrama Haji Embarkasi Surabaya,” ujarnya.

sumber : Antara

Jamaah Haji Diimbau Jangan Forsir Tenaga untuk Ibadah

Jamaah haji harus mengukur kemampuan dan memperbanyak istirahat untuk puncak haji.

Ibadah bagi para lansia tidak bisa dipaksakan, karena kondisi fisiknya berbeda-beda. Apalagi, saat jamaah haji Indonesia di Madinah ada sejumlah kegiatan yang dilakukan. 

Misalnya, kegiatan ziarah maqbarah Rasulullah SAW, ziarah ke makam Baqi, ibadah arbain yakni shalat 40 waktu berjamaah di masjid Nabawi, ziarah ke masjid Quba, masjid Qiblatain dan masjid Khandaq. Lalu, ada ziarah ke jabal Uhud. Rangkaian di Madinah diakhiri dengan melakukan niat dan ihram di Bir Ali.

“Semua itu harus menyesuaikan kemampuan masing-masing. Karena lansia ada yang mandiri ada yang tidak, maka sesuaikan kondisi, jangan memaksakan,” tambah KH. Aminuddin Sanwar, petugas Bimbingan Ibadah Sektor 1, Senin (29/5/2023).

Dia mengingatkan jamaah wajib menjaga kesehatan. Juga, selalu memakai atau membawa sandal, jika akan lama di masjid disarankan membawa makanan dan minuman.

“Jalankan sesuai kemanpuan, kalau memang nggak mampu jangan dipaksakan. Karena dalam setiap menjalankan ibadah, jamaah memiliki kapasitas kemampuan individu masing-masing dan beebeda,” tuturnya.

“Allah selalu memberikan jalan keluar. Ini baru awal, dan sunah. Masih ada yang wajib di Makkah maka jaga kesehatan. Jangan sampai memburu sunah, tapi mengabaikan atau mengorbankan yang wajib. Serahkan kepada Allah yang memiliki sifat rahman dan rahim,” ukar KH Aminuddin Sanwar.

Menurut dia, sosialisasi akan terus dilaksanakan ke semua kloter di Sektor 1. Petugas Layanan Jamaah Lansia Sektor 1 Madinah, Nasrullah Jamaludin mengatakan, pihaknya tak henti-henti melakukan sosialisasi tentang pelayanan lansia di bidang kesehatan hingga ibadah. “Menjaga kesehatan itu penting, jangan sampai diabaikan. Karena rangkaian ibadahnya masih panjang dan menuntut kondisi fisik yang prima,” katanya. 

IHRAM

Berhala Keempat di Muka Bumi: Kisah Nabi Ibrahim dan Kaum Babil

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel Berhala Ketiga di Muka Bumi. Pada artikel yang lalu, telah dibahas bagaimana kaum Tsamud mendustakan Nabi Saleh ‘alaihis salam dengan tetap menyembah berhala yang mereka buat. Mereka bahkan membunuh mukjizat unta Nabi Saleh dan juga berencana untuk membunuh beliau ‘alaihis salam. Akhirnya, Allah timpakan azab dari langit dan bumi kepada kaum Tsamud.

Kisah berhala yang disembah selanjutnya adalah kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Ketika Nabi Ibrahim diangkat menjadi Nabi, mulailah beliau berdakwah kepada kaumnya di kota Babil (sekarang menjadi salah satu kota bersejarah di Irak). Saat itu, hanya beliau yang menjadi seorang muslim. Oleh karenanya, selain dimusuhi oleh ayahnya sendiri, beliau juga dimusuhi dan diusir oleh kaumnya. Kemudian ketika beliau diusir, beliau pindah dari Babil ke Harran (salah satu kota di negara Turki sekarang).

Dua kaum Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mendapati dua kaum yang melakukan kesyirikan dengan model yang berbeda. Kaum Nabi Ibrahim di Babil menyembah patung-patung makhluk bumi, sedangkan di Harran kaumnya menyembah benda-benda langit seperti bintang, bulan dan matahari (Lihat Qashas Al-Anbiya’, 1: 169).

Allah Ta’ala mengisahkan dialog Nabi Ibrahim dan kaumnya,

وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ، إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ؟

“Dan sesungguhnya Kami telah anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun). Dan Kami mengetahui keadaannya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada Bapaknya dan kaumnya, ‘Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?’” (QS. Al-Anbiya’: 51-52)

Kemudian kaumnya membalas,

قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِينَ

 “Kami mendapati Bapak-Bapak (nenek moyang) kami menyembahnya. (QS. Al-Anbiya’: 53)

Dari ayat di atas disebutkan bahwa di antara sebab sulitnya seseorang mendapat hidayah karena erat mengikuti tradisi menyimpang dari nenek moyang. (Lihat Miftah Daarissa’aadah, Ibnul Qoyyim, 1: 98)

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam lalu dengan tegas berkata,

قَالَ لَقَدْ كُنْتُمْ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Sesungguhnya kamu dan Bapak-Bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Anbiya’: 54)

قَالَ بَل رَّبُّكُمْ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ٱلَّذِى فَطَرَهُنَّ وَأَنَا۠ عَلَىٰ ذَٰلِكُم مِّنَ ٱلشَّٰهِدِينَ

“Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya. Dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu. (QS. Al-Anbiya’: 56)

Tauriyah dan tekad Nabi Ibrahim

Selepas Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memperingatkan dan mendakwahkan dengan lisannya, maka beliau bertekad juga untuk melakukan nahi mungkar dengan tangannya. Nabi Ibrahim berkata,

وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُمْ بَعْدَ أَنْ تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ

“Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhala kalian sesudah kalian pergi meninggalkannya.” (QS. Al-Anbiya’: 57)

Dan rupanya kaum Ibrahim juga mempunyai acara ibadah tahunan (seperti hari raya) yang dilakukan di luar kota Babil. Ketika itu, Nabi Ibrahim diajak kaumnya untuk ikut. Akan tetapi, beliau tidak ingin pergi dan mengatakan kepada kaumnya bahwa beliau sedang sakit. (Lihat QS. Ash-Shaffat: 89)

Sebenarnya beliau tidak sakit! Namun, yang sakit adalah hatinya yang melihat kondisi kaumnya yang menyembah berhala. Inilah tauriyah Nabi Ibrahim yang pertama (semasa hidup ada tiga tauriyah yang beliau ucapkan). Tauriyah adalah perkataan yang maknanya benar dan memang sengaja diucapkan untuk disalahpahami oleh orang-orang yang mendengarkannya. Hukum asalnya tauriyah adalah hal yang tercela, kecuali dalam kondisi yang mendesak.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak pernah sama sekali Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berdusta kecuali hanya tiga kali, dua kali karena membela Allah, yaitu perkataan beliau, ‘Aku sakit.’, dan perkataan beliau, ‘Akan tetapi yang menghancurkan adalah patung yang besar ini.’, dan yang ketiga berkaitan dengan istrinya Sarah.”  (diringkas dari HR. Muslim dalam hadis yang panjang)

Kemudian setelah semua kaumnya pergi ke acara tersebut, Nabi Ibrahim keluar dari rumahnya dengan membawa kapak dan beliau hancurkan seluruh patung kaumnya. (Lihat QS. As-Shaffat: 91-93) Nabi Ibrahim mendapati ada satu patung yang paling besar sedangkan yang lainnya lebih kecil. Maka, beliau hancurkan semua patung yang kecil dan menyisakan satu patung yang paling besar. Lalu beliau menggantungkan kapaknya di leher patung yang terbesar tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,

فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ

“Maka, Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” (QS. Al-Anbiya’: 58)

Tatkala kaumnya telah kembali, mereka melihat tuhan-tuhan mereka telah hancur bergelimpangan (Lihat QS. Al-Anbiya’: 59-61). Mereka pun menuduh Nabi Ibrahim yang melakukannya karena beliaulah satu-satunya di negeri tersebut yang berani mencela berhala-berhala mereka. Allah Ta’ala berfirman tentang hal ini,

قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَذَا بِآلِهَتِنَا يَاإِبْرَاهِيمُ، قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ

“Mereka bertanya, ‘Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?’ Ibrahim menjawab, ‘Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala-berhala itu, jika mereka dapat berbicara.’” (QS. Al-Anbiya’: 62-63)

Nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup

Karena mereka sudah kalah argumen dan tak bisa membantah (Lihat QS. Al-Anbiya’: 64-67), maka tiada cara lain kecuali dengan menggunakan kekerasan. Mereka ingin Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dibunuh dengan cara dibakar di hadapan banyak orang.

قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ

“Mereka berkata, ‘Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.’“ (QS. Al-Anbiya’: 68)

Ketika kayu bakar sudah terkumpul banyak dan terlihat sangat tinggi (dikumpulkan selama berhari-hari), mereka kemudian menyalakan api dan melemparkan Nabi Ibrahim ke tengah lautan api yang besar dengan menggunakan manjaniiq (alat pelempar semacam ketapel besar). Nabi Ibrahim saat itu berkata,

حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ

“Cukuplah Allah bagiku. Dia adalah sebaik-baik Pelindung.” (HR. Bukhari no. 4564)

Kemudian Allah Ta’ala menolong Nabi Ibrahim,

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الأخْسَرِينَ

“Kami berfirman (kepada api), ‘Hai api jadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.’ Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al-Anbiya’: 69-70)

Api yang seharusnya panas dengan karunia Allah menjadi dingin dan menyejukkan. Maka, selamatlah Nabi Ibrahim.

Cicak ikut-ikutan meniup api

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa cicak ikut meniup untuk membesarkan api yang membakar Nabi Ibrahim.

عَنْ أُمِّ شَرِيكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ” أَمَرَ بِقَتْلِ الوَزَغِ، وَقَالَ: كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلاَم

“Dari Ummu Syariik bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintah untuk membunuh cicak, dan Nabi berkata, ‘Cicak dulu meniup (untuk membesarkan api) Ibrahim ‘alaihis salam.’” (HR. Bukhari)

Imam Ahmad rahimahullah juga meriwayatkan dari Saibah ketika ia masuk ke rumah Aisyah, maka ia melihat di rumah Aisyah ada tombak yang diletakkan di tempatnya. Ia pun bertanya, “Wahai ibunda kaum mukminin, apa yang hendak engkau lakukan dengan tombak ini?” Beliau menjawab, “Untuk menombak cicak-cicak, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada kami bahwasanya Ibrahim ‘alaihis salam ketika dilemparkan di api, maka tidak ada seekor hewan pun, kecuali berusaha mematikan api. Kecuali cicak, cicak meniupkan untuk memperbesar nyala api. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membunuhnya.” (HR. Ahmad no. 24780)

Sebagaimana hadis di atas, kita disunahkan untuk membunuh cicak. Karena selain cicak membantu meniup api, cicak juga merupakan hewan penganggu dan membawa penyakit.

عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا»

“Dari ‘Amir bin Sa’ad dari ayahnya (Sa’ad bin Abi Waqqash) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk membunuh cicak dan Nabi menamakannya dengan Fuwaisiq (yang mengganggu dan memberikan kemudaratan).” (HR. Muslim)

Berdebat dengan Raja Namrud tentang Tuhan

Para ulama bersilang pendapat mengenai kapan kisah pertemuan dan perdebatan antara Nabi Ibrahim dan Namrud/Numrud tersebut? Pendapat yang kuat kejadiannya adalah setelah Nabi Ibrahim dibakar, yaitu ketika ia selamat. Ia lalu dibawa untuk bertemu dengan Namrud yang menjadi penguasa negeri saat itu.

Raja Namrud adalah salah satu dari dua Raja (termasuk Fir’aun) yang pernah mengaku sebagai Tuhan. Disebutkan oleh sebagian ulama bahwa ada empat orang yang kekuasaannya sangat luas di muka bumi ini. Dua orang tersebut adalah muslim (Nabi Sulaiman ‘alaihis salam dan Dzulqarnain), dan dua yang lainnya kafir (Namrud dan Bukhtanasshar). (Tafsir Ibnu Katsir, 1: 525).

Allah Ta’ala mengisahkan pertemuan Nabi Ibrahim dengan Namrud dalam firman-Nya,

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, ‘Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.’ Orang itu berkata, ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.’ Lalu, terdiamlah orang kafir itu, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 258)

Karena kalah debat, akhirnya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam diusir oleh Namrud dari Babil. Kemudian Allah mengirimkan seekor lalat atau nyamuk yang masuk ke dalam hidungnya dan tinggal di dalam kepalanya selama 400 tahun. Selama itu pula kepalanya dipukul dengan palu. Karena jika kepalanya dipukul, maka sakitnya berkurang. Allah menghinakan Namrud hingga kematiannya karena seekor hewan kecil dengan penuh ketersiksaan. (Lihat Tafsir At-Thabari, 14: 204)

Ketika Nabi Ibrahim diusir Namrud, maka beliau pergi ke Harran dan bertemu dengan Nabi Luth yang merupakan keponakannya. Nabi Ibrahim pun mendakwahinya dan ia pun beriman.

***

Penulis: Arif Muhammad N.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85139-kisah-nabi-ibrahim-dan-kaum-babil.html

Menjaga Produktivitas Seorang Muslim

Setelah bulan Ramadan, semestinya pola ibadah dan kebaikan yang sudah dilatih dan diterapkan di bulan Ramadan senantiasa diteruskan dan diterapkan bagi kaum muslimin dalam mempertahankan kualitas ibadahnya. Bahkan, bukan menjadi alasan untuk kaum muslimin bermalas malasan atau beralasan untuk bermudah-mudah dalam dalam menjalankan ibadah di luar bulan Ramadan. Justru bulan Ramadan menjadikan kaum muslimin lebih produktif dan lebih maksimal dalam menjalankan ibadah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi salah satu role model dan contoh manusia produktif. Bahkan, tercatat menjadi manusia paling berpengaruh nomor satu di dunia. Sejak kecil telah dijaga dan memberikan kemaslahatan dan kebermanfaatan untuk sekitarnya. Demikian juga dengan para pengikut setia Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang senantiasa mengikuti Rasulullah dan ulama-ulama sesudahnya. Allah ‘Azza Wajalla, sesuai firman-Nya,

ٱلَّذِینَ یَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِیَـٰمࣰا وَقُعُودࣰا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَیَتَفَكَّرُونَ فِی خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَـٰذَا بَـٰطِلࣰا سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.’” (QS. Ali Imran: 191)

Sebagaimana ungkapan ulama tabi’inHasan Al-Basri rahimahullah berikut ini,

Juallah duniamu untuk akhiratmu, niscaya kamu beruntung di keduanya. Dan janganlah kamu jual akhiratmu untuk duniamu, karena kamu akan merugi di keduanya.”

Dunia itu hanya tiga hari saja: 1) Hari kemarin, sudah pergi dengan segala isinya (tanpa bisa diulang kembali). 2) Hari esok, yang mungkin saja engkau tidak bisa menjumpainya (lantaran ajal menjemputmu). 3) Hari ini, itulah yang menjadi milikmu, maka isilah dengan amalan.”

Adapun langkah mudah dalam menjaga keitikamahan dan produktifitas kita dalam menjalankan pola ibadah dan kebaikan, yakni:

Mengikhlaskan niat beribadah hanya untuk Allah ‘Azza Wajalla

Niat menjadi kekuatan yang besar dalam kita menjalani kehidupan sebagai seorang hamba. Niat yang ikhlas menuntun manusia pada jalan kebaikan dan keistikamahan. Seorang yang ikhlas dalam menjalankan hidup dan beribadah akan memahami bahwa amalan dan ibadah yang ia lakukan itu akan diganjar pahala. Lalu dengan itu, semangat ibadahnya dan semangat hidupnya pun akan bangkit. Sebagaimana dalam hadis, disampaikan,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وإنما لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنكحها فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya setiap amal itu (tergantung) pada niatnya. Dan sesungguhnya sesesorang itu hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (dinilai) karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena harta dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bersama dengan teman-teman yang saleh dan semangat dalam menuntut ilmu

Jika kita mau mengenali seseorang, maka kenalilah sahabat terdekatnya. Begitulah kiranya, jika kita menjadikan teman terdekat sebagai gambaran diri adalah teman-teman saleh yang dapat membantu dalam berdiskusi dan meneliti masalah agama. Jika berteman dengannya, semakin dekat kita kepada Allah ‘Azza Wajalla. Carilah kebersamaan bersama mereka selama mereka senantiasa membantu dalam menuntut ilmu baik ilmu syar’i maupun ilmu dunia yang menghantarkan pada kebaikan-kebaikan akhirat.

Bersabar dalam ketaatan

Kesabaran muaranya pada kebaikan. Kesabaranlah yang menghantarkan kembali pada ilmu dan kebaikan. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi shallallahu ’alaihi wasallam,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini.” (QS. Al Kahfi: 28)

Maka, salah satu hal yang menguatkan keistikamahan dan produktifitas diri, yakni bersabar dalam menuntut ilmu. Jika seseorang mampu bersabar dalam ketaatan dan kelelahan, lalu senantiasa kembali semangat dalam menuntut ilmu, maka itu menjadi wasilah terbesar bagi seorang manusia dalam menemukan jalan kebaikan dan kebermanfatan baik bagi diri dan orang lain.

***

Penulis: Kiki Dwi Setiabudi S.Sos.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85102-menjaga-produktifitas-seorang-muslim.html

Fatwa Ulama: Hakikat Agama Islam

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Fadhilatus syekh, apakah agama Islam itu?

Jawaban:

Islam menurut makna yang umum adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dengan ibadah yang disyariatkan oleh Rasul-Nya, sejak Allah Ta’ala disembah oleh hamba-Nya dengan syariat-Nya sampai datangnya hari kiamat. Oleh karena itu, (Islam dengan makna yang umum ini) mencakup syariat yang dibawa oleh Nuh ‘alaihis salam berupa hidayah dan kebenaran. Demikian pula, mencakup syariat yang dibawa oleh Ibrahim ‘alaihis shalatu wassalam, seorang imam yang hanif, dan juga syariat yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Ta’ala, atau difirmankan oleh Allah Ta’ala dalam ayat yang banyak yang menunjukkan bahwa syariat-syariat sebelumnya itu adalah berserah diri (ber-Islam) kepada Allah Ta’ala.

Akan tetapi, Islam menurut makna yang khusus adalah syariat yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini karena syariat yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu menghapus semua agama (syariat) sebelumnya. Jadilah siapa saja yang mengikuti syariat Muhammad itu disebut sebagai muslim, dan siapa saja yang tidak mengikuti syariat Muhammad itu bukan muslim, karena dia tidak berserah diri kepada Allah Ta’ala, namun berserah diri kepada hawa nafsunya. Oleh karena itu, Yahudi adalah kaum muslimin pada jaman Nabi Musa ‘alaihis shalatu wassalam, dan Nasrani adalah kaum muslimin pada jaman Nabi Isa ‘alaihis shalatu wassalam. Akan tetapi, setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam, mereka itu mengingkari Nabi Muhammad, sehingga bukan kaum muslimin lagi.

Oleh karena itu, tidak boleh bagi siapa pun untuk meyakini bahwa agama Yahudi dan Nasrani yang mereka ikuti (mereka yakini) pada saat ini adalah agama yang benar yang diterima di sisi Allah Ta’ala dan sama dengan agama Islam (yang dibawa oleh Nabi Muhammad). Bahkan, siapa saja yang meyakini hal tersebut, maka dia telah kafir, keluar dari Islam. Karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ

Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 19)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)

Inilah Islam yang diisyaratkan oleh Allah Ta’ala, yaitu Islam yang Allah Ta’ala berikan nikmat Islam tersebut kepada Nabi Muhammad dan umatnya sebagaimana firman Allah Ta’ala,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam itu menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3)

Ini adalah dalil yang sangat jelas bahwa selain umat ini setelah diutusnya Nabi Muhammad, mereka tidaklah di atas agama Islam. Berdasarkan hal itu, siapa saja memilih agama selain Islam, maka agama tersebut tidak akan diterima, dan tidak akan memberikan manfaat pada hari kiamat kelak. Tidak halal (tidak boleh) bagi kita untuk membuat ungkapan bahwa agama mereka itu agama yang lurus. Oleh karena itu, sungguh keliru dengan kekeliruan yang besar bagi siapa saja yang menyebut kaum Yahudi dan Nasrani sebagai saudara kita, atau mengatakan bahwa agama mereka saat ini masih ada (diakui), berdasarkan penjelasan kami sebelumnya.

Jika kita katakan bahwa Islam adalah beribadah kepada Allah Ta’ala sesuai dengan syariat-Nya, maka hal itu mencakup berserah diri kepada Allah Ta’ala baik secara lahir maupun batin. Sehingga mencakup agama seluruhnya, baik akidah, amal perbuatan, maupun ucapan. Adapun jika Islam itu disebut bersamaan dengan iman, maka Islam bermakna amal lahiriah, baik berupa ucapan lisan maupun amal anggota badan. Sedangkan iman bermakna amal batin, baik berupa akidah (keyakinan) maupun amalan hati. Perbedaan ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala,

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

Orang-orang Arab Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah, ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah, ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.’” (QS. Al-Hujurat: 14)

Juga firman Allah Ta’ala berkaitan dengan kisah kaum Luth,

فَأَخْرَجْنَا مَن كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِّنَ الْمُسْلِمِينَ

Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman (mukmin) yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang yang berserah diri (muslim).” (QS. Az-Zariyat: 35-36)

Maka, dalam ayat tersebut dibedakan antara mukmin dan muslim. Hal ini karena rumah yang ada di kampung tersebut adalah rumah Islam secara lahiriah, karena mencakup istri Nabi Luth yang berkhianat kepadanya dan dia kafir. Adapun yang keluar dari rumah tersebut dan selamat, mereka itulah kaum mukmin yang sebenarnya yang iman itu telah masuk ke dalam hati mereka.

Perbedaan iman dan Islam ketika disebutkan bersamaan juga ditunjukkan oleh hadis dari sahabat Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu. Di dalam hadis tersebut, Jibril ‘alaihis salaam bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang Islam dan iman. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ألإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً

Islam adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kamu mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa Ramadan, dan pergi haji jika mampu.“

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata tentang iman,

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk.”

Kesimpulan, ketika Islam disebutkan secara mutlak (tidak ada tambahan keterangan yang lain), maka Islam tersebut mencakup keseluruhan agama, sehingga iman tercakup di dalamnya. Adapun jika disebutkan bersamaan dengan iman, maka Islam dimaknai sebagai amal lahiriah berupa ucapan lisan dan amal anggota badan, dan iman dimaknai sebagai amal batin, berupa keyakinan dalam hati dan amalan hati.

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Fiqhul Ibadat, hal. 77-80, pertanyaan no. 48.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85100-hakikat-agama-islam.html