Doa yang Dibaca Fatimah az-Zahrah pada Hari Rabu

Dalam kitab Shahifah al-Fathimiyyah, disebutkan doa-doa harian yang dipanjakan oleh Sayyidah Fatimah az-Zahra. Pada hari Rabu disebutkan beliau melantunkan doa berikut ini

اللهمّ احرسنا بعينك التي لا تنام ، وركنك الذي لا يرام ، وبأسمائك العظام ، وصلّ على محمّد وآله ، واحفظ علينا ما لو حفظه غيرك ضاع ، واستر علينا ما لو ستره غيرك شاع ، واجعل كل ذلك لنا مطواعاً ، إنّك سميع الدعاء قريب مجيب

Allahummahrusnaa bi’ainikal latii laa tanam, ruknikal ladzii laa yuraam, wa biasmaaikal ‘idzaam wa shalli ‘alaa muhammadin wa aalihi, wahfadz ‘alainaa maa lau hafidzahu ghairuka dhaa’a, wastur ‘alainaa maa lau satarahu ghairuka syaa’a, waj’al kulla dzalika lanaa mithwaa’an, innaka sami’ud du’aa, qariibun mujiib.

Artinya; Ya Allah, jagalah kami dengan mata-Mu yang tidak perna tidur, dan dengan tiang-Mu yang tidak pernah melemah serta dengan nama-Mu yang agung dan sampaikanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, jagalah kami sebab selain diri-Mu yang menjaganya niscaya ia akan lalai dan tutupilah aib kami sebab andaikan selain-Mu yang menutupinya niscaya justri ia akan menyingkap aib tersebut.

Wallahu’alam.

Neneng MaghfiroPeneliti el-Bukhari Institute dan Tim Redaksi BincangSyariah

BINCANG SYARIAH


Tiga Keutamaan Hari Rabu Menurut Syaikh Abdul Hamid Kudus

Di sebagian masyarakat, hari Rabu identik dengan hari sial atau turunnya banyak bencana dan musibah, terutama hari Rabu terakhir dari setiap bulan. Hari Rabu terakhir dari setiap bulan oleh sebagian masyarakat disebut sebagai hari nahas, atau hari sial.

Anggapan hari Rabu sebagai hari nahas ini dibantah oleh Syaikh Abdul Hamid Kudus dalam kitab Kanzun Najah wa Al-Surur. Sebaliknya, menurut beliau, hari Rabu merupakan hari baik sebagaimana hari-hari lainnya. Bahkan setidaknya terdapat tiga keutamaan hari Rabu berdasarkan hadis Nabi Saw dibanding hari-hari yang lain.

Pertama, waktu antara Dhuhur dan Ashar di hari Rabu adalah waktu mustajabah atau terkabulnya doa. Ini karena Nabi Saw pernah berdoa selama tiga hari, yaitu hari Senin, Selasa, dan Rabu, dan kemudian doanya dikabulkan di hari Rabu antara shalat Dhuhur dan Ashar.

Dalam kitab Syu’abul Iman, Imam Al-Baihaqi berkata sebagai berikut;

ان الدعاء يستجاب يوم الاربعاء بعد الزوال

Doa diterima di hari Rabu setelah tergelincirnya matahari.

Ini berdasarkan hadis riwayat Imam Al-Baihaqi dari Jabir, dia berkata;

دَعَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِ الْأَحْزَابِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الثُّلَاثَاءِ وَيَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ فَاسْتُجِيبَ لَهُ يَوْمُ الْأَرْبِعَاءِ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فَعَرَفْنَا الْبِشْرَ فِي وَجْهِهِ

Rasulullah Saw berdoa di Masjid Al-Ahzab di hari Senin, Selasa dan Rabu. Kemudian doanya diterima di hari Rabu antara dua shalat Dzuhur dan Ashar, lalu kami mengetahui kegembiraan di wajahnya.

Tiada pekerjaan yang dimulai pada hari Rabu kecuali pasti akan maksimal/sempurna.

Kedua, hari Rabu merupakan hari terbaik untuk memulai belajar dan mengajar. Ini berdasrkan hadis riwayat yang disebutkan oleh Syaikh Al-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim berikut;

Ketiga, hari Rabu merupakan hari baik untuk menanam. Ini berdasarkan hadis riwayat Al-Dailami dari Jabir, dia berkata;

من غرس يومَ الأربعاءِ فقال : سبحانَ الباعثِ الوارثِ ، أتتْهُ بأُكُلِها

Barangsiapa menanam di hari Rabu, kemudian dia mengucapkan ‘Subhaanal baa-‘itsil waaritsi’, maka ia akan mendatangkan banyak makanan padanya.

Moh JuriyantoPeneliti el-Bukhari Institute

BINCANG SYARIAH


Benarkah Maksiat Memperpendek Umur?

Di antara dampak maksiat adalah umur menjadi pendek dan keberkahan menghilang. Jika kebaikan memperpanjang umur, kemaksiatan memperpendek umur. Ada beragam pandangan mengenai hal ini.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam al-Da’ wa al-Dawa’ megungkapkan, sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan berkurangnya umur pelaku maksiat adalah hilangnya keberkahan umurnya, karena hal tersebut salah satu dampak dari maksiat.

Sebagian lain berpendapat bahwa umur memang benar-benar berkurang seperti berkurangnya rezeki di mana Allah menjadikan banyak sekali sebab keberkahan rezeki, demikian pula dalam umur manusia. Menurut mereka, bertambahnya umur bisa terjadi karena sebab-sebab tertentu, sebagaimana ia juga bisa berkurang karena sebab-sebab tertentu. Rezeki, ajal, nasib, kesehatan dan kondisi ekonomi ditetapkan oleh Allah dengan sebab-sebab yang telah digariskan.

Sebagian ulama yang berpendapat bahwa maksiat menyebabkan berkurangnya umur karena hakikat kehidupan adalah kehidupan kalbu. Karena itu, Allah menempatkan orang kafir sebagai orang yang mati, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya QS al-Nahl; 21, “Mereka mati, tidak hidup.”

Kehidupan sebenarnya adalah hidupnya kalbu, umur sejati manusia dilihat dari panjangnya kehidupan kalbu. Umur manusia tidak lain adalah saat-saat kehiudpannya bersama Allah. Itulah hitungan umurnya. Kebaikan, ketakwaan, dan ketaatan menambah masa hidup kalbunya yang merupakan hakikat umurnya. Tidak ada umur lain selain masa hidupnya kalbu.

Jadi ketika hamba berpaling dari Allah dan sibuk dengan maksiat, hari-hari kehidupan hakikinya hilang begitu saja sehingga ketika ia dibangkitkan pada hari kiamat dan menyaksikan akibat sikapnya tersebut, dalam QS. Al-Fajr; 24 disebutkan ia akan menyesal dan berkata, “Oh, andai saja aku mempersembahkan sesuatu untuk kehidupanku.”

Manusia ada yang memahami kemaslahatan dunia dan akhiratnya, ada pula yang tidak. Jika tidak, seluruh usianya hilang begitu saja dan hidupnya berlalu dengan sia-sia. Jika ia tahu, jalannya menjadi panjang karena berbagai rintangan datang dan karena sebab-sebab kebaikan menjadi sulit sesuai dengan tingkat kemaksiatannya. Itulah yang sbenarnya dimaksud dengan pendeknya umur.

Jadi, usia manusia adalah durasi kehidupannya, sementara kehidupan itu sendiri hanya terwujud ketika ia menghampiri Tuhannya mencintai dan mengingat-Nya, serta mengutamakan ridha-Nya.

Neneng Maghfiro, Peneliti el-Bukhari Institute dan Tim Redaksi BincangSyariah

BINCANG SYARIAH


Ketika Sedang Menyesali Perbuatan Maksiat, Ucapkanlah Kalimat Ini

Setiap manusia pasti pernah berbuat dosa dan kesalahan. Tidak ada seorang pun yang tidak pernah berbuat dosa, meskipun kadar dosa setiap orang berbeda-beda. Jika kita merasa bahwa perbuatan maksiat kita sangat banyak dan kita ingin agar diampuni oleh Allah, maka ketika kita sedang menyesalinya, kita hendaknya memperbanyak mengucapkan kalimat berikut;

اللَّهُمَّ غُفْرَانَكَ غُفْرَانَكَ

Allohumma ghufroonaka, ghufroonaka.

Ya Allah, aku berharap ampunan-Mu, aku berharap ampunan-Mu.

Ini berdasarkan riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Mushannaf-nya berikut;

عَنْ مُغِيثِ بْنِ سُمَيٍّ، قَالَ: كَانَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ يَعْمَلُ الْمَعَاصِيَ فَاذَّكَّرَ يَوْمًا فَقَالَ: اللَّهُمَّ غُفْرَانَكَ غُفْرَانَكَ، فَغَفَرَ لَهُ

Dari Mughis bin Summi, dia berkata, ‘Ada seseorang sebelum kalian yang berbuat maksiat, kemudian suatu hari dia ingat perbuatan maksiatnya seraya dia berucap, ‘Allohumma ghufroonaka, ghufroonaka.’ Karena hal itu, kemudian Allah mengampuninya.

Selain itu, kita juga memperbanyak membaca doa berikut;

اللّهُمَّ مَغْفِرَتُكَ أَوْسَعُ مِنْ ذُنُوْبِيْ، وَرَحْمَتُكَ أَرْجَى عِنْدِيْ مِنْ عَمَلِيْ

Allohumma maghfirotuka awsa’u min zunubi wa rohmatuka arja ‘indi min ‘amali.

Ya Allah, ampunan-Mu lebih luas daripada dosa-dosaku, rahmat-Mu lebih bisa diharapkan olehku daripada amalku.

Moh Juriyanto, Peneliti el-Bukhari Institute

BINCANG SYARIAH


Merasa Sial Karena Kemaksiatan

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Abbad

Dari Abdullah bin Masud radiyallahu’anhu, ia berkata: 

إن كان الشؤم في شيء فهو فيما بين اللحيين يعني اللسان وما شيء أحوج إلى سجن طويل من اللسان

“Seandainya kesialan itu ada, maka ia ada pada sesuatu di antara dua tulang rahang, yakni lisan. Dan tidak ada sesuatu yang lebih pantas dipenjara dalam waktu yang lama daripada lisan.” (Mushannaf Abdurrazzaq, no. 19528)

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Adapun mengkhususkan kesialan pada suatu waktu dibanding waktu lain seperti bulan Safar, atau selainnya, maka tidaklah dibenarkan. Sesungguhnya seluruh waktu itu diciptakan oleh Allah ta’ala dan di dalamnya terjadi perbuatan anak Adam.”

Maka seluruh waktu dimana seorang mukmin disibukkan dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala, maka itulah waktu yang diberkahi. Dan seluruh waktu yang mana seorang hamba sibuk dengan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, maka itulah waktu yang penuh kesialan. Maka, kesialan pada hakikatnya adalah (ketika) bermaksiat kepada Allah Ta’ala

Kesimpulannya, tidaklah ada kesialan kecuali karena kemaksiatan dan dosa. Maka sesungguhnya kedua hal itu yang membuat Allah ‘azza wa jalla marah. Maka, ketika Allah marah kepada hamba-Nya, hamba tersebut akan sengsara di dunia dan akhirat. Sebagaimana jika Allah meridhoi seorang hamba, hamba tersebut akan bahagia di dunia dan akhirat. Sebagian orang shalih ketika dikeluhkan tentang musibah yang menimpa manusia, orang-orang shalih tersebut berkata,

ما أرى ما أنتم فيه إلا بشؤم الذنوب

“Tidaklah aku mengira (musibah) yang terjadi pada kalian, kecuali karena kesialan akibat dosa-dosa kalian”.

Demikian juga, Abu Hazim rahimahullah berkata: 

كل ما يشغلك عن الله من أهل أو مال أو ولد فهو عليك مشؤم

“Apapun yang membuat engkau lalai terhadap Allah, baik itu keluargamu, hartamu, atau anakmu, maka itu adalah kesialan bagimu.” (Lathaiful Ma’arif: 151)

Sumber https://www.al-badr.net/muqolat/6290

Penerjemah: Rafi Pohan

Artikel: Muslim.or.id

Urus Hatimu Terlebih Dahulu!

 Allah Swt berfirman :

إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ

“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.Asy-Syu’ara:89)

Ayat ini menyebut khusus tentang hati karena hati adalah tolok ukur keselamatan seseorang. Karena apabila hati selamat maka seluruh tubuh akan selamat. Dan apabila hati telah rusak maka seluruh tubuh akan menjadi rusak.

فَلَا صَدَّقَ وَلَا صَلَّىٰ

“Karena dia (dahulu) tidak mau membenarkan (Al-Qur’an dan Rasul) dan tidak mau melaksanakan shalat.” (QS.Al-Qiyamah:31)

“Membenarkan” adalah perbuatan hati. Karenanya hal ini lebih di dahulukan sebelum amal yang dilakukan dengan anggota badan seperti Solat misalnya.

فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗا

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu.” (QS.Al-Baqarah:10)

Ketika Al-Qur’an menceritakan tentang amal dan perilaku orang-orang munafik yang menyimpang, disebutkan pula bahwa hati mereka sedang sakit. Karena semua amal buruk itu sumbernya adalah karena hati mereka yang sakit.

إِنَّمَا يَسۡتَـٔۡذِنُكَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱرۡتَابَتۡ قُلُوبُهُمۡ فَهُمۡ فِي رَيۡبِهِمۡ يَتَرَدَّدُونَ

“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu (Muhammad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguan.” (QS.At-Taubah:45)

Mereka enggan untuk berjihad bersama Rasulullah Saw dengan membawa berbagai alasan palsu, mengapa ?

Karena hati mereka dipenuhi keraguan tentang apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw !

فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٞ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِۦۖ

“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya.” (QS.Ali ‘Imran:7)

Mereka menafsirkan Al-Qur’an dengan seenaknya saja dan mempermainkannya karena hati mereka condong pada kesesatan. Mereka tidak akan pernah bisa menangkap makna dari Al-Qur’an dan menyerap cahayanya karena hati mereka terkunci.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ

“Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?” (QS.Muhammad:24)

Dan akhirnya, ketika kita ingin berjalan lurus di atas agama suci ini dan tidak menyimpang darinya, maka seringlah berdoa agar Allah tidak memalingkan hati kita dan mengokohkannya di atas jalan yang lurus.

رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS.Ali ‘Imran:8)

Ayat-ayat di atas semua semua membicarakan mengenai pentingnya menjaga dan membersihkan hati. Maka urus hatimu.. hatimu.. terlebih dahulu !

Karena orang yang selamat dan sukses di akhirat hanyalah orang yang selamat hatinya.

إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ

“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.Asy-Syu’ara:89)

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN

10 Tanda Besar Terjadinya Kiamat

DI ANTARA dalil-dalil yang menunjukkan tanda-tanda besar dari kiamat adalah apa yang diriwayatkan dari Hudzaifah bin Asid al Ghifari yang berkata bahwa Nabi saw datang kepada kami ketika kami sedang saling mengkaji suatu hal.

Beliau saw berkata, “Apakah yang sedang kalian bahas?” mereka menjawab, “Kami sedang mengingat tentang hari kiamat.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya kiamat tidak akan terjadi sehingga kalian menyaksikan sebelumnya sepuluh tanda.” Maka beliau menyebutkan, yaitu, “Keluarnya asap tebal, munculnya dajjal, binatang bumi, terbitnya matahari dari tempat terbenamnya, turunnya Isa bin Maryam, Yajuj dan Majuj, tiga pembenaman bumi, di timur, di barat dan di semenanjung Arabia dan terakhir adalah keluarnya api dari Yaman yang akan menggiring manusia ke Mahsyar mereka.” (HR. Muslim)

Apa yang disebutkan didalam hadis di atas tentang 10 urutan tanda-tanda besar dari kiamat tidaklah menunjukkan urutan berdasarkan waktu terjadinya karena didalam hadis lain yang diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya tanda-tanda (besar, pen) yang pertama muncul adalah matahari terbit dari arah barat, keluarnya binatang di tengah-tengah manusia pada waktu dhuha”

Dari 10 tanda-tanda besar yang disebutkan di atas, maka ada enam yang dapat dilihat orang-orang beriman sedangkan sisanya tidaklah bisa dilihat. Keenamnya itu adalah kemunculan dajjal, Isa bin Maryam, Yajuj dan Majuj, terbitnya matahari dari tempat terbenamnya dan keluarnya asap.

Sedangkan empat lainnya, yaitu pembenaman bumi di timur, pembenaman bumi di barat, pembenaman bumi di semenanjung Arabia serta keluarnya api dari dasar teluk Adn atau dari timur yang akan menggiring manusia ke Mahsyar (tempat pengumpulan) mereka.

Tiga pembenaman bumi tersebut tidaklah terjadi kecuali bumi sudah didiami oleh orang-orang yang paling jahat, sementara itu tak satu pun orang yang beriman ada diatasnya, sebagaimana disebutkan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa pembenaman bumi itu terjadi apabila alat-alat musik dan minuman-minuman keras merajalela.

Juga hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Masud bahwa Rasulullah saw bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi kecuali atas manusia-manusia yang paling jahat.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Serta hadis yang diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah saw bersabda,”Kiamat tidak akan terjadi kecuali apabila di bumi tidak disebut-sebut lagi (nama) Allah, Allah.” (HR. Muslim, Ahmad dan Tirmidzi)

Adapun pendapat yang mengatakan bahwa kemunculan Imam Mahdi beriringan dengan kemunculan Isa bin Maryam kemungkinan disandarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari jalan Muhammad bin Kholid dari Abban bin Sholeh dari al Hasan dari Anas bahwa Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah ada Mahdi kecuali Isa bin Maryam.”

Namun hadis ini lemah sebagaimana disebutkan Syeikh al Banni dan salah satu alasannyasebagaimana juga dikatakan al Baihaqibahwa Muhammad bin Kholid tidaklah dikenal. (as Silsisalah adh Dhaifah juz I hal 154).

Ditambah lagi dengan adanya hadis yang menyatakan bahwa kelak Imam Mahdi akan melaksanakan salat bersama Isa bin Maryam sebagaimana yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah saw bersabda,”. Tiba-tiba Isa sudah berada di antara mereka dan dikumandangkanlah salat, maka dikatakan kepadanya, majulah kamu (menjadi imam salat) wahai Ruh Allah.” Ia menjawab, “Hendaklah yang maju itu pemimpin kamu dan hendaklah ia yang mengimami salat kamu.” (HR. Ahmad)

Al Hafiz Ibnu Hajar didalam bukunya “Fathul Bari” menyebutkan pendapat Abul Hasan al Abadi didalam “Manaqib asy Syafii” bahwa berbagai berita yang mutawatir menyatakan bahwa al Mahdi adalah dari umat ini sementara Isa melaksanakan salat di belakangnya. Dan ini adalah jawaban dari hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas, “Tidak ada Mahdi kecuali Isa”.

Imam al Qurthubi mengatakan bahwa ada kemungkinan maksud dari hadis “Tidak ada Mahdi kecuali Isa” adalah tidaklah ada Mahdi yang sempurna dan maksum kecuali Isa, dan makna ini menggabungkan berbagai hadis yang menghilangkan kontradiksi yang ada. (at Tadzkiroh hal 69)

Sebagaimana disebutkan diatas bahwa kemunculan Imam Mahdi adalah pembatas antara tanda-tanda kecil dengan tanda-tanda besar dari kiamat. Maka kemunculan Imam Mahdi tidaklah bersamaan dengan Isa bin Maryam akan tetapi kemunculannya lebih dahulu daripada diturunkannya Isa bin Maryam.

Hal ditunjukkan dengan akan adanya penaklukan Konstantinopel pada masa Imam Mahdi dan setelah itu barulah muncul dajjal lalu diikuti dengan kemunculan Isa bin Maryam, sebagaimana disebutkan didalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apakah kalian pernah mendengar suatu kota yang terletak sebagiannya di darat dan sebagiannya di laut?”

Mereka (para sahabat) menjawab, “Pernah wahai Rasulullah.” Beliau saw bersabda, “Tidak terjadi hari kiamat, sehingga ia diserang oleh 70.000 orang dari Bani Ishaq (orang-orang kulit putih). Ketika mereka telah sampai di sana, maka mereka pun memasukinya. Mereka tidaklah berperang dengan senjata dan tidak melepaskan satu panah pun. Mereka hanya berkata Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, maka jatuhlah salah satu bagian dari kota itu.” Tsaur (perawi) itu mengatakan, “Saya tidak tahu kecuali hal ini hanya dikatakan oleh pasukan yang berada di laut.

Kemudian mereka berkata yang kedua kalinya Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar maka jatuh pula sebagian yang lain (darat). Kemudian mereka berkata lagi Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar maka terbukalah semua bagian kota itu. Lalu mereka pun memasukinya. Ketika mereka tengah membagi-bagikan harta rampasan perang tiba-tiba datanglah seorang di antara mereka seraya berteriak,”Sesungguhnya dajjal telah keluar.” Kemudian mereka meninggalkan segala sesuatu dan kembali.”

Didalam Syarhnya Imam Muslim menyebutkan bahwa sebagian mereka ada yang berkata bahwa yang telah dikenal dan terjaga adalah “Bani Ismail” (bukan Bani Ishaq, pen) hal itu ditunjukkan oleh isi dari hadits diatas karena yang dimaksudkan di situ adalah Arab, dan kota itu adalah Konstantinopel.

Sebagaimana diketahui pula bahwa diturunkannya Nabi Isa bin Maryam untuk yang kedua kalinyasetelah kemunculan dajjalpada waktu iqamat shalat shubuh dikumandangkan di al Mannarah al Baidha (menara Putih) di sebelah timur Damaskus untuk membantu Imam Mahdi dan kaum muslimin dalam membunuh dajjal. [Eramuslim]

INILAH MOZAIK

Kisah Seorang Ulama dan Penggembala Unta

Allah Ta’ala memerintahkan kepada umatnya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana banyak ayat dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,

وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imran: 110)

خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ 

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199)

وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ سَيَرۡحَمُهُمُ ٱللَّهُۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ 

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma´ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)

لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۢ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبۡنِ مَرۡيَمَۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ ٧٨ كَانُواْ لَا يَتَنَاهَوۡنَ عَن مُّنكَرٖ فَعَلُوهُۚ لَبِئۡسَ مَا كَانُواْ يَفۡعَلُونَ

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maidah: 78-79)

Akan kami sampaikan sebuah kisah mutiara tentang seorang ulama dengan penggembala unta. Kisah ini kami bawakan dari Kitab Syarh Riyadhus Shalihin, karya Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu Ta’ala.

ويذكر – قديما – أن رجلا من أهل الحسبة – يعني من الذين يأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر – مر على شخص يستخرج الماء من البئر على إبله عند أذان المغرب ، وكان من عادة هؤلاء العمال أن يحدوا بالإبل، يعني ينشدون شعرا من أجل أن تخف الإبل ؛ لأن الإبل تطرب النشيد الشعر

“Disebutkan dulu ada seorang dari Ahlu Hisbah (badan khusus yang dibentuk pemerintah untuk menegakkan syariat, biasanya ada pada negara-negara Islam di masa silam pent.). Maksud (Ahli Hisbah) adalah orang yang tugasnya melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Suatu ketika salah satu anggotanya melewati seorang yang sedang menimba air dari sumur untuk unta-untanya saat adzan magrib. Di antara kebiasaan mereka (pengembala unta) saat bekerja adalah mereka membaca hida (satu jenis syair yang biasa dibaca oleh para penggembala, pent.) bersama unta-untanya. Maksud (hida) adalah  mereka membaca syair agar membuat unta-untanya energik; karena untanya akan (terlihat) energik ketika dibacakan syair tertentu.”

فجاء هذا الرجل ومعه غيره ، وتكلم بكلام قبيح على العامل الذي كان متعبا من العمل وضاقت عليه نفسه فضرب الرجل بعصا طويلة متينة كانت معه – فشرد الرجل وذهب إلى المسجد والتقى بالشيخ – عالم من العلماء من أحفاد الشيخ محمد بن عبد الوهاب – رحمه الله – وقال : إني فعلت كذا وكذا، وإن الرجل ضربني بالعصا

“Maka datanglah orang Ahlu Hisbah bersama kawan-kawannya. Dia menegur dengan kata-kata kasar kepada pengembala unta yang telah lelah bekerja, maka dipukulah Ahlu Hisbah tersebut dengan tongkat panjang kokoh yang dibawa oleh pengembala unta. Larilah Ahlu Hisbah tersebut ke masjid dan berjumpa dengan seorang syaikh – seorang ulama yang termasuk keturunan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab – rahimahullah – Lantas dia menceritakan (apa yang terjadi), ‘Aku melakukan demikian dan demikian, dan orang itu memukul aku dengan tongkatnya.’”

فلما كان من اليوم الثاني ذهب الشيخ بنفسه إلى المكان قبل غروب الشمس،  وتوضأ ووضع مشلحه على خشبة حول البئر ، ثم أذن المغرب فوقف كأنه يريد أن يأخذ المشلح ، فقال له : يا فلان .. يا أخي جزاك الله خيرا ، أنت تطلب الخير في العمل هذا ، وأنت على خير ، لكن الآن أذن للمغرب ، لو أنك تذهب وتصلي المغرب وترجع ما فاتك شيء ، وقال له كلاما هيئا

“Maka keesokan harinya, sebelum tenggalm matahari, Syaikh pergi sendiri ke tempat yang diceritakan. Dia berwudhu dan meletakkan jubahnya di suatu kayu yang ada di dekat sumur. Kemudian terdengarlah adzan magrib lantas dia berhenti seakan-akan ingin mengambil jubah. Kemudian syaikh berkata kepada pengembala unta (yang ada didekatnya), ‘Wahai fulan … wahai saudaraku semoga Alalh membalasmu dengan kebaikan. Kamu adalah orang yang mencari kebaikan dengan amal ini (amalan yang dimaksud adalah menimba air di sumur yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain, unta-untanya, dan oleh syaikh ini untuk berwudhu pent.). Dan kamu seorang yang baik. Akan tetapi, saat ini sudah terdengar adzan magrib. Andai kamu berkenan pergi shalat magrib terlebih dahulu, lalu kembali lagi maka kamu tidak akan rugi.’ Syaikh mengatakan hal tersebut dengan perkataan yang lembut.”

فقال له: جزاك الله خيرا ، مر علي أمس رجل جلف قام ينتهرني ، وقال لي كلاما سيئا أغضبني ، وما ملكت نفسي حتى ضربته بالعصا ،

“Lantas pengembala unta itu menjawab, ‘Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. (Kemudian dia bercerita) kemarin ada orang kasar yang lewat, dia membentakku. Dia mengucapkan perkataan yang buruk yang membuatku marah. Maka aku tidak bisa mengendalikan diri sehingga aku memukulnya dengan tongkat.’”

قال : الأمر لا يحتاج إلى ضرب ، أنت عاقل ، ثم تكلم معه بكلام لين ، فأسند العصا التي يضرب بها الإبل ثم ذهب يصلي بانقیاد ورضا.

“Maka syaikh mengatakan, ‘Masalah seperti itu tidak perlu menggunakan kekerasan. Kamu adalah orang yang cerdas.’ Syaikh berbicara dengan lembut kepadanya. Setelah itu pengembala unta tersebut menyandarkan tongkatnya yang (biasa) ia gunakan untuk memukul unta, kemudian pergi shalat dengan kepatuhan dan dengan hati yang lapang.” [1]

Maka ini adalah contoh tentang bagaimana cara menyampaikan sesuatu. Apabila cara menyampaikan dilakukan dengan cara yang baik maka akan mewujudkan maksud yang diinginkan. Lain halnya jika niatnya baik namun caranya dengan cara-cara yang kasar maka akan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.

Dalam kisah tersebut yang terjadi adalah orang yang pertama menyikapi pengembala unta dengan keras. Bukannya si pengembala mau diajak pergi ke masjid, namun orang yang diajak marah dan memukul orang yang mengajak. Sedangkan orang yang kedua berhasil mengajak pergi ke masjid, sebabnya karena dia bersikap dengan sikap yang lembut.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

إن الله يعطي على الرفق ما لا يعطي على العنف

“Sesungguhnya Allah akan memberikan (manfaat) terhadap sikap lembut (suatu hal) yang Allah tidak berikan kepada sikap kasar.” [2]

Juga beliau Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

ما كان الرفق في شيء إلا زانه ، وما ينزع من شيء إلا شانه

“Tidaklah lemah lembut ada pada sesuatu, kecuali membuat sesuatu tersebut nampak indah, dan tidaklah lemah lembut dicabut dari sesuatu kecuali menyebabkan sesuatu tersebut menjadi buruk.” [3]

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya kelembutan adalah sesuatu hal yang bermanfaat. Jauh lebih memberikan manfaat daripada manfaat yang dirasa atau didapatkan dengan cara-cara yang kasar dan keras. Maka kewajiban orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah dia antusias melakukannya dengan cara yang lembut

Semoga kisah ini memberikan pelajaran kepada kita semua dan menanamkan kepada diri kita semua sikap lembut.

Penulis: Azka Hariz Sartono

Artikel: Muslim.or.id

Ayat-ayat ruqyah

Pertanyaan :

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

1. Apa sajakah ayat-ayat ruqyah?
2. Saat masuk masjid, apakah kita boleh lewat didepan orang yang sedang sholat sunnah jika tidak ada jalan lain yang bisa dilalui?

جَزَاك اللهُ خَيْرًا

Ditanyakan oleh Sahabat BiAS T05 G-69

Jawaban :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Seluruh surat dan ayat di dalam Al-Qur’an adalah obat (bacaan untuk ruqyah). Sebagaimana firman Allah:

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاء

”Katakanlah, Al-Quran itu adalah petunjuk dan obat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushshilat 44).

Allah juga berfirman :

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

”Dan Kami turunkan dari Al-Quran berupa obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Isra 82).

Namun apabila dipilih sebagian ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an dan dibacanya, maka semuanya bagus. Akan tetapi yang paling penting dibaca dalam ruqyah adalah surat Al-Fatihah dan ayat kursi, surat Al-Ikhlas dan Al-Mu’awwidzatain (surat An-Nas dan Al-Falaq). Semua surat ini yang paling penting dibacakan kepada orang sakit.

Dan tidak boleh seorang muslim untuk berjalan di depan orang yang sedang shalat, yaitu jarak antara dia dengan sutrahnya atau jarak antara kaki dan tempat sujudnya. Hendaknya ia mencari jalan lain seperti di depan sutrah, di belakang orang yang shalat, di sela-sela orang yang shalat dan lain-lain. Rasulullah -Shallallahu’alaihi Wasallam- bersabda:

إذا صلَّى أحدُكُم إلى شيءٍ يستُرُهُ من الناسِ،فأرادَ أحَدٌ أنْ يَجتازَ بين يديْهِ، فليدفَعْهُ، فإنْ أبى فَليُقاتِلهُ، فإنما هو شيطانٌ

“Jika seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang ia jadikan sutrah terhadap orang lain, kemudian ada seseorang yang mencoba lewat di antara ia dengan sutrah, maka cegahlah. jika ia enggan maka tolaklah ia dengan keras, karena sesungguhnya ia adalah setan” (HR. Bukhari dan Muslim).

Beliau juga bersabda:

لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ مِنَ الإِْثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ

“Andaikan seseorang yang lewat di depan orang yang shalat itu mengetahui dosanya perbuatan itu, niscaya diam berdiri selama 40 tahun itu lebih baik baginya dari pada melewatinya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Referensi:

Fataawaa Syeikh Ibnu Baaz (3/279)

Konsultasi Bimbingan Islam
Ustadz Muhammad Romelan, Lc.

BIMBINGAN ISLAM

Hibah dan Warisan untuk Saudara Tiri

Para pembaca yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang hibah dan warisan untuk saudara tiri.
selamat membaca.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu menjaga ustadz dan keluarga.

Ustadz, saya mau tanya. Suami saya 7 bersaudara kandung dan 1 saudara tiri laki-laki dari ayah kandung yang menikah lagi. Sewaktu hidup ayahnya menghibahkan sebagian meter tanah kepada saudara tiri suami saya di samping rumah yang sekarang jadi warisan anak-anaknya.
yang saya tanyakan apakah tetap menjadi bagian saudara tiri laki-laki yang diluar dari warisan orang tuanya? Karena itu hibah dari orang tua yang masih hidup dan tanah itu termasuk luas tanah yang menjadi warisan anak-anaknya
Kemudian jika orang tua menghibahkan sesuatu kepada anaknya apakah harus dilakukan baik itu orang tua masih hidup atau sudah meninggal?

Kemudian apakah benar jika saudara laki-laki yang telah mendapatkan warisan sesuai dengan syariat islam, wajib menanggung adik perempuannya yang belum menikah? Atau sudah menikah, jika adik nya mendapatkan musibah?

Syukran jazakallahu khairan.

(Disampaikan oleh Admin T10-G21)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Semoga Alloh menjaga keluarga kita semua tetap akur, rukun, hangat dan bersahabat.

Saudara-saudariku sekalian yang mencintai Sunnah dan dicintai oleh Alloh Jalla wa ‘Alaa, pembahasan harta dalam keluarga memang agak sensitif, bahkan tidak sedikit yang berakhir dengan prahara. Sering kali masalah harta membuat silaturrohim putus hingga akhirnya saling tidak bertegur sapa. Solusi efektifnya cuma satu yakni kembali pada agama.

Syariat kita memberi perbedaan jelas antara satu permasalahan dengan permasalahan lainnya, tak terkecuali dalam urusan harta orangtua. Ada hibah atau hadiah, ada athiyah, wasiat dan juga warisan, masing-masing punya definisi dan batasannya tersendiri.

Masalah Hibah dan Warisan Untuk Saudara Tiri

Pemberian orang tua kepada anaknya saat hidup dan dalam kondisi sehat disebut hibah, adapun pemberian saat hidup namun sakit (parah, sakit yang dapat mengantarkannya menemui ajal) disebut ‘athiyah.

Hibah sama sekali tidak menghalangi waris karena ahli waris juga boleh menerima hibah dari orang tuanya saat hidup, berbeda dengan wasiat yang secara hukum asal tidak diberikan kepada ahli waris.

Dalam kasus yang disampaikan saudara penanya diatas, saudara tiri mendapatkan 2 harta; hadiah dan warisan (dari ayah). Menariknya, 7 saudara lainnya tidak mendapatkan hadiah dan ‘hanya’ kebagian warisan. Sungguh ini PR besar buat para orang tua untuk bersikap adil pada anak-anaknya.
Sahabat Nu’man bin Basyir rodhiallohu ‘anhuma pernah menceritakan perihal sang ayah (Basyir) yang hendak memberinya hadiah, dan ingin Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam sebagai saksi, Beliau pun bertanya;

فَقَالَ: أَلَهُ إِخْوَةٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: أَفَكُلَّهُمْ أَعْطَيْتَ مِثْلَ مَا أَعْطَيْتَهُ؟ ، قَالَ: لَا، قَالَ: فَلَيْسَ يَصْلُحُ هَذَا، وَإِنِّي لَا أَشْهَدُ إِلَّا عَلَى حَقٍّ

“Apakah anakmu memiliki saudara?” dia (Basyir) menjawab, “Iya”
Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bertanya lagi, “Apakah semua mereka Engkau beri sebagaimana Engkau memberikan kepada anakmu yang ini (Nu’man)?”
Dia menjawab, “Tidak”, lalu Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Ini tidak baik (tidak adil), sejatinya saya tidak ingin menjadi saksi kecuali di atas kebenaran”
[HR Muslim 1624]

Saran kami, hendaklah saudara tiri berbagi hadiah yang diberikan oleh ayahnya kepada saudara lainnya sebagaimana saudara lainnya pun juga berbagi warisan dari sang ayah dengan dirinya, untuk menghindari kecemburuan sosial dalam keluarga.

Apakah Laki-laki Wajib Menanggung Saudara Perempuannya?

Sepengetahuan kami tidak ada dalil khusus tentang tanggung jawab itu (saudara laki-laki ke saudara perempuan), apalagi jika dikaitkan dengan ancaman itu semua hanyalah mitos. Yang ada hanyalah dalil-dalil umum seperti Firman Alloh Ta’ala

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”
(QS At-Tahrim 6)

Juga sabda Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam dari hadits ‘Abdulloh bin ‘Umar rodhiallohu ‘anhuma

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya”
[HR Bukhori 2554, Muslim 1829]

Semoga Alloh senantiasa menjaga keharmonisan keluarga kita semua.

Wallahu a’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Jum’at, 19 Dzulqadah 1441 H/ 10 Juli 2020 M

BIMBINGAN ISLAM