Muhammad di dalam Alquran

Allah hanya menyebut nama Nabi dengan Muhammad empat kali dalam Alquran.

Gegap-gempita menyambut kelahiran Nabi masih seperti tahun-tahun yang lewat. Perayaan maulid dilaksanakan di mana-mana. Lantunan pujian-pujian mengangkasa sebagai lambang patuh, cinta, dan rindu. Setiap kali kisah perjuangan Nabi dibaca, selalu saja menimbulkan histeria, seolah Nabi ada di tengah-tengah yang membacanya.

Namun, Allah hanya menyebut nama Nabi dengan Muhammad empat kali saja dalam Alquran. Ini tentu unik dan menarik. Di dalam Alquran,   yang kepada Nabi diturunkan dan yang berbicara tentang Nabi sebagai teladan, nama Muhammad tak sebanyak nama Adam yang berulang 25 kali dalam Alquran. Namun begitu kata Muhammad sambung-menyambung diucapkan dalam shalawat ketika shalat atau lantunan adzan dari titik bumi yang satu ke titik bumi yang lain.

Berdasarkan nomor urut surat, inilah empat ayat dalam empat surat nama Muhammad dalam Alquran. Pertama, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS  Ali Imran/3: 144). Ayat ini, menurut Syaikh Nawawi dalam Tafsir Munir, maknanya sebelum Muhammad telah berlalu para rasul Allah yang seumpama  beliau. 

Kedua, “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” (QS  al-Ahzab/33: 40). Ayat ini tegas menyatakan bahwa Nabi adalah seorang rasul dan penutup para Nabi. Nabi bukanlah bapak dari seorang laki-laki, yakni Zaid yang tak lain anak angkat beliau.

Oleh karena itu, tulis pengarang Tafsir Jalalain, Muhammad bukan bapak bagi Zaid. Zaid bukanlah anaknya, maka tidak diharamkan bagi Nabi untuk mengawini bekas istri anak angkatnya yaitu Zainab. Karena, kata Syaikh Nawawi, Muhammad itu bukanlah bapak yang sebenarnya bagi Zaid. Zaid yang dimaksud di sini adalah Zaid bin Haritsah (wafat 629 Masehi). Zainab adalah bekas istri Zaid yang kemudian menikah dengan Nabi. Zainab binti Zahsy wafat pada 641 Masehi di Madinah.

Ketiga, “Dan orang-orang mukmin dan beramal saleh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.” (QS  Muhammad/47: 2). 

Ayat ini menegaskan dua keuntungan jadi umat Muhammad. Pertama, Allah menghapus kesalahan-kesalahan mereka. Kedua, Allah memperbaiki keadaan mereka sepanjang mereka beriman kepada Allah, berbuat baik, dan beriman kepada Alquran. Menurut Syaikh Nawawi, mereka juga mendapat pahala. Pahala yang diperoleh karena penyesalan mereka dulu pernah berbuat dosa.

Keempat, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang (kepada) sesama mereka.” (QS  al-Fath/48: 29).

Bagi Syaikh Nawawi, ayat ini dapat dipahami bahwa orang-orang yang bersama Muhammad menampakkan sikap keras terhadap para  penentang agama yang dibawa Muhammad.  Sebaliknya mereka menampakkan sikap kasih sayang terhadap mereka yang seagama. Bukan sebaliknya, seperti sering terjadi pada hari ini dengan dalih toleransi.

Kalau ditelusuri empat ayat tentang Muhammad berisi tentang Muhammad seorang rasul, Muhammad bukan bapak bagi Zaid, Muhammad menerima wahyu Alquran, dan umat Muhammad keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka.

Oleh  Syamsul Yakin

Kabar

Waktu Terbaik Menjenguk Orang Sakit

MENJENGUK orang yang sedang sakit bisa dibilang sepele. Namun bagi orang yang sakit, dijenguk sahabat maupun kerabat adalah hal istimewa yang bisa menyenangkan hatinya. Nah, adakah waktu terbaik menjenguk orang sakit?

Memang, bagi seorang Muslim, membuat orang lain bahagia, tentu akan dibalas dengan pahala oleh Allah SWT.

Karena itu dalam Islam, hukum menjenguk orang yang sedang sakit adalah sunah. Hukum sunah ini didasarkan pada riwayat Al-Barra` Ibnu ‘Azib yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengiringi jenazah dan menjenguk orang sakit. Hal ini layak dikemukakan Abu Ishaq As-Syirazi dalam Kitab Al-Muhadzdzab.

“Dan disunahkan menjenguk orang sakit karena telah mengamalkan hadits riwayat Al-Bara` bin ‘Azib. Ia berkata,’Rasulullah SAW telah memerintahkan kami untuk mengiringi jenazah dan menjenguk orang sakit, ‘” (Lihat Abu Ishaq As-Syirazi, Al-Muhadzdzab fi Fiqhil Imamis Syafi’i , [Beirut, Darul Fikr, tanpa catatan tahun], juz I, halaman 126).

Waktu Terbaik Menjenguk Orang Sakit:

Sedangkan berbicara waktu yang dimakrukan menjenguk orang sakit adalah pada tengah hari, menurut sebagian ulama dari kelompok Madzhab Hanbali.

Pendapat ini merupakan opini Imam Ahmad bin Hanbal. Waktu yang dapat digunakan untuk menjenguk orang sakit adalah pada pagi dan sore hari. Alasannya adalah pada saat itu para ruh tengah memperbanyak membaca shalawat.

Waktu Terbaik Menjenguk Orang Sakit:

Berikut penjelasan Ibnu Muflih Al-Hanbali dalam Kitab Al-Adabus Syar’iyyah .

Sebagian ulama dari kelompok Madzhab Hanbali berkata “Makruh menjenguk orang sakit pada tengah hari.” Demikian luas dikemukakan Imam Ahmad bin Hanbal. Al-Atsram berkata, ‘Dikatakan kepada Abi Abdillah, si fulan sakit, sementara ia pada saat tahu berita tersebut ketika tengah hari. Lantas Abi Abdullah berkata, ‘Ini bukan waktu untuk menjenguk orang sakit.’

Qadhi Abu Ya’la berkata, ‘secara zhahir gambaran ini mengarahkan pada kemakruhan menjenguk orang sakit pada waktu itu (tengah hari). Demikian informasi para ulama dari kelompok Madzhab Hanbali.’

ISLAMPOS

Matan Taqrib: Utang itu Boleh Dipindahkan (Hawalah), Bagaimana Caranya?

Orang yang berutang bisa saja memindahkan utangnya kepada pihak lain di mana pihak lain punya kewajiban padanya. Hal ini disebut dengan hawalah. Lihat penjelasannya dari matan Taqrib berikut ini.

Hukum Hawalah (Pemindahan Utang)

Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matn Taqrib berkata:

وَشَرَائِطُ الحَوَالَةِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ : رِضَاءُ الُمِحْيِل وَ قَبُوْلُ المُحْتَالِ وَكَوْنُ الحَقِّ مُسْتَقَرّاً فِي الذِّمَّةِ وَإِتِّفَاقُ مَا فِي ذِمَّةِ المُحِيْلِ وَالمُحَالِ عَلَيْهِ فِي الجِنْسِ وَالنَّوْعِ وَالحُلُوْلِ وَالتَّأْجِيْلِ وَتَبْرَأُ بِهَا ذِمَّةُ المُحِيْلِ.

Syarat hawalah itu ada empat yaitu:

  1. Rida dari muhiil (orang yang berutang dan ingin mengalihkan utangnya)
  2. Muhtaal (orang yang berutang pada muhiil) menerima.
  3. Utang yang dialihkan keadaannya masih tetap dalam pengakuan.
  4. Adanya kesamaan utang antara muhil dan muhaal ‘alaih (orang yang menerima pengalihan utang dari muhil) dalam jenisnya, macamnya, waktu penangguhannya, dan waktu pembayarannya.

Dengan hawalah, tanggungan utang muhiil dianggap selesai.

Penjelasan:

Hawalah secara bahasa berarti memindahkan.

Hawalah dalam istilah syari berarti akad yang berkonsekuensi memindahkan utang dari satu pihak ke pihak yang lain.

Catatan:

  • Hawalah disebutkan setelah ash-shulhu karena antara hawalah dan ash-shulhu bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan.
  • Hawalah ini adalah bentuk pengecualian dari jual beli utang dengan utang karena butuhnya syariat akan hal ini.

Dalil mengenai pemindahan utang adalah,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَطْلُ الْغَنِىِّ ظُلْمٌ ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِىٍّ فَلْيَتْبَعْ » .

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Penundaan (pembayaran utang dari) seorang yang kaya adalah sebuah kezaliman. Jika salah seorang dari kalian dipindahkan kepada seorang yang kaya, maka ikutilah.” (HR. Bukhari, no. 2288 dan Muslim, no. 1564)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadh Ash-Shalihin mengatakan makna hadits “Penundaan (pembayaran utang dari) seorang yang kaya adalah sebuah kezaliman”, yaitu seseorang enggan melunasi utang yang menjadi kewajibannya, padahal ia kaya dan mampu untuk melunasi. Ini adalah suatu bentuk kezaliman karena enggan menunaikan kewajiban. Karena setiap orang wajib melunasi utangnya dengan segera ketika ia punya kemampuan. Jangan sampai dalam keadaan mampu, malah menunda-nunda melunasi. Karena menunda melunasi utang dalam keadaan mampu, itu termasuk kezaliman. Wal ‘iyadzu billah.

Di kitab yang sama, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah memberikan penjelasan yang diolah bahasanya sebagai berikut:

“Siapa yang memindahkan utang kepada orang yang mampu, maka ikutilah. Misalnya, Ahmad berutang kepada Zaid sebesar 100 riyal. Ahmad berkata kepada Zaid, “Saya akan meminta ‘Amr sebesar 100 riyal untuk melunasi utangku padamu. ’Amr akan melunasi utangku padamu sebesar 100 riyal.” Zaid dalam hal ini harus menerima karena sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, “Jika salah seorang dari kalian dipindahkan kepada seorang yang kaya, maka ikutilah”, kecuali ‘Amr (sebagai muhal ‘alaih) adalah orang fakir atau biasa enggan bayar utang atau dekat kepada seseorang sehingga sulit diadukan kepada hakim. Demikian diambil dari Islamweb.net.

Rukun hawalah:

  1. Muhiil: yang memindahkan utang kepada yang lain, dalam kasus di atas adalah Ahmad. Muhiildisyaratkan adalah orang yang dibolehkan melakukan akad (ahlan lil ‘aqdi).
  2. Muhtaal: yang berutang kepada muhiil, dalam kasus di atas adalah ‘Amr. Muhtaal disyaratkan adalah orang yang dibolehkan melakukan akad (ahlan lil ‘aqdi).
  3. Muhaal ‘alaih: yang menerima pengalihan utang kepada muhtaal dari muhiil, dalam kasus di atas adalah Zaid. Muhaal ‘alaih disyaratkan adalah baligh dan berakal.
  4. Muhaal bihi: utang yang ada pada muhtaal (‘Amr), harus dilunasi pada muhiil (Ahmad). Utang itu akan dilunasi pada muhaal ‘alaih.
  5. Dain lil muhiil: Adanya utang muhiil (Ahmad) yang harus dilunasi oleh muhtaal (‘Amr).
  6. Shighah: ada ucapan sebagaimana syarat dalam jual beli.

Syarat hawalah itu ada lima yaitu:

  1. Rida dari muhiil (orang yang berutang dan ingin mengalihkan utangnya)
  2. Muhtaal (orang yang berutang pada muhiil) menerima.
  3. Utang yang dialihkan keadaannya masih tetap dalam pengakuan.
  4. Adanya kesamaan utang antara muhiil dan muhaal ‘alaih (orang yang menerima pengalihan utang dari muhil) dalam jenisnya, macamnya, waktu penangguhannya, dan waktu pembayarannya. Kesamaan ini mesti ada agar tidak terjadi sesuatu yang berlebih, sehingga jadi utang yang memperoleh manfaat, jatuhnya pada riba.
  5. Utang itu diketahui jumlah dan sifat.

Catatan: Muhaal ‘alaih (dalam kasus di atas adalah Zaid) tidak dipersyaratkan ia harus qabul (menerima) dalam hal hawalah, cukup qabul dari si muhtaal (‘Amr).

Referensi:

  • Al-Imtaa’ bi Syarh Matn Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Hisyam Al-Kaamil Haamid. Penerbit Daar Al-Manaar.
  • Fath Al-Qarib Al-Mujib. Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi. Penerbit Thaha Semarang.
  • Fatwa dari Islamweb, https://www.islamweb.net/ar/fatwa/317074/

Diselesaikan pada 27 Safar 1444 H, 24 September 2022

Muhammad Abduh Tuasikal 

Sumber https://rumaysho.com/34690-matan-taqrib-utang-itu-boleh-dipindahkan-hawalah-bagaimana-caranya.html

Komunikasi Elektronik Ciptakan Orang Kesepian, Jarang Tatap Muka Resiko Depresi

Canggihnya teknologi komunikasi membuat orang semakin mudah berkomunikasi via alat elektronik atau gadget. Namun ternyata kontak sosial dengan cara tradisional alias tatap muka tetap sangat penting Anda lakukan.

Riset menunjukan mereka yang jarang melakukan komunikasi tatap muka beresiko dua kali lebih besar menderita depresi.

Menelpon anggota keluaga yang sepuh masih jauh lebih baik ketimbang tidak melakukan komunikasi sama sekali.

Riset yang dilakukan peneliti dari Fakultas Ilmu Kesehatan dan Sains Universitas Oregon menunjukan jarang melakukan kontak sosial dalam bentuk tatap muka langsung meningkatkan resiko seseorang menderita depresi dalam kurun waktu 2 tahun berikutnya.

Dalam penelitian ini tim mensurvey 11 ribu orang dewasa berusia 50 tahun keatas sepanjang tahun 2004 dan 201o dalam dua gelombang.

Partisipan yang rutin bertemu dengan keluarga dan teman-teman secara langsung tampaknya lebih sedikit melaporkan mengalami depresi, ketimbang partisipan yang mengaku hanya melakukan komunikasi lewat email atau berbicara lewat telepon.

Mereka yang bertemu langsung dengan keluarga dan teman-teman sedikitnya 3 kali setiap minggu memiliki tingkat gejala depresi paling rendah yakni hanya 6,5 persen, demikian dikutip laman Radio ABC.

Sedangkan individu yang bertemu sekali setiap beberapa bulan atau kurang dari itu memiliki peluang melaporkan gejala depresi sebesar 11.5 persen.

Pemimpin dalam riset ini, Alan Teo mengatakan hubungan tatap muka berperan sebagai semacam vitamin dalam pencegahan depresi.

Menurutnya temuan ini juga relevan dengan anak-anak muda, tapi Poorfesor Nancy Pachana dari Universitas Queensland mempertanyakan kesimpulan ini.

“Orang-orang yang lebih muda sekarang ini lebih nyaman atau mungkin lebih memilih melakukan hubungan via alat elektronik,” katanya.

“[juga] sebagai generasi yang terus bergerak dan aktif saya kira kita jumpai komunikasi semacam ini lebih luas dilakukan oleh kalangan anak-anak muda.”

Pemimpin Kebijakan, Riset dan Evaluasi Beyondblue, Dr Stephen Carbone mengatakan isolasi sosial merupakan faktor resiko yang besar bagi sejumlah kondisi kesehatan mental terutama yang berkaitan dengan depresi.

“Manusia adalah mahluk sosial dan kita bisa bersikap lebih baik jika kita bersama dengan orang lain dalam kebanyakan kasus,” katanya.

“Memiliki interaksi sosial dengan orang lain.. tentu saja merupakan faktor perlindungan.”

Dalam survey pada tahun 2011 dari lembaga Relationships Australia menunjukan komunikasi melalui alat elektronik telah menciptakan populasi orang-orang yang kesepian.

Dalam survey itu terungkap lebih dari 40 persen orang yang menggunakan rata-rata 4 metode teknologi dalam berkomunikasi edngan teman atau keluarganya merasa kesepian, dibandingkan dengan 11 persen dari mereka yang menggunakan satu macam bentuk komunikasi via alat teknologi.

Responden yang mengaku memilih berhubungan lewat jaringan sosial mengalami dampak negatif yang diduga akibat jarang melalukan kontak tatap muka langsung.

Studi ini juga menemukan sering atau jarangnya melakukan percakapan telepon atau menulis surat dan kontak email, ternyata tidak berkaitan dengan depresi.

Tapi Dr Carbone mengatakan melakukan kontak yang berkualitas dengan orang lain adalah lebih baik daripada tidak.

“Bahkan tindakan seperti menelpon nenek secara tiba-tiba itu juga lebih baik ketimbang tidak mempedulikannya sama sekai,” Professor Pachana mengamini pendapat ini, namun menambahkan mempersering kontak dengan teman atau keluarga juga penting.

“Menelpon sekali seminggu ketimbang satu tahun sekali tentu saja akan lebih baik.”

“Menelpon hanya sekali selama satu tahun, itu terdengar sangat membuat depresi kan?”

Dan meski demikian bentuk komunikasi virtual diketahui tidak efektif dalam riset ini, Dr Carbone mengatakan bentuk komunikasi ini masih tetap memberi manfaat bagi inklusi sosial seseorang terutama anak-anak muda.

“Ada hasil yang beragam dalam riset ini tapi sejumlah kajian menunjukan media sosial juga memberikan manfaat dalam menciptakan hubungan yang tidak bisa dilakukan oleh jenis kontak sosial lain,” katanya.

Dr Carbone mengatakan Australia sangat maju dalam hal kesehatan mental elektronik, termasuk dalam hal program aplikasi ponsel maupun program di internet.

“Kita meyakini kalau teknologi sangat relevan dan menjadi wadah yang penting dalam sistem layanan kesehatan mental.”

“Kita memiliki forum di mana orang-orang yang menderita depresi, kecemasan dan mereka yang terdampak oleh keinginan bunuh diri bisa berkomunikasi dengan orang lain melalui media yang sama yakni komunikasi via media teknologi dan banyak orang mengaku mereka sangat diuntungkan dengan model komunikasi ini,”ujarnya.*

HIDAYATULLAH

Hubungan Sosial dapat Perpanjang Umur Lansia

Sebuah penelitian terbaru mendapati, orangtua yang sering berinteraksi sosial mungkin lebih panjang umur dibandingkan mereka yang lebih banyak sendirian, terisolasi secara sosial.

Menurut Andrew Steptoe pada University College London, dikutip Voice of America (VOA), orang yang lebih sering berhubungan sosial cenderung panjang umur karena kita akan lebih mungkin bertahan hidup jika ada orang di sekitar kita untuk meminta bantuan.

Sejumlah penelitian telah mengaitkan antara kesepian dan isolasi sosial dengan peningkatan risiko kematian.

Menurut Andrew Steptoe, isolasi sosial berarti terbatasnya, atau malah tidak ada sama sekali, hubungan dengan teman dan keluarga, atau keterlibatan dalam perkumpulan organisasi atau olahraga.

“Padahal kesepian adalah pengalaman yang lebih subyektif berkaitan perasaan seseorang mengenai persahabatan atau merasa ditinggalkan,” paparnya.

Karena terjadi banyak tumpang tindih antara kesepian dan isolasi sosial, Steptoe dan rekan-rekannya ingin mengetahui, mana dari dua faktor itu yang lebih penting. Mereka mempelajari data hasil penelitian besar mengenai laki-laki dan perempuan berusia lanjut yang disebut English Longitudinal Study of Aging. Setelah mengkaji angka-angka itu, Steptoe menyatakan, peneliti tidak mendapati adanya hubungan yang signifikan antara risiko kematian yang lebih tinggi dan kesepian.

“Tetapi ketika menganalisis data statistik itu, kami dapati bahwa isolasi sosial memang terkait risiko lebih tinggi untuk meninggal,” papar Steptoe lagi.

Tidak begitu jelas mengapa orang yang lebih sering berhubungan sosial cenderung panjang umur, tetapi Steptoe memaparkan sejumlah kemungkinan, selain fakta yang sudah jelas bahwa jika terkena serangan jantung, kita akan lebih mungkin bertahan hidup jika ada orang di sekitar kita untuk meminta bantuan.

“Mendapat dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, ada orang yang membantu kita minum obat atau mengantar kita ke dokter, dan hal-hal semacam itu yang tidak terlalu terkait dengan sisi emosional melainkan lebih sebagai sisi praktis. Bisa jadi, hal-hal itu adalah faktor yang lebih penting dalam hal ini,” ujar Steptoe.

Penelitian itu dilakukan di Inggris. Steptoe mengatakan, penelitian itu sedang dilakukan di bagian lain dunia, di mana pola-pola sosial tradisional sedang berubah.

“Di banyak negara berkembang, tentu saja, orang-orang desa pindah ke kota-kota besar, di mana hubungan sosial sangat berbeda, dan seringkali yang pindah adalah orang-orang muda, meninggalkan orang berusia lebih tua di daerah pedesaan. Jadi, hubungan sosial seperti ini akan berubah secara dramatis,” ujarnya.

Penelitian Andrew Steptoe dan rekan-rekan mengenai peran isolasi sosial dalam meningkatkan risiko kematian di kalangan orang lanjut usia, diterbitkan secara online oleh Proceedings of the National Academy of Sciences.*

HIDAYATULLAH

Individu yang Tidak Bahagia Lebih Berisiko Lebih Tua dan Alami Kematian Dini

Sebuah penelitian mengungkapkan orang yang merasa kesepian secara konsisten memiliki risiko kematian dini 14% lebih tinggi daripada mereka yang tidak, demikian sebuah studi baru menunjukkan. Ketidakbahagiaan dapat memperpendek umur seseorang lebih dari merokok, surat kabar Metro Inggris.

Menurut penelitian ini, dampak kesepian pada kematian dini hampir sama kuatnya dengan dampak menjadi miskin, yang meningkatkan kemungkinan kematian dini sebesar 19%, menurut penelitian tersebut.

“Kesepian adalah faktor risiko kematian dini di luar apa yang dapat dijelaskan oleh perilaku kesehatan yang buruk,” kata psikolog John Cacioppo, direktur Center for Cognitive and Social Neuroscience di University of Chicago. Dia membahas penelitiannya hari Minggu di pertemuan tahunan Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan di Chicago. “Merasa kesepian tidak hanya tidak bahagia; itu tidak aman.”

Penelitian ini dilakukan pada 12.000 orang dewasa di China berusia 45 tahun ke atas. Semua peserta memberikan sampel darah, riwayat medis terperinci, dan informasi tentang keadaan sosial dan kesehatan mental mereka.

Para ilmuwan kemudian menggunakan semua data ini untuk memprediksi faktor mana yang mungkin membuat perbedaan terbesar pada umur panjang menggunakan apa yang disebut “jam penuaan”, sebuah model statistik untuk menilai usia biologis daripada usia kronologis.

Faktor psikologis seperti kesepian atau tidak bahagia mempercepat penuaan 1,65 tahun, dibandingkan dengan penuaan normal bagi individu yang sehat tanpa masalah kesehatan fisik atau mental, menurut hasil studi yang diterbitkan dalam hasil studi yang diterbitkan dalam Jurnal Aging.

“Kondisi mental dan psikososial adalah beberapa prediktor yang paling kuat dari hasil kesehatan – dan kualitas hidup,” kata rekan penulis studi Manuel Faria dari Universitas Stanford dalam sebuah pernyataan .

Rokok dan penuaan

Menurut hasil riset ini, penuaan juga dipercepat pada perokok dan orang dengan riwayat penyakit stroke, hati, dan paru-paru. Merokok saat ini, misalnya, mempercepat penuaan 1,25 tahun.

Faktor lain yang mempercepat penuaan termasuk tinggal di daerah pedesaan dan tidak pernah menikah. Jam penuaan yang digunakan untuk menilai faktor mana yang mungkin membuat dampak terbesar pada umur panjang tidak diuji terhadap hasil kehidupan nyata.

Studi ini tidak mengikuti orang sampai mereka meninggal untuk menentukan apakah kesepian atau tidak bahagia dapat menyebabkan kematian dini.  Namun, banyak penelitian sebelumnya juga mengaitkan isolasi sosial dan kesepian dengan peningkatan risiko kematian dini.

Satu penelitian lain terhadap sekitar 17.000 orang dewasa di Amerika Serikat menemukan bahwa isolasi sosial cukup umum di usia paruh baya, berdampak pada sekitar 17 persen wanita dan 21 persen pria. Untuk kedua jenis kelamin, tidak menikah dan jarang berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan adalah salah satu penyebab utama isolasi sosial.

Dan itu dikaitkan dengan risiko kematian dini 62 persen lebih tinggi pada wanita dan peluang 75 persen lebih besar dari kematian dini untuk pria.  Studi lain terhadap hampir 120.000 orang dewasa paruh baya di 20 negara yang berbeda menemukan isolasi sosial lebih sering terjadi pada wanita, orang tua, penduduk kota, orang dengan tingkat pendidikan rendah, dan individu yang menganggur.

Secara keseluruhan, isolasi sosial dikaitkan dengan risiko kematian dini 26 persen lebih tinggi, dan risiko ini paling menonjol pada orang yang tinggal di negara berpenghasilan tinggi. Ada kemungkinan bahwa setidaknya beberapa hubungan antara isolasi sosial dan umur panjang bergantung pada penyebab yang mendasarinya.

Sebuah penelitian terhadap lebih dari 35.000 orang dewasa lanjut usia menemukan isolasi sosial terkait dengan risiko kematian dini 22 persen lebih tinggi, tetapi juga menemukan bahwa sebagian besar ini dijelaskan oleh usia lanjut dan oleh masalah kesehatan mendasar yang mungkin menyulitkan orang untuk keluar.*

HIDAYATULLAH

Nabi Musa pada Umatnya yang Bertanya Bagaimana Tuhan Tidak Tidur

NABI Musa mengajarkan kepada umatnya tentang tuhan. Umat Nabi Musa itu disebut Bani Israil. Dulu mereka menyembah tuhan selain Allah Swt., bahkan seorang raja bernama Firaun di sembah-sembah sebagai tuhan. Bani Israil terkenal sebagai kaum yang sulit dibawa ke jalan yang benar.

Nabi Musa menghadapi berbagai tantangan dan rintangan untuk mengajarkan Kitab Taurat. Dalam kitab itu disebutkan bahwa Allah tidak pernah mengantuk dan tidur. Umat Nabi Musa bertanya bagaimana Allah tidak pernah tidur.

“Allah itu tiada bandingan-Nya,” kata Nabi Musa.

“Allah hidup kekal dan berdiri sendiri. Kekuasaan-Nya meliputi apa yang ada di langit dan di bumi.”

“Tetapi bagaimana Tuhan tidak pernah tidur?” tanya umat Nabi Musa.

Nabi Musa menjelaskan bagaimana Allah Swt. Tidak pernah tidur. Dia tidak ada bandingan-Nya. Tidak sama dengan manusia ciptaan-Nya yang mengantuk dan membutuhkan tidur.

Akan tetapi, umat Nabi Musa betum puas juga. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana Tuhan tidak pernah tidur.

Allah Swt berfirman kepada Nabi Musa untuk memberi penjelasan pada umatnya yang sulit mengerti itu. Beliau mengambil dua buah botol yang kemudian diisinya dengan air. Botol itu lalu dipeganginya.

Saat itu, Allah menidurkan Nabi Musa. Karena Nabi Musa tertidur, dua botot itu tertepas dari tangannya. Botol-botol itu pun pecah. Nabi Musa mengatakan kepada umatnya tentang firman Allah itu.

“Ketika aku memegangi dua buah botol itu, aku tertidur. Botol itu jatuh dan pecah,” kata Nabi Musa.

“Ini perumpamaan seandainya Allah tertidur. Tetapi Allah tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur.”

Dengan penjelasan ini, barulah Bani Israil bisa mengerti. []

Sumber: Kisah-kisah teladan anak Muslim/Penerbit: PT Serambi Iilmu Semesta/2007

ISLAMPOS

Hukum Pernikahan Janda Tanpa Kehadiran Wali, Bolehkah?

Bagaimana hukum pernikahan janda tanpa kehadiran wali, bolehkah? Di era modern ini, tak jarang persoalan wali kadang menjadi hambatan bagi seorang perempuan yang hendak menikah dengan calon pendamping pilihannya, hanya karena faktor tidak disetujui oleh orang tuanya.

Keadaan ini kadang menjadi persoalan serius, dan jalan penyelesaian yang sering ditempuh adalah ayah (apabila masih ada) kemudian dianggap telah menjadi wali adhol, tentu saja setelah melalui putusan pengadilan. Inilah yang menjadi perbincangan saya kemarin sore di WhatsApp dengan seseorang yang menanyakannya.

Siang kemarin waktu perjalanan pulang dari kampus, mendapat pertanyaan via WhatsApp dari seseorang yang tinggal di Kudus. Inti pertanyaannya adalah bolehkan janda menikah tanpa wali? Menurut cerita Si Penanya, kasusnya ada seorang janda mempunyai 5 anak hendak dipoligami oleh seorang lelaki. Persoalannya, si walinya adalah wali adhol, dan lelakinya tidak mau menikah di KUA, tapi maunya menikah sama kyai saja.

Kemarin saya jawab via voice note lumayan panjang, mula-mula dari sisi fiqihnya lalu hukum positif Indonesia. Tapi di sini kujelaskan dulu sisi hukum positifnya, bahwa menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia, antaranya dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 14 dan Peraturan Menteri Agama No 19 tahun 2018, bahwa syarat rukun nikah ada 4, antaranya harus ada wali nikah. Sehingga bagi WNI Muslim, menurut hukum positif Indonesia, menikah tanpa wali baik gadis atau janda hukumnya tidak sah.

Sebagaimana kita ketahui, produk hukum keluarga di Indonesia adalah lebih banyak berdasar kepada mazhab Syafi’i. Dan pendapat demikian adalah pendapat mainstream, bukan minoritas. Saya jelaskan juga bagaimana pendapat fuqaha terkait permasalahan wali, yang terdiri dari lima mazhab besar, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, dan Syiah Imamiyah.
Hukum Pernikahan Janda Tanpa Kehadiran Wali

Hukum wali nikah sebenarnya debatable dan dapat digolongkan dalam dua kelompok: Pertama, Menurut pendapat mayoritas Fuqaha, bahwa wujudnya wali dalam sebuah pernikahan adalah wajib. Baik bagi yang belum balighah (belum cukup umur), sudah balighah – ‘aqilah (dewasa-berakal sehat), atau yang janda.

Menurut ulama jumhur, kehadiran wali bahkan dipandang paling penting dan menentukan keabsahan sebuah pernikahan, karena wali termasuk dalam syarat rukun pernikahan. Maka pernikahan tanpa wali hukumnya batal. Ini adalah pendapat mazhab Maliki, Syafii, dan Hanbali.

Kelompok ini berdasar kepada nas al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 221, 228, 232 adan Surat al-Nûr ayat 22. Selain itu mereka juga berdasarkan hadist,  لا نكاح إلا بولي (Pernikahan tidak dipandang sah kecuali ada wali) dan mazhab Hanabilah berdasar pada hadist إن النكاح من غير ولي باطل (Sesungguhnya nikah tanpa wali adalah batal).

Kedua, Pendapat Hanafi, bahwa wali tidak menjadi syarat sah sebuah pernikahan, baik bagi perempuan yang sudah bâlighah dan berakal, termasuk janda. Wali juga tidak dapat memaksa putrinya yang gadis dan telah dewasa dan berakal untuk menikah tanpa persetujuannya. Dengan catatan pasangannya sepadan (sekufu).

Bagaimana jika tidak sekufu? Wali sering dipandang mempunyai hak ijbar terhadap putrinya untuk menggagalkan pernikahannya. Dalam persoalan ini, menurut buya Husein, wali mujbir bukanlah wali yang memaksa, meskipun maknanya ‘memaksa’. Arti mujbir bukanlah mukrih, memaksa.

Jika boleh saya sederhanakan, wali mujbir adalah orang yang dipandang lebih faham kondisi putrinya dan mencarikan keadaan yang terbaik buat putrinya, bukan dalam rangkah memaksa. Wali mujbir ialah orang tua perempuan, yang dalam mazhab Syafii adalah ayah, atau kakek jika ayah tidak ada.

Dengan demikian hak ijbar adalah hak ayah/kakek untuk menikahkan anak perempuanya baik yang masih belum cukup umur atau dewasa dengan tanpa harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari anak perempuan tersebut, dan ini tidak berlaku bagi perempuan janda.

Meskipun demikian, hak ijbar ayah tidak dengan serta merta dapat dilaksanakan dengan sekehendaknya saja. Dalam pandangan ulama  Syafiiyah, dikatakan bahwa untuk dapat menikahkan anak-anak di bawah umur disyaratkan adanya kemaslahatan untuk kebaikan di masa depan anaknya. Inilah yang harus dikedepankan.

Dalam pandangan mazhab Hanafi, hak ijbar hanya berlalu pada perempuan yang belum cukup umur atau tidak ‘âqilah dan tidak terjadi pada perempuan bâlighah-‘âqilah. Selain itu, dalam pandangan Imam Hanafi, bahwa perempuan adalah manusia yang juga memiliki ahliyyah (kecakapan) yang sempurna, sama seperti laki-laki. Kriterianya adalah bâlighah, rasyidah, berakal, sehingga ia berhak melakukan akad apapun secara mandiri.

Pendapat demikian tidak berdasarkan logika semata, tetapi telah didasarkan pada dalil-dalil yang otoritatif, yakni al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230 dan 232. Menurut ulama Hanafiyah: penghalangan dalam ayat tersebut ditujukan kepada para wali, dan bisa jadi ditujukan kepada suami dan istri atau kepada orang lain yang muslim.

Sedang pada hadits ‘Janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya, dan gadis dimintai persetujuannya dan persetujuannya adalah diamnya’ Kata Buya Husein, dalam hadits lain redaksi hadits di atas menggunakan kata الأيم, artinya perempuan jomblo, tidak memiliki pasangan, baik masih gadis atau janda, boleh menikah tanpa wali.

Perlu menjadi perhatian bahwa jumhur fuqaha tidak menerima perwalian perempuan sama sekali, meskipun seorang anak sejak kecil hanya hidup dan lebih mengenal ibunya, sebab ayahnya sudah meninggal, misalnya, tetapi ibunya tetap tidak mendapatkan hak untuk menjadi walinya. Pertanyaannya, mengapa perempuan boleh dan tidak boleh menikahkan dirinya atau orang lain?

Persoalan ini diulas oleh Buya Husein, hal itu karena perempuan dulu dipandang belum cukup mempunyai kecakapan bertindak (أهلية الأداء) dan para laki-laki sudah memilikinya. Sementara itu dalam pandangan ulama Hanafiyah termasuk juga dalam pandangan Syiah Imamiyah, perempuan telah dipandang sama dengan lelaki, yaitu sama-sama sebagai manusia yang juga memiliki ahliyyah (kecakapan) yang sempurna.

Di sini argumentasi ulama Hanafiyah dan Syiah Imamiyah telah berperspektif gender, dan menunjukkan era tersebut perempuan di sekitar Basrah-Kufah sudah mulai ada yang maju, pintar, dan berkontribusi di masyarakat.

Meskipun ada pilihan pandangan yang membolehkan janda menikah tanpa wali, tetapi jika walinya adhal, yang dalam pandangan mayoritas ulama, maka walinya jatuh ke wali hakim, artinya tetap ada wali, karena berdasarkan pd Hadits,  فالسلطان ولي لمن لا ولي له  (Pemimpin adalah wali bagi orang yang tidak punya wali). Sultan di sini bisa dimaknai orang yang dipilih pemerintah untuk bertugas mengurusi hal-hal pernikahan, seperti hakim atau pegawai KUA.

Dengan demikian, pelaksanaan menikah hanya dengan kyai setempat dan tidak ke KUA sama halnya dengan nikah sirri. Dan nikah sirri di Indonesia dipandang tidak sah, karena tidak dicatatkan.

Dan sebaiknya tidak melakukan pernikahan sirri. Kenapa? Karena rawan terjadi kesewenang-wenangan. Bisa jadi si suami kemudian berlaku kasar kepadanya atau malah tidak dinafkahi. Dalam posisi demikian, perempuan rentan mendapat kezaliman dan tidak kuat posisinya karena tidak bisa diajukan ke jalur hukum. Itulah sebabnya di Indonesia pernikahan di bawah tangan sejenis nikah sirri ini dianggap tidak sah.

Menurut saya, hikmah kehadiran wali dan keridaannya ini penting dalam sebuah pernikahan anaknya, ada ibrah dan nilai filosofisnya. Di mana ayah adalah orang tua yang melindungi, menjaga, menafkahi, dan mendidik anak perempuannya dari sejak dalam kandungan. Tidak etis apabila seorang anak perempuan ketika dewasa menikah tanpa sepengetahuan dan izin dari orang tuanya.

Kehadiran ayah atau wali dalam pernikahan adalah ibarat melepaskan dan memasrahkan tanggung jawab yang selama ini diembannya kepada seseorang yang menikahi anaknya, supaya ia menjadi lebih bertanggungjawab dan benar-benar siap melindungi perempuan tersebut.

Demikian juga setiap orang yang disebut ayah, harus mempunyai tanggungjawab sepenuhnya terhadap nafkah, riayah, hadanah, dan tarbiyah setiap anak-anaknya. Tanggungjawab ayah terhadap anak perempuan dalam Islam, sejak ia menjadi janin dalam rahim hingga anak perempuan ini menikah.

Demikian hukum pernikahan janda tanpa kehadiran wali. Wallâhu a’lamu bi al-shawâb. 

Tulisan ini telah terbit di Mubadalah.id

Amalan Sunnah Dilakukan Bulan Rabiul Awwal

Bulan Rabiul Awwal merupakan bulan ke 3 dalam kalender penanggalan hijriah. Rabiul Awwal juga merupakan salah satu bulan yang mulia karena bulan ini menjadi bulan lahir serta wafatnya “afdhalu al-Makhluqat”, manusia pilihan, Nabi Muhammad Saw. Tentunya ada banyak amalan sunnah dilakukan bulan Rabiul Awwal yang mulia ini.

Di antara amalan sunnah yang dapat dilakukan pada bulan Rabiul Awal adalah sebagai berikut:

Pertama, pada bulan Rabiul Awwal dianjurkan untuk memperbanyak berpuasa sunnah. Melakukan puasa sunnah menjadi salah satu ibadah yang dapat dikerjakan pada bulan Rabiul Awwal. Puasa sunnah yang dilakukan di sini sebaiknya ialah puasa yang memiliki riwayat yang warid dari Nabi Saw seperti puasa Senin-Kamis, Ayyam al-Bidh (13, 14, 15), atau puasa sunnah lainnya. 

Kedua, memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Pada dasarnya memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw tidak hanya dianjurkan pada bulan Rabiul Awwal saja. Namun, karena pada bulan Rabiul Awwal merupakan bulan di mana Nabi Muhammad Saw lahir dan wafat maka kesunnahan memperbanyak membaca shalawat tersebut dilipat gandakan.

Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Ali dalam kitabnya “Kanzun an-Najah wa al-Surur” hal 130 berkata demikian:

اعلم أنه يطلب فى هذا الشهر كثرة الصيام, والصلاة على نبينا سيد الأنام, صلى الله تعالى وسلم عليه وزاده شرفا وكرما لديه.

Ketahuilah bahwa dianjurkan pada bulan ini (Rabiul Awwal) untuk memperbanyak melakukan puasa sunnah dan membaca shalawat kepada pemimpin umat Nabi Muhammad Saw

Ketiga, Membaca dan mendengarkan sirah kelahiran Nabi Muhammad Saw. Dengan membaca dan mendengarkan sirah Nabi Saw umat Islam dapat mengambil keteladanan di dalamnya, memperoleh berkah darinya untuk kemudian bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat, merayakan bulan kelahiran Nabi Saw dengan meperbanyak bersedekah, menampakkan rasa bahagia serta memperbanyak amal baik di dalamnya. Sebagaimana lebih lanjut, Syekh Abdul Hamid menjelaskannya sebagai berikut:

واجتماع الموحدين لسماع قصة مولده الشريف واغتنام بركاته وفضله المنيف, وتلاوة الصلاة والتسليم على صاحب الخلق العظيم, ولا زال أهل الإسلام يحتفلون بشهر مولده عليه الصلاة والسلام, ويعملون الولائم ويتصدقون لياليه بأنواع الصدقات ويظهرون السرور به ويزيدون في المبرات, ويعتنون بقصة مولده الكريم, ويظهر عليهم من بركاته كل فضل عميم

Kumpulnya umat Islam untuk mendengarkan kisah kelahiran Nabi Muhammad Saw, membaca shalawat dan salam kepadanya. Umat Islam juga tidak hentinya mengadakan perayaan dengan bulan lahirnya Nabi Saw, membuat walimah, bersedekah pada malam-malamnya dengan berbagai macam shadaqah, menampakkan rasa bahagia di dalamnya, memperbanyak melakukan kebaikan dan menekuni kisah kelahiran Nabi Saw yang mulia. Sehingga tampaklah keberkahan pada diri mereka secara menyeluruh.

Pada intinya, bulan Rabiul Awwal merupakan salah satu bulan yang mulia dengan lahirnya Nabi Muhammad Saw di dalamnya. Oleh karenanya, seyogyanya bagi umat Islam untuk mengisi bulan mulia ini dengan berbagai macam ibadah sunnah. Selain hal tersebut juga menjadi tanda bukti cinta kepada Nabi Muhammad Saw.

Demikian amalan sunnah dilakukan bulan Rabiul Awwal. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Kemenag : Syarat Vaksin Meningitis Bisa Dihapus Bila Ada Surat Resmi dari Saudi

Pelaksanaan ibadah umrah di Indonesia saat ini tengah mengalami kendala, di tengah langkanya vaksin meningitis. Dari hasil pertemuan antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), disampaikan syarat vaksinasi ini bisa dihapus jika ada surat resmi dari Arab Saudi.

“Kementerian Kesehatan siap mengubah kebijakan tidak mewajibkan vaksin miningitis calon jamaah umrah, dengan syarat sudah ada surat atau dokumen berkekuatan hukum, yang membatalkan aturan Saudi tentang kewajiban vaksin meningitis,” kata Direktur Umrah dan Haji Khusus (UHK) Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Nur Arifin, dalam pesan yang diterima Republika, Rabu (28/9).

Berkaitan dengan adanya informsi bahwa Saudi sudah tidak mewajibkan vaksin meningitis untuk jamaah umrah, Kemenag disebut sedang kordinasi dengan KJRI Jeddah. Hal ini untuk memperoleh dokumen yang berkekuatan hukum, bahwa vaksin meningitis sudah tidak diperlukan.

Kemenag juga disebut telah bersurat secara resmi, dari Dirjen PHU ke Dirjen P2P Kemenkes. Surat ini untuk mengkonfirmasi perihal status vaksin meningitis dan kelangkaan.

Selain itu, Ditjen PHU, Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Timur, serta Forum Patuh Jatim sudah bertemu dengan KKP Surabaya. Pertemuan ini untuk membicarakan penanganan kasus jamaah umrah dan vaksin meningitis yang langka. Namun, jawaban dari KKP Surabaya tetap harus vaksin meningitis sebelum berangkat umrah.

Ditjen PHU juga disampaikan sudah melaksanakan rapat dengan Ditjen P2P Kemenkes dan Asosiasi PPIU pada 20 September 2022. Dalam pertemuan ini, dibahas perihal kelangkaan vaksin meningitis.

“Kemenag dan Asosiasi sudah mendesak agar ada kebijaksanaan/toleransi vaksin meningitis. Namun Ditjen P2P tidak dapat memberikan kebijakan untuk toleransi,” lanjut dia.

Arifin menyebut, Kemenkes telah mengakui stok vaksin meningitis saat ini terbatas. Upaya yang dilakukan oleh Kemenkes adalah merelokasi stok vaksin ke provinsi yang stoknya habis, serta sedang proses mempercepat pengadaan vaksin yang akan tersedia bulan Oktober 2022.

“Kami juga akan melakukan rapat bersama Kemenkes dan stakeholder, untuk membahas keerbatasan stok vaksin meningitis,” ucapnya. 

IHRAM