Awas! Kebiasaan Swafoto yang Dapat Dibenci Allah

DALAM alquran Allah menceritakan kondisi Qarun bersama masyarakatnya. Qarun sangat bangga dengan harta yang dia miliki. Hingga masyarakatnya yang taat menasehati Qarun,

“Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa [1138], maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (QS. al-Qashas: 76)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah membenci orang yang bangga dengan kekayaan dunianya. Dalam tafsir as-Sadi dinyatakan, “Artinya, janganlah kamu merasa sombong dengan duniamu yang banyak, bangga dengannya, sementara itu melalaikanmu dari akhirat. Karena Allah tidak menyukai orang yang bangga dengan dunia.” (Tafsir as-Sadi, hlm. 623).

 

 

Dan kita memahami, diantara bentuk kebanggaan terhadap dunia adalah berfoto atau selfie dengan kekayaan dunia, seperti orang yang berfoto dengan mobil barunya. Atau menunnjukkan jabatannya, seperti mereka yang berpose dengan semua atribut jabatan kebanggaannya. Bukan untuk data, bukan untuk kebutuhan, tapi untuk ditunjukkan di lingkungannya untuk menunjukkan status sosialnya. Bisa jadi termasuk pamer makanan istimewa ke orang lain.

Kita hindari semacam ini. Kita hindari setiap karakter yang dibenci Allah. Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

sumber:MOZAIK

2017, Koperasi Syariah 212 Targetkan Bangun 200 Kita Mart

Wakil Ketua Koperasi Syariah 212, Valentino Dinsi mengatakan, dengan semangat aksi 212 pihaknya menargetkan akan membangun 200 Kita Mart di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2017. Menurutnya, selain bisa dibangun secara individu Kita Mart juga bisa dibangun dengan basis komunitas.

“Tahun ini insyaallah targetnya 200 retail, tapi yang minta sebenarnya sudah seribuan lebih, dari seluruh indonesia baik komunitas maupun individu,” ujar Ustaz Valentino kepada Republika.co.id, Rabu (29/3).

Seperti diketahui, hari ini Koperasi Syariah 212 telah meluncurkan Kita Mart untuk pertama kalinya di daerah Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat. Kita Mart tersebut dibangun oleh salah seorang anggota koperasi bernama Dedi.

Menurut Ustaz Valentino, Dedi dapat membangun Kita Mart secara mandiri lantaran kebetulan merupakan seorang pengusaha properti.  Namun, diharapkan Kita Mart bisa dibangun secara berjamaah. “Jadi sifatnya bisa indvidual atau komunitas, tapi idealnya adalah komunitas, Pak Dedi ini juga mengurus masjid-masjid, jadi basisnya itu memang jamaah masjid,” ucapnya.

Ia menuturkan, keuntungan dari Kita Mart tersebut nantinya akan diambil oleh pemilik sendiri. Sementara, Koperasi Syariah 212  hanya akan mengambil ujrah atau upah dari pusat distribusi barang yang menyalurkan barang ke Kita Mart tersebut.

“Ya dari distrubusi itu menjadi ujrahnya koperasi 212. Dan nanti kalau menjadi milik koperasi 212, jadi milik umat juga jadinya. Jadi kami tidak membebankan kepada retail untuk ditarik ujrahnya, tapi dari distribusi center,” kata Ketua Majelis Ta’lim Wirausaha (WTH) tersebut.

Ia menambahkan, saat ini sudah ada sekitar 18 ribu umat Islam yang mendaftar sebagai anggota koperasi Syariah 212. Ia pun meminta dukungannya kepada  seluruh umat Islam agar Koperasi 212 bisa menjadi lokomotif kebangkitan ekonomi umat. “Kami juga berharap dukungan dari masyarakat untuk belanja di warung Muslim, khususnya Kita Mart,” jelasnya.

 

sumber:Republika Online

Ini Barang yang tak Dijual di Retail Koperasi 212

Koperasi Syariah 212 telah meresmikan minimarket perdananya yang bernama ‘Kita Mart’ di Cluster Puri Jakamulya, Jalan H Madrais RT 05/03, Cikunir Raya, Jakamulya, Bekasi Selatan, Rabu (29/3) kemarin. Namun, ada barang-barang tertentu yang tak dijual di toko retail spirit aksi 212 tersebut.

Ketua Umum Koperasi Syariah 212 Muhammad Syafii Antonio mengatakan, pihaknya telah berkomitmen untuk tidak menjual barang-barang haram dan barang yang dianggapnya subhat di Kita Mart. Barang-barang itu di antaranya, minuman keras dan rokok.

“Kita ingin komit rokok tidak boleh ada, alat kontrasepsi tak boleh ada, dan minuman keras juga tidak boleh ada,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (29/3) malam.

Syafii Antonio mengatakan, Kita Mart juga tak ingin seperti mini market lainnya yang selama ini menjual alat kontrasepsi yang kadang-kadang tidak pada tempatnya. “Pastinya, di mini market ini tidak bokeh ada barang-barang yang diharamkan atau yang subhat lah,” ucapnya.

Dia menjelaskan, bahwa saat ini, banyak tantangan besar umat Islam dalam bidang usaha. Salah satunya, kata dia, yaitu masih banyaknya barang-barang import yang masuk ke Indonesia.

Karena itu, dia berharap, dengan adanya ritail berbasis komunitas atau jamaah tersebut, dapat mengurani barang impor dan bepindah menjadi produk nasional. “Jadi, sangat indah jika di Indonesia itu produk asing sangat sedikit. Sedangkan produk-produk dalam negeri sendiri bisa ada di Jepang, Cina, Inggris, Amerika, Australia, dan sebagainya,” ujar dia.

Dengan demikian, kata Syafii Antonio, sudah saatnya umat Islam berhijrah dari bisnis waralaba yang dibangun personal ke waralaba berbasis jamaah. Begitu juga dengan sistemnya, yang biasanya Francise dapat diubat dengan sistem kemitraan.

“Berikutnya, bagaimana kita yang gandrung dengan buah impor ini beralih menjadi menyukai buah lokal. Selain itu, bagaimana dengan sistem pembiayaan yang ribawi berhijrah ke pembiayaan yang bagi hasil,” ucapnya.

 

sumber:Republika ONline

Ragu Berpuasa Rajab? Ini Pendapat Ulama Empat Mazhab

Rajab, mengutip Maqayis al-Lughah karya Ibnu Faris, berarti pengagungan. Konon, masyarakat pra-Islam menghormati Rajab. Rajab adalah bulan yang mulia dan memiliki kedudukan agung.

Rajab termasuk salah satu dari empat bulan yang disucikan dan dilarang pertumpahan darah, yakni Dzulqaidah, Dzulhijah, Muharam, dan Rajab (Larangan itu berlaku di semua bulan, hanya penekanan larangan itu lebih pada keempat bulan itu).

Penyebutan empat bulan haram tersebut merujuk hadis dari Abu Bakrah yang dinukilkan oleh Imam Ahmad.

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (QS at-Taubah [9]: 36).

Di antara bentuk penghormatan terhadap kemuliaan bulan ini, Rasulullah SAW beberapa kali pernah melakukan puasa. Lantas, apa sebetulnya hukum berpuasa Rajab? Berikut ini pendapat empat imam mazhab terkait puasa Rajab yang disarikan dari beragam sumber.

 

Mazhab Hanafi:

Menurut mazhab ini, puasa Rajab dikategorikan sebagai salah satu puasa sunah yang sangat dianjurkah (marghubat). Ini seperti dinukilkan dari kitab al-Fatawa al-Hindiyah. Dalam kitab ini dijelaskan bahwa ada beberapa puasa sunah antara lain Muharam, Rajab, Sya’ban, dan ‘Asyura.

 

Mazhab Maliki:

Mengutip kitab Syarah al-Kharasyi ‘ala Khalil yang bercorak Maliki bahwa puasa di empat bulan haram termasuk amalan yang sunat yang dianjurkan.

Dalam Muqaddimah Ibn Abi Zaid Ma’a as-Syar li Fawakih ad-Dawani disebutkan, mengerjakan puasa sunat sangat dianjurkan, termasuk puasa ‘Asyura, Rajab, Sya’ban, Arafah, dan Tarwiyah. Bahkan puasa Arafah bagi orang yang tidak berhasi, lebih utama.

 

Mazhab Syafi’i:

Para imam Mazhab Syafi’i juga berpendapat berpuasa Rajab termasuk salah satu amalan sunat yang dianjurkan.

Dalam kitab Mughni al-Muhtaj diterangkan bahwa bulan terbaik untuk berpuasa setelah Ramadhan adalah empat bulan haram.

Dan yang paling utama adalah Muharram, merujuk hadis yang kuat : “Puasa yang lebih utama setelah Ramadhan adalah Muharram kemudian Rajab”.

Ini terlepas dari adanya perbedaan tentang keutamaan Rajab atas keempat bulan Haram, menyusul kemudian adalah puasa Sya’ban.

 

Mazhab Hanbali:

Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Quddamah, dijelaskan secara prinsip berpuasa pada Rajab hukumnya boleh selama tidak dilakukan sebulan penuh dan berturut-turut.

Jika hanya berpuasa Rajab saja sebulan penuh, tanpa berpuasa di bulan lainnya hukumnya makruh. Ini adalah pendapat secara umum Mazhab Hanbali terkait berpuasa Rajab.

“Jika seseorang hendak berpuasa Rajab, berpuasa dan berbukalah sehari atau beberapa hari, agar tidak berpuasa sebulan penuh.” Bahkan, dalam kitab al-Inshaf, al-Mirdawi menjelaskan, salah satu opsi pendapat dalam Mazhab Hanbali, bahwa berpuasa Rajab termasuk sunat yang dianjurkan, selain puasa Sya’ban.

 

sumber:Republika Online

Dosa dan Akibat Memutuskan Silaturahim, Semua Amalan Sia-sia

Memutuskan silaturahim merupakan hal yang sangat tercela dalam Islam. Dampaknya sangat buruk. “Dosa dan akibat memutuskan silaturahim sangat merusak amalan kita,” kata Pimpinan Majelis Az-Zikra Ustadz Muhammad Arifin Ilham kepada Republika.co.id, Kamis (30/3/2017).

Pertama, kata Arifin, segala amalnya tidak berguna dan tidak berpahala. “Walaupun kita telah beribadah dengan penuh keikhlasan, siang dan malam, tetapi bila kita masih memutus tali silaturahim  dan menyakiti hati orang-orang Islam yang lain, maka amalannya tidak ada artinya di sisi Allah SWT,” ujar Arifin.

Kedua, kata Arifin, amalan salatnya tidak berpahala. Arifin mengutip hadis Rasulullah SAW,  “Terdapat lima  macam orang yang salatnya tidak berpahala, yaitu: istri yang dimurkai suami karena menjengkelkannya, budak yang melarikan diri, orang yang mendendam saudaranya melebihi tiga  hari, peminum khamar dan imam salat yang tidak disenangi makmumnya.”

Ketiga, rumahnya tidak dimasuki malaikat rahmat. “Sesungguhnya malaikat tidak turun kepada kaum yang didalamnya ada orang yang memutuskan silaturahim,” tutur Arifin mengutip salah satu sabda Rasulullah SAW.

Keempat, kata Arifin, orang yang memutuskan tali silaturahim  diharamkan masuk surga. Arifin mengutip salah satu sabda Rasulullah SAW, “Terdapat tiga  orang yang tidak akan masuk surga, yaitu: orang yang suka minum khamar, orang yang memutuskan tali silaturahim  dan orang yang membenarkan perbuatan sihir.”

“Ayo segera kita jalin silaturahim  pada keluarga dan sahabat,  agar Allah selamatkan kita dunia akhirat,” ujar Ustadz Arifin Ilham.

 

 

sumber: Republika Online

Orang Meninggal Senang Saat Diziarahi Keluarganya

RASULULLAH SAW dikutip dari Ash-Shahihain memerintahkan untuk mengumpulkan korban perang Badar dari kalangan kafir Quraisy. Rasulullah pun mengumpulkan dan melemparkannya ke dalam sebuah lubang bekas sumur. Muhammad kemudian berdiri sambil mendekat. Dia memanggil nama mereka satu per satu.

“Hai Fulan bin Fulan, hai Fulan bin Fulan, apakah kalian mendapatkan apa yang dijanjikan Rabb kalian adalah benar? Sesungguhnya aku mendapatkan apa yang dijanjikan Rabb kalian kepadaku adalah benar”.

Ketika itu, Umar bin Khattab menghampiri Rasulullah seraya bertanya. “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin engkau berbicara dengan orang-orang yang sudah menjadi bangkai?” Dia menjawab, “Demi yang mengutusku dengan kebenaran, mereka lebih mampu mendengar apa yang kukatakan daripada kalian, hanya saja mereka tidak mampu menjawabnya.”

Rasulullah mensyariatkan kepada umatnya untuk mengucapkan salam kepada ahli kubur. Layaknya salam yang akan diucapkan mereka kepada lawan bicara. Begini kalimatnya, “Salam sejahtera atas kalian, tempat tinggal orang Mukmin. “Ucapan semacam ini layak disampaikan kepada orang yang dapat mendengar dan memikirkannya. Jika tidak, maka ucapan semacam ini hanya ditujukan kepada orang yang tidak ada di tempat atau benda mati.

Orang-orang salaf telah menyepakati hal ini. Banyak juga atsar yang diriwayatkan dari mereka bahwa orang yang sudah meninggal dunia dapat mengetahui ziarah orang yang hidup atas kuburnya. Dia pun merasa gembira karena sudah ada yang menziarahi.

Diriwayatkan dari Siti Aisyah RA, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang menziarahi kubur saudaranya lalu duduk di sisinya melainkan ia senang atas kedatangannya hingga dia bangkit.

Riwayat shahih lainnya datang dari Amr bin Dinar. Tidak ada orang yang meninggal dunia melainkan dia mengetahui apa yang terjadi di tengah keluarganya setelah itu. Saat mereka memandikan dan mengafaninya, dia (jenazah) dapat melihat mereka.

 
Sumber : Roh/Ibnu Qayyim Aljauziyah

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2368661/orang-meninggal-senang-saat-diziarahi-keluarganya#sthash.eL9mpAtt.dpuf

Kisah Ibnu Umar, Menginfakkan Apa yang Ia Kagumi

DARI Nafi pelayan Ibnu Umar berkata, “Apabila Ibnu Umar sangat mengagumi sesuatu dari hartanya, niscaya ia akan mempersembahkannya kepada Allah Taala.” Nafi berkata, “Dan hamba sahayanya mengetahui akan hal itu lalu ada salah seorang dari budak-budaknya bersemangat untuk beribadah di masjid, dan ketika Ibnu Umar melihat keadaan dirinya yang bagus tersebut, maka dia memerdekakan hamba tersebut, namun para sahabatnya berkata kepadanya, Wahai Abu Abdurrahman, demi Allah, tidaklah mereka itu kecuali hanya membohongimu. Ibnu Umar menjawab, Barang siapa yang berdusta terhadap kami karena Allah niscaya kami tertipu karenaNya.” ( Diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam al-Hilyah, 1/294)

Ayyub bin Wail berkata, “Ibnu Umar diberikan sepuluh ribu riyal lalu ia membagi-bagikan harta tersebut, lalu keesokan harinya ia meminta makanan untuk binatang yang dikendarainya dengan harga satu dirham utang,” (Shifat ash-Shafwah). Dan dari Nafi ia berkata, “Apabila Ibnu Umar membagi-bagikan tiga puluh ribu dalam suatu majelis, kemudian tiba bulan baru, pastilah ia tidak makan sepotong daging pun.” (Hayat ash-Shahabah)

Abu Nuaim meriwayatkan dari Muhammad bin Qais, ia berkata, “Tidaklah Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma makan kecuali bersama orang-orang miskin, hingga hal tersebut mempengaruhi kesehatan tubuhnya.” Dan dari Abu Bakar bin Hafsh, “Bahwasanya tidaklah Abdullah bin Umar makan dengan suatu makanan kecuali bersama seorang anak yatim.”

 

 

Dari Said bin Hilal berkata, “Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma sangat menginginkan makan ikan, namun orang-orang tidak menemukan ikan tersebut kecuali satu ekor saja, lalu istrinya menghidangkannya untuk dirinya, namun setelah masakan ikan itu diletakkan di hadapannya, datanglah seorang miskin di depan pintu, lalu Ibnu Umar berkata, Berikanlah ikan tersebut kepadanya, istrinya pun berkata, Subhanallah, kita dapat memberinya satu dirham, sedangkan engkau, makan saja ikan tersebut. Dia berkata, Tidak, karena Abdullah bin Umar (maksudnya adalah dirinya) menyukai ikan tersebut, dan tatkala Ibnu Umar telah menyukai sesuatu niscaya dia tinggalkan hal itu untuk Allah sebagai suatu sedekah.”

[Dinukil dari, “Keajaiban Sedekah dan Istighfar”, karya Hasan bin Ahmad bin Hasan Hammam, edisi terjemah cetakan Pustaka Darul Haq (alsofwah)]

 

MOZAIK

Di Masa Lalu, Yaman Negeri Arabia yang Sejahtera

Situasi di Yaman belakangan ini kian memanas lantaran krisis politik yang melanda negeri itu sejak 2011. Negara republik yang terletak di selatan Jazirah Arab itu kini terlibat perang saudara, menyusul kudeta politik yang dilakukan kelompok pemberontak Houthi yang beraliran Syiah terhadap pemerintahan yang sah dalam beberapa bulan terakhir.

Perebutan kekuasaan yang disertai pertumpahan darah tersebut layak membuat kita prihatin, mengingat Yaman sendiri memiliki sejumlah catatan penting dalam sejarah peradaban, termasuk Islam. Beberapa kalangan akademisi menganggap sejarah Yaman kuno termasuk topik yang sangat menarik untuk dipelajari.

Bukan saja karena negeri itu pernah menjadi salah satu pusat peradaban tertua di Timur Dekat, melainkan juga karena kemakmuran yang dinikmati oleh masyarakatnya terbilang membanggakan untuk pada masa itu.

Yaman pada masa lalu juga dikenal sebagai negeri paling subur di Semenanjung Arabia, dengan curah hujan yang cukup setiap tahunnya. Karena suburnya tanah Yaman, ahli geografi Yunani yang hidup pada abad kedua, Ptolemy, bahkan menyebut negeri itu sebagai Eudaimon Arabia (yang dalam terjemahan versi latin disebut Arabia Felix) yang berarti ‘Arabia yang Sejahtera’.

Berdasarkan catatan sejarah, Yaman sudah lama menjadi perlintasan budaya di Semenanjung Arabia. Lokasinya yang strategis membuat negeri itu dikenal sebagai jalur perdagangan penting di kawasan Teluk. Jauh berabad-abad sebelum kedatangan Islam, Yaman diketahui telah dihuni oleh peradaban manusia.

 

sumber:Republika

Awal Masuknya Islam ke Yaman

Awal masuknya Islam ke Yaman bermula pada 630 M. Kala itu, Nabi Muhammad SAW mengutus saudara sepupu yang juga menantunya, Ali bin Abi Thalib RA, ke Sana’a dan sekitarnya untuk menyampaikan syiar Islam. Pada waktu itu, Yaman merupakan wilayah yang paling maju di Semenanjung Arabia. Bani Hamdan tercatat sebagai kabilah yang pertama menerima Islam.

Di samping itu, Rasulullah SAW juga pernah mengutus Mu’adz bin Jabal RA ke al-Janad—yang hari ini dikenal sebagai daerah Taiz—untuk menyampaikan surat dakwah kepada para pemimpin suku di sana. Selama periode risalah Nabi SAW, negeri Yaman tidak mempunyai kekuasaan yang terpusat, tetapi diperintah oleh sejumlah suku yang memegang kendali otonomi di daerah mereka masing-masing.

Beberapa suku terkemuka di Yaman, termasuk Bani Himyar, mengirim delegasi ke Madinah antara 630-631 M untuk menyatakan kesediaan mereka menerima Islam. Kendati demikian, sejumlah orang Yaman sudah ada yang lebih dulu menjadi Muslim sebelum kedatangan delegasi tersebut. Beberapa di antaranya Ammar bin Yasir RA, al-Ala’a al-Hadrami RA, Miqdad bin Aswad RA, Abu Musa al-Asy’ari RA, dan Syurahbil bin Hasanah RA.

Para delegasi Yaman itu lantas meminta Rasulullah SAW supaya mengirimkan sejumlah guru untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat Arabia Selatan. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Nabi menugaskan sekelompok sahabat yang berkompeten dan menunjuk Mu’adz bin Jabal sebagai amir (pemimpin) mereka.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, sebelum Mu’adz berangkat ke Yaman, Rasulullah bersabda “Wahai Mu’adz, mungkin engkau tidak akan menjumpaiku lagi setelah ini. Mungkin ketika engkau kembali (ke Madinah), engkau hanya akan mendapati masjid dan makamku.”

Mendengar penuturan Nabi tersebut, Muadz pun menangis. Para sahabat yang ikut diutus ke Yaman bersamanya juga menangis. “Perasaan sedih mengharu biru di hati Mu’adz saat harus berpisah dari kekasihnya, Nabi Muhammad SAW,” tulis Abdul Wahid Hamid dalam bukunya, Companions of The Prophet, Volume 1.

Firasat Nabi ternyata benar. Rasulullah SAW wafat sebelum Mu’adz kembali dari Yaman. Untuk kesekian kalinya, Mu’adz kembali menangis ketika sampai di Madinah dan mendapati bahwa Nabi sudah meninggalkan dunia yang fana ini.

 

sumber:Republika ONline

Makna Mencium Hajar Aswad, Membersihkan Hati Tanpa Menyakiti

Semua yang datang ke Masjidil Haram punya keinginan mencium hajar aswad. Sebuah ritual yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW dan diyakini sebagai salah satu tempat mustajab untuk berdoa. Namun, apa sebenarnya makna dari mencium hajar aswad?

Sejauh pantauan detikcom sejak 9 Agustus 2016, hajar aswad selalu menjadi tempat paling padat di sudut kakbah. Setiap hari, setiap jam, bahkan setiap menit, tak pernah sepi dari jemaah. Sebelum dan selesai tawaf, mereka berdesak-desakan, bahkan tak jarang sampai dorong-dorongan demi mencium batu yang diyakini dari surga tersebut.

Ada yang menggunakan strategi khusus agar bisa mencium hajar aswad. Beberapa jemaah menyusuri sisi kakbah dari rukun Yamani, lalu sedikit demi sedikit meringsek masuk ke depan hajar aswad. Sebagian jemaah lainnya datang dari arah depan, berbaris, berdesakan, sampai ke mulut hajar aswad. Kondisi ini semakin tak beraturan karena ada jemaah juga yang sedang melakukan tawaf. Jemaah yang mengantre hajar aswad menghentikan arus jemaah yang tawaf.

Sebagai objek paling dicari saat di Masjidil Haram, tak heran banyak jemaah yang rela bersikut-sikutan, bahkan sampai menyakiti orang lain untuk mencapai tujuannya. Di beberapa kasus, ada juga yang memanfaatkan keinginan jemaah dengan menjadi ‘calo’ hajar aswad. Mereka menawarkan kekuatan untuk memberi jalan pada siapa pun yang berani membayar mahal untuk mencapai hajar aswad. Namun aksi para calo ini tentu saja terlarang kerap jadi incaran para petugas keamanan.

Untuk lebih memahami makna hajar aswad, detikcom mewawancarai Koordinator Konsultan Pembimbing Ibadah Daker Makkah Profesor Aswadi. Guru besar UIN Sunan Ampel itu bercerita, soal makna terdalam dari mencium hajar aswad.

Dijelaskan oleh Aswadi, hajar aswad dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga menjadi ibadah sunah. Namun ibadah tersebut bisa menjadi negatif bila dilakukan dengan cara-cara tidak benar, seperti menganiaya orang lain, apalagi sampai menyakiti orang lain. Aswadi menyarankan, tidak perlu memaksakan diri untuk mencium hajar aswad, toh sudah diberi ketentuan cukup dengan takbir dan terus berjalan.

“Dulu Makkah atau kakbah itu dikenal juga dengan nama bakkah. Artinya menangis atau curhat atas beban hidup yang berat. Sehingga setelah dari situ, menjadi tenang. Itu awal fungsinya,” kata Aswadi.

Rasulullah SAW melakukan itu di depan batu hajar aswad. Beliau mencium batu dan menangis karena di situlah tempat menumpahkan air mata. Namun Rasulullah juga menggariskan, bila tidak mampu mencium hajar aswad, tidak perlu melakukannya.

“Mencium itu sesungguhnya sinkronisasi antara kesucian jiwa dan kesucian kakbah. Walaupun tidak mencium kita bisa mencari hubungan spiritual itu dengan menumpahkan semua permasalahan dan dosa-dosa kita. Sinkronisasi spiritual kakbah dengan spirit kita,” paparnya.

Hajar aswad adalah simbol kekuatan yang didatangkan dari surga. Batu tersebut aslinya berwarna putih. Batu itu menggambarkan bahwa mahluk ciptaan Allah sesungguhnya berasal dari kesucian. Namun dalam perjalanannya, manusia tak luput dari dosa. Maka mencium hajar aswad itu sesungguhnya adalah mencium dan mengakui semua dosa kita untuk menjadi kembali bersih dan suci.

“Ini masalah kepatuhan. Memang tidak bisa dirasionalkan,” tambahnya.

Di samping hajar aswad ada multazam, atau pintu kakbah. Sesungguhnya, makna berdoa di dekat pintu tersebut juga untuk mencapai pintu kebebasan. Di saat manusia sudah sinkron dengan kakbah dan menyesali perbuatannya, maka akan terbuka pintu keluasan, selama permintaan itu dalam konteks kebaikan.

Kepada para jemaah haji, Aswadi kemudian berpesan agar jangan pernah berniat mencium hajar aswad agar bisa disanjung orang. Apalagi jadi kebanggaan tersendiri sehingga membuat makna terdalam dari ibadah tersebut tidak tercapai.

“Karena perintah Allah itu butuh ketulusan, bukan kebanggaan. Jangan melakukan kebaikan kalau tidak menghasilkan manfaat,” pesannya.
sumber:Detikcom