Jangan Meremehkan dan Menertawakan Tanda Kiamat

Sepatutnya umat Islam tak menyepelekan, meremehkan, bahkan menertawakan tanda kiamat

Fungsi mengenal tanda-tanda kiamat bagi umat Islam adalah untuk semakin memperkokoh keimanan seseorang. Sebab mengenali dan percaya tanda-tanda kiamat merupakan bagian dari rukun iman, yakni beriman pada hari akhir. Hal itu seperti diungkapkan dalam buku Prediksi Akhir Zaman karya Muhammad Abduh Tuasikal.

Nabi bersabda: “An tu’mina billahi wa malaaikatihi wa kutubihi wa Rusulihi wal-yaumil-akhiri wa tu’mina bil-qadri khairihi wa syarrihi,”. Yang artinya: “(Yang dimaksud) iman itu adalah engkau beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat-Nya, beriman kepada kitab-kitab-Nya, beriman kepada Rasul-Nya, serta beriman pada hari akhir (kiamat) dan juga beriman pada takdir yang baik dan buruk,”.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sayyidina Umar bin Khattab. Maka diharapkan, dengan semakin mengenal tanda-tanda kiamat maka seorang Muslim diharapkan dapat memperkokoh keimanannya. Mengenal tanda-tanda kiamat bukanlah bagian senda gurau atau wacana isapan jempol semata.

Dari sejumlah dalil yang dijabarkan, mengenali tanda-tanda kiamat merupakan bagian dari bentuk keimanan seorang Muslim. Maka alangkah baiknya bagi kita untuk mengenali tanda-tanda itu dan tetap mengencangkan keteguhan hati untuk percaya dan beribadah hanya kepada Allah SWT.

Kabar mengenai kiamat bahkan diabadikan di dalam Alquran yang kebenarannya tidaklah diragukan. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 2-3: “Dzalikal-kitaabu laa raiba fihi hudan lil-Muttaqiina, alladzina yu’minuna bil-gaibi,”. Yang artinya: “Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib,”.

Untuk itu maka sudah sepatutnya bagi umat Islam untuk tidak menyepelekan, meremehkan, bahkan menertawakan tanda-tanda kiamat yang terjadi yang dianggap sebagai lelucon. Umat Islam justru harus semakin mawas diri dari kelalaian, maksiat, hingga kebatilan. Dengan hadirnya tanda-tanda kiamat, sudah selayaknya bagi umat Islam untuk memerbanyak amal shaleh agar layak menghadap Illahi.

KHAZANAH REPUBLIKA

Kabar Gembira! Qur’an Kemenag Sekarang Sudah Bisa Diinstall di Ms. Word

Untuk membantu masyarakat dalam pemahaman dan aktualisasi kitab suci Al-Qur’an, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kemenag mengembangkan aplikasi Qur’an in word. Aplikasi ini kemudian diberi nama “Qur’an Kemenag in Ms. Word (QKIW)”.

Kepala LPMQ, Muchlis M Hanafi, menuturkan pegembangan Mushaf Al-Qur’an ini agar bisa mengaktualisasikan nilai-nilai Al-Qur’an di seluruh Indonesia. LPMQ mengapresiasi banyak pihak dan lembaga yang telah turut membantu mewujudkannya.

“Menganugerahkan “Al-Qur’an Award” kepada tokoh dan lembaga yang dinilai berjasa dalam mengabdi dan mengembangkan Mushaf Al-Qur’an sehingga menambah nilai kebermanfaatan bagi umat Islam,” jelas Muchlis  dalam rangkaian acara launching produk hasil kajian LPMQ, di Bayt Al-Qur’an, Jakarta, pada Senin (14/10), sebagaimana dilansir dalam laman resmi Kemenag.

Aplikasi Qur’an In Word yang diberi nama “Qur’an Kemenag in Ms. Word (QKIW)” ini dikembangkan oleh Mohamad Taufiq. Teks ayat Al-Qur’an dalam QKIW berasal dari tulisan tangan H. Isep Misbah yang didigitalkan IT LPMQ dalam bentuk font. Aplikasi QKIW dapat diunduh di https://lajnah.kemenag.go.id/unduhan

Taufiq berharap dengan menghibahkan aplikasi tersebut kepada LPMQ maka masyarakat muslim Indonesia dapat mengutip ayat Al-Qur’an sesuai dengan Mushaf Standar Indonesia. “Supaya bisa digunakan oleh para mahasiswa muslim dan kalangan akademisi untuk mengutip Al-Qur’an dan terjemahannya secara mudah,” imbuhnya.

Selanjutnya, font Al-Qur’an tadi digeneralisasi menjadi font arab sesuai standard unicode yang dilengkapi dengan tanda baca yang sesuai dengan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia oleh Muhammad Zamroni Ahbab.

Berkat ide dan garapan pegawai LPMQ di bidang pentashihan sekaligus anggota tim IT itu, tulisan tangan H. Isep Misbah berhasil dikonversi menjadi sebuah font telah banyak dinikmati masyarakat dalam berbagai aplikasi Al-Qur’an baik dalam bentuk digital, website, maupun aplikasi office (microsoft word).

Selain peluncuran produk Qur’an Kemenag In Ms. Word, pada acara launching produk hasil kajian LPMQ yang diadakan di Bayt Al-Qur’an tersebut juga terdapat empat produk hasil kajian LPMQ tahun 2019 yang dirilis oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Keempat produk itu di antaranya; terjemahan Al-Qur’an edisi penyempurnaan, Mushaf Al-Qur’an standar Indonesia Rasm Usmani (MSI), jabatan fungsional pentashih mushaf Al-Qur’an dan pangkalan data Mushaf Al-Qur’an Nusantara.

BINCANG SYARIAH

Kemenag Terbitkan Regulasi Umrah di Masa Pandemi

Kementrian agama menerbitkan regulasi umrah di masa pandemi yang disampaikan oleh Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Oman Fathurahman melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Pedoman Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah pada Masa Pandemi Corona Virus Desease 2019.

Oman Fathurahman menyatakan bahwa regulasi umrah di masa pandemi KMA No. 719 Tahun 2020 tersebut ditandatangani oleh Menteri Agama Fachrul Razi setelah dibahas bersama dengan stakeholder. Ia menjelaskan bahwa regulasi penyelenggaraan umrah di masa pandemi telah siap.

Substansi kebijakan umrah di masa pandemic juga sudah dibicarakan dengan Komisi VIII. Regulasi tersebut kemudian dibahas dengan para pihak terkait, termasuk Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) serta Kementerian dan Lembaga terkait, antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, dan pihak penerbangan.

KMA berisi pedoman penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah di masa pandemi. Semangat dari regulasi tersebut adalah kehadiran negara dalam memberikan perlindungan jemaah umrah sesuai amanat UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Regulasi tersebut tidak hanya mengatur jemaah yang tertunda keberangkatannya sejak 27 Februari disebabkan oleh pandemi. Regulasi tersebut juga mengatur masyarakat yang baru akan mendaftar dan ingin beribadah umrah di masa pandemi.

Menteri Agama sudah memberi arahan bahwa mitigasi penyelenggaraan umrah di masa pandemi ini harus disiapkan sebaik-baiknya. Berikut ini adalah sejumlah pedoman yang diatur dalam KMA No. 719 tahun 2020:

Persyaratan Jemaah

  1. Usia sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi (18 – 50 Tahun)
  2. Tidak memiliki penyakit penyerta atau komorbid (wajib memenuhi ketentuan Kemenkes RI)
  3. Menandatangani surat pernyataan tidak akan menuntut pihak lain atas risiko yang timbul akibat Covid-19
  4. Bukti bebas Covid-19 (dibuktikan dengan asli hasil PCR/SWAB test yang dikeluarkan rumah sakit atau laboratorium yang sudah terverifikasi Kemenkes dan berlaku 72 jam sejak pengambilan sampel hingga waktu keberangkatan atau sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi).

Protokol Kesehatan

  1. Seluruh layanan kepada jemaah wajib mengikuti protokol kesehatan.
  2. Pelayanan kepada jemaah selama di dalam negeri mengikuti ketentuan protokol kesehatan yang ditetapkan Kemenkes.
  3. Pelayanan kepada jemaah selama di Arab Saudi mengikuti ketentuan protokol kesehatan yang ditetapkan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
  4. Protokol kesehatan selama di dalam pesawat terbang mengikuti ketentuan protokol kesehatan penerbangan yang berlaku.
  5. PPIU bertanggung jawab terhadap pelaksanaan protokol kesehatan jemaah selama di tanah air, selama dalam perjalanan, dan selama di Arab Saudi demi pelindungan jemaah.

Karantina

  1. PPIU bertanggung jawab melakukan karantina terhadap jemaah yang akan berangkat ke Arab Saudi dan setelah tiba dari Arab Saudi
  2. PPIU bertanggung jawab melakukan karantina terhadap jemaah setelah tiba di Arab Saudi sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi.
  3. Karantina dilaksanakan dalam rangka proses pemeriksaan sampai dengan keluarnya hasil tes PCR/SWAB.
  4. Selama jemaah berada dan meninggalkan tempat karantina mengikuti protokol kesehatan.
  5. Jemaah wajib mengikuti protokol kesehatan yang diperuntukkan bagi pelaku perjalanan dari luar negeri.
  6. Pelaksanaan karantina dapat menggunakan asrama haji atau hotel yang ditunjuk oleh Satgas Covid-19 Pusat dan Daerah.

Transportasi

  1. PPIU bertanggung jawab menyediakan sarana transportasi sejak lokasi karantina, bandara keberangkatan, pesawat terbang pergi pulang, dan transportasi di Arab Saudi.
  2. Transportasi udara dari Indonesia ke Arab Saudi dan dari Arab Saudi ke Indonesia dilaksanakan dengan penerbangan langsung.
  3. Dalam hal jemaah telah mendaftar dan tertunda keberangkatannya yang telah memiliki tiket transit dikecualikan dari ketentuan pada poin 2 (dua).
  4. PPIU bertanggung jawab terhadap kesehatan, keamanan, dan keselamatan jemaah di negara transit.
  5. Transportasi dari Indonesia ke Arab Saudi, selama di Arab Saudi, dan dari Arab Saudi ke Indonesia wajib dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19.
  6. Pemberangkatan dan pemulangan jemaah hanya dilakukan melalui bandara internasional yang telah ditetapkan Menkumham sebagai bandara internasional pada masa pandemi Covid-19, yaitu:
  7. Soekarno-Hatta, Banten
  8. Juanda, Jawa Timur
  9. Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan
  10. Kualanamu, Sumatera Utara

Akomodasi dan Konsumsi

  1. PPIU bertanggung jawab menyediakan sarana akomodasi jemaah, baik di dalam negeri dan di Arab Saudi.
  2. PPIU bertanggung jawab menyediakan konsumsi jemaah baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi.
  3. Pelayanan akomodasi dan konsumsi jemaah dilakukan sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi.

Kuota Pemberangkatan

  1. Pemberangkatan Jemaah selama masa pandemi COVID-19 diprioritaskan bagi jemaah yang tertunda keberangkatan tahun 1441H dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi.
  2. Penentuan jumlah Jemaah yang akan diberangkatkan mengacu pada kuota yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi.

Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah

  1. Biaya penyelenggaraan ibadah umrah mengikuti biaya referensi yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama.
  2. Biaya sebagaimana dimaksud pada poin 1 dapat ditambah dengan biaya lainnya berupa pemeriksaan kesehatan sesuai dengan protokol Covid-19, biaya karantina, pelayanan lainnya akibat terjadinya pandemi Covid-19.

Pelaporan

  1. PPIU wajib melaporkan rencana keberangkatan, kedatangan di Arab Saudi, dan kepulangan jemaah kepada Menteri Agama secara elektronik.
  2. Laporan rencana keberangkatan jemaah disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum keberangkatan.
  3. Laporan kedatangan di Arab Saudi disampaikan paling lambat 1 (satu) hari setelah jemaah tiba di Arab Saudi.
  4. Laporan pemulangan disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari setelah jemaah tiba di tanah air.
  5. PPIU wajib melaporkan jemaah yang sudah mendaftar ibadah umrah pada tahun 1441H yang membatalkan keberangkatannya.

Ketentuan Lain-Lain

  1. Dalam hal jemaah telah membayar Biaya Perjalanan Ibadah Umrah sebelum KMA ini ditetapkan, PPIU dapat menetapkan biaya tambahan.
  2. Bagi jemaah yang tidak bersedia membayar biaya tambahan, diberikan hak sebagai berikut:
  3. mengajukan penjadwalan ulang keberangkatan; atau mengajukan pembatalan keberangkatan.
    Bagi Jemaah yang membatalkan keberangkatannya berhak mengajukan pengembalian biaya yang telah dibayarkan.
  4. Pengembalian biaya umrah sebagaimana dimaksud pada poin 3 adalah sebesar biaya paket layanan setelah dikurangi biaya yang telah dibayarkan oleh PPIU kepada penyedia layanan yang dibuktikan dengan bukti pembayaran yang sah.
  5. PPIU wajib mengembalikan biaya paket layanan kepada Jemaah setelah penyedia layanan mengembalikan biaya layanan yang telah dibayarkan kepada PPIU.

(Humas Kemenag)

BINCANG SYARIAH

Dakwah Mantan Preman di Bumi Cendrawasih

PRIA berkulit gelap itu geram, pasalnya masjid yang masih dalam tahap pembangunan sudah  diancam akan dirobohkan oleh sekelompok oknum yang tak menginginkan tempat ibadah itu berdiri. Padahal Jufri Baco (47 tahun), nama pria itu, bersama beberapa rekannya telah memeras keringat mencari simpatisan dan dukungan banyak pihak agar masjid tersebut bisa segera difungsikan. Berbagai cara mereka lakukan untuk menggagalkan rencana tersebut. Bahkan Jufri, sapaan akrabnya, diancam akan dibunuh jika terus melanjutkan pembangunan masjid tersebut.

Beberapa bulan mangkrak karena terus menerus dihalangi, tak membuat ciut nyali Jufri. Masjid yang berlokasi di Jalan Timika – Pomako, Mwapi, Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Papua itu akhirnya bisa berdiri di daerah mayoritas Kristen itu.

“Banyak hal yang harus kami lakukan, dari pendekatan humanisme, bayar denda, hingga harus balas mengancam mereka,” pungkas pria yang mengaku mantan pimpinan preman itu.

Hal serupa kembali lagi terjadi ketika Jufri kembali diamanahi merintis dakwah di daerah pelabuhan Pomako, Kabupaten Mimika, Papua. Membangun masjid kembali dihalang-halangi sekelompok oknum. Lelaki kelahiran Ambon tahun 1972 itu tak peduli dengan ancaman mereka yang ujung-ujungnya hanyalah minta uang, “Tidak ada masalah dengan perijinan, tanahnya pun tak bersengketa,” katanya.

“Saya tak peduli ancaman mereka. Mereka yang datang menggangu, saya kejar. Mereka lari terbirit-birit,” ujarnya terkekeh.

Antar-Jemput Santri

Begitulah salah satu perjuangan dakwah Jufri di bumi Cendrawasih. Setelah masjid dibangun, pekerjaan rumah berikutnya adalah memakmurkan masjid tersebut. Ia kemudian mencoba mengumpulkan anak-anak untuk mengaji. Kendalanya, di lokasi tersebut mayoritas Kristen, sedangkan yang Islam letak rumahnya berjauh-jauhan. Munculah inisiatif antar-jemput santri agar bisa belajar mengaji denganya.

Setiap hari, Jufri, sapaan akrabnya, harus menjemput dan mengantar pulang anak-anak yang belajar mengaji dengannya. Walaupun tak dibayar sepersen pun, ia mengaku bahagia melakukan aktivitasnya menghidupkan masjid dan sebagai cikal-bakal berdirinya pesantren.

Untuk lebih menghemat waktu, biasanya sekali jemput ia langsung membonceng tiga sampai empat orang anak. Ada lebih dari 50 santri yang belajar ngaji dengannya. Tak jarang ban motornya kempes hingga mogok di tengah jalan, “Maklum motor tua,” katanya.

“Orangtua mereka sangat senang anak-anaknya bisa belajar mengaji. Sebelumnya mereka kurang memperhatikan ilmu agama anak-anaknya. Sekarang mereka senang dengan adanya antar-pulang mengaji.  Gratis pula,” tutur Jefri.

Awalnya hanya beberapa orangtua yang setuju anak mereka ikut belajar mengaji. Alasannya, jalan menuju masjid sangat rawan oleh preman yang suka memalak orang lewat.

“Namun setelah melihat anak-anak yang semakin baik ilmu agamanya, banyak orangtua yang ingin anaknya ikut mengaji. Selain itu, para preman takut sama saya,” terangnya tertawa.

Mantan Preman

Perkenalan Jufri dalam dunia dakwah dimulai saat ia mengenal Pesantren Hidayatullah ketika menikah dengan seorang gadis bernama Nurminah di Sorowako, Sulawesi Selatan. Sebelumnya ia adalah pimpinan sebuah geng preman di Papua.

“Hampir semua kemaksiatan pernah saya lakukan. Contohnya, saya memerintahkan anak buah untuk memalak orang di pasar. Jika ada yang melawan, biasanya saya turun tangan berkelahi dengan mereka yang tak mau memberi barang atau uangnya,” ujarnya mengenang masa lalu.

Titik balik Jufri adalah ketika terjadi kerusuhan di Ambon. Ia ikut menjadi laskar dalam konflik tersebut. Melihat perjuangan beberapa laskar yang membela agamanya, tersentuh hatinya dan memutuskan berhijrah. Kemudian ia berkenalan dengan beberapa dai Hidayatullah.

“Saya melihat perjuangan dakwah Hidayatullah yang begitu gigih, membuat saya  memutuskan untuk bergabung. Kemudian saya ke Hidayatullah Sorowako dan dinikahkan dengan salah satu santriwati Hidayatullah di sana,” terangnhya.

Beberapa saat setelah bergabung di Hidayatullah, Jufri ditugaskan ke Cabang Hidayatullah Timika, Papua. Di sanalah ia belajar banyak hal, dari hidup berjamaah sampai berdakwah.

“Saat itu saya betul-betul nol soal agama, apa lagi baca Qur’an.Tiba-tiba saya ditugaskan untuk mengajar ngaji. Coba bayangkan saja, saya yang masih belajar alif ba ta ketika itu disuruh mengajar ngaji. Untunglah saya memilik istri yang selalu membantu menyemangati. Ia juga yang mengajari saya membaca al-Qur’an,” pungkasnya.

Dia belajar sangat giat kepada istrinya. Apa yang diajarkan oleh istrinya itulah yang ia ajarkan kepada santri-santrinya.

Berbagai tantangan dan rintangan dakwah selalu saja ada di bumi Cendrawasih, namun ayah dari tujuh anak itu tak pernah gentar dan terus berjuang dengan cara apa pun, meskipun harus mengantar-jemput mad’u (obyek dakwah)-nya.

Ia juga mengaku, sebagai mantan preman ada juga untungnya. Beberapa oknum yang mau menganggu dakwahnya sedikit takut. Kini beberapa anak buah premannya dulu sudah mengikuti jejaknya untuk hijrah. Bahkan beberapa di antara mereka yang sudah sukses menjadi donatur tetap membantu perjuangan dakwah Jufri.

“Dakwah ini tak akan pernah berhenti sampai kapan pun. Sebesar apapun tantangan yang kami hadapi, selama kita masih percaya bahwa Allah Subhanahu Wata ala di Sorowako, di Timika, sama dengan Allah di Pomako, Insha Allah semuanya akan berjalan lancar. Dakwah ini akan terus berlanjut,” ujar pria yang hobi membaca itu.

Jufri memang mengaku bukan siapa-siapa. Apalagi ilmu yang dia miliki sangat terbatas. Dengan keyakinan bahwa hanya Allah lah yang akan menurunkan bantuan, kedepan, ia ingin dakwah terus berkembang, khususnya di Bumi Cendrawasih.

Menurutnya, Papua tak hanya butuh satu musholla atau masjid. Tapi wilayah ini masih merlukan masjid lebih banyak lagi. Termasuk tenaga da’i agar dakwah Islam terus berkembang dan meluas.

“Masyarakat di sini sangat membutuhkan pembinaan Islam yang lebih mendalam,” ungkapnya,*/Sirajudin Muslim, dikutip dari Suara Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Salah Kaprah Kisah Pelacur yang Masuk Surga

Kisah tentang pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing adalah kisah yang masyhur. Yang menjadi masalah, kisah ini digunakan sebagian orang untuk melegitimasi perbuatan maksiat dan juga menjadi alasan untuk tidak perlu menerapkan agama.

Karena menurut mereka: “Pelacur saja masuk surga, maka pelaku maksiat yang lain pun bisa masuk surga. Asalkan baik kepada binatang dan baik kepada orang lain”. Sehingga mereka terus bermaksiat.

Juga kata mereka: “Selevel pelacur pun bisa masuk surga. Maka tidak perlu terlalu serius dan mendalam mempelajari agama dan menerapkannya. Karena orang yang jauh dari agama saja bisa masuk surga”.

Nah, pemahaman ini adalah gagal paham yang sangat serius. Mari kita simak penjelasan berikut ini.

Derajat hadits

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ

“Seorang wanita pezina diampuni oleh Allah. Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya di sisi sebuah sumur. Anjing ini hampir saja mati kehausan. Si wanita pelacur tersebut lalu melepas sepatunya, dan dengan penutup kepalanya. Lalu dia mengambilkan air untuk anjing tersebut. Dengan sebab perbuatannya ini, dia mendapatkan ampunan dari Allah” (HR. Al Bukhari no.3321, Muslim no.2245).

Istilah al muumisah dalam hadits, disebutkan maknanya dalam Lisaanul Arab:

وامرأَةٌ مُومِسٌ ومُومِسَةٌ: فاجرة زانية تميل لمُرِيدِها

“Wanita muumis atau muumisah artinya: wanita ahli maksiat, pezina, yang menggoda orang-orang yang menginginkannya”.

Namun dalam riwayat lain, subjek dalam kisah tersebut adalah seorang lelaki. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنْ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ بِي فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا فَقَالَ نَعَمْ فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

“Ada seorang lelaki berjalan di sebuah jalan, dia merasa sangat kehausan. Lalu dia menemukan sebuah sumur. Dia turun ke dalam sumur, lalu meminum airnya lalu keluar. Tiba-tiba ada seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dan menjilati debu karena kehausan. Lelaki tersebut berkata, “Anjing ini sangat kehausan seperti yang aku rasakan”. Lalu dia turun lagi ke dalam sumur dan memenuhi khuf-nya (alas kakinya) dengan air. Lalu dia menggigitnya dengan mulutnya agar bisa naik, dan memberi minum anjing tersebut. Maka Allah pun memberi balasan pahala baginya dan mengampuni dosanya”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan mendapatkan pahala jika berbuat baik kepada binatang ternak kami?”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tentu, setiap kebaikan kepada makhluk yang bernyawa, ada pahalanya” (HR. Al Bukhari no.6009, Muslim no.2244).

Dua hadits di atas menyebutkan peristiwa yang hampir sama, namun pelakunya berbeda. Tidak berarti hadits-hadits ini mudhtharib (inkonsisten), karena bisa jadi kedua hadits ini memang menyebutkan dua kejadian yang berbeda tempat, waktu dan pelakunya.

Dan dua hadits tersebut diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Shahih Al Bukhari dan Muslim dalam Shahih Muslim. Maka kedua hadits ini shahih.

Menjawab kerancuan

Setelah kita mengetahui bahwa hadits tersebut shahih, maka yang tersisa adalah bagaimana memahami hadits ini dengan benar? Yang nanti kita akan ketahui bahwa hadits ini sama sekali tidak menunjukkan seseorang boleh berbuat maksiat dan meninggalkan ajaran agama semaunya kemudian ia bisa masuk surga. Kita jelaskan dalam beberapa poin:

Pertama: Orang mukmin yang mati dalam keadaan membawa dosa besar, maka tahtal masyi’ah.

Orang yang mati dalam keadaan masih memiliki iman dalam hatinya, kemudian ia mati dalam keadaan membawa dosa besar, maka statusnya tahtal masyi’ah. Yaitu, nasibnya di akhirat tergantung kehendak Allah ta’ala. Bisa jadi Allah ampuni dia, bisa jadi Allah adzab dia. Selama dosa tersebut bukan dosa kesyirikan. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Allah kehendaki” (QS. An Nisa: 4).

Allah ta’ala juga berfirman:

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imran: 129).

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa orang yang mati dalam keadaan tidak berbuat syirik maka akan Allah ampuni dosanya bagi orang-orang yang Allah kehendaki. Adapun yang tidak akan diampuni adalah yang berbuat kesyirikan.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنَ إِيمَانٍ

“Tidak akan masuk neraka orang yang masih memiliki iman seberat biji sawi” (HR. Muslim no. 91).

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan:

وَمن لقِيه مصرا غير تائب من الذُّنُوب الَّتِي اسْتوْجبَ بهَا الْعقُوبَة فَأمره إِلَى الله إِن شَاءَ عذبه وَإِن شَاءَ غفر لَ

“Siapa saja yang bertemu Allah dalam keadaan masih terus-menerus melakukan dosa dan belum bertaubat darinya, yang dosa tersebut membuat dia berhak untuk diadzab, maka perkaranya tergantung kepada Allah. Jika Allah ingin, maka Allah adzab dia. Jika Allah ingin, maka Allah akan ampuni dia” (Ushulus Sunnah, no.26).

Jadi, hadits di atas adalah dalil bahwa pelaku dosa besar bisa jadi akan diampuni oleh Allah. Al Mula Ali Al Qari rahimahullah menjelaskan:

قَالَ ابْنُ الْمَلَكِ: وَفِي الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى غُفْرَانِ الْكَبِيرَةِ مِنْ غَيْرِ تَوْبَةٍ وَهُوَ مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ

“Ibnul Malak mengatakan: dalam hadits ini terdapat dalil tentang bisa diampuninya pelaku dosa besar, dan ini adalah madzhab Ahlussunnah” (Mirqatul Mafatih, 4/1339).

Kesimpulannya, pezina yang belum bertaubat dari dosa zina, memang bisa jadi Allah akan ampuni dia kemudian ia masuk surga, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Namun ini tidak berlaku untuk semua pezina, karena Allah katakan (yang artinya) “bagi orang-orang yang Allah kehendaki”.

Lebih lagi, jika pezina itu bertaubat dari perbuatan zinanya, maka tentu ia sangat diharapkan bisa menjadi penghuni surga. Jika ini dipahami, maka tidak ada kerancuan lagi dalam memahami hadits di atas.

Kedua: hadits ini memotivasi untuk tidak putus asa terhadap rahmat dan ampunan Allah

Para ulama ketika menjelaskan hadits ini, maksimalnya mereka memaknai bahwa kita tidak putus asa terhadap ampunan dan rahmat Allah. Sebesar apapun dosa, pintu ampunan Allah tetap terbuka lebar selama kita mau bertaubat.

Ibnu Mulaqqin rahimahullah menjelaskan:

دلالة على قبول عمل المرتكب الكبائر من المسلمين، وأن الله يتجاوز عن الكبيرة بالعمل اليسير من الخير؛ تفضلًا منه

“Hadits ini adalah dalil tentang tetap diterimanya amalan kaum Muslimin yang melakukan dosa besar. Dan bahwasanya Allah memaafkan dosa besar karena sebab pelakunya melakukan amalan kebaikan yang sederhana. Sebagai bentuk karunia dari Allah” (At Taudhih Syarah Al Jami Ash Shahih, 19/259).

Al Munawi rahimahullah menjelaskan:

فإنه تعالى يتجاوز عن الكبيرة بالعمل اليسير إذا شاء فضلا منه

“Allah ta’ala memaafkan dosa besar karena sebab amalan yang sederhana, jika Allah kehendaki. Sebagai bentuk karunia dari Allah” (Faidhul Qadir, 4/406).

Zakariya Al Anshari rahimahullah juga menjelaskan:

وفي الحديث الحث على الإحسان إلى الناس لأنه إذا حصلت المغفرة بسبب سقي الكلب فسقى المسلم، أعظم أجراً

“Dalam hadits ini terdapat motivasi untuk berbuat kebaikan kepada manusia. Karena orang tersebut mendapatkan ampunan karena memberikan minum seekor anjing. Maka memberikan minum kepada seorang Muslim lebih besar lagi pahalanya” (Mir’atul Mafatih, 6/338).

Perhatikan, justru hadits di atas adalah motivasi bagi orang-orang yang berbuat maksiat untuk tidak putus asa dari rahmat Allah dan motivasi untuk bertaubat serta memperbaiki diri. Karena pezina saja bisa diampuni oleh Allah ta’ala. Jangan dipahami secara terbalik, dengan memaknai hadits ini sebagai motivasi untuk terus menerus bermaksiat.

Ketiga: Para ulama juga menjelaskan dari hadits ini, tentang utamanya sedekah berupa air

Kisah pezina yang memberi minum anjing yang kehausan juga diambil faedah oleh para ulama sebagai anjuran untuk bersedekah air. Baik berupa sedekah air minum, pembangunan air sumur, pengairan sawah dan ladang, dan semisalnya. Karena air adalah unsur pokok dalam kehidupan manusia.

Syaikh Musthafa Al ‘Adawi hafizhahullah menjelaskan:

و من أفضل الصدقات الجارية سقيا الماء. ألا ترى أن أصحاب النار سألوا أهل الجنة فقالوا : أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ. وهذا أيضا في فضل سقيا الماء

“Dan di antara sedekah jariyah yang paling utama adalah memberi sedekah air minum. Tidakkah anda melihat bahwa penghuni neraka meminta minuman kepada penghuni surga. Mereka (penghuni neraka) mengatakan: “Berikanlah kami curahan air kepada kami, atau apa saja yang Allah berikan kepada kalian” (QS. Al A’raf: 50). Dan hadits ini juga menunjukkan keutamaan sedekah air minum [kemudian Syaikh membawakan hadits di atas]” (Fiqhu at Ta’amul ma’al Walidain, hal. 160).

Namun tidak ada ulama yang memaknai bahwa dengan bersedekah air lalu dijamin masuk surga atau boleh bermaksiat karena sudah dijamin surga.

Keempat: Tidak ada ulama yang memaknai bahwa hadits ini menunjukkan bolehnya zina dan boleh menjadi pelacur selama suka bersedekah.

Ini pemahaman yang batil dan sangat keliru, serta pendalilan yang samar. Di antara kaidah dalam memahami dalil: “wajib mengembalikan dalil yang mutasyabih (samar maknanya atau pendalilannya) kepada dalil yang muhkam (jelas maknanya atau pendalilannya)”.

Inilah jalannya orang-orang yang Allah berikan ilmu yang benar. Inilah jalannya salafus shalih dan ulama Ahlussunnah. Adapun ahlul bid’ah dan orang-orang menyimpang, mereka menonjolkan pendalilan yang mutasyabih dan meninggalkan dalil-dalil yang muhkam. Allah ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 7).

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,

طريقة الصحابة والتابعين وأئمة الحديث؛ كالشافعي، والإمام أحمد، ومالك، وأبي حنيفة، وأبي يوسف، والبخاري، وإسحاق… أنهم يَردون المتشابه إلى المحكَم، ويأخذون من المحكم ما يُفسِّر لهم المتشابه ويُبينه لهم، فتتَّفق دَلالته مع دَلالة المحكَم، وتوافق النصوص بعضُها بعضًا، ويُصدِّق بعضُها بعضًا، فإنها كلها من عند الله، وما كان من عند الله فلا اختلاف فيه ولا تناقض

“Jalannya para sahabat, tabi’in dan para imam ahlul hadits seperti Asy Syafi’i, imam Ahmad, Malik, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Al Bukhari dan Ishaq … mereka mengembalikan ayat-ayat yang mutasyabih kepada yang muhkam. Mereka mengambil dalil-dalil yang muhkam untuk menafsirkan dan menjelaskan ayat-ayat yang mutasyabih. Sehingga sejalanlah ayat-ayat yang mutasyabih dengan ayat-ayat yang muhkam. Dan nash antara satu dengan yang lain akan sejalan serta saling membenarkan. Karena semua nash tersebut berasal dari Allah. Dan apa yang berasal dari Allah, tidak akan ada perselisihan dan tidak ada pertentangan.” (I’lamul Muwaqqi’in, 2/209-210).

Sedangkan perkara zina telah sangat jelas keharamannya dalam banyak dalil. Maka wajib kita selaraskan hadits di atas dengan dalil-dalil yang muhkam (jelas) tentang haramnya zina. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra: 32).

Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Al Karim:

الزَّانِيَة وَالزَّانِي فاجلدوا كل وَاحِد مِنْهُمَا مائَة جلدَة وَلَا تأخذكم بهما رأفة فِي دين الله إِن كُنْتُم تؤمنون بِاللَّه وَالْيَوْم الآخر وليشهد عذابهما طَائِفَة من الْمُؤمنِينَ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka cambuklah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali cambukan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (QS. An Nur: 2).

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا يَزني الزَّاني حينَ يَزني وهوَ مؤمنٌ

“Pezina tidak dikatakan mukmin ketika ia berzina” (HR. Bukhari no. 2475, Muslim no.57).

Dan iara ulama ijma (sepakat) tentang haramnya zina, tidak ada khilafiyah. Bahkan ini perkara yang al ma’lum minad diin bid dharurah, yaitu perkara yang sudah diketahui secara gamblang oleh semua orang. Orang Muslim yang tidak belajar pun memahami bahwa zina itu haram.

Maka pendalilan yang samar tadi, wajib kita kembalikan kepada dalil-dalil yang muhkam tentang haramnya zina. Sehingga tidak mungkin dikatakan bahwa tidak mengapa menjadi pelacur selama suka bersedekah.

Bahkan, jika seseorang meyakini halalnya zina, ini bisa menyebabkan ia keluar dari Islam. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan:

من اعتقد حلّ شيء أُجمع على تحريمه، وظهر حكمه بين المسلمين، وزالت الشبهة فيه للنصوص الواردة كلحم الخنزير، والزنا وأشباه هذا مما لا خلاف فيه كفر

“Siapa saja yang meyakini halalnya suatu perkara yang disepakati keharamannya, dan sangat jelas hukum haramnya di tengah kaum Muslimin, serta tidak ada syubhat dalam memahami dalil-dalil yang ada, seperti meyakini halalnya daging babi, meyakini halalnya zina, dan semisal itu, maka orang tersebut kafir tanpa ada perselisihan di antara ulama (tentang kafirnya)” (Al Mughni, 8/131).

Kelima: Tidak ada keterangan bahwa pelaku maksiat di dalam hadits ini, terus melanjutkan maksiatnya.

Tidak kami ketahui keterangan dari hadits lain atau dari para ulama tentang apakah wanita pezina tersebut terus berzina setelah memberi minum anjing, ataukah ia bertaubat dan memperbaiki diri. Wallahu a’lam.

Namun, seseorang tidak boleh merasa aman dari adzab Allah dan merasa tidak masalah jika terus menerus bermaksiat. Karena sikap seperti ini termasuk dosa besar. Allah ta’ala berfirman:

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Apakah kalian merasa aman dari makar Allah? Tidak ada yang merasa aman dari makar Allah kecuali kaum yang merugi” (QS. Al A’raf: 99).

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:

إِنَّ المُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ

“Seorang yang beriman melihat dosa-dosanya bagai ia sedang duduk di bawah gunung yang akan runtuh, ia khawatir tertimpa. Sedangkan orang fajir (ahli maksiat), melihat dosa-dosanya bagaikan lalat yang melewati hidungnya” (HR. Bukhari no.630).

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan:

المؤمن يعمل بالطاعات وهو مشفق وجل خائف والفاجر يعمل بالمعاصي وهو آم

“Orang yang beriman senantiasa melakukan ketaatan, namun ia juga senantiasa takut, gemetar dan khawatir akan dirinya. Adapun orang fajir (ahli maksiat), ia senantiasa bermaksiat dengan merasa aman” (dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir, 2/265).

Maka tidak boleh kita merasa aman dari adzab Allah dan terus bermaksiat. Ini adalah dosa besar dan bukan sikap orang yang beriman. Orang yang beriman, sangat takut kepada Allah walaupun ia melakukan dosa yang kecil. Apalagi jika dosa yang besar?!

Lebih lagi, terus-menerus bermaksiat perlahan akan membawa seseorang kepada kekufuran. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan:

قَالَ السَّلَفُ: الْمَعَاصِي بَرِيدُ الْكُفْرِ، كَمَا أَنَّ الْحُمَّى بَرِيدُ الْمَوْتِ

“Para salaf terdahulu mengatakan: maksiat perlahan akan membawa kepada kekufuran, sebagaimana demam perlahan akan membawa kepada kematian” (Madarijus Salikin, 2/27).

Sehingga, tidak benar jika hadits di atas dijadikan alasan untuk terus menerus berzina atau terus menerus bermaksiat. Sikap yang tepat adalah kita tinggalkan semua bentuk maksiat dan berusaha berubah untuk istiqamah mengamalkan ajaran agama. Adapun maksiat yang sudah pernah kita lakukan, kita perbaiki dengan bertaubat kepada Allah dan memperbanyak amalan shalih, semoga mendapatkan ampunan seperti sang wanita pelacur di atas.

Keenam: Hadits ini bukan dalil bolehnya memelihara anjing

Sebagian orang juga menjadikan hadits di atas sebagai dalil tentang bolehnya memelihara anjing. Padahal jelas Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarangnya. Dari Abu Hurairah radhiallahu’ahu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا فَإِنَّهُ يَنْقُصُ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطٌ إِلا كَلْبَ حَرْثٍ أَوْ مَاشِيَةٍ

barangsiapa yang memelihara anjing, maka berkurang pahala amalan kebaikan yang ia miliki setiap harinya satu qirath. Kecuali anjing untuk menjaga ladang dan ternak” (HR. Bukhari no. 2145).

Dari Abu Hurairah radhiallahu’ahu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ صَيْدٍ وَلا مَاشِيَةٍ وَلا أَرْضٍ فَإِنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ قِيرَاطَانِ كُلَّ يَوْمٍ

Barangsiapa yang memelihara anjing, yang bukan untuk berburu atau menjaga ternak atau menjaga ladang, maka berkurang pahala kebaikannya setiap hari dua qirath” (HR. Muslim no. 2974).

Dan ini adalah kesepakatan ulama, tidak ada khilafiyah. Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah (35/124) disebutkan:

اتفق الفقهاء على أنه لا يجوز اقتناء الكلب إلا لحاجة: كالصيد والحراسة، وغيرهما من وجوه الانتفاع التي لم ينه الشارع عنها

“Para fuqaha telah sepakat bahwa tidak boleh memelihara anjing kecuali untuk kebutuhan: berburu, menjaga ternak atau ladang dan hal-hal yang bermanfaat lainnya yang tidak dilarang dalam syari’at”.

Adapun hadits di atas, disebutkan oleh para ulama itu terjadi di zaman dahulu sebelum Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di utus. Ash Shan’ani rahimahullah ketika menjelaskan Abu Hurairah di atas, beliau mengatakan:

ظاهر الحديث أنه إخبار عن واقعة اتفقت في غير شرعنا فيما نقدمه، والأمر بالقتل إنما اتفق في شرعنا

“Zahir hadits ini mengabarkan tentang kejadian di zaman dahulu, yang disepakati ulama bahwa itu bukan pada syari’at kita. Sedangkan perintah untuk membunuh anjing disepakati ulama ada pada syari’at kita. ” (At Tanwir, 7/439).

Perintah untuk membunuh anjing terdapat dalam hadits dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الكِلاَبِ إلَّا كَلْبَ صَيْدٍ، أَوْ كَلْبَ غَنَمٍ، أَوْ مَاشِيَةٍ

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memerintahkan untuk membunuh anjing. Kecuali anjing pemburu, anjing penjaga hewan ternak dan anjing penjaga ladang” (HR. Bukhari no.3323, Muslim no.1571).

Namun perintah membunuh anjing ini ada khilaf di antara ulama, dalam beberapa pendapat:

  • Anjing yang boleh dibunuh adalah yang ada di perkotaan bukan di bawadi (pedesaan terpencil).
  • Anjing yang diperintahkan untuk dibunuh adalah yang membahayakan manusia. Adapun yang tidak membahayakan, mubah untuk dibunuh.
  • Anjing yang diperintahkan untuk dibunuh adalah anjing hitam, selain itu tidak boleh dibunuh.

Dan ada beberapa pendapat lainnya, yang tidak bisa kita rinci pada kesempatan kali ini.

Namun yang menjadi poin adalah bahwa hadits Abu Hurairah tentang pezina yang memberi minum anjing di atas tidak bisa menjadi dalil bolehnya memelihara anjing.

Walhamdulillah, telah hilanglah beberapa isykal (kerancuan) seputar hadits ini atas. Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

Setitik Kasih Sayang Allah

PERNAH ada seorang berusia lanjut menasihati penulis dengan kalimat bijaknya, “Panas e dunyo disonggo wong akeh, panas e ati disonggo dewe-dewe.”  Tafsiran bebasnya adalah panasnya dunia itu ditopang bareng-bareng oleh manusia, tapi panasnya hati ditanggung sendiri-sendiri.”

Kalimat itu meluncur dari lisan beliau saat daerah kami mengalami musim panas (kemarau) yang lumayan lama daripada tahun-tahun sebelumnya. Dan suhu panas saat itu juga dirasakan sangat panas menyengat dibanding musim-musim yang telah lewat.

Nasihat itu terasa sejuk di hati penulis sebab saat itu banyak sekali manusia mengeluh merasakan panasnya kemarau.  Dan yang lebih membuat  hati adem adalah ketika penulis membuka kitab Mukhtarul Ahadisun Nabawiyah karya Sayyid Ahmad Al Hasyimi ada tertera sebuah hadis dari Rasulullah ﷺ yang berbunyi,

وَكل بِالشَّمۡسِ تِسۡعَۃُ أَمۡلاَكٍ

يَرۡمُوۡنَهَا بِالثَّلۡجِ كُلَّ يَوۡمٍ وَلَوۡلاَ ذَلِكَ مَا أَتَتۡ عَلَی شَيءٍ إِلاَّ

أَحۡرَقَتۡهُ

“Kepada matahari diutus sembilan Malaikat. Setiap harinya mereka menghujani matahari dengan salju. Seandainya tidaklah demikian niscaya tiada sesuatu pun yang terkena sinar matahari melainkan pasti terbakar.” (HR. Thabrani melalui Abu Umamah).

Dan matahari yang sudah “dijinakkan” itu pun ternyata masih bisa mengancam keselamatan kehidupan di bumi.  Maka Allah Swt ciptakan pula “hijab” untuk melindunginya yang berupa atmosfer di langit. “Hijab” ini bertugas menjaga bumi dari ancaman benda-benda angkasa.

Atmosfer merupakan selimut gas yang menyelimuti beberapa planet, termasuk bumi. Atmosfer terletak di ruang angkasa dan berada di lapisan terluar bumi.

Mengutip Encilopedia Britannica, pengertian atmosfer adalah lapisan gas dengan ketebalan ribuan kilometer yang terdiri atas beberapa lapisan dan berfungsi melindungi bumi dari radiasi dan pecahan meteor.

Ketebalan atmosfer sendiri mencapai 1.000 kilometer dari permukaan bumi. Kandungannya terdiri dari beberapa gas, yaitu 78 persen nitrogen, 21 persen oksigen, 0,9 persen argon, dan 0,03 persen karbondioksida. Sisanya uap air, krypton, neon, xinon, hidrogen, kalium, serta 0,7 persen ozon.

Atmosfer yang tersusun dari enam bagian itu memiliki fungsi :

  1. Melindungi bumi dari paparan radiasi sinar ultraviolet dan lapisan ozon sebab sinar ultraviolet sangat berbahaya bagi kehidupan di bumi.
  2. Melindungi bumi dari benda-benda luar angkasa yang jatuh imbas adanya gaya gravitasi bumi.
  3. Menjadi media cuaca yang bisa memengaruhi hujan, badai, topan, angin, salju, awan, dan lainnya.
  4. Memiliki kandungan berbagai macam gas yang diperlukan oleh manusia, tumbuhan, dan juga hewan untuk bernapas dan kebutuhan lainnya.

Selain atmosfer, Allah Swt juga telah meng-hijab-i bumi dengan satu pelindung lagi yaitu Sabuk Van Allen.  Sebuah “hijab” pelindung berupa suatu lapisan yang terdiri dari dua sabuk partikel bermuatan di sekitar planet Bumi.  Pelindung ini tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi yang tertahan di tempatnya.

Manfaat dari Sabuk Van Allen hampir mirip dengan atmosfer. Sabuk Van Allen berperan sebagai perisai bumi dari radiasi berbahaya yang secara terus-menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang yang ada di luar angkasa.

Hal tersebut tentu sangat berguna untuk keberlangsungan makhluk hidup di Bumi.  Seandainya Sabuk Van Allen tidak pernah ada, kemungkinan besar kehidupan di bumi sudah hancur dan punah sekarang.   Hal ini disebabkan karena semburan energi raksasa yang dikenal dengan istilah jilatan api matahari yang muncul dan terjadi beberapa kali pada matahari bisa memusnahkan kehidupan di bumi. Inilah salah satu bentuk kasih sayang Allah Swt kepada seluruh makhlukNya.

Allah Swt menciptakan mereka, lalu memberi kehidupan, kemudian menyediakan sumber penghidupan, dan menjaga keseimbangan alam agar semua makhlukNya bisa hidup serta melindungi mereka dari berbagai ancaman dari luar bumi.  Padahal beberapa makhluk Allah Swt setiap harinya ingin memusnahkan manusia di atas bumi karena kegeraman mereka kepada kelakuan manusia yang sering berbuat durhaka kepada Allah Swt.

Imam Ahmad telah meriwayatkan dalam Musnadnya , dari Umar bin Al-Khathab –Radiyallahu ‘anhu– beliau berkata, Rasulullah ﷺbersabda,

لَيْسَ مِنْ لَيْلَةٍ إِلَّا وَالْبَحْرُ يُشْرِفُ فِيهَا ثَلاثَ مَرَّاتٍ عَلَى الْأَرْضِ، يَسْتَأْذِنُ اللهَ فِي أَنْ يَنْفَضِخَ عَلَيْهِمْ، فَيَكُفُّهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ

“Tidak ada satu malam pun, kecuali di dalamnya lautan mendekat ke bumi tiga kali, meminta izin kepada Allah Swt untuk membanjiri/menenggelamkan mereka. Maka Allah -Azza wa Jalla- menahannya.” [Musnad : 303/1/395]

Allah Swt yang Maha Penyabar, Maha Pengasih dan Penyayang masih enggan memberi izin kepada lautan karena welas asih Nya kepada manusia.  Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa,

وَرَحْمَتِى وَسِعَتْ كُلَّ شَىْءٍ ۚ

”Rahmat (kasih sayang)-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS al-A’raf [7]: 156).

Wal hasil ketika kita mengetahui bagaimana welas asih dan kuatnya perlindungan yang diberikan Allah Swt kepada manusia, maka sudah menjadi sebuah kemestian bagi manusia untuk selalu bersyukur kepadaNya.  Dan syukur tertinggi adalah mampu menempatkan diri pada posisi yang sudah dikehendaki Allah Swt bagi manusia yakni sebagai hamba Allah lalu menjalani hidup pada rel kehambaan pada Allah tersebut.

Allah SWT berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat : Ayat 56).

Artinya tugas kita hanyalah beribadah kepada Allah Swt dan fokus pada jalan itu. Menjemput rejeki, belajar, bermasyarakat dll harus pula dikaitkan pada niatan untuk beribadah kepada Allah Swt. Dan yang selain itu (yang sudah diatur Allah) maka kita tidak usah ikut memikirkannya. Di dalam Kitab Al Hikam pasal empat Syeikh Ibn Atho’illah As Sakandary mengatakan,

أَرِحْ نــَفْسَـكَ مِنَ الـتَّدْبِــيْرِ، فَمَا قَامَ بِـهِ غَيْرُ كَ عَـنْكَ لاَ تَـقُمْ بِـهِ لِنَفْسِكَ

“Istirahatkan dirimu dari tadbiir (melakukan pengaturan-pengaturan)! Maka apa-apa yang selainmu (Allah) telah melakukannya untukmu, janganlah engkau (turut) mengurusinya untuk dirimu.”

Allah Swt sudah mengurus semua penunjang kehidupan bagi manusia. Dan Allah tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS: Al Baqoroh :255).

Maka sekali lagi tugas kita hanya beribadah pada Allah Swt. Dan yang sudah diurus oleh Allah maka kita tidak perlu ikut mengurusinya. Wallahu A’lam Bis Showab.

*/ Muhammad Syafii Kudo, Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan

HIDAYATULLAH

Tanda-tanda Orang Celaka di Dunia dan Akhirat

HASAN Al-Basri berkata, “Tanda-tanda celaka bagi seseorang adalah air mata yang membeku, kerasnya hati, cinta dunia, dan panjang angan-angan.”
Maksudnya adalah sedikit menangis, hati tidak terpengaruh dengan nasihat, cinta, dan tenggelam pada urusan dunia dan berharap banyak untuk tinggal lama di dunia.

Dzun Nun Al-Mishriy berkata:

“Tanda-tanda bahwa seseorang itu bahagia di akhirat adalah cinta pada orang-orang saleh, dan dekat dengan mereka, membaca Alquran, begadang di malam hari untuk ibadah, duduk bersama para ulama, dan hati yang lembut.”

Sebagian menyatakan bahwa tanda orang yang bahagia di akhirat adalah taat kepada Allah Ta’ala dalam keadaan ia khawatir amalnya ditolak. Tanda orang itu celaka adalah bermaksiat dan berharap diterima amalnya.

Semoga kita terlindung dari golongan tersebut dan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang lembut hatinya terhadap nasihat dan mampu istiqamah di jalan hidayah. Amin. []

INILAH MOZAIK

Mahar Rasulullah Saat Menikahi Juwairiyah

Juwairiyah adalah salah satu istri Rasulullah Saw yang mulia. Juwairiyah adalah pemuka dan tokoh kaum Bani Musthaliq. Nama aslinya adalah Burrah binti Al-Harits bin Abu Dhirar bin Habib bin Aid bin Malik bin Judzaimah bin Musthaliq bin Khuza’ah.

Berdasarkan beberapa riwayat, Rasulullah menikahi Juwairiyah setelah perang Muraisi’, yaitu peperangan antaran kaum muslimin dengan Bani Musthaliq yang terjadi pada tahun kelima hijriyah. Dia akhirnya menjadi tawanan perang dan meminta kepada Rasulullah untuk membebaskan dirinya dan para tawanan perang lainnya. Rasulullah menyanggupi permintaan Juwairiyah dengan syarat bersedia menikah dengan beliau.

Disebutkan bahwa Juwairiyah saat menikah dengan Rasulullah berusia dua puluh tahun. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Siyar A’lam Al-Nubala’ berikut;

وعن جويرية ، قالت : تزوجني رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وأنا بنت عشرين سنة

Dari Juwairiyah, dia berkata; Rasulullah menikahiku saat aku berusia dua puluh tahun.

Adapun mahar Rasulullah saat menikahi Juwairiyah adalah melepaskan dan memerdekakan semua tawanan dan budak dari Bani Musthaliq. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Siyar A’lam Al-Nubala’ berikut;

وعَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: أَعْتَقَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُوَيْرِيَةَ، وَاسْتَنْكَحَهَا، وَجَعَلَ صَدَاقَهَا عِتْقَ كُلِّ مَمْلُوْكٍ مِنْ بَنِي المُصْطَلِقِ

Dari Imam Al-Sya’bi, dia berkata; Rasulullah memerdekakan Juwairiyah dan kemudian menikahinya, dan maharnya adalah memerdekakan semua budak dari kalangan Bani Musthaliq.

Dalam kitab Jami’ul Atsar fi Mawlid Al-Nabiyyil Mukhtar, juga disebutkan sebagai berikut;

وخرج الحاكم في المستدرك من حديث سفيان بن عيينة عن ابن نجيح، عن مجاهد قال: قالت جويرية يا رسول الله: إنّ نساءك يفخرن على ويقلن: لم يتزوّجك رسول الله انما انت ملك يمين فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ألم أعظم صداقك؟ ألم أعتق أربعين من قومك؟

Imam Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak mengeluarkan hadis dari Sufyan bin ‘Uyainah dari Ibn Najih dari Mujahid, dia berkata bahwa Juwairiyah berkata; Wahai Rasulullah, para istrimu berbangga-bangga padaku sambil dan mereka berkata ‘Rasulullah tidak menikahimu, kamu hanya budak’. Maka Rasulullah berkata; Tidakkah aku sudah memberikan mahar yang besar kepadamu? Tidakkah aku sudah memerdekakan empat puluh orang dari kaummu?

BINCANG SYARIAH

Zakat Profesi Dipotong Setiap Bulan Adalah Tidak Tepat

Zakat profesi yang dipotong setiap bulan dari gaji adalah penerapan qiyas yang tidak tepat dan tidak konsisten. Nisab dan haulnya mengikuti zakat tanaman, akan tetapi kadar zakatnya mengikuti zakat emas & perak (zakat mal). Perhatikan poin-poin berikut.

Alasan qiyas yang dilakukan tidak tepat

Pertama, Mereka melakukan qiyas terhadap zakat profesi dipotong tiap bulan karena di-qiyas-kan dengan zakat tanaman dan buah-buahan yang dipanen, demikian juga gaji yang didapat (dipanen) setiap bulan, padahal penghasilan profesi itu berupa uang, haulnya mengikuti zakat mal yaitu setahun dan dikeluarkan tiap setahun sekali.

Kedua, Mereka melakukan qiyas terhadap kadar zakat profesi dengan zakat mal (emas & perak) yaitu 2,5%, harusnya konsisten apabila ikut aturan besar kadar zakat tanaman,  maka kadarnya adalah 10% apabila dilakukan pengairan alami (semisal hujan dan sungai) dan 5% apabila dilakukan pengairan dengan usaha (pakai alat tertentu untuk mengairi).

Ketiga, mereka melakukan qiyas terhadap nisabnya ke zakat tanaman yaitu 5 wasaq atau 652,8 kg gabah (520 kg beras). Apabila harga beras Rp 4.000 per kilogram, maka nisab zakat profesi adalah Rp 2.080.000., Jadi menurut mereka, semua orang yang punya pengasilan lebih dari Rp. 2.080.000 tiap bulan, harus dipotong untuk zakat profesi. Padahal zakat mal (uang) itu nisabnya adalah emas dan perak kalau kita ambil perak (yang paling murah), maka nisabnya adalah 200 dirham atau 5 uqiyah, jika 1 dirham Rp. 129.000, maka nisabnya adalah Rp. 25.800.000, jadi HARUSNYA yang memiliki gaji di atas 25 juta saja yang dipotong. Tentu prakteknya TIDAK KONSISTEN.

Keempat, zakat profesi yang benar adalah zakat profesi yang konsisten menggunakan panduan zakat mal yaitu keluarkan setiap tahun (bukan setiap bulan), nisabnya adalah emas & perak dan kadarnya adalah 2,5%.

Praktek di zaman Abu Bakr

Profesi atau penghasilan bulanan sudah ada sejak zaman sahabat dahulu. Bahkan Abu Bakr juga mendapatkan gaji dari baitul mal karena tugas beliau sebagai khalifah saat itu. Beliau awalnya pedagang, tetapi karena urusan kaum muslimin banyak menyita waktu, beliau tidak sempat berdagang dan mendapatkan gaji dari baitul mal. Beliau berkata,

لقد عَلِمَ قَوْمِي أَنَّ حِرْفَتِي لم تَكُنْ تَعْجِزُ عن مؤونة أَهْلِي وَشُغِلْتُ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَسَيَأْكُلُ آلُ أبي بَكْرٍ من هذا الْمَالِ وَيَحْتَرِفُ لِلْمُسْلِمِينَ فيه.

“Sungguh kaumku telah mengetahui bahwa pekerjaanku dapat mencukupi kebutuhan keluargaku, sedangkan sekarang, aku disibukkan oleh urusan umat Islam, maka sekarang keluarga Abu Bakr akan makan sebagian dari harta ini (harta baitul mal), sedangkan ia akan bertugas mengatur urusan mereka.” (HR. Bukhari)

Tidak ada riwayat saat itu beliau dipotong gajinya untuk membayar zakat profesi setiap kali gajian, bahkan sistem penggajian itu diterapkan juga kepada tentara dan pegawai khalifah yang mengurusi kaum muslimin. Tidak ada saat itu diterapkan zakat profesi dipotong setiap gajian.

Kesimpulan

Poin penting yang perlu diperhatikan adalah penghasilan dan profesi di zaman ini berupa uang maka mengikuti aturan zakat mal, yaitu haulnya setahun dan dikelaurkan setiap tahun, bukan setiap bulan. Sebagaimana dalam hadis,

وَلَيْسَ فِى مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

“Dan tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.” (HR. Abu Daud)

Sebagaimana kita ketahui bahwa nisabnya adalah emas dan perak, apabila uang setiap bulan tersebut dipakai untuk kebutuhan sehari-hari dan selalu habis, kemudian di akhir tahun tidak mencapai nisab, maka tidak dikeluarkan zakatnya.

Demikian pembahasan ini semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Wasiat Abu Bakar As-Shiddiq Sebelum Kematiannya kepada Umar bin Khattab

Abdullah bin Abu Quhafah atau yang masyhur dengan gelar Abu Bakar As- Siddiq wafat pada bulan Jumadil akhir tahun 13 H dalam umur 63 tahun setelah mengalami sakit selama beberapa hari. Sebelum kematiannya, beliau sempat berwasiat kepada Umar bin Khatab tentang rasa takut dan pengaharapan (al-khauf wa ar-raja’).

Sebagaimana yang dikisahkan dari Abdullah bin Tsabit, dia berkata: “Sebelum ajal menjemput –dalam  keadaan sekaratul maut- Abu bakar memanggil Sayyidina Umar bin khatab, kemudian beliau berpesan kepadanya. Isi pesannya itu adalah; “Wahai Umar, Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah memiliki amalan pada malam hari dan tidak diterimanya pada siang hari.”

Dan sesungguhnya Allah tidak menerima amalan sunnah sebelum dilaksanakan amalan fardhu. Dan orang yang berat timbangannya di hari kiamat itu adalah mereka yang mengikuti kebenaran saat di dunia sekalipun itu berat bagi mereka. Dan orang yang ringan timbangan mereka di hari kiamat nanti adalah mereka yang di dunia mengikuti kebatilan, dan kebatilan itu ringan bagi mereka.

Sesungguhnya Allah menyebut ahli-ahli surga dengan perbuatan baik mereka, dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka. Apabila aku mengingat mereka, maka aku takut sekiranya aku tidak bergabung dengan mereka. Sesungguhnya Allah menyebut ahli-ahli neraka dengan perbuatan buruk mereka. Aku mengingat mereka, maka aku benar benar berharap sekiranya aku tidak bersama mereka.

Aku berkata demikian supaya seorang hamba tersebut berharap sekaligus takut, tidak berangan-angan kosong terhadap Allah, dan tidak berputus asa terhadap rahmat-Nya. Apabila engkau menjaga pesanku ini, maka tidak ada perkara yang ghaib yang lebih engkau cintai dari pada kematian, sedangkan dia pasti akan datang menemuimu. Dan apabia engkau melalaikan pesanku ini, maka tidak ada perkara ghaib yang lebih engkau benci dari pada kematian, sedangkan engkau tidak bisa mengelak dari padanya.

Itulah salah satu wasiat dari Sayyidina Abu Bakar As- Siddiq kepada Sayyidina Umar bin Khatab yang bisa ditemui dalam kitab Hilyatu al-Awliyaa’ karangan Abu Nu’aim Al Ashfahani.

Wallahu A’lam. 

BINCANG SYARIAH