Viral Menantu Selingkuh dengan Ibu Mertua, Bagaimana Islam Memandangnya?

SAHABAT Islampos, saat ini media sosial dihebohkan oleh sebuah kasus menantu selingkuh dengan ibu mertua. Kasus ini mendapat banyak sorotan warganet. Dikabarkan bahwa ada perzinaan dalam perselingkuhan menantu dan ibu mertua tersebut yang berakhir dengan penggerebegan oleh warga.

Hubungan seksual yang dilakukan laki-laki dan perempuan di luar ikatan pernikahan, merupakan bentuk zina. Perbuatan zina sendiri jelas terlarang dalam Islam. Perzinaan yang dilakukan baik oleh laki-laki atau perempuan yang sudah menikah merupakan penghianatan terhadap pasangan masing-masing dan termasuk kezaliman yang merusak pernikahan.

Kasus ini mengingatkan kembali muslim agar senantiasa berpegang kepada syariat yang diatur dalam Islam tentang hubungan mahram dan nonmahram. Ini terkait dengan siapa saja yang boleh dan tidak boleh dinikahi. Muslim perlu memahami dan mengetahui hal ini agar tidak terjaga dari hubungan sedarah atau hubungan terlarang yang menjerumuskannya kepada dosa.

Lantas, bagaimana Islam memandang hubungan atau ikatan antara mertua dan menantu dalam lingkup mahram/nonmahram. Bagaimana pula jika terjadi pernikahan antara mantan mertua dengan mantan menantunya?

Hubungan keluarga terhait dengan hukum mahram/nonmahram dalam Islam. Hukum tersebut bisa terjadi karena adanya ikatan darah dan adanya hubungan pernikahan.

Mahram adalah lelaki atau perempuan yang terlarang untuk dinikahi karena adanya alasan sebagaimana disebutkan di atas. Sedangkan, yang boleh dinikahi adalah nonmahram.

Seorang lelaki bisa menikahi perempuan manapun selama bukan golongan perempuan yang dilarang untuk dinikahi.Hanya, ada beberapa kondisi yang menjadikan larangan itu menjadi sebuah kebolehan.

Misalnya:  seorang lelaki menikah dengan seorang perempuan, tetapi baru beberapa bulan mereka lantas bercerai. Pasangan ini bahkan tak pernah melakukan hubungan seksual. Lantas, lelaki itu berhasrat untuk menikahi bekas mertua mantan istrinya tersebut. Pertanyaan pun muncul, apakah mantan menantu ini boleh menikahi bekas mertuanya?

Ikatan pernikahan merupakan hubungan suci yang diatur dalam Alquran. Terkait kasus tersebut, disebutkan dalam Alquran surah an-Nisa ayat 23, Allah SWT memasukkan ibu mertua sebagai perempuan yang tidak boleh dinikahi. Dalam hal ini, Imam Ibnu Katsir menukil sebuah riwayat pada masa Pemerintahan Khalifah Muawiyyah. Ketika itu, Bakr ibnu Kinanah pernah menceritakan kepadanya bahwa ayahnya menikah kan dirinya dengan seorang wanita di Taif.

Bakr ibnu Kinanah melanjutkan kisahnya, “Wanita tersebut tidak kugauli sehingga pamanku meninggal dunia, meninggalkan Utrima yang juga adalah ibu si wanita itu, sedangkan ibunya adalah wanita yang memiliki harta yang banyak.” Ayahku berkata (kepadaku), “Maukah engkau mengawini ibunya?” Bakr ibnu Kinanah mengatakan, ‘Lalu aku bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai masalah tersebut.’ Ternyata ia berkata, ‘Kawinilah ibunya!’. “Bakr ibnu Kinanah melanjutkan kisahnya bahwa setelah itu ia bertanya kepada Ibnu Umar. Maka ia menjawab, “Jangan kamu kawini dia.”

Setelah itu aku ceritakan apa yang di katakan oleh keduanya (Ibnu Abbas dan Ibnu Umar). Lalu ayahku menulis surat kepada Mu’awiyah yang isinya memberitakan apa yang dikatakan oleh keduanya. Mu’awiyah menjawab, “Sesungguhnya aku tidak berani menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, tidak pula mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Kamu tinggalkan saja masalah tersebut karena wanita selainnya cukup banyak.” Dalam jawabannya itu Mu’awi yah tidak melarang—tidak pula mengizinkan— aku melakukan hal tersebut. Lalu ayahku berpaling meninggalkan ibu si wanita itu dan tidak jadi menikahkannya (denganku).

Syekh Yusuf Qaradhawi dalam Fiqih Kontemporer menjelaskan, tidak boleh menikah dengan bekas ibu mertua. Baik anaknya (bekas istrinya) sudah pernah di gauli maupun belum, baik yang dicerai kan sebelum digauli maupun yang me ninggal sebelum digauli. Syekh Qara dha wi menjelaskan, Allah SWT sudah mengatur ini dalam Alquran.

“Diharamkan atas kalian (menga wini) ibu-ibu kalian; anak-anak kalian yang perempuan; saudara-saudara ka lian yang perempuan, saudara-saudara ba pak kalian yang perempuan; saudarasaudara ibu kalian yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudarasaudara lelaki kalian: anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan kalian: ibu-ibu kalian yang menyusui kalian, saudara sepersusuan kalian; ibuibu istri kalian (mertua) anak-anak istri kalian yang dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istri kamu itu (dan sudah kalian ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagi kalian) istriistri anak kandung kalian (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS an-Nisa:23).

Menurut Syekh Qaradhawi, dalam ayat ini, Allah SWT tidak membedakan antara mertua yang anaknya sudah pernah digauli (berhubungan seks) dan yang belum. Dengan demikian, akad nikah yang dilakukan seorang pria dengan seorang wanita telah menjadikan kemungkinan adanya pernikahan dengan ibu mertua itu haram.

Syekh Qaradhawi melanjutkan, berbeda apabila seorang pria menikah dengan wanita yang belum pernah digaulinya. Kemudian, terjadi perceraian di antara mereka atau istrinya meninggal dunia. Pria itu pun boleh menikah dengan putri wanita tersebut (anak tiri pria tersebut). Hal ini termasuk salah satu kategori perempuan yang boleh dinikahi dalam ayat tadi.

“… anak-anak istri mu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri. Tetapi, jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya..” (QS an- Nisa:25). []

SUMBER: REPUBLIKA / ISLAMPOS

Cerdas Mengolah Emosi

Emosi senantiasa berubah-ubah dalam tendensi tertentu pada diri manusia. Dan emosi yang berubah mempunyai posisi penting dalam kehidupan manusia, khususnya pengambilan keputusan saat pencapaian suatu tujuan hidup.

Tak jarang manusia hanya mengandalkan emosi semata sebagai dasar pengambilan keputusan arah hidupnya. Karena itu, emosi memegang peranan amat penting dalam menentukan sukses tidaknya kehidupan manusia itu sendiri.

Kunci meraih kesuksesan tak lain dengan mengatur dan mengendalikan emosi. Ini karena emosi terkadang membuncah dan menurun.

Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ”Bukanlah yang dikatakan orang kuat adalah orang yang kuat bergulat, tapi sesungguhnya orang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan nafsunya di kala marah.” (HR Bukhari Muslim).

Dalam Islam, pengendalian diri terhadap emosi dapat disebut dengan sabar. Allah SWT senantiasa memberi solusi kepada kita agar dalam menghadapi cobaan dan masalah, haruslah mengedepankan kesabaran.

”Minta tolonglah kamu (dalam jihad akbar ini) dengan melakukan shalat dan sabar, sesungguhnya itu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS Albaqarah [2]: 45).

Orang yang senantiasa sabar adalah yang cerdas mampu mengatur emosinya menghadapi berbagai permasalahan hidup, dan selalu berusaha dengan teguh mengejar apa yang menjadi cita-citanya.

Allah SWT akan menyayangi setiap hamba-Nya yang menghadapi kehidupan dengan penuh sabar dan tabah. Allah SWT pun berjanji akan melimpahkan pahala di dunia maupun akhirat. ”Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Azzumar [39]: 10).

Selain mendapatkan pahala berlipat, orang yang sabar mengendalikan emosi, juga akan mendapatkan rahmat dan petunjuk dari Allah SWT. ”Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Albaqarah [2]: 157).

Dalam memecahkan masalah, jangan mengandalkan emosi yang meletup-letup dan terburu-buru. Kita hendaknya dapat mengatur emosi dengan cerdas, sehingga tidak berbuah penyesalan dan kekecewaan.

Orang yang cerdas secara emosi adalah yang sabar dan tabah menghadapi cobaan. Sabar bukan berarti pasrah pada keadaan. Sabar dalam mengendalikan emosi merupakan satu upaya menghadapi masalah dengan jalan berpikir secara lebih rasional, yang tak hanya mengandalkan emosional semata. n

Oleh: Iadatul Fitri

IHRAM

Hukum Mencium Jenazah

Berkaitan dengan hukum apakah diperbolehkan mencium seseorang ketika sudah meninggal dunia, terdapat kisah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu di hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,

أَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى فَرَسِهِ مِنْ مَسْكَنِهِ بِالسُّنْحِ حَتَّى نَزَلَ، فَدَخَلَ المَسْجِدَ، فَلَمْ يُكَلِّمِ النَّاسَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، فَتَيَمَّمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُسَجًّى بِبُرْدِ حِبَرَةٍ، فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ، ثُمَّ أَكَبَّ عَلَيْهِ، فَقَبَّلَهُ، ثُمَّ بَكَى

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menunggang kudanya dari suatu tempat bernama Sunih hingga sampai dan masuk ke dalam masjid. Dia tidak berbicara dengan orang-orang, lalu dia menemui ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dan langsung mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sudah ditutupi (jasadnya) dengan kain terbuat dari katun. Kemudian dia membuka tutup wajah beliau, lalu Abu Bakar bersimpuh di depan jasad Nabi, dan menciumnya. Kemudian Abu Bakar pun menangis … “ (HR. Bukhari no. 1241)

Hadis ini merupakan dalil bolehnya mencium orang yang sudah meninggal dunia (jenazah), yaitu bagi orang-orang yang memang boleh mencium orang tersebut ketika masih hidup dan melihat wajahnya.

Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Dalam hadis ini terdapat dalil bolehnya mencium seseorang ketika meninggal dunia karena Abu Bakar mencium (jenazah) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika kerabat atau orang-orang yang mencintai si mayit tersebut ingin menciumnya, maka hal itu diperbolehkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mencium jenazah ‘Utsman bin Madh’un radhiyallahu ‘anhu ketika meninggal dunia. Hal ini menunjukkan bolehnya mencium jenazah.” (Tashiilul Ilmaam, 3: 20)

Maksud yang lebih jelas jika melihat dari konteks hadis ini adalah bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mencium Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena rasa cinta kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini adalah dalil yang sangat tegas tentang besarnya rasa cinta Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Abu Bakar tidaklah melakukan hal itu karena mencari keberkahan (tabarruk), sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian pensyarah hadis ini. Sehingga mereka pun berdalil akan bolehnya mencium jenazah dalam rangka tabarruk.

Hal tersebut adalah keliru, karena konteks hadis menunjukkan bahwa Abu Bakar mencium jenazah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena kecintaan, bukan karena tabarruk. Seandainya karena tabarruk, tentu tindakan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu akan diikuti oleh para sahabat yang lainnya.

Selain itu, seandainya kita terima argumentasi mereka bahwa tindakan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu itu adalah dalam rangka tabarruk, maka itu pun seharusnya hanya berlaku khusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak berlaku untuk selain beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Referensi:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (4: 249) dan Tashiilul Ilmaam bi Fiqhi Al-Ahaadits min Buluughil Maraam (3: 20).

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/81725-hukum-mencium-jenazah.html

Makna Hadis: Seorang Mukmin Meninggal dengan Kening Berkeringat

Dari sahabat Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

المُؤْمِنُ يَمُوتُ بِعَرَقِ الجَبِينِ

Seorang mukmin meninggal dunia dengan keringat di dahi (kening).” (HR. Tirmidzi no. 982, An-Nasa’i no. 1828, 1829, dan Ibnu Majah no. 1452. Hadis ini dinilai sahih oleh Al-Albani)

Makna hadis

Yang dimaksud dengan keringat adalah air yang keluar dari jasad (badan) seseorang ketika sedang berada dalam kesakitan (kepayahan) dan kepanasan. Meninggal dunia dengan kening berkeringat ini merupakan salah satu tanda husnulkhatimah, sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Al-Albani rahimahullah. (Ahkaamul Janaiz, hal. 35)

Makna hadis ini dijelaskan oleh para ulama dengan dua penjelasan:

Pertama, seorang mukmin yang sangat berat (sakit) ketika sakratulmaut dengan tujuan untuk membersihkannya dari dosa dan kesalahan. Sehingga dia pun bertemu dengan Allah Ta’ala dalam kondisi bersih dari dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengalami kondisi yang sangat berat ketika sakratulmaut, sampai-sampai beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ

Sesungguhnya kematian itu memiliki sakaraat (kondisi yang susah, sulit, atau berat, pent.).” (HR. Bukhari no. 4449)

Diceritakan oleh Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

لَمَّا نَزَلَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ، فَإِذَا اغْتَمَّ بِهَا كَشَفَهَا عَنْ وَجْهِهِ، فَقَالَ وَهُوَ كَذَلِكَ: لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى اليَهُودِ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ. يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوا

Ketika sakit Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semakin parah, beliau memegang bajunya, dan ditutupkan ke mukanya. Bila telah terasa sesak, beliau lepaskan dari mukanya. Ketika keadaannya seperti itu, beliau bersabda, ‘Semoga laknat Allah tertimpa kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid.’ Beliau memberi peringatan (kaum muslimin) atas apa yang mereka lakukan.” (HR. Bukhari no. 435 dan Muslim no. 531)

BACA JUGA: Memperbanyak Mengingat Kematian

Berdasarkan makna yang pertama ini, kondisi berat yang dialami seorang mukmin ketika meninggal dunia adalah tanda penghapusan dosa dan juga ditinggikannya derajat. Syekh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Inilah makna yang lebih dekat.” (Minhatul ‘Allaam, 4: 238)

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan sebuah hadis sahih dari Buraidah, bahwa beliau sedang berada di Khurasan, kemudian menjenguk saudaranya yang sakit dan dia mendapatinya meninggal dunia dengan keringat di kening. Kemudian Buraidah radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

اللَّهُ أَكْبَرُ. سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَوْتُ الْمُؤْمِنِ بِعَرَقِ الْجَبِينِ

Allah Maha besar. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Serorang mukmin meninggal dunia dengan keringat di dahi (kening).’ ” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad, 38: 129)

Riwayat dari Buraidah ini menguatkan makna yang pertama.

Kedua, seorang mukmin itu bersusah payah untuk mencari penghidupan yang halal sampai meninggal dunia. Mereka tidak bermalas-malasan dan berpangku tangan untuk mencari rezeki yang halal sampai datangnya kematian. Maka, berdasarkan makna kedua ini, hadis ini berisi motivasi untuk bersemangat dan berjuang mencari rezeki yang halal sampai kematian datang menjemput. Dia tidak meminta-minta kepada manusia, atau meninggalkan usaha mencari rezeki yang halal, sehingga dia pun menjadi penyakit bagi masyarakat di sekitarnya. Akan tetapi, seorang mukmin akan terus berjuang dan berusaha mencari rezeki yang halal sampai kematian datang menjemputnya.

Termasuk dalam cakupan makna yang kedua ini adalah seorang mukmin itu ketika hidup di dunia, mereka bersusah payah untuk menegakkan ibadah, seperti salat dan puasa, dan juga bersusah payah untuk melaksanakan aturan-aturan dalam agama. Wallahu Ta’ala a’lam.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/81723-makna-hadits-seorang-mukmin-meninggal-dengan-kening-berkeringat.html

Fatwa Ulama: Mungkinkah Umat Islam Bersatu di atas Akidah yang Berbeda?

Fatwa Syekh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan

Pertanyaan:

Mungkinkah tercapai ijtima’ (persatuan umat Islam) di atas perbedaan akidah dan manhaj?

Jawaban:

Tidaklah mungkin persatuan bisa tercapai ketika akidah dan manhaj berbeda-beda. Bukti terbaik tentang hal itu adalah realita bangsa Arab sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika mereka dulunya itu berpecah belah dan saling bunuh. Ketika mereka masuk Islam dan ketika mereka berada di bawah bendera tauhid, akidah mereka menjadi akidah yang satu, manhaj-nya pun menjadi manhaj yang satu. Bersatulah kalimat mereka dan berdirilah negara mereka.

Allah Ta’ala telah menyebutkan hal itu dalam firman-Nya,

وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً

Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu jadilah kamu karena nikmat Allah sebagai orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali Imran: 103)

Allah Ta’ala juga berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً مَّا أَلَّفَتْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَـكِنَّ اللّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahagagah lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Anfal: 63)

Allah Ta’ala tidak akan mempersatukan hati orang-orang kafir, orang-orang murtad, dan kelompok-kelompok kesesatan, selama-lamanya. Allah Ta’ala hanyalah mempersatukan hati orang-orang yang beriman dan orang-orang yang bertauhid. Allah Ta’ala berfirman tentang orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang menyelisihi manhaj dan akidah Islam,

تَحْسَبُهُمْ جَمِيعاً وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُونَ

Kamu mengira mereka itu bersatu, sedangkan hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.” (QS. Al-Hasyr: 14)

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَ يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلاَّ مَن رَّحِمَ رَبُّكَ

Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.” (QS. Huud: 118-119)

“Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu”, mereka itulah orang-orang yang memiliki akidah dan manhaj yang sahih. Mereka itulah orang-orang yang selamat dari perselisihan.

Adapun orang-orang yang berusaha untuk mempersatukan manusia di atas akidah yang rusak dan manhaj yang berbeda-beda, mereka mengusahakan satu hal yang mustahil. Hal ini karena mengumpulkan (mempersatukan) dua hal yang bertentangan itu adalah hal yang mustahil.

Tidaklah hati dan kalimat menjadi bersatu, kecuali dengan kalimat tauhid, jika kita mengilmui maknanya dan mengamalkan konsekuensinya secara lahir dan batin. Jika hanya sekedar mengucapkannya dan tindakannya menyelisihi konsekuensi kalimat tauhid, maka (ucapan itu) tidaklah memberikan manfaat.

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Al-Ajwibah Al-Mufiidah ‘an As-ilati Al-Manaahij Al-Jadiidah, hal. 225-226, pertanyaan no. 93 (penerbit Maktabah Al-Hadyu Al-Muhammadi Kairo, cetakan pertama tahun 1429)

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/81721-fatwa-ulama-mungkinkah-umat-islam-bersatu-di-atas-aqidah-yang-berbeda.html

3 Sumpah Rasulullah yang Pasti Akan Terjadi

TAHUKAH Anda bahwa Rasulullah ﷺ telah mengatakan tiga sumpah. Dimana sumpah itu sangat berkaitan erat dengan kehidupan kita sekarang ini. Beliau mengatakannya ketika akan menghembuskan nafas terakhir. Apa sajakah sumpah Rasulullah tersebut?

Dalam sebuah riwayat hadis disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Ada tiga perkara yang aku bersumpah atas ketiganya yaitu tidak berkurangnya harta karena sedekah, maka bersedekahlah. Tidaklah seseorang yang memaafkan perbuatan orang yang dzalim kepada dirinya, melainkan akan Allah tambah dengan kemuliaan. Dan tidaklah seseorang yang membuka pintu atas dirinya untuk meminta-minta kepada manusia, melainkan akan Allah buka untuknya pintu menuju kefakiran,” (HR. Ahmad dan Al-Bazar).

Hadis ini diambil dari kitab Kunuz as-Sunnah an-Nabawiyah oleh Bari’ Irfan Taufiq pada juz I halaman 138. Di dalam kitab Shahih al-jami’, Syaikh Albani berkata bahwa hadis ini shahih.

Hadits tersebut menjelaskan tentang tiga hal yang disumpahi oleh Rasulullah yaitu;

1. Sumpah Rasulullah yang Pasti Akan Terjadi: Harta Tidak Berkurang karena Sedekah

Hal ini merupakan sumpah nabi yang pertama. Segala amalan shaleh berupa sedekah, infak dan zakat yang dilakukan di Jalan Allah Ta’ala tidak akan membuat kekayaan dan kepemilikan harta seseorang berkurang. Justru sebaliknya, dengan bersedekah rezeki yang didapatkan akan bertambah berkali lipat.

أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ عَلَيْكِ ، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ

“Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut[1]. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.”

Hadits ini dibawakan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi dalam Riyadhus Shalihin pada Bab “Kemuliaan, berderma dan berinfaq”, hadits no. 559 (60/16).

Sedekah tidaklah mengurangi harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim no. 2558, dari Abu Hurairah).

Makna hadits di atas sebagaimana dijelaskan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah ada dua penafsiran:

Harta tersebut akan diberkahi dan akan dihilangkan berbagai dampak bahaya padanya. Kekurangan harta tersebut akan ditutup dengan keberkahannya. Ini bisa dirasakan secara inderawi dan kebiasaan.

Walaupun secara bentuk harta tersebut berkurang, namun kekurangan tadi akan ditutup dengan pahala di sisi Allah dan akan terus ditambah dengan kelipatan yang amat banyak.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan hadits di atas dengan mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan sesuatu berdasarkan hawa nafsunya semata. Beliau bersabda, “Sedekah tidaklah mungkin mengurangi harta”. Kalau dilihat dari sisi jumlah, harta tersebut mungkin saja berkurang. Namun kalau kita lihat dari hakekat dan keberkahannya justru malah bertambah. Boleh jadi kita bersedekah dengan 10 riyal, lalu Allah beri ganti dengan 100 riyal. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39). Allah akan mengganti bagi kalian sedekah tersebut segera di dunia. Allah pun akan memberikan balasan dan ganjaran di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)”. -Demikian penjelasan sangat menarik dari Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah.

2. Sumpah Rasulullah yang Pasti Akan Terjadi: Orang yang Bersabar di Atas Penganiayaan Diberikan Kemuliaan

Di antara hikmah adanya orang yang dzalim adalah anjuran bagi kita untuk berlaku sabar dan tidak meladeni kedzalimannya tersebut.

Sumpah Rasulullah yang kedua ini secara tidak langsung akan menjadi penawar bagi orang yang teraniaya. Bukan hanya sekadar penawar, namun kemuliaan tinggi di sisi Allah-lah yang ditawarkan. Maka, percayalah bahwa Allah tidak akan memandang remeh orang-orang yang bersabar dari penganiayaan terhadap dirinya melainkan ganjaran besar yang menanti.

“Tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba dengan sikap memaafkan melainkan kemuliaan” (HR Muslim)

“Barangsiapa yang memberi maaf dan melakukan kebaikan, maka pahalanya di sisi Allah.” (QS. Asy Syuuraa: 40)

3. Sumpah Rasulullah yang Pasti Akan Terjadi: Meminta-minta merupakan Pintu Kefakiran

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mencari rezeki dengan cara yang terhormat dan mencela budaya meminta-minta. Oleh sebab itu, Islam memandang mulia orang-orang yang berusaha mencari rezeki secara halal. Dan sebaliknya bila mendapatkan harta hasil usaha mengemis bukanlah sesuatu yang patut untuk dibanggakan.

Bahkan, Rasulullah sendiri pernah menyebutkan bahwa seseorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar. Lantas dibawa ke pasar dan dijual, kemudian uangnya digunakan untuk mencukupi keperluan diri. Maka, hal itu lebih baik daripada orang yang meminta-minta yang terkadang diberi dan terkadang lagi ditolak.

Dari Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا قَبِيْصَةُ، إِنَّ الْـمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ : رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ ، فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْش ٍ، –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْـمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ ، سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا.

“Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.” (Shahih: HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad, an-Nasa-i, dan selainnya).

Hadits ini menunjukkan bahwa meminta-minta adalah haram, tidak dihalalkan, kecuali untuk tiga orang:

(1) Seseorang yang menanggung hutang dari orang lain, baik disebabkan menanggung diyat orang maupun untuk mendamaikan antara dua kelompok yang saling memerangi. Maka ia boleh meminta-minta meskipun ia orang kaya.

(2) Seseorang yang hartanya tertimpa musibah, atau tertimpa peceklik dan gagal panen secara total, maka ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.

(3) Seseorang yang menyatakan bahwa dirinya ditimpa kemelaratan, maka apabila ada tiga orang yang berakal dari kaumnya memberi kesaksian atas hal itu, maka ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.

“Barangsiapa membukakan bagi dirinya pintu meminta-minta tanpa kebutuhan yang mendesak, atau bukan karena kemiskinan yang tidak mampu bekerja, maka Allah akan membukakan baginya pintu kemiskinan dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (HR. Baihaqi, lihat Shohih Targhib wa Tarhib : 1/195)

“Tidaklah seorang hamba membuka pintu untuk meminta-minta melainkan Allah membukakan baginya pintu kefakiran.” (HR. Ahmad 4/207 di Shohihkan oleh Syaikh Al-albani dalam Shohih Targhib wa Tarhib: 1/99)

Demikianlah tiga substansi sumpah Rasulullah bagi seluruh umatnya. Sekarang tinggal bagaimana sikap kita menghadapinya. Apakah berusaha untuk menjalankannya atau tidak. Dan sungguh beruntunglah orang-orang yang mampu mengamalkan perintah dan anjuran Rasulullah ﷺ tersebut. Wallahu ’alam. []

ISLAMPOS

Cek Bahan Kosmetik Anda: Cantik Tapi “Haram” Buat Apa?

Menurut MUI pada september 2021, ada 16.844 produk kosmetik halal dengan 418 sertifikat halal, muslimah dianjurkan, menghindari bahan haram dan najis, beralih kosmetik halal

Hidayatullah.com | BAGI KAUM HAWA, kecantikan adalah sesuatu yang nomor satu. Salah satu bahan yang membantu kaum wanita tampil cantik adalah kosmetik.

Tak jarang, berbagai produk dicoba demi tampil cantik, meski terkadang mereka abai terhadap bahan baku kosmetik itu sendiri. Dulu, perusahaan kosmetika menggantungkan pada bahan-bahan yang memiliki khasiat yang misterius, seperti minyak yang diperoleh dari kura-kura yang meningkatkan peremajaan kulit atau mengencangkan otot yang terdapat di dagu.

Kemudian minyak ikan paus, royal jelly yang berasal dari lebah ratu, ekstraks embrio anak ayam, serum darah kuda, dan ekstrak kulit babi yang mempunyai khasiat khusus.

Berikut istilah-istilah yang digunakan sebagai ingredien kosmetika yang perlu Anda kenali:

Liposome berbentuk kantung-kantung mikroskopik, terdiri dari berbagai bahan lemak, termasuk fosfolipid. Fosfolipid adalah komponen natural dari membran sel.

Namun bahan yang digunakan dalam kosmetika bisa berasal dari alami atau pun sintetik. Jika bahan tersebut tercampur air dengan sempurna, maka fosfolipid akan membentuk bulatan liposome yang akan menangkp bahan yang akan terlarut dalam air atau dalam minyak.

Nayad: Adalah nama dagang untuk ekstraks khamir. Berdasarkan literatur, nayad digambarkan sebagai suatu sistem yang baru dimana sel-sel khamirnya diambil serta dimurnikan ratusan kali, sehingga menghasilkan produk konsentrat tinggi, bebas bau dan ekstraks khamir yang memiliki potensi luar biasa.

Namun demikian belum bisa dijelaskan bagaimana cara kerja produk tersebut. Yang diketahui bahwa penggunaan nayad memberikan hasil yang luar biasa, kulit menjadi mulus, tanpa ada kerutan dan garis penuaan.

Vitamin: Sebagaimana halnya pangan yang mengandung vitamin ADEK dan beberapa vitamin B kompleks, maka pengusaha kosmetika pun tidak mau kalah.

Dengan adanya penambahan vitamin dalam formula kosmetika, maka kulit akan menjadi lebih baik, terpelihara karena keberadaan vitamin dianggap sebagai pensuplai gizi makanan untuk kulit. Walaupun menurut Direktur FDA divisi kosmetika, Stanley R Milstein Phd belum ada bukti klinis bahwa vitamin-vitamin tersebut dapat mensuplai gizi atau makanan bagi kulit.

Aloe Vera: suatu tanaman dari famili lili yang memiliki sifat sebagai anti-iritasi. Sudah dikenal sebelum zaman Cleopatra Plasenta manusia. Plasenta telah digunakan sebagai bahan kosmetika sejak tahun 1940.

Khasiatnya dianggap menghilangkan kerutan, menstimulir pertumbuhan jaringan menjadikan plasenta dikenal sebagai kelompok obat, yang kemudian oleh FDA dinyatakan sebagai misbranded.

Amniotik liquid: Cairan yang berada di sekitar janin yang berfungsi untuk melindungi janin dari benturan fisik. Memiliki keuntungan yang sama dengan plasenta manusia serta penggunaannya tebatas pada penggunaan pelembab, lotion rambut dan perawatan kulit kepala serta shampo.

Bahan tersebut yang biasa digunakan untuk kosmetik berasal dari sapi atau lembu jantan.

Kollagen: Penelitian telah dilakukan pada berbagai tipe dan penggunaan kolagen. Pada kosmetik, kolagen memiliki efek melembabkan, karena kollagen tidak larut air, tetapi sebaliknya menahan air.

Cerebroside: Bahan ini dapat berasal dari hewan atau tanaman. Cerebroside termasuk dalam kelompok glikolipid yaitu terdiri dari bahan lemak dan karbohidrat.

Diproduksi secara alami dalam sel epidermal basal, merupakan lapisan kulit paling dalam. Setelah cerebroside terbentuk, maka ia akan tersekresi keluar sel kemudian bertindak sebagai lapisan pelindung.

Karena sel baru terbentuk di lapisan dibawah kulit,kulit yang lebih tua akan bergerak menuju permukaan dan menjadi kering.

Bahan yang digunakan dapat bersumber dari sapi, lembu jantan, sel otak babi atau jaringan-jaringan sistem syaraf.

Waspadai bahan haram

Bagi Muslimah tentu tak hanya fungsi kosmetik yang mesti mereka pikirkan, tapi juga harus memperhatikan kehalalan bahan baku kosmetik yang mereka gunakan.

Pasalnya, semakin maju teknologi semakin banyak pula alternatif bahan baku kosmetik yang digunakan. Ambil contoh, sodium heparin. Ia adalah mukopolisarida tersulfatasi yang banyak terdapat dalam jaringan mamalia.

Bahan itu memiliki sejumlah fungsi, di antaranya adalah antiinflamasi, pengaturan lipid darah, maupun antitrombosis. Bahan ini digunakan secara luas dalam terapi klinis.

Menurut Staf Pengajar Teknologi Pangan dan Gizi, IPB, Dr Anton Apriyantono, sodium heparin bisanya juga digunakan sebagai salah satu obat yang diperlukan untuk mencegah penggumpalan darah.

Karena itu, sodium heparin banyak digunakan sebagai terapi pada penderita dengan serangan jantung. Namun, yang harus diperhatikan adalah bahwa sumber pembuatan sodium heparin terbuat dari babi.

Seperti dilansir situs Jurnal Halal MUI, penggunaan sodium heparin juga mulai bergeser pada dunia kosmetik. Karena bahan ini memiliki efek perawatan pada kulit, memperbaiki sirkulasi dan meningkatkan suplai gizi serta meningkatkan ekskresi sisa metabolisme.

Dalam dunia kosmetik, sodium heparin merupakan salah satu bahan dalam pembuatan cream untuk nutrisi kulit, cream untuk sekitar mata, produk-produk anti acne atau jerawat dan juga hair tonic. Hal yang mesti dicermati, khususnya bagi Muslimah, adalah asal usul sodium heparin itu sendiri.

Sodium heparin yang telah diproduksi secara komersial ternyata berasal dari jaringan mukosa (permukaan bagian dalam usus) babi. Produk ini memang banyak diproduksi di China, kemudian diekspor terutama ke Amerika Serikat dan Eropa.

Bahan lain yang patut dicermati dalam pembuatan kosmetik adalah plasenta. Plasenta atau ari-ari ini merupakan organ manusia yang berfungsi sebagai media nutrisi untuk embrio yang ada dalam kandungan. Ia memiliki bobot seberat 600 gram berdiameter 16-18 cm, dan mengandung 200 ml darah yang mengisi jaringan seperti spon.

Selama berfungsi sebagai sumber kehidupan, embrio plasenta kaya akan kandungan darah dan juga protein seperti albumin, hormon seperti estrogen dan substansi lain seperti asam deoxy ribonukleat dan asam ribonukleat. Semula plasenta memang digunakan dalam bidang farmasi, karena organ ini memiliki fungsi yang luas. Di antaranya adalah untuk menyembuhkan cacar bawaan, terapi kanker, kehilangan protein akut melalui luka bakar, infeksi bakteri yang berulang dan serius serta menginitis.

Dalam pembuatan kosmetik, ekstrak plasenta merupakan sumber protein biologis yang bisa berasal dari hewan maupun manusia. Biasanya ia menjadi bahan baku krem regenerasi untuk memperbaiki elastisitas kulit dan mencegah degenerasi sel.

Dengan demikian, plasenta diaplikasikan sebagai faktor eksogenik untuk menstimulir regenerasi sel, sehingga menghasilkan fungsi kulit yang diingin kan, yaitu kulit muda belia.

Produk-produk yang juga mengandung ekstrak plasenta yang ditemukan di pasar antara lain sabun mandi, lotion, perawatan kulit, dan juga bedak.

Preparat kosmetik yang menggunakan plasenta atau turunannya tidak jelas sumber plasenta yang digunakan, apakah berasal dari plasenta manusia atau hewan. Keduanya memiliki permasalahan yang sama ditinjau dari sudut kehalalan.

Bahan lain yang perlu dikritisi kehalalannya adalah lemak dan turunannya. Lemak dan turunannya (gliserin, gms, cetyl alc, stearic acid, stearyl acid, palmitate acid, dll) banyak digunakan sebagai pembuatan lipstik, sabun, krim dan lotion. Bahan-bahan ini dapat berasal dari lemak hewan.

Bicara tentang hewan, tentu ada hewan haram atau najis, ada pula yang halal dan disembelih sesuai syariat Islam.

Kolagen dan elastin berguna untuk menjaga kelenturan kulit. Zat yang sering digunakan untuk produk pelembab ini merupakan jaringan yang bisa berasal dari hewan.

Ada banyak kosmetik yang menggunakan kolagen dari binatang, mulai dari kambing, domba, sapi, bahkan babi. Kolagen dari babi inilah yang termasuk dalam kandungan haram dan harus dijauhi oleh muslimah.

Pemanfaatan bahan dari babi ini kemudian dikenal dengan nama intifa’.

Juga ekstrak plasenta dan amnion (cairan ketuban). Plasenta dan amnion, yang terutama digunakan untuk peremajaan kulit, dapat diperoleh dari hewan, bahkan manusia.

Menurut Komisi Fatwa MUI, penggunaan plasenta yang berasal dari hewan halal untuk bahan kosmetik luar maupun obat luar hukumnya mubah (boleh).  Namun, jika penggunaan plasenta berasal dari bangkai hewan halal untuk bahan kosmetik dan obat luar maka hukumnya haram.

Selain itu bahan dari hormon estrogen. Ekstrak timus dan melantonin adalah contoh hormon yang berasal dari hewan dan dapat digunakan untuk kosmetik.

Dikutip dari laman LPPOM MUI, hingga September 2021, ada 16.844 produk kosmetik halal dengan 418 sertifikat halal dari 210 perusahaan yanhg beredar di Indonesia. Bagi muslimah yang akrab dengan pemakaian kosmetik, disarankan untuk selalu memilih kosmetik dengan kandungan yang terjamin halal dan menghindari penggunaan produk yang haram dan najis. 

Kosmetik yang digunakan sehari-hari, sehingga menempel di kulit dan akan terbawa saat melakukan ibadah shalat. Ketika shalat, seseorang harus terbebas dari najis agar shalatnya menjadi sah.

Oleh karena itu, setiap muslim yang hendak melaksanakan ibadah shalat, maka harus dipastikan bahwa tidak ada lagi najis, baik di badan, pakaian, maupun tempat shalat. Nah, lebih aman jika memilih produk kosmetik halal yang kini sudah banyak beredar di Indonesia.*

HIDAYATULLAH

5 Manfaat Membuat Resolusi Tahun Baru

SAHABAT Islampos, tahun baru kerap dimaknai sebagai awal yang baru. Biasanya disusun pula rencana dalam bentuk resolusi di tahun baru. Harapannya tentu adalah harapan menuju perubahan yang positif. Lantas, apa, sih, manfaat membuat resolusi tahun baru tersebut?

Resolusi adalah sebuah tujuan. Resolusi sering dideskripsikan sebagai proses perbaikan diri agar menjadi pribadi yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Dengan membuat resolusi tahun baru, seseorang akan ingat tentang apa tujuan hidup dan usaha yang harus dilakukan untuk mencapainya.

Manfaat Membuat Resolusi Tahun Baru

Selain itu, membuat resolusi memberikan beragam manfaat. Berikut ini manfaat membuat resolusi tahun baru yang perlu Anda ketahui:

1 Memberikan semangat hidup

Dengan membuat resolusi untuk tahun yang baru, Anda dapat merasakan semangat dari dalam diri untuk melakukan hal-hal menarik yang telah direncanakan ke depannya.

Semangat untuk mencapai semua resolusi atau target yang membuat Anda antusias menghadapi Tahun Baru. Ini membuat Anda terhindar dari perasaan pesimistis atau kehawatiran tentang apa saja yang akan terjadi di tahun depan.

2 Menentukan tujuan

Resolusi membantu untuk mengetahui tujuan hidup setahun ke depan tentang apa yang ingin Anda capai atau ingin Anda miliki. Kemudian apa saja yang harus Anda lakuan untuk meraih impian dan cita-cita.

Anda dapat membuat daftar resolusi tentang keinginan untuk lebih rajin berolahraga agar mendapatkan tubuh yang bugar, atau lebih rajin menabung untuk membeli gawai baru dan sebagainya.

3 Membuat komitmen dengan diri sendiri

Membuat sebuah resolusi hal ini berarti Anda telah membuat sebuah komitmen kepada diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang ingin Anda capai di tahun yang baru. Anda akan mengetahui apa yang harus dan tidak harus dilakukan agar resolusi itu terpenuhi.

4 Introspeksi diri

Saat membuat resolusi, secara tidak langsung Anda telah melakukan pengamatan terhadap dirimu. Tentang apa yang sudah atau belum Anda lakukan maupun keinginan yang belum terpenuhi. Dengan mengamati diri, Anda juga lebih mengenal kelemahan maupun kelebihan yang dimiliki. Anda pun dapat berkaca pada diri dan menemukan apa saja pencapaian selama ini, juga apa saja yang belum Anda capai.

5 Memperbaiki diri

Di tahun yang baru tentunya Anda ingin hidup menjadi pribadi yang lebih baik. Maka, resolusi untuk memperbaiki kesalahan di tahun yang lalu dapat membantu untuk tahu apa saja yang harus dilakukan dan yang tidak.

Resolusi tidak melulu soal impian, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang ingin Anda hindari, seperti berhenti merokok, berhenti mengonsumsi alkohol, atau mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan sebagainya. []

SUMBER: BOLA

Membaca Alquran dan Mengingat Mati

Berbicara soal hati berarti berbicara soal moral/mental.

عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ أَالبَا هِلِي قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ : الْقُلُوْبُ لَتَصْدَأُ كَمَا يَصْدَأُ الحَدِيْدُ  قِيْلَ يَا رَسُوْلُ اللّهِ وَمَا جَلاَؤُهَا؟ قَالَ قِرَاءَةُ الْقُرْأَنِ وَذِكْرُ الْمَوْتِ (رواه مسلم)

Artinya: “ Dari Abi Umamah Al-Bahili R.A dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “semua hati itu berkarat sebagaimana besi berkarat”. Dikatakan: “Ya Rasulullah, apakah pembersihnya?” Rasulullah menjawab: “membaca Al Qur’an dan mengingat mati.” (HR Muslim)

Penjelasan: hadist di atas perlu ada analisa yang ilmiah agamis dari Ulama dan para intelek. Sebab berbicara soal hati berarti berbicara soal moral/mental yang menyangkut dan menentukan baik dan buruknya perilaku manusia.

Rasulullah menegaskan dengan sabdanya: “ingatlah sesungguhnya didalam tubuh itu ada segumpal darah. Bila dia baik, baiklah seluruh tubuh. Dan bila dia rusak, rusaklah seluruh tubuh. Ingat, bahwa dia itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam Al Qur’an lebih dari seratus sepuluh ayat, Allah menyebut dan menerangkan soal hati yang essensial untuk kita perhatikan, antara lain sebagai berikut:

Hati seseorang yang berpenyakit menjadi sasaran empuk dari syaitan hingga menjadi hati yang kasar/keras (lihat Q.S. Al-Haj: 53). Hati yang berpenyakit tidak/belum terobati Allah akan menambah penyakit yang lain hingga bertambah-tambah. (lihat Q.S. Al-Baqarah: 10).

Hati yang takabbur (menolak kebenaran dan menghina orang lain) disegel/ditutup oleh Allah tidak bisa menerima petunjuk (lihat Q.S. Al-Mu’minin: 35). Orang yang tidak mau bertadabbur (berpikir, mempelajari, dan mengambil pelajaran) kepada Al-Qur’an, hatinya terkunci (lihat Q.S. Muhammad: 24). Hati orang kafir dalam kesesatan (lihat Q.S. Mu’minun: 63). Hati orang tidak beriman dan ragu kepada kebenaran senantiasa bingung/resah (lihat Q.S. At-Taubah: 45).

Rasa memperolok-olok/mempermainkan dan mengabaikan agama islam terdapat dalam hati orang-orang yang bergelimang dosa atau kafir (lihat Q.S. Al Hijr: 11 dan 12). Orang-orang yang tidak mengerti agama, tidak berfikir dan memusuhi islam, lahirnya tampak bersatu, tetapi sebenarnya hati mereka berpecah-pecah dan bermusuhan diantara mereka (lihat Q.S. Al-Hasyr: 14). Hati orang beriman bergetar takut kepada Allah, bila nama-Nya disebut (lihat Q.S. Al-Anfal: 2).

Allah memberi petunjuk kepada hati orang beriman (lihat Q.S. At-Taghabun: 11). Orang yang senantiasa ingat kepada Allah hatinya tentram (lihat Q.S. Ar-Ra’d: 28). Orang-orang yang mengagungkan Syi’ar agama Allah (memperjuangkannya) tanda hatinya bertaqwa (lihat Q.S. Al-Haj: 32). Menurut hadist, Rasulullah menegaskan bahwa Allah selalu melihat hati manusia dan amalnya (HR Muslim dari Abu Hurairah).

Dan di antara doa yang terbanyak dibaca oleh Rasulullah ialah: “wahai Dzat yang membolak-balik (menguasai) hati. Tetapkanlah hatiku dalam memeluk agamaMu”. (HR Tirmidzi). Jika sesuatu besi telah berkarat maka ia kotor dan lama-lama menjadi rapuh, kerapuhannya itu membahayakan tubuh seseorang bila melukainya. Bahkan menyebabkan kematiannya, karena terkena penyakit tetanus. Demikian pula kerapuhan hati seseorang. Seseorang yang hatinya berkarat, berarti kotor dan selanjutnya menjadi rapuh. Padahal setiap kerapuhan hati itu sulit dan mungkin tidak dapat menerima kesucian ajaran islam secara murni dan utuh. Kerapuhan hati itu membahayakan kemurnian pokok-pokok ajaran Islam.

Analisa singkatnya sebagai berikut.

Pertama, aqidah. Ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan, terutama aqidah tauhid. Ajaran ini adalah yang paling prinsipal dan asasi dalam Islam. Dia menjadi sumber kekuatan ruhani dan menentukan perilaku manusia sebagai manifestasi dalam peragaan/pengamalan pokok ajaran yang lain.

Tetapi bagi hati yang rapuh. Aqidahnya menjadi kotor dan rusak. Itulah yang disebut erosi aqidah. Akibatnya timbul syirik, khurafat, tahayul, mistik, pemujaan benda-benda mati hingga dipercayai dan dianggap bahwa dia bisa menyelamatkan atau membahayakan. Seperti penanaman kepala kerbau ketika akan membangun sebuah gedung, dan sebagainya. Selanjutnya termasuk erosi aqidah ialah pengultusan terhadap seseorang, kehilangan rasa tanggung jawab dan kelesuan berbuat baik dalam keadaan apapun.

Dalam konteks aqidah, kita melihat perilaku akibat erosi aqidah itu melanda sebagian umat islam Indonesia. Anehnya mereka tidak/belum merasa dan menyadari. Lebih aneh lagi kalau di antara mereka itu terdiri dari Ulama dan intelek Muslim. Kecuali erosi aqidah juga sebab adanya pengaruh sekularisme, terialisme, elitesme, dan isme-isme di luar ajaran islam.

Kedua, akhlaq. Ajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap mental. Rasulullah menegaskan, bahwa beliau di utus untuk menyempurnakan kemulian budi pekerti. Tetapi sebagaimana analisa tentang aqidah, maka soal akhlaq demikian pula. Artinya bila seseorang rapuh, maka akibatnya timbul sikap/sifat tercela lagi rendah. Seperti orang takabbur, tinggi hati, tidak menghargai orang lain, iri dengki, dusta, curang, serakah, ingin menang sendiri bila berkuasa, tidak mau dikritik, kepada atasan menjilat, kepada sesamanya mengabaikan atau acuh tak acuh, dan kebawah menekan bahkan kadang-kadang menindas, dan sebagainya.

Ketiga, ibadah. Ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tata cara hubungan manusia dengan Allah. Ini disebut ibadah mahdhah atau khusus. Dalam prakteknya timbul ria’ (ingin dilihat dipuji atau dinilai) akibat hati berkarat atau rapuh, maka amalnya sia-sia dihadapan Allah kelak.

 Oleh: HA Dimyati

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah No. 2/63/Th.1983

IQRA REPUBLIKA

Masjidil Haram Luncurkan Program Ijlal Bantu Lansia Saat Ibadah

Otoritas Masjidil Haram meluncurkan sebuah program layanan untuk membantu jamaah lanjut usia (lansia) saat beribadah. Program yang disebut Ijlal itu dijalankan untuk memberikan panduan tentang manasik, memfasilitasi layanan, dan mengarahkan jamaah lansia menuju ruang sholat yang telah ditentukan.

Seperti dilansir Arab News pada Rabu (28/12/2022), program layanan bagi jamaah lansia itu merupakan inisiatif dari Badan Urusan Perhatian Lapangan yang diwakili oleh Presidensi Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci. Direktur Otoritas Masjidil Haram Syekh Mohammed bin Ahmed Shehithi menjelaskan syariah Islam mengajarkan Muslim bersikap baik dan lembut, terutama terhadap orang tua.

Shehithi mengatakan inisiatif tersebut datang atas arahan kepala kepresidenan umum, Abdulrahman Al-Sudais. Tindak lanjut rutin dilakukan oleh Wakil Sekretaris Majid Al-Saeedi untuk memastikan semua layanan dilaksanakan secara efisien.

“Pekerjaan relawan memperkuat banyak konsep moral dan kemanusiaan yang Islam anjurkan untuk kita ikuti (seperti) melayani jamaah dengan menghormati orang tua yang telah melakukan perjalanan untuk melakukan ritual mereka,” kata Rania Shoudry, seorang relawan di Masjidil Haram di Makkah.

“Adalah tugas kami, sebagai sukarelawan, untuk menyediakan semua layanan yang diperlukan untuk memastikan para pengunjung menghabiskan waktu yang menyenangkan di Kerajaan,” tambahnya 

Shoudry menekankan melayani jamaah haji, khususnya lansia, merupakan suatu kehormatan yang ingin dipenuhi relawan sepanjang tahun, khususnya selama bulan Ramadhan. Memberikan layanan seperti itu memiliki dampak positif yang meninggalkan kenangan abadi di hati jamaah. 

IHRAM