Keistimewaan Bulan Syaban Berikut Amalan Sunnah di Dalamnya

Ada beberapa hadis shahih yang menunjukkan keistimewaan di bulan Sya’ban, di antara amalan tersebut adalah memperbanyak puasa sunnah selama bulan Sya’ban.

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,

يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa beberapa hari sampai kami katakan, ‘Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Aisyah mengatakan,

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

“Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Aisyah mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ هِلَالِ شَعْبَانَ مَا لَا يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ، ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ، عَدَّ ثَلَاثِينَ يَوْمًا، ثُمَّ صَامَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perhatian terhadap hilal bulan Sya’ban, tidak sebagaimana perhatian beliau terhadap bulan-bulan yang lain. Kemudian beliau berpuasa ketika melihat hilal Ramadhan. Jika hilal tidak kelihatan, beliau genapkan Sya’ban sampai 30 hari.” (HR. Ahmad, Abu Daud, An Nasa’i dan sanad-nya disahihkan Syaikh Syu’aib Al Arnauth)

Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mengatakan,

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلَّا شَعْبَانَ، وَيَصِلُ بِهِ رَمَضَانَ

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam belum pernah puasa satu bulan penuh selain Sya’ban, kemudian beliau sambung dengan Ramadhan.” (HR. An Nasa’i dan disahihkan Al Albani)

Hadis-hadis di atas merupakan dalil keutamaan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, melebihi puasa di bulan lainnya.

Apa Hikmahnya?

Ulama berselisih pendapat tentang hikmah dianjurkannya memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, mengingat adanya banyak riwayat tentang puasa ini.

Pendapat yang paling kuat adalah keterangan yang sesuai dengan hadis dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya: “Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (HR. An Nasa’i, Ahmad, dan sanadnya dihasankan Syaikh Al Albani)

Memperbanyak Ibadah di Malam Nishfu Sya’ban

Ulama berselisih pendapat tentang status keutamaan malam nishfu Sya’ban. Setidaknya ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut keterangannya:

Pendapat pertama, tidak ada keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban. Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al Hafidz Abu Syamah mengatakan: Al Hafidz Abul Khithab bin Dihyah –dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban– mengatakan, “Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satupun hadis shahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban’.” (Al Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, Hal. 33).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga mengingkari adanya keutamaan bulan Sya’ban dan nishfu Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadis dhaif tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat di malam nishfu Sya’ban, semuanya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At Tahdzir min Al Bida’, Hal. 11)

Sementara riwayat yang menganjurkan ibadah khusus pada hari tertentu di bulan Sya’ban untuk berpuasa atau qiyamul lail, seperti pada malam Nisfu Sya’ban, hadisnya lemah bahkan palsu. Di antaranya adalah hadis yang menyatakan,

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berkata, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia. Adakah demikian dan demikian?’ (Allah mengatakan hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah: 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman: 3/378)

Keterangan:

Hadits ini dari jalan Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadis ini statusnya hadis maudhu’/palsu, karena dalam sanadnya ada perawi bernama Ibnu Abi Sabrah yang tertuduh berdusta, sebagaimana keterangan al-Hafidz Ibnu Hajar dalam at-Taqrib . Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentangnya, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[Silsilah Dha’ifah, no. 2132.]

Mengingat hadis tentang keutamaan menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dan berpuasa di siang harinya tidak sah dan tidak bisa dijadikan dalil, maka para ulama menyatakan hal itu sebagai amalan bid’ah dalam agama.[Fatawa Lajnah Da’imah: 4/277, fatwa no. 884.]

Pendapat kedua, terdapat keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban. Pendapat ini berdasarkan hadis shahih dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibn Majah, At Thabrani, dan dishahihkan Al Albani).

Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syaikhul Islam mengatakan, “…pendapat yang dipegangi mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Madzhab Hambali adalah meyakini adanya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi’in…” (Majmu’ Fatawa, 23:123)

Ibn Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban, dulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya, mereka memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu…” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 247).

KONSULTASI SYARIAH

Berlari Menuju Allah, Berjalan Menjemput Rezeki

BEGINILAH Alquran bertutur, membuat sebuah panduan yang berharga untuk setiap muslim, bahwa apa yang kita tuju menentukan cara kita untuk sampai kepadanya.

(1). Urusan berzikir (salat), perintahnya adalah “Berlarilah!”

“Wahai orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka BERLARILAH kalian MENGINGAT Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al-Jumah: 9)

(2). Urusan melakukan kebaikan, perintahnya adalah “Berlombalah!”

“Maka BERLOMBA-LOMBALAH dalam berbuat KEBAIKAN.” (QS. Al-Baqarah: 148)

(3). Urusan meraih ampunan, perintahnya adalah “Bersegeralah!”

“Dan BERSEGERALAH kamu menuju AMPUNAN dari Tuhanmu dan menuju SURGA” (QS. Ali Imron: 133)

(4). Urusan menuju Allah, perintahnya adalah “Berlarilah dengan cepat!”

“Maka BERLARILAH kembali taat kepada ALLAH.” (QS. Adz-Dzaariyat: 50)

(5). Tapi, urusan menjemput rezeki (Duniawi), perintahnya HANYALAH “Berjalanlah!”

“Dialah yang menjadikan bumi mudah bagimu, maka BERJALANLAH di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15)

Semestinya kita memahami, kapan kita perlu BERLARI, atau menambah kecepatan lari kita, atau bahkan CUKUP BERJALAN saja. Jangan-jangan, selama ini kita merasa lelah, karena malah berlari mengejar dunia yang seharusnya CUKUP DENGAN BERJALAN.

Ya Allah, bimbinglah kami! Wallaahu a’lam bish shawwab. [Muslim.or.id]

 

INILAH MOZAIK

Rasulullah Ancam Pria Tebar Pesona ke Istri Orang

PERTAMA, di antara ciri lelaki yang baik, dia bukan tipe orang yang suka tebar pesona, menggoda banyak wanita. Apalagi sampai mengganggu rumah tangga orang lain. Menarik perhatian istri orang lain, membuka peluang untuk menikah dengannya.

Bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberikan ancaman buruk bagi lelaki yang menarik perhatian istri orang lain, hingga merusak hubungan keluarga mereka. Dalam hadis, mereka disebut Khabbab, perbuatannya disebut takhbib.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Bukan bagian dariku seseorang yang melakukan takhbib terhadap seorang wanita, sehingga dia melawan suaminya.” (HR. Abu Daud 2175 dan dishahihkan al-Albani)

Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya maka dia bukan bagian dariku.” (HR. Ahmad 9157 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Ad-Dzahabi mendefinisikan takhbib dengan pernyataan, “Merusak hati wanita terhadap suaminya.” (al-Kabair, hal. 209).

Jika lelaki mantan pacar itu orang saleh, tentu dia tidak akan mengganggu keluarga orang lain. Lelaki semacam ini tidak bisa dipercaya. Bisa jadi, setelah dia menikah dengan anda, dia akan mencari mangsa yang lain, dengan mengganggu istri orang lain.

Kedua, gugat cerai yang dilakukan wanita tanpa sebab, itu dosa besar. Bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutnya sebagai wanita munafik.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Para wanita yang berusaha melepaskan dirinya dari suaminya, yang suka khulu (gugat cerai) dari suaminya, mereka itulah para wanita munafik.” (HR. Nasai 3461 dan dishahihkan al-Albani)

Al-Munawi menjelaskan hadis di atas, “Yaitu para wanita yang mengeluarkan biaya untuk berpisah dari suaminya tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.

Beliau juga menjelaskan makna munafik dalam hadis ini, “Munafik amali (munafik kecil). Maksudnya adalah sebagai larangan keras dan ancaman. Karena itu, sangat dibenci bagi wanita meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat. (At-Taisiir bi Syarh al-Jaami as-Shogiir, 1:607).

Dalam hadis lain, dari Tsauban radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud no 2226, At-Turmudzi 1187 dan dihahihkan al-Albani).

Hadis ini menunjukkan ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita yang meminta perceraian tanpa ada sebab yang diizinkan oleh syariat. Dalam Aunul Mabud, Syarh sunan Abu Daud dijelaskan makna tanpa kondisi mendesak, “Yaitu tanpa ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai” (Aunul Mabud, 6:220)

Ketiga, syukuri keberadaan suami saleh di tengah anda.

Betapa banyak wanita yang merasa keluarganya seperti neraka. Suaminya keras kepala, ibarat setan berkepala manusia. Kasar, keras, dan ucapannya serba menyakitkan. Anda yang diberi oleh Allah suami yang baik, bisa menjadi pemimpin keluarga yang baik, seharusnya sangat bersyukur, karena ini anugerah besar dari Allah untuk anda.

Di sini kita di dunia. Semua serba ada kekurangannya. Karena lelaki dunia bukan malaikat, dan wanita dunia juga bukan bidadari. Allahu alam. [Ustaz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK

Alhamdulillah, Bukan Sembarang Kalimat

SETIAP kata memiliki makna dan setiap kalimat memiliki kekuatan. Islam pun memperhatikan masalah ‘kalimat’ ini. Terbukti dengan banyaknya zikir yang dianjurkan dibaca setiap hari. Karena di balik kalimat-kalimat zikir itu ada rahasia dan kekuatan yang tidak kita ketahui.

Kali ini kita akan berhenti pada kalimat Alhamdulillah. Kalimat yang begitu ringan ini bukanlah sembarang kalimat. Alquran mengajarkan untuk mengucapkan kalimat ini di setiap kita mendapatkan kenikmatan. Tapi pernahkah kita satu detik saja terlepas dari nikmat Allah swt?

Fakta tentang Alhamdulillah

1. Kalimat Alhamdulillah adalah zikir wajib bagi umat Islam pada setiap harinya. Kita harus mengucapkannya di setiap salat karena kalimat ini termasuk dalam Surat Al-fatihah. Dan tidak sah salat kita tanpa membaca Al-Fatihah.

2. Kalimat Alhamdulillah adalah salah satu perintah Allah kepada para Nabi. Setiap mereka mendapat kenikmatan, tak pernah lupa untuk berucap Alhamdulillah.

Ketika Nabi Nuh selamat dari badai banjir, Allah memerintahkannya untuk mengucap Alhamdulillah.

– Dan apabila engkau dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas kapal, maka ucapkanlah, “Segala puji bagi Allah yang telah Menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim.” (QS.Al-Mukminun: 28)

Ketika Nabi Ibrahim diberi keturunan, ia juga tak lupa mengucapkan Alhamdulillah.

– “Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq, sungguh Tuhan-ku benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.” (QS.Ibrahim: 39)

Begitu pula dengan Nabi Daud dan Sulaiman ketika diberi ilmu oleh Allah swt,

– Dan sungguh, Kami telah memberikan ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya berkata, “Segala puji bagi Allah yang Melebihkan kami dari banyak hamba-hamba-Nya yang beriman.”(QS.An-Naml: 15)

Bahkan, Allah juga memberi perintah kepada kekasih-Nya, Nabi Muhammad saw untuk selalu mengucapkan Alhamdulillah. Dan Alquran menyebutkan perintah ini dalam beberapa kejadian, seperti:

Ketika menyampaikan Ke-Esaan Allah

– Dan katakanlah, “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia seagung-agungnya (QS,Al-Isra: 111)

Ketika memberi salam kepada “hamba yang terpilih” dan untuk menafikan kesyirikan.

 

INILAH MOZAIK

Membaca Alquran Sambil Tiduran Kenapa tidak?

ALLAH berfirman memuji orang yang rajin berzikir dalam setiap kesempatan, “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.” (QS. Ali Imran: 191).

Allah juga memerintahkan kita untuk berzikir dalam semua keadaan, “Apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (QS. an-Nisa: 103)

Perintahnya dalam ayat ini sangat jelas. Zikrullah mencakup Alquran dan mencakup semua bentuk zikir, baik tasbih, tahlil, tahmid, maupun takbir. Allah Taala memberi kelonggaran dalam masalah zikir. (Fatawa Ibnu Baz)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga pernah membaca Alquran sambil berbaring. Aisyah bercerita, “Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah berbaring di pangkuanku ketika aku sedang haid, lalu beliau membaca Alquran.” (HR. Bukhari 297 & Muslim 719)

An-Nawawi mengatakan, “Hadis ini menunjukkan bolehnya membaca Alquran sambil tiduran dan bersandar.” (Syarh Shahih Muslim, 3/211).

Allahu alam. [Ustaz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK

Mendengar Azan, Azizah Selalu Menangis

Saat azan berkumandang Claudia Azizah sedang duduk di dalam Masjid Universitas Is lam In ternasional di Malaysia. Air matanya mengalir membasahi pipi mengenang dirinya yang kini bisa bersujud kepada Allah lima waktu dalam sehari.

Rasa syukur tak pernah lepas dalam hatinya karena kebahagiaan menemukan keyakinan yang menenangkan hidup. Azizah pun mendoakan jamaah masjid agar selalu bisa melaksanakan shalat setiap azan berkumandang. “Kemudian, saya sujud kepada-Nya, pencipta saya, dia yang paling dekat dengan saya,” jelas dia.

Sepuluh tahun lalu, Allah telah menggerakkan hatinya untuk menerima Islam. Dia tidak tahu apa alasan Sang Pencipta me milihnya dan memberinya hidayah sehingga cahaya Islam masuk ke dalam hati. Padahal, dia berasal dari keluarga ateis di wi layah bekas Jerman Timur yang komunis. Sejak menjadi mualaf setiap hari dia berdoa agar tetap mengimani Islam.

Masa kecil

Sejak kecil Azizah memang tidak mengenal agama. Masyarakat di sekitar rumahnya tidak ada yang pernah menyebut kata Tuhan. Hidupnya terasa hampa, seperti anak yang kehilangan orang tua, berjalan seorang diri, gamang, dan penuh kegelisahan.

Ketika itu, Azizah dan keluarganya selalu merayakan natal, tetapi itu hanya tradisi. Rumahnya berhiaskan pohon natal, terang dengan nyala lilin dan lagu-lagu natal. Baginya, perayaan itu memang ber kesan karena penuh keramaian. Natal baginya adalah momentum untuk kumpul ke luar ga dan menghangatkan kebersamaan.

Kehidupan ateisnya berasal dari kedua orang tuanya yang didoktrin pada rezim komunis sosialis bekas Republik Demokratik Jerman. Bah kan, mereka dikirim ke Rusia untuk mempelajari bahasa dan komunisme selama lima tahun.

Kemudian, keduanya kembali ke Jerman dan bekerja di sebuah uni versitas. Mereka yakin tidak ada Tuhan di dunia ini karena agama adalah buat an manusia dan candu masyarakat, seperti yang ditulis Karl Marx.

Neneknya dari ibu adalah satu- satunya anggota keluarga yang masih memiliki keyakinan kepada Tuhan. Namun, dia tidak pernah mengungkapkannya secara terbuka. Azizah mengetahui itu karena neneknya sering mengatakan selalu berdoa untuk kebaikan anak cucunya.

Menurut Azizah, si nenek memiliki indra keenam yang sering dipercayai orang tua dahulu. Ketika tinggal bersa manya, Azizah selalu merasa nyaman dan bertemu dengannya meski dia bukan orang yang banyak bicara.

Mencari spiritualitas

Minimnya pendidikan agama di keluarga membuat hatinya merasa gelisah. Semakin bertambah usia, kegelisahan yang dimiliki makin berat dan berdampak pada kehidupan. “Saya men ca ri, terus mencari, menjerit, menangis ka rena kegelisahan yang terus dirasakan. Sa ya memberontak dan berperilaku buruk,” jelas dia.

Azizah kerap menghabiskan waktu dengan mengurung diri dalam kesendirian, berjalan tanpa alas kaki di bawah hujan es, berharap api dalam hatinya padam sambil menengadah ke langit. Selama masa terakhir mengenyam pendidikan di sekolah menengah, Azizah mulai bepergian dan menghabiskan satu tahun di AS kemudian melakukan perjalanan berkeliling negara tersebut. Dia menjadi pelancong backpackerke Asia Tenggara karena kegelisahan dan pencarian yang tak berujung.

Suatu malam dia berhenti sesaat dari perjalanannya di Laos. Kemudian, berbaring di atas tikar jerami dan mendongak ke langit yang gelap. Dia tidak pernah melihat begitu banyak bintang seperti saat itu. Ada banyak kelap-kelip di tengah kegelapan malam. Ada pula di antara banyak bintang yang bersinar terang, menunjukkan eksistensinya sebagai pembeda dari yang lain.

Ketika itu, Azizah merasakan bumi bergerak. “Aku sangat yakin, aku merasa jauh di dalam hatiku ada yang Mahatinggi, ada pencipta alam semesta. Saya merasa diawasi Sang Pencipta. Di tengah hutan Laos saya merasakan keberadaan Tuhan,”jelas dia.

Setelah menginap di hutan Laos, Azizah melanjutkan perjalanan ke Sungai Mekong, Laos Selatan. Dia kemudian duduk beristirahat di sebuah pondok bambu kecil dan melihat sungai yang begitu menakjubkan.

Baginya, ini sebuah garis kehidupan Asia Tenggara, induk sungai. Lebarnya lebih dari 20 kilometer dan memiliki kisah seluruh negeri. Azizah takjub dengan ciptaan Tuhan yang satu ini. Aliran deras sungai mengalir ke dalam hatinya kemudian mengguyur kegelisahan hatinya. Saat yang sama, dia merasakan ada pesan sang Pencipta yang disampaikan melalui hati. Dia makin yakin adanya keberadaan Tuhan.

Mencari Tuhan

Setelah kedua pengalamannya dalam perjalanan spiritual merasakan ciptaan Tuhan, Azizah mulai bersemangat untuk mencari Tuhan. Dia melanjutkan pengem- baraan spiritualnya ke Pagoda melalui ajaran Buddha di Thailand dan Kamboja.

Kemudian, dia menetap sementara untuk mempelajari ajaran Buddha di sebuah biara. Tak lama, Azizah kembali melakukan per- jalanan hingga ke Bali, dia mempelajari Hindu di pura Bali.

Azizah berusaha untuk mendekatkan diri pada Tuhan dengan meditasi di Yogyakarta. Lalu, dia bertemu dengan sekte Kristen yang berbeda-beda.

Namun, kegelisahan di hatinya makin panas dan tak menentu. Pada saat yang sama dia merasa lelah dan bosan bepergian. Dia merasa hidupnya tidak berarti dan tidak ada alasan untuk bekerja. “Entahlah, mengapa saya harus berjuang untuk apa pun. Saya merasa telah mencoba, menyelesaikan, dan melihat se- muanya, tetapi tidak ada yang memuaskan hati,” jelas dia.

Tahun 2008, dia mulai membaca terjemahan Alquran berbahasa Jerman. Ketika mem- baca Alquran, dia hanya memilih bagian ten tang isu-isu perempuan. Dari situ dia mulai mema hami pentingnya menutup aurat, menjadi ibu anak-anak yang sangat dimuliakan Allah.

Azizah makin mendalami ajaran Islam, yang dirasanya sangat memuliakan wanita. Ajaran seperti itu menurut dia, belum tentu ada dalam tradisi lain. Kemudian, suatu hari Allah sang Maha membolak-balikkan hati seketika memadamkan kegelisahan hatinya. Azizah duduk di atas sajadah dan menemukan keimanannya. Ketika itu, dia tidak tahu banyak tentang Islam, tidak tahu bagaimana cara shalat dan membaca Alquran.

Februari 2008, dia bersyahadat. Dua bulan setelah memeluk Islam dia kembali ke Indonesia. Ini karena masalah keuangan, mata uang Jerman di pasar valuta asing memburuk. Berbeda dengan Rupiah. “Saya mulai meminta bantuan dan pertolongan Allah SWT untuk me-nunjukkan cara untuk menyimpan tabungan dengan hemat,” jelas dia.

Allah telah menghilangkan kegelisahannya yang mengganggunya selama ini. Azizah akhir nya menemukan kehidupan baru. Kini Az- izah telah menikah dan memiliki dua anak. Dia bekerja sebagai penulis dan Asisten Profesor di Universitas Islam Internasional Malaysia.

Dia pindah ke Malaysia bersama keluarganya setelah menyelesaikan program dok- tornya di Jerman tentang Islam dan pendidikan Islam di Indonesia. Dia memper- oleh gelar sarjana dari Universitas Humboldt Berlin, Jerman dengan studi Asia dan Afrika dengan fokus Asia Tenggara.

Selain mengajar, dia secara teratur me nu lis untuk surat kabar Islam Jerman. Dia juga san- gat konsen terhadap spiritualitas dan seni Islam. Dia juga menerbitkan sebuah buku usaha mikro perempuan. Memang dia pernah tinggal dan bekerja di Yogyakarta. Nama asli nya adalah Claudia Seise kemudian setelah mua laf namanya menjadi Claudia Azizah.

Oleh Ratna Ajeng Tejomukti

 

REPUBLIKA

Awas! Selfie tidak Lepas dari Perasaan Ujub

RASULULLAH Shallallahu alaihi wa sallam melarang keras seseorang ujub (takabur/sombong) terhadap dirinya. Bahkan Rasulullah menyebutnya sebagai dosa besar yang membinasakan pelakunya.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Tiga dosa pembinasa: sifat pelit yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujub seseorang terhadap dirinya. (HR. Thabrani dalam al-Ausath 5452 dan dishaihkan al-Albani)

Di saat yang sama, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memotivasi kita untuk menjadi hamba yang berusaha merahasiakan diri kebalikan dari menonjolkan diri. Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, yang berkecukupan, dan yang tidak menonjolkan diri. (HR. Muslim 7621).

Selfie, jeprat-jepret diri sendiri, sangat tidak sejalan dengan prinsip di atas. Terlebih umumnya orang yang melakukan selfie, tidak lepas dari perasaan ujub. Meskipun tidak semua orang yang selfie itu ujub, namun terkadang perasaan lebih sulit dikendalikan.

Karena itu, sebagai mukmin yang menyadari bahaya ujub, tidak selayaknya semacam ini dilakukan. Allahu alam

 

INILAH MOZAIK

Kairo, dari Dinasti Fatimiyyah Hingga Sultan Salahuddin

Pembangunan Kota Kairo tak lepas dari tradisi kaum Muslimin yang membangun kota baru sesudah penaklukan sebuah wilayah.

Letak ibu kota itu disesuaikan dengan kepentingan khilafah atau dinasti dan kesultanan.

Keberadaan Kairo atau yang disebut dengan al- Qahirah bermula ketika Khalifah al-Mu’iz li Dinillah (953-975) dari Dinasti Fatimiyah berniat melakukan ekspansi ke Mesir.

Dia mengutus panglima perangnya, Jauhar as-Siqili untuk melaksanakan eks pedisi ke Mesir. Jauhar kemudian berhasil menaklukkan Mesir. Dia lantas membangun sebuah kota baru yang diberi nama al Qahirah pada 969 atau disebut sekarang sebagai Kairo.

Dilansir dari buku Ensiklopedia Pera daban Islam, Kairo dibangun di atas wilayah yang tidak terlalu luas. Letaknya hanya sedikit di tepian Sungai Nil yang subur dan dikelilingi gurun.

Kota ini kini menjadi tempat tinggal dan rumah bagi lebih dari juta jiwa. Jumlah penduduknya diperkirakan akan terus bertambah.

Pada 973, Khalifah al-Mu’iz li Dinillah berhijrah ke Mesir. Dia menjadikan Kairo sebagai pusat pemerintahan.

Ia kemudian membangun Masjid Besar al-Azhar dari asal kata az-Zahra, nama panggilan Sayyidah az-Zahra. Di bawah Dinasti Fatimiyyah, Kairo mencapai kejayaan sebagai pusat pemerintahan.

Dinasti ini menorehkan kegemilangan selama hing ga 200 tahun. Wilayahnya mencakup Afrika Utara, Sisilia, Pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, hingga Hijaz.

Pada masa itu, Kairo tumbuh menjadi pusat perdagangan di kawasan Laut Tengah dan Samudra Hindia.Khalifah al-Mu’iz dan para penggan- tinya seperti al-Aziz Billah (975-996) dan al-Hakim bi Amrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu pengetahuan.

Peradab an Kairo pun berkembang pesat karena keinginan yang kuat dari penguasa nya.

Kairo bahkan menyaingi Baghdad, ibu kota Dinasti Abbasiyah. Pada masa pemerintahannya, Khalifah al Hakim mendirikan Baitul Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di Baghdad.

Pada akhir masa kejayaan Fatimiyah, Kairo hampir jatuh ke tangah pasukan Kristen dalam Perang Salib.Beruntung, Salahuddin al-Ayyubi, seorang panglima perang dari Kurdi berhasil menghalaunya.

Sejak saat itu, Salahuddin mendeklarasikan kekuasaannya di bawah bendera Dinasti Ayyubiyah. Ketika Salahuddin al Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fatimiyah, sang sultan mengambangun Dinasti Ayyubiyah yang berdiri di samping Dinasti Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.

Sultan Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun Dinasti Fatimiyyah.

Dia malah melanjutkan pembangunan Kairo dengan antusiasme yang sama.

Hanya, Salahuddin mengubah paham keagamaan negara dari syiah menjadi sunni.

Sekolah, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa dan banyak fasilitas sosial lain dibangun Salahuddin.

 

REPUBLIKA

MUI-Kemkes Rumuskan Istitha’ah Kesehatan Haji

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan merumuskan deskripsi, kriteria, dan syarat yang berkaitan dengan istitha’ah kesehatan atau kemampuan fisik dalam berhaji. Dengan ini nantinya dirapkan layanan kepada jamaah haji akan bisa lebih baik.

“Istitha’ah kesehatan akan memberikan nilai positif bagi penyelenggaraan kesehatan haji di Indonesia. Untuk itu perlu dukungan fikih dari para ulama, khususnya dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemkes Eka Jusup Singka dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (28/4).

Menurut Eka, kesehatan haji akan optimal apabila mendapat berbagai dukungan yang mempengaruhi terciptanya istitha’ah kesehatan haji bagi jamaah haji. Salah satu di antaranya adalah komitmen politik dalam mendukung kesehatan haji, terutama dari Kementerian Agama sebagai koordinator penyelenggara haji.

“Alhamdulillah tahun ini Kementerian Agama telah mengeluarkan edaran tentang pentingnya istitha’ah kesehatan  bagi jamaah haji,” kata Eka.

Menurut dia, hal tersebut sebagai bukti bahwa Kementerian Agama memiliki komitmen yg baik terhadap kesehatan.Penyelanggaraan haji juga memerlukan dukungan pengetahuan, sikap, dan perilaku dari jamaah haji yang sesuai dengan kaidah kesehatan.

Jamaah secara sadar harus selalu menggunakan alat pelindung diri untuk menjaga kesehatan, serta berperilaku hidup bersih dan sehat selama di Tanah Air guna mempersiapkan kesehatan diri sebelum keberangkatan ke tanah suci.

Selain itu, Kepala Pusat Kesehatan Haji juga menyebutkan adanya integrasi antara sistem kesehatan haji dengan sistem pelayanan umum. Integrasi ini akan memudahkan dan saling menguatkan optimalisasi pelayanan jamaah haji.

“Guna memastikan istitha’ah kesehatan jamaah haji, perlu melakukan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan jamaah haji,” tegasnya.

 

HRAM