Teladan Kasih Sayang Rasulullah (2) : Sangat Menyayangi Anak, Cucu serta Anak Yatim

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS: Al Ahzab: 21).

Role model insan yang sempurna adalah Rasulullah. Beliau menjadi teladan dalam hidup. Perkataan, pandangan, perilaku dan sikapnya adalah cermin pribadi yang sempurna yang tidak lain adalah pancaran wahyu dari ilahi. Rasulullah, benar, manusia biasa. Tetapi, kesempurnaanya karena ia selalu dibimbing cahaya wahyu dari Allah. Meneladani Nabi adalah jalan mengikuti petunjuk ilahi.

Setelah melihat betapa indah dan lembutnya, sikap Rasulullah di dalam rumah tangga bersama istri-istrinya, kali ini kita akan belajar, memahami dan meneladani sikap serupa terhadap anak cucu dan anak-anak kecil lainnya.

Kasih sayang Nabi Muhammad SAW terhadap anak-anak dan cucunya adalah salah satu sisi terindah dari karakternya yang luhur. Dalam banyak hadis dan kisah yang disampaikan oleh para sahabatnya, kita dapat melihat betapa Nabi Muhammad SAW memperlakukan anak-anak dengan penuh kasih sayang, perhatian, dan kelembutan.

Karena itulah, Sahabat Anas bin Malik begitu kagum dan bersaksi melalui ucapannya “Tidak pernah saya melihat seorang yang lebih cinta kepada keluarganya lebih dari Rasulullah.” (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban, Abu Ya’la, dan Baihaqi). Sikap nabi terhadap keluarga istri, anak dan cucunya merupakan teladan sikap yang harus diteladani oleh umatnya.

Nabi adalah penerima wahyu ilahi, tetapi beliau juga manusia yang dianugerahi oleh Allah dengan hati, perasaan dan emosi. Kerinduan terhadap bagian dari dirinya adalah manusiawi. Masih dari Sahabat Anas, dia menyaksikan :  Saya tidak pernah melihat orang yang lebih berbelas kasih terhadap anak-anak selain Rasulullah SAW. Putranya, Ibrahim, sedang dirawat seorang suster di perbukitan sekitar Madinah. Dia akan pergi ke sana dan kami akan pergi bersamanya dan dia akan memasuki rumah, menjemput putranya, dan menciumnya, lalu kembali.” (HR Muslim).

Bahkan, ketika Ibrahim meninggal dunai dalam usia yang masih anak-anak, Rasulullah terlihat begitu sedih dan menangis. Beliau berkata: “Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih, tetapi kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Tuhan kami. Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergian engkau, wahai Ibrahim,” ucap Rasul SAW, seperti disebutkan dalam hadits sahih riwayat Bukhari.

Dari Riwayat inilah lahir hukum kebolehan berduka cita, sedih dan menangis ketika ditinggal orang yang dicintai. Namun, sebagaimana sabda Nabi kesedihan dan tangisan yang tidak berlebihan. Bukan tangisan yang keras dan meronta-ronta.

Nabi memperlakukan anak-anaknya dengan lembut dan mendidik. Dalam hadist Ibnu Hibban, ketika anaknya, Fatimah, datang beliau akan berdiri dan menyambutnya, menciumnya dan memeluknya. Nabu memegang tangannya dan mendudukkannya di sampingnya.

Kecintaan Nabi terhadap Fatimah sebagaimana dinukil dari perkataan beliau “Sesungguhnay Fatimah adalah bagian dariku, akan menyakiti aku apa yang menyakitinya.” (HR Muslim).

Kisah teladan yang tidak kalah menariknya adalah terhadap cucu-cucunya. Nabi selalu mencium pipi cucunya. Adalah Aqra seorang sahabat yang menegornya : “Sungguh saya memiliki sepuluh orang anak, tidak ada seorang pun yang pernah saya ciumi di antara mereka.” Rasulullah memandangnya kemudian bersabda: “Siapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad).

Nabi sering mengajak cucunya Hasan dan Husain ke masjid. Ini pelajaran penting agar mengajak anak untuk membiasakan diri ke tempat ibadah. Tingkah anak-anak memang susah diprediksi. Karena keriangannya tidak seperti yang diinginkan orang dewasa. Nabi membiarkan cucunya ketika beliau shalat menaiki punggung beliau. Bahkan dalam suatu Riwayat beliau sengaja memperlama sujud karena tidak ingin menyebabkan keduanya terjatuh.

Suatu saat keduanya pernah datang ke masjid dengan jalan tertatih-tatih saat beliau menyampaikan khutbah. Melihat keduanya Nabi menghentikan sejenak ceramahnya, menghampiri keduanya dan mendudukkannya di samping beliau.

Umamah cucu Nabi dari Zainab juga sering digendong Nabi ketika shalat. Ketika hendak sujud, beliau meletakkan Umamah, ketika berdiri beliau mengambilnya kembali. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Malik, dan Ad-Darimi).

Begitulah sikap lembut Nabi yang layak ditiru para bapak-bapak masa kini. Jangan karena alasan ibadah lalu terkadang kita membentak anak-anak agar tidak menggangu. Berikan pelajaran terbaik dengan mendidik dengan lembut.

Rasulullah tidak hanya sayang anak-anak dan cucunya. Beliau begitu sayang terhadap anak-anak kecil, apalagi anak yatim. Dari Anas bin Malik Rasulullah pernah mempercepat shalat karena mendengar tangisan anak yang menangis. Rasulullah tahu perasaan sedih ibunya.

Dalam beberapa kisah yang diriwayatkan Nabi adalah begitu peyanyang terhadap anak-anak. Setiap ketemu anak kecil nabi selalu mengusap kepala dan pipinya. Adalah Jabir bin Sumarah yang pernah merasakannya. Ketika diusap Rasulullah, ia merasakan tangannya dingin dan berbau harum seakan-akan keharuman tersebut keluar dari tas penjual minyak wangi.” (Shahih Muslim, hal VII/81).

Aisyah juga meriwayatkan bagaimana interaksi Rasulullah dengan anak-anak kecil. Ketika mendatangani anak-anak, cerita Aisyah, Rasulullah jongkok di hadapan mereka lalu memberikan pengertian dan mendoakan mereka.

Nabi Muhammad SAW juga menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak yatim. Beliau mengajarkan pentingnya merawat dan menyantuni anak-anak yang kehilangan orang tua. Hadis yang menyebutkan bahwa orang yang merawat anak yatim akan bersama-sama dengan Nabi di surga adalah bukti nyata betapa besar perhatian beliau terhadap mereka.

Selain itu, beliau juga memberikan nasihat dan bimbingan yang bijak kepada anak-anak dan cucunya dalam hal agama dan etika. Kasih sayangnya tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk pedoman dan bimbingan moral yang membantu mereka tumbuh menjadi individu yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Termasuk meyayangi anak adalah dengan memberikan nama yang baik sebagaimana dianjurkan oleh Rasulullah.

Penting bagi umat Islam untuk meneladani sikap kasih sayang Nabi ini. Ini bukan hanya relevan dalam hubungan dengan anak-anak biologis, tetapi juga dalam interaksi dengan semua anak-anak dalam masyarakat, terlebih anak-anak yatim.

Kita harus memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak, mendengarkan mereka, memberikan pedoman yang baik, dan memberikan contoh moral yang benar. Kelak anak-anak itu akan menelani kasih sayang yang kita berikan kepada mereka.

ISLAMKAFFAH

Teladan Kasih Sayang Rasulullah (1) : Pribadi Penyayang Istri

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS: Al Ahzab: 21).

Rasulullah adalah teladan umat Islam. Keteladanan ini meliputi berbagai aspek kehidupan. Letak keteladanan Nabi dalam aspek akhlak yang dicontohkan dalam kehidupan beliau. Banyak dari kita umat Islam hanya memahaminya dari sekedar formalitas mengikuti kebiasaan (sunnah) Nabi, tetapi mengabaikan akhlak Nabi dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu yang paling penting diteladani oleh umat Islam adalah akhlak Nabi dalam rumah tangga. Keteladanan seputar rumah tangga beliau penting bagi umat Islam teladani untuk mencapai keluarga yang harmonis, tentram dan penuh nuansa kasih sayang.

Banyak cerita hari ini pernikahan yang disudahi dengan perceraian. Cerai memang dibolehkan, tetapi salah satu hal yang sangat dibenci Allah. Perceraian terjadi karena ketidakmampuan mengelola persoalan dalam rumah tangga.

Banyak kekerasan terjadi dalam rumah tangga baik dilakukan suami ataupun istri. Kekerasan itu akhirnya mempengaruhi anak yang bermental penakut, pendiam atau memilih jalur kekerasan.

Banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari unit kecil yang bernama keluarga, terutama terkait hubungan suami dan istri. Kali ini kita akan membahas akhlak Rasulullah terhadap istrinya. Pelajaran ini penting agar umat Islam dapat meneladani Rasulullah dalam perangai dan perilaku beliau dalam rumah tangga.

1. Suami dengan akhlak terbaik dalam keluarga

Rasulullah seringkali menempatkan kebaikan yang tampak di luar sebagai bagian dari ekspresi dan kesempurnaan iman. Artinya, tidak cukup iman seseorang jika tidak ditampilkan dalam bentuk akhlak yang baik, salah satunya terhadap keluarga, khususnya istri.

Abu Hurairah ra meriwayatkan secara marfū’, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” Hadis hasan – Diriwayatkan oleh Tirmiżi.

Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabdar : “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR Ibnu Majah).

Memberikan pergaulan yang baik dan menyenangkan terhadap keluarga adalah bagian penting dari akhlak seorang muslim. Nabi menjadi salah satu teladan terbaik dalam memberikan sikap terbaik kepada keluarganya.

2. Suami yang lembut dan anti kekerasan

Rasulullah adalah pribadi suami yang sangat santun, lembut dan anti kekerasan di dalam rumah tangga. Hal ini sebagaimana dari pengakuan Aisyah, “Rasulullah tidak pernah memukul istrinya walau sekalipun,” (HR. Muslim). Walau sekalipun! Artinya Rasulullah tidak pernah berlaku kasar terhadap istrinya.

Meskipun dalam suatu hadist Nabi menganjurkan suami memukul istri ketika tidak taat, tetapi hal yang perlu digarisbawahi dengan tebal, dengan pukulan yang tidak menyakiti sebagai tegoran. Namun, Nabi tentu saja tidak pernah mempraktekkan memukul terhadap istri-istrinya.

3. Suami yang Tahu Mendekati Istri Ketika Marah dan Cemburu

Nabi sangat memahami perasaan seorang perempuan. Jika didapati istrinya marah dan cemburu, Nabi tidak ikut marah. Nabi memilih pendekatan yang berbeda dan romantis. Sebagaimana pernah diceritakan Aisyah ketika cemburu kepada sayyidah Khadijah. Nabi pun marah melihat perilaku Aisyah. Tetapi apa yang beliau lakukan?

Kemudian Rasulullah berkata dan memerintahkan Aisyah untuk menutup matanya. “Tutuplah matamu”, Aisyah pun menutup matanya kemudian Rasulullah mendekat dan memeluk Aisyah seraya berkata “Ya Humaira ku, marahku telah pergi setelah aku memelukmu,” (HR. Muslim).

Banyak cerita-cerita Rasulullah yang dengan lemah lembut mendekati istrinya yang dihinggapi rasa marah dan cemburu. Rasulullah pun melakukan pendekatan lembut dan dalam suatu Riwayat meminta istrinya membaca taawudz agar dijauh dari godaan syetan.

4. Suami yang sangat perhatian

Diriwayatkan oleh Aisyah r.a, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang penyayang lagi lembut. Beliau orang yang paling lembut dan banyak menemani istrinya yang sedang mengadu atau sakit. (HR Bukhari No 4750, HR Muslim No 2770).
Tidak hanya perhatian saat sakit, Dalam hadist yang lain Rasulullah sering memberikan hadiah kepada istri-istrinya. Bahkan shafiyyah pernah diperlakukan dengan penuh perhatian ketika menunggangi unta. Beliau menyiapkan tempat duduknya dan membantu mengangkatnya.

5. Suami yang tidak malu mengerjakan pekerjaan rumah tangga

Rasulullah sebagaimana diriwayatkan dari Al-Aswad ra “Aku pernah bertanya kepada Aisyah: Apa yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam di rumahnya? Aisyah berkata: Beliau membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, maka apabila telah masuk waktu shalat beliau keluar untuk shalat.” (HR. Al-Bukhari).

Betapa mulianya akhlak Rasulullah. Pemimpin agama, pemimpin negara, tetapi juga pemimpin rumah tangga yang tidak pernah merasa gengsi mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Inilah yang patut dicontoh dan diteladani sehingga rumah tangga bisa rukun dan saling melengkapi.

6. Suami yang tidak kaku dan sering bersenda gurau

Dalam banyak hadist diceritakan bagaimana Rasulullah sering bercanda dengan istri-istrinya. Canda merupakan sarana untuk mendekatkan dan menyelimuti suasana dengan kehangatan.

Rasulullah Saw. bersabda, “Segala sesuatu selain dzikrullah itu permainan dan kesia-siaan, kecuali terhadap empat hal; yaitu seorang suami yang mencandai istrinya, seseorang yang melatih kudanya, seseorang yang berjalan menuju dua sasaran (dalam permainan panah, termasuk juga dalam berlomba), dan seseorang yang berlatih renang.” (HR. An-Nasa’i).

Dalam suatu Riwayat An-nasai Rasulullah pernah bergurau dengan melumuri wajah istrinya dengan kue dan Rasulullah pun membalasnya. Masih banyak hadist lain yang menceritakan bagaimana Rasulullah memberikan nuansa kedekatan dan kehangatan dengan istrinya melalui canda dan guruan. Inilah yang juga penting diteladani para suami, janganlah jadi suami yang kaku.

7. Suami yang romantis

Cerita keromantisan Rasulullah banyak diceritakan dalam berbagai hadist. Nabi mengekspresikan kasih sayang dan cinta dengan beragam bentuk. Dalam Riwayat Aisyah Rasulullah sering mencium istrinya. Beliau pernah makan satu piring berdua. Beliau sering pula tidur di pangkuan istrinya. Dan Rasulullah pernah mandi berdua dengan istrinya.

Sikap romantis Rasulullah ini penting juga dicontoh oleh para suami agar tetap menjaga hubungan keluarga menjadi hangat dan tidak kering. Keluarga seringkali dibunuh oleh perasaan hambar karena hanya melakukan rutinitas. Carilah sesuatu kondisi dan waktu untuk berbuat romantis dengan istri.

8. Suami yang selalu menasehati Istrinya dengan lemah lembut

Untuk urusan menasehati istri, Rasulullah telah berpesan kepada umat Islam dalam suatu Riwayat dari Abu Hurairah RA, dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda,
“Berikanlah nasihat dengan baik kepada kaum wanita, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok ada pada bagian atasnya. Karena itu, jika engkau meluruskannya dengan paksa, tulang itu akan patah. Jika engkau biarkan, dia akan terus membengkok. Karena itu, bicaralah dengan baik kepada kaum wanita.” (HR Muttafaq Alaih).

Saking pentingnya menasehati istri, bahkan dalam Riwayat Imam Tirmidzi Rasulullah menyempatkan memberikan khutbah khusus dalam haji wada’ tentang keluarga dan pemberian nasehat terhadap istri. “Inganlah, berilah nasihat yang baik kepada istri-istri kalian. Sungguh, mereka memerlukan perlindungan kalian.

Mari dalam merayakan Maulid Nabi, kitab isa meneladani akhlak Rasulullah di dalam rumah tangga. Rumah tangga yang berkaitan hubungan suami dan istri adalah bagian penting yang mempengaruhi kehidupan sosial. Keluarga yang baik akan menciptakan lingkungan yang baik dan generasi yang baik.

ISLAMKAFFAH

3 Syarat yang Membolehkan Tayamum

Berikut ini 3 syarat yang membolehkan tayamum. Secara definisi, tayamum adalah salah satu bentuk ritual bersuci dalam agama Islam yang dilakukan ketika air tidak tersedia atau tidak dapat digunakan untuk wudhu (bersuci dengan air).

Tayammum dilakukan dengan menggantikan air dengan menggunakan tanah yang suci sebagai pengganti. Allah berfirman dalam Q.S an Nisa [4] ayat 43;

وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا

Artinya; Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

Dari surah al-Maidah di atas, setidaknya ada dua sebab atau alasan dibolehkannya bertayamum, yaitu, pertama, ketidakadaan air. Kondisi ini dapat terjadi dalam keadaan apa pun, baik sedang sakit, bepergian, sepulang dari buang air, atau junub.

Kedua, karena kondisi sakit. Jika seseorang menggunakan air untuk bersuci, maka akan memperparah penyakitnya atau lambat sembuhnya menurut keterangan ahli medis.

3 Syarat yang Membolehkan Tayamum

Semantara itu, Imam Al-Ghazali , Ihya Ulumiddin dalam kitab Jilid 1, Tahun 2000, halaman 222 mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang boleh melaksanakan tayamum. Pertama, Ketiadaan air. Kedua, Jauhnya air. Ketiga, Sulitnya menggunakan air. Keempat, kondisi sangat dingin.

  مَنْ تَعَذَّرَ عَلَيْهِ اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ لفقده بعد الطلب أو بمانع لَهُ عَنِ الْوُصُولِ إِلَيْهِ مِنْ سَبُعٍ أَوْ حَابِسٍ أَوْ كَانَ الْمَاءُ الْحَاضِرُ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ لِعَطَشِهِ أَوْ لِعَطَشِ رَفِيقِهِ أَوْ كَانَ مِلْكًا لِغَيْرِهِ وَلَمْ يَبِعْهُ إِلَّا بِأَكْثَرَ مِنْ ثَمَنِ الْمِثْلِ أَوْ كَانَ بِهِ جِرَاحَةٌ أَوْ مَرَضٌ وَخَافَ مِنَ اسْتِعْمَالِهِ فَسَادَ الْعُضْوِ أَوْ شِدَّةَ الضنا فَيَنْبَغِي أَنْ يَصْبِرَ حَتَّى يَدْخُلَ عَلَيْهِ وَقْتُ الْفَرِيضَةِ

Artinya: Siapa saja yang kesulitan menggunakan air, baik karena ketiadaannya setelah berusaha mencari, maupun karena ada yang menghalangi, seperti takut hewan buas, sulit karena dipenjara, air yang ada hanya cukup untuk minim dirinya atau minum kawannya, air yang ada milik orang lain dan tidak dijual kecuali dengan harga yang lebih mahal dari harga sepadan (normal), atau karena luka, karena penyakit yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau justru menambah rasa sakit akibat terkena air, maka hendaknya ia bersabar sampai masuk waktu fardhu.

Sementara itu dalam kitab Fiqhu Ibadah Ala Mazhabi Syafi’i, dijelaskan bahwa ada 3 keadaan yang membolehkan seseorang bertayamum, yaitu  pertama, tidak adanya air. Hal ini berarti bahwa tidak ada air sama sekali di sekitar tempat tersebut, atau ada air tetapi tidak cukup untuk berwudu atau mandi.

Jika tidak ada air sama sekali, maka orang tersebut boleh bertayammum tanpa perlu mencari air terlebih dahulu. Namun, jika ada air tetapi tidak cukup untuk berwudu atau mandi, maka orang tersebut harus mengutamakan untuk minum dan memasak, daripada untuk bertayammum.

Kedua, sakit. Hal ini berarti bahwa orang tersebut sakit dan menggunakan air akan membahayakan kesehatannya, atau memperlambat kesembuhannya. Jika seseorang sakit dan menggunakan air akan membahayakan kesehatannya, atau memperlambat kesembuhannya, maka orang tersebut boleh bertayammum. Misalnya, orang yang memiliki luka terbuka yang tidak tahan air, atau orang yang sedang demam tinggi.

Ketiga, dalam keadaan yang cuaca yang tengah dingin sekali. ika cuaca sangat dingin dan menggunakan air akan membahayakan kesehatan, maka orang tersebut boleh bertayammum. Misalnya, orang yang sedang berada di daerah pegunungan yang sangat dingin, atau orang yang sedang sakit dan tidak tahan air dingin.

الحالات التي يباح فيها التيمم: هي ثلاث: فقد الماء، والمرض، والبرد

Artinya; Keadaan-keadaan yang diperbolehkan untuk tayammum adalah tiga: tidak adanya air, sakit, dan kedinginan.

Selain tiga keadaan di atas, tayammum juga diperbolehkan bagi orang yang takut akan binatang buas atau perampok saat ingin mengambil air.

Tayammum dilakukan dengan cara memukulkan kedua telapak tangan ke tanah atau debu, lalu mengusap wajah dengan telapak tangan kanan dan kedua tangan dengan telapak tangan kiri.

Tayammum hanya berlaku untuk satu kali shalat, jadi jika seseorang melakukan tayammum kemudian menemukan air, maka ia harus mengulang wudunya atau ghuslnya sebelum shalat lagi.

Semoga penjelasan terkait 3 syarat yang membolehkan tayamum. Semoga keterangan ini memberikan manfaat, yang bisa diamalkan ketika ada kesulitan air.

BINCANG SYARIAH

Cinta Nabi adalah Cahaya Menuju Ilahi Tak Terbatas Ruang dan Waktu

Dalam perjalanan spiritual, cinta merupakan matahari yang bersinar terang. Dan jika kita membicarakan cinta, seorang yang penuh cinta kepada Allah dan sesama yang tak terelakkan muncul dalam pikiran kita: cinta kepada sang kekasih, Nabi Muhammad.

Lahir di Mekkah, beliau adalah cahaya di tengah kegelapan, memberikan arah kepada umatnya yang terpinggirkan. Hadir laksana cahaya (nur) dari pancaran ilahi yang menerangi semesta dengan rahmatNya. Nabi layak dicintai bukan karena ia telah menebar rahmat, tetapi tidak hentinya Nabi mencintai umatnya.

Cinta Nabi adalah cinta yang mengalir dari sumber yang tak terbatas, yaitu Allah. Ia menekankan bahwa cinta Nabi adalah cinta suci, cinta yang membawa kedamaian dan keselamatan. Nabi sebagai “sang bulan purnama” yang memberikan cahaya malam kita, membimbing kita dari kegelapan menuju cahaya.

Cinta kepada Allah dan Rasul bukan cinta basa-basi. Bukan cinta pujangga yang hanya dengan kata. Cinta ini adalah ungkapan yang tak terbatas. Cinta Nabi melampaui dimensi ruang dan waktu. Cinta Nabi melampaui batasan-batasan dunia materi dan mencapai dimensi spiritual yang lebih tinggi. Cinta Nabi adalah cinta yang membebaskan jiwa dari belenggu duniawi dan mengantarkannya kepada Allah.

Cinta yang tak terbatas ini juga diekspresikan melalui cinta yang inklusif. Nabi Muhammad datang bukan hanya untuk satu bangsa atau satu agama, melainkan untuk seluruh umat manusia. Cinta Nabi adalah cinta yang mempersatukan orang-orang dari berbagai latar belakang dan keyakinan. Ia adalah teladan kesatuan dalam perbedaan.

Cinta Nabi adalah jalan menuju cinta yang mendalam terhadap Allah. Cinta Nabi adalah ekspresi cinta yang lebih besar, cinta kepada Sang Pencipta. Cinta Nabi menjadi kiblat cinta kepada Allah. Dalam cinta Nabi, kita menemukan jalan menuju Allah, dan dalam Allah, kita menemukan jalan menuju cinta yang sejati.

Cinta Nabi adalah sumber inspirasi dan keselamatan. Ia adalah sumber rahmat dan syafaat dari Allah yang dipancarkan melalui diri Nabi. Melalui cinta Nabi, kita dapat menemukan makna sejati dalam hidup ini. Hidup adalah hanya tentang saling mencintai. Cinta memberikan cahaya dan menyembuhkan.

Cinta Nabi adalah cinta yang tak pernah padamyang akan terus bersinar selama-lamanya. Cinta Nabi adalah warisan yang abadi bagi umat manusia, sebuah cinta yang akan terus menginspirasi dan membimbing kita sepanjang masa.

Manusia selalu diingatkan setiap tahun melalui peristiwa Maulid. Ini bukan tentang ajaran baru dan ritual baru. Tetapi ini adalah sumbu yang akan memantik kembali cahaya cinta yang lebih besar dalam diri manusia. Insan yang tak pernah lepas dari salah dan lupa harus selalu diingatkan dengan momentum.

Bagi penikmat cinta Nabi tentu tidak membutuhkan Maulid. Dalam tahun, bulan, hari, jam bahkan detik, mereka tidak pernah lepas dari dzikir dan pujian terhadap Sang Nabi. Tetapi, bagi diri ini yang mudah silau dengan cahaya palsu dunia. Kita yang terlena dengan kenikmatan cinta materi dunia. Rasanya perlu diingatkan dengan momentum.

Maulid adalah pengingat dan pengikat rasa cinta kita kepada Nabi. Memperkokoh dan memperbanyak lisan kita dihiasi dengan shalawat. Maulid adalah membantu kita mengingat sosok besar yang mengilhami kita menjadi orang yang baik, santun, penyabar, dan penuh kasih sayang. Sosok yang selalu mencintai dan menangisi umatnya setiap waktu.

Jika beliau selalu mengingat umatnya, rasanya Maulid ini hanya seujung kuku dari ekspresi cinta sejati kita untuk Nabi. Bershalawatlah!

ISLAMKAFFAH

Tafsir Al-Maidah Ayat 32; Membunuh Satu Jiwa Sama dengan Membunuh Semua Manusia

Berikut ini akan membahas Tafsir al-Maidah ayat 32 tentang ISlamDalam Al-Qur’an dengan tegas Allah melarang untuk membunuh orang tanpa hak. Tindakan kekerasan tersebut akan diancam dengan neraka jahanam. Allah berfirman dalam Q.S al-Maidah ayat 32;

مَنۡ قَتَلَ نَفۡسًۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ اَوۡ فَسَادٍ فِى الۡاَرۡضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيۡعًا ؕ وَمَنۡ اَحۡيَاهَا فَكَاَنَّمَاۤ اَحۡيَا النَّاسَ جَمِيۡعًا ‌ؕ

Artinya: barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.

Tentang Tafsir al-Maidah ayat 32, dalam kitab Tafsir Jami’ al Bayan, [Mekkah: Dar Tarbiyah wa at-Turats, tt], halaman 232 karya Ibnu Jarir at Thabari dijelaskan ayat ini menegaskan terkait larangan membunuh orang tanpa hak. Tindakan tersebut  tergolong dalam dosa besar, yang pelakunya akan dimasukkan ke dalam neraka. Lebih dari itu, membunuh satu jiwa yang diharamkan, pembunuhnya akan masuk neraka sebagaimana jika dia telah membunuh semua manusia.

وقال آخرون: معنى ذلك: إن قاتل النفس المحرم قتلُها، يصلى النار كما يصلاها لو قتل الناس جميعًا=”ومن أحياها”، من سلم من قتلها، فقد سلم من قتل الناس جميعًا.

Artinya; Dan orang lain berkata, maksudnya, jika seseorang membunuh jiwa yang diharamkan, pembunuhnya akan masuk neraka sebagaimana jika dia telah membunuh semua manusia. Dan barang siapa yang memelihara jiwa itu, maka dia telah memelihara seluruh umat manusia dari pembunuhan.

Di sisi lain, para ahli takwil menafsirkan ayat ini, larangan membunuh dalam ayat ini ditujukan kepada larangan membunuh Nabi dan pemimpin yang adil. Mengutip pendapat Ibnu Jarir, bahwa siapa yang membunuh seorang nabi atau imam yang adil, maka seolah-olah dia telah membunuh seluruh manusia, dan barang siapa yang mendukung atau membantu seorang nabi atau imam yang adil, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.

فقال بعضهم: معنى ذلك: ومن قتل نبيًّا أو إمام عدل، فكأنما قتل الناس جميعًا، ومن شدَّ على عضُد نبيّ أو إمام عدل، فكأنما أحيا الناس جميعًا

Artinya; Ada  diantara mereka yang berpendapat: artinya, siapa yang membunuh seorang nabi atau imam yang adil, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya, dan siapa yang membantu atau mendukung seorang nabi atau imam yang adil, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”

Sementara itu, Abu Al Muzhaffar As-Sam’ani, dalam Tafsir as-Sam’ani, jilid II, [Riyadh, Darul Wathan, 1997],  halaman 33, dengan mengutip pendapat Ibnu Abbas, ayat ini memiliki pengertian bahwa seseorang yang membunuh seseorang tanpa alasan yang sah, maka ia seakan-akan telah membunuh seluruh manusia. Sedangkan siapa saja yang memelihara kehidupan manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara seluruh manusia. Artinya, barang siapa yang menahan diri dari membunuh satu orang dari manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.

وَقَالَ قَتَادَة: مَعْنَاهُ من قتل نفسا فَكَأَنَّمَا قتل النَّاس جَمِيعًا من الْإِثْم، وَمن أَحْيَاهَا، أَي: تعفف وَامْتنع عَن قَتلهَا، فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاس جَمِيعًا فِي الثَّوَاب

Artinya; Artinya, siapa pun yang membunuh jiwa, maka seolah-olah dia telah membunuh seluruh manusia dengan dosa, dan siapa pun yang memelihara jiwa itu, yaitu menahan diri dari membunuhnya, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia dalam pahala.

Pada sisi yang lain, terdapat hadis Nabi Muhammad yang melarang tegas melakukan tindakan membunuh seorang muslim.  Demikian itu termaktub dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Nabi bersabda;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

Artinya: Dari Abu Hurairah R.a, dari baginda Nabi, beliau bersabda: “Jauhilah tujuh dosa yang akan membua binasa”, lantas sahabat  bertanya, “Wahai Rasullah, dosa apakah itu?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. (HR. Imam Bukhari & Muslim).

Pesan Damai dalam Islam

Dengan demikian, Islam adalah agama yang menekankan perdamaian, toleransi, dan keadilan. Larangan membunuh adalah bagian dari pesan damai yang ingin disampaikan Islam kepada seluruh umat manusia. Islam memandang bahwa kehidupan manusia harus dihormati dan dijaga, bahkan jika itu adalah kehidupan seorang non-Muslim atau musuh.

Ali Musthafa Ya’qub dalam buku Islam Antara Perang dan Damai,  menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan untuk umat manusia. Sejak awal, Al-Qur’an dan Hadis, khitabnya Islam itu ditujukan untuk manusia. Kendati, tak bisa dinafikan banyak sekali ayat yang berbicara tentang perang, akan tetapi banyak juga hadis nabi yang menjelaskan tentang damai.

Lebih jauh, meskipun Islam ada konsep “jihad”, akan tetapi maknanya sendiri tidak tunggal [beragam]. Makna jihad g lebih dalam daripada perang fisik. Lebih dari sekadar pertempuran, jihad juga mencakup perjuangan untuk mencapai kebaikan, keadilan, dan perdamaian dalam masyarakat. Pemahaman yang salah tentang jihad telah menyebabkan konflik dan kekerasan yang tidak berdasar dalam nama Islam.

Kesimpulan, larangan membunuh dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW merupakan bagian integral dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga kehidupan manusia dan menjauhi tindakan kekerasan yang tidak sah. Pesan damai dalam Islam adalah pesan yang sangat kuat, dan penting bagi umat Muslim untuk menghayati serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, mempromosikan perdamaian, toleransi, dan keadilan di seluruh dunia.

Sekian penjelasan terkait membahas Tafsir al-Maidah ayat 32, yang melarang manusia untuk membunuh orang lain. Semoga kita senantiasa menyemarakkan kedamaian di dunia dan akhirat.

BINCANG SYARIAH

Sikap Generasi Muda Islam dalam Memanfaatkan Media Sosial

Media sosial merupakan wadah yang sering digunakan oleh masyarakat, khususnya anak muda, untuk berinteraksi antar sesama. Setiap hari hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mangakses media sosial untuk mencari hiburan dan informasi yang dibutuhkan. Bahkan, menjadikan media sosial sebagai ladang untuk mencari pekerjaan atau mendapatkan pendapatan hidup. Namun, dalam menggunakan media sosial, kita perlu memperhatikan beberapa hal yang sesuai dengan ajaran syariat Islam.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), sekitar 196,71 juta orang Indonesia atau sekitar 73,7% telah terhubung dengan jaringan internet pengguna sepanjang tahun 2019-2020. Hal tersebut terlihat bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung menggunakan internet dalam segala hal, terutama dalam berkomunikasi dan mencari informasi, baik dalam keperluan yang penting, privasi maupun dalam keperluan sekedar hiburan. Bahkan kadangkala menjadi pelarian dalam menghabiskan waktu dengan berselancar tanpa mengenal waktu.

Dalam hal ini, tentu agama kita memperhatikan segi adab dan etika. Islam sebagai agama yang menuntun umatnya untuk selalu mengutamakan berbuat baik dalam setiap sisi kehidupan, termasuk memiliki batasan-batasan syar’i bagi umatnya dalam menggunakan media sosial. Hal ini agar tercipta kondisi yang lebih nyaman, bijak, dan tetap memperhatikan etika yang bermoral dalam setiap aktivitasnya, baik dalam hal bermuamalah maupun hal yang mubah.

Adapun beberapa langkah serta adab yang bisa kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i, antara lain:

Mencari informasi yang bermanfaat

Dalam menggunakan media sosial, seyogyanya kita memanfaatkanya dengan bijak dan positif. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, khususnya ilmu syar’i. Rasulullah shallalhu ‘alaihi wassallam bersabda,

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًايَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا,سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ . رَوَاهُ مُسْلِم

Barangsiapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Budayakanlah tabayyun

Sebagai seorang muslim, kita harus bersikap tabayyun terlebih dahulu dalam menerima informasi atau berita. Hal ini perlu dilakukan untuk meminimalisir kesalahan informasi atau berita yang tidak benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Seperti dalam firman Allah pada surah Al-Hujurat ayat 6,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)

Tidak menebar kata yang mengandung kebencian dan berita palsu

Ujaran kebencian dan menyebarkan berita palsu termasuk dalam akhlak yang tercela (akhlak madzmumah) yang bertentangan dengan ajaran syariat Islam dan tidak sesuai dengan sunah Nabi. Maka, sudah selayaknya kita sebagai seorang muslim mampu menjaga lisan kita dalam perilaku yang buruk. Bahkan, lebih baik diam ketika berucap, akan tetapi tidak menghadirkan kebaikan.

Menjadikan media sosial sebagai sarana menyebar kebaikan

Kebaikan dapat kita sampaikan dengan banyak cara dan berbagai media sarana. Salah satunya dengan menyebarkan kebaikan melalui media sosial. Salah satu cara berdakwah kaum muslimin akhir-akhir ini pun tidak terlepas dengan media sosial, seperti yang di terangkan dalam sebuah hadis.

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya, dari sahabat Uqbah bin ‘Amr bin Tsa’labah radhiyallahu ’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه

Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, hendaknya kita sebagai kaum muslimin sudah selayaknya mampu memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk menebar kebaikan dan berdakwah serta menyampaikan hal yang positif yang dapat meningkatkan ketakwaan dan keimanan.

Menjaga lisan dan kata-kata dalam berucap atau ketika menulis

Sebagai seorang muslim, kita diperintahkan untuk menjaga lisan dan ucapan kita, baik dalam hal muamalah harian maupun dalam semua kegiatan, termasuk dalam bermedia sosial. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang berisi nasihat dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,

عليك بطول الصمت فإنه مطردة الشيطان وعون لك علي أمردينك

“Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu.” (HR. Ahmad)

Mengurangi informasi yang tidak dibutuhkan

Tidak asal dalam mengakses informasi terutama informasi yang hoax dan toxic yang dapat meracuni fikiran dan hati.

Berdoa keselamatan

Meminta perlindungan pada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan subhat akhir zaman yang banyak beredar dalam dunia maya, terutama maksiat yang diumbar dan dosa-dosa yang ditampakan.

Semoga kita dimudahkan dan dimampukan menjadi insan yang semakin bertakwa dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi serta menjadi manusia yang bertanggung jawab atas apa yang kita perbuat dan mampu menggunakan teknologi secara bijak.

Wallahu’ alam

***

Penulis: Kiki Dwi Setiabudi S.Sos.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87991-sikap-generasi-muda-islam-dalam-memanfaatkan-media-sosial.html

Doa Menghadapi Kematian

Kematian adalah hal yang pasti akan dihadapi oleh setiap makhluk yang bernyawa. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran: 185)

Syekh Abdurrahman As Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

هذه الآية الكريمة فيها التزهيد في الدنيا بفنائها وعدم بقائها، وأنها متاع الغرور، تفتن بزخرفها، وتخدع بغرورها، وتغر بمحاسنها، ثم هي منتقلة، ومنتقل عنها إلى دار القرار، التي توفى فيها النفوس ما عملت في هذه الدار، من خير وشر

Ayat ini menjelaskan agar senantiasa bersikap zuhud terhadap dunia yang fana dan tidak kekal. Bahwasanya ia hanya senda gurau belaka, yang seseorang bisa saja terfitnah dengan gemerlapnya, tipu dayanya pun menipu, keindahannya semu, dan semua akan berpindah darinya menuju negeri keabadian. Semua yang ada di dunia ini akan binasa dan tidak lagi bisa berbuat baik maupun buruk.” (Tafsir As-Sa’diy, hal. 159)

Tidak ada satu pun dari kita yang akan bisa melarikan diri dari kematian. Seandainya pun kita berusaha kabur, maka kematian akan datang menjemput kita. Sebagaimana firman Allah ‘Azza Wajalla,

اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ

Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya itu pasti akan menemuimu. Kamu kemudian akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang selama ini kamu kerjakan.” (QS. Al-Jumu’ah: 8)

Dan siap atau tidak, saat kematian menghampiri, ketetapan tersebut tidak akan mampu kita tunda atau percepat. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللّٰهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَّا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَاۤبَّةٍ وَّلٰكِنْ يُّؤَخِّرُهُمْ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

Seandainya Allah menghukum manusia karena kezaliman mereka, niscaya Dia tidak meninggalkan satu makhluk melata pun di atasnya (bumi), tetapi Dia menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. Maka, apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan dan percepatan sesaat pun.” (QS. An-Nahl: 61)

Kapan kematian akan datang? Bukan itu yang seharusnya menjadi pertanyaan kita, melainkan seberapa siap kita menghadapinya? Bagaimana akhir hidup kita ketika ajal menjemput? Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama pernah merespon pertanyaan seseorang tentang kapan terjadi hari kiamat dengan jawaban,

ما أعْدَدْتَ لَهَا

Apa yang sudah kamu persiapkan untuk menghadapinya?

Apakah ada doa khusus menghadapi kematian?

Kami tidak mengetahui ada doa khusus yang sahih dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama untuk menghadapi kematian. Namun, jika seseorang yang berada di sekitar orang yang menghadapi sakratulmaut hendak membacakan beberapa ayat Al-Qur’an (tanpa membatasi ayat, surat, keutamaan tertentu), maka tidak ada masalah dan kita berharap keberkahan dari perbuatan tersebut.

Demikianlah yang disampaikan oleh Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu,

وإن قرأ عند المحتضر قبل أن يموت بعض آيات من القرآن فلا بأس؛ لأنه روي عن النبي ﷺ ما يدل على ذلك، ويستحب تلقينه لا إله إلا الله حتى يختم له بذلك؛ لقول النبي ﷺ:لقنوا موتاكم لا إله إلا الله رواه مسلم في صحيحه. والمراد بالموتى هنا المحتضرون في أصح قولي العلماء، ولأنهم الذين ينتفعون بالتلقين. والله ولي التوفيق

Membaca sebagian Al-Qur’an untuk orang yang tengah menghadapi sakratulmaut adalah perkara yang diperbolehkan. Karena ada riwayat dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama yang mengindikasikan hal demikian. Dianjurkan pula membimbing yang bersangkutan dengan kalimat tauhid berdasar pendapat yang lebih tepat dari dua pendapat ulama. Karena orang yang dalam kondisi sakratulmaut bisa mengambil manfaat dari talqin tersebut. Wallahu waliyyut taufiq. (Dikutip dari tautan ini)

Juga diperbolehkan bagi seseorang berdoa dengan doa lain seperti doa sapu jagat,

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة خسنة وقنا عذاب النار

Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Dan jagalah kami dari siksa api neraka.”

Karena tidak ada kebaikan yang lebih baik dibandingkan dengan ketika seorang mendapat akhir hidup yang baik.

Kematian yang husnulkhatimah

Dan setiap muslim pasti mengangankan kematian yang baik. Karena akhir yang baik dari seorang muslim adalah salah satu indikator kebaikan amalan sebelumnya. Ada beberapa tanda seorang muslim meninggal dalam kondisi husnulkhatimah, yaitu:

Pertama: Berikrar dengan kalimat tauhid di akhir hayatnya

Hal ini berdasarkan keterangan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,

مَن كان آخِرُ كلامِهِ لا إلهَ إلَّا اللهُ دخَل الجَنَّةَ

Barangsiapa yang akhir ucapannya ketika di dunia adalah la ilaha illallahu, maka ia masuk surga.” (HR. Abu Dawud no. 3116)

Kedua: Meninggal pada hari Jumat

Sebagaimana disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dalam sebuah hadisnya,

ما من مسلمٍ يموتُ في يومِ الجمعةِ أو ليلةِ الجمعةِ إلا برِئ من فتنةِ القبر

Tidaklah seorang muslim meninggal di hari Jumat atau malam Jumat, kecuali Allah akan lindungi ia dari fitnah kubur.” (HR. At-Tirmidzi no. 1074 dan Ahmad no. 6582)

Ketiga: Meninggal syahid di medan perang

Berjihad adalah salah satu amalan yang agung dan bahkan menjadi salah satu sebab seseorang mendapatkan kematian yang baik. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

مَن قُتِلَ في سَبيلِ اللهِ فَهو شَهِيدٌ، ومَن ماتَ في سَبيلِ اللهِ فَهو شَهِيدٌ

Barangsiapa terbunuh di jalan Allah, maka ia syahid. Barangsiapa meninggal di jalan Allah, maka ia syahid.” (HR. Muslim no. 1915)

Dan kondisi-kondisi lain yang disebutkan dalam banyak hadis tentang husnulkhatimah. Namun, ada satu hal yang ketika seseorang mengerjakannya, maka ia akan mendapatkan akhir yang baik, yaitu:

Banyak beramal saleh

Karena tidaklah husnulkhatimah dan kematian yang baik didapatkan, kecuali oleh orang-orang yang terbiasa beramal saleh sepanjang hidupnya. Karena seseorang akan dimatikan di atas kebiasaannya sehari-hari. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

يبعث كل عبد على ما مات عليه

Seorang hamba akan dibangkitkan di hari kiamat di atas kondisi ia diwafatkan.” (HR. Muslim no. 2878)

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ

Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.’ Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah melakukan amal saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Kita berdoa kepada Allah semoga Allah kelompokkan kita ke dalam golongan orang-orang yang wafatnya dalam kondisi terbaik, yakni memeluk Islam dan menjalankan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama.

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87989-doa-menghadapi-kematian.html

Hukum Menggendong Bayi yang Ada Najis saat Shalat

APA hukum menggendong bayi yang ada najis saat shalat?

Hukum Menggendong Bayi yang Ada Najis saat Shalat yang Pertama:

Di antara syarat sahnya shalat adalah menjauhi najis di badan, baju dan tempat. Siapa yang shalat sementara di baju atau badannya ada najis atau membawa bayi yang ada najisnya atau membawa gelas yang di dalamnya ada najisnya, maka shalatnya batal menurut jumhur ulama. Dan wudunya tidak batal.

Ibnu Qudamah rahimahullah dalam ‘Mugni, (1/403) mengatakan, “Kalau orang yang shalat membawa botol di dalamnya ada najisnya yang tertutup. Maka shalatnya tidak sah. Karena dia membawa najis yang tidak dimaafkan di tempat yang tidak tepat. Maka seperti kalau (najis) itu di badan atau bajunya.” (Silahkan lihat Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, 40/99, Al-Majmu,3/157, Kasyful Qana, 1/289).

Hukum Menggendong Bayi yang Ada Najis saat Shalat yang Kedua:

Batalnya shalat terbatas kalau orang shalat menggendong bayi sementara dia mengetahui ada najis. Jika dia tidak mengetahui atau dia mengetahui cuma lupa. Maka shalatnya sah.

Nawawi rahimahullah mengatakan dalam ‘Majmu, (3/163), “Mazhab para ulama bagi orang shalat dengan adanya najis karena lupa atau tidak mengetahuinya. Kami telah sebutkan bahwa yang paling kuat dalam mazhab kami adalah diwajibkan mengulangi dan ini pendapat Abu Qulabah dan Ahmad. Sementara jumhur ulama mengatakan, tidak perlu mengulanginya. Diceritakan Ibnu Munzir dari Ibnu Umar, Ibnu Musayyab, Towus, Atho’, Salim bin Abdullah, Mujahid, Sya’bi, Nakho’I, Zuhri, Yahya Al-Anshori, Auza’I, Ishaq, Abu Tsaur. Ibnu Munzir, dan ini pendapat saya juga. Dan ini mazhabnya Rabi’ah, dan Malik. Ia kuat dari sisi dalilnya dan ia adalah pilihan.” Selesai

Al-Mardawai dalam kitab Al-Inshof, (1/486) mengatakan, “Ungkapan ‘Kalau dia mengetahui dalam shalat, akan tetapi tidak tahu atau lupa, maka ada dua riwayat. Salah satunya sah dan ia yang kuat menurut kebanyakan ulama mutaakhirin (generasi akhir) dan pilihan pengarang (maksudnya Ibnu Qudamah) dan Syekh Taqiyyudin (maksudnya Ibnu Taimiyah). Yang kedua, tidak sah dan diulangi (shalatnya, pent) dan ini pendapat mazhab kami.”

Hukum Menggendong Bayi yang Ada Najis saat Shalat: Menurut Ulama

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalau dia shalat sementara di badannya ada najis maksudnya terkena najis dan belum dicuci atau bajunya najis. Atau tempatnya ada najis, maka shalatnya tidak sah menurut jumhur ulama.

Akan tetapi kalau dia tidak mengetahui najisnya ini atau mengetahuinya kemudian lupa mencucinya sampai selesai shalat, maka shalatnya sah, tidak diharuskan mengulangi. Dalil hal itu bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam ketika shalat dengan para shahabatnya suatu hari, kemudian melepas dua sandalnya, maka orang-orang pada melepaskan sandalnya. Ketika Rasulullah sallallahu alaihi wa sallm selesai, beliau bertanya kenapa mereka melepas sandalnya? Mereka menjawab, “Kami melihat anda melepas sandal anda. sehingga kami juga melepaskannya. Maka beliau bersabda:

إن جبريل أتاني فأخبرني أن فيهما خبثاً

“Sesungguhnya Jibril mendatangiku dan membertahukan kepadaku bahwa di kedua sandal ada barang najis (khobats).”

Jika shalatnya batal dengan adanya najis karena tidak tahu. Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam pasti akan mengulanginya.

Hukum Menggendong Bayi yang Ada Najis saat Shalat: Menjauhi Najis

Jadi menjauhi najis di badan, baju dan tempat merupakan syarat sahnya shalat. Akan tetapi kalau seseorang tidak dapat menjauhi najis karena ketidaktahuan atau lupa, maka shalatnya sah. Baik dia mengetahui sebelum shalat kemudian lupa membersihkannya atau tidak mengetahuinya kecuali setelah shalat.

Kalau anda katakan, “Apa perbedaan antara ini dan kalau shalat tanpa wudu lupa atau tidak mengetahui. Dimana kita diperintahkan mengulangi bagi orang yang shalat tanpa wudu karena lupa atau tidak mengetahui. Sementara kita tidak diperintahkan mengulangi bagi orang yang shalat dengan ada najis karena lupa atau tidak tahu.

Kita katakan, “Perbedaan di antara keduanya adalah bahwa wudu atau mandi termasuk melakukan apa yang diperintahkan sementara menjauhi najis adalah meninggalkan yang dilarang. Meninggalkan perintah tidak ada uzur dengan ketidaktahuan atau lupa berbeda dengan melakukan yang dilarang.Wallahu a’lam”. []

SUMBER: ISLAMQA

Cara Menyembuhkan Ketagihan Konten Porno

BAGAIMANA cara menyembuhkan ketagihan konten porno?

Banyak sekali dari kalangan para pemuda umat ini di zaman kita ketagihan melihat dan menyaksikan (suatu) yang porno. Hal itu karena mudahnya mengakses di sela-sela website yang ada lewat jaringan elektornik.

Ketagihan bentuk semacam ini, menjadikan orangnya tidak cukup dengan sesuatu yang halal dalam dunia nyata yang diberikan di istrinya. Hal itu karena ketagihan sesuatu yang haram dalam angan-angan hanya sekedar mengikuti hawa nafsu dan syahwatnya.

Urusannya bukan sekedar terkait dengan ketenangan dan kesenangan bersama anda, tapi terkait dengan kecanduan melihat sesuatu haram kepada selain anda. apalagi hal itu dilakukan di awal bulan dari pernikahan dengan anda. Kecanduan ini termasuk penyakit yang membutuhkan obat.

Cara Menyembuhkan Ketagihan Konten Porno: Ingat Akhirat

Di antara obat paling bagus dan bermanfaat dari kecanduan adalah memutus (baik dengan) pilihan (sukarela) atau paksaan dari sumber kecanduan disertai dengan menyibukkan waktu untuk sesuatu yang bermanfaat tentang urusan kehidupan (dunia) dan akhirat.

Serta mengunjungi dokter psikologi untuk memasukkan solusi pengobatan dan (support) perkataan kalau hal itu dibutuhkan.

Hal ini menuntut anda kerja keras untuk membantunya agar terlepas dari kecanduan ini. Hal itu dengan mamalingkan dari peralatan elektronik yang membuka pintu ini. Berbicara dengannya terkait (tema) studi yang mengancam akan bahayanya kecanduan semacam ini.

Begitu juga berusaha menyibukkan waktunya dengan sesuatu yang bermanfaat dunia dan agama. Serta membantunya melakukan amal ketaatan kepada Allah Tuhan seluruh alam. Kalau lari atau berpaling (dari hal ini), berikan saran untuk mengunjungi dokter jiwa (psikologi). Berusaha untuk menghilangkan kecanduan dari alat ini atau menghilangkan kegundahan dampak darinya.

Cara Menyembuhkan Ketagihan Konten Porno: Konsutasikan

Kami juga berikan nasehat kepada anda agar harus merujuk ke konsultan kejiwaan yang amanah dan beragama. Atau disela-sela jaringan internet. Hal itu lewat nasehat anda terkait dengan perincian interaksi anda bersamanya tentang urusan kehidupan secara umum dan hubungan suami istri secara rahasia (khusus).

Perlu diketahui bahwa tidak diperkenankan membicarakan secara terperinci hubungan suami istri kepada lelaki siapapun selain ayah anda. Baik itu kepada dokter psikologi atau salainnya. Karena hal itu dapat membuka pintu fitnah atau terjatuh pada keterikatan dengan sesuatu yang haram.

Cara Menyembuhkan Ketagihan Konten Porno: Sibukkan dengan yang Halal

Kesimpulan tugas anda secara singkat adalah agar menyibukkan dia dengan diri anda dari yang lainnya. Dan mencukupkan dirinya dengan yang halal. Dari mencari-cari yang haram. Dengan berusaha sebaik mungkin hal itu dengan meniatkan pahala disisi Allah Tuhan seluruh alam dalam masalahyang penting ini.

Terkait dengan menyaksikan – semoga kita mendapatkan hidayah dan dia –untuk memutus hubungan sex ketiga, ini termasuk prilaku menyimpang mengandung sesuatu yang menikmati dengan sesuatu yang menyimpang. Akan tetapi tidak harus pelakunya memiliki jiwa yang menyimpang. Hal itu karena lelaki menyimpang biasanya tidak menikmati dengan bentuk wanita, tetapi sebaliknya.

Kita berharap kepada Allah agar kita dan dia ditunjukkan jalan (yang benar). Karena Dia penolong dan mampu akan hal itu.

Wallahua’lam. []

SUMBER: ISLAMQA

Hukum Melaksanakan Sholat Sunnah Fajar, Bolehkah Setelah Sholat Subuh?

Adapun keutamaan sholat sunnah fajar dua rakaat dijelaskan dalam hadits.

Mufti Mesir Syekh Dr Syauqi Alam menyampaikan penjelasan tentang hukum melaksanakan sholat sunnah fajar dua rakaat. Hal ini disampaikan untuk menjawab pertanyaan yang masuk.

Penanya mengungkapkan bahwa dia masuk masjid untuk melaksanakan sholat Subuh dan di dalam masjid jamaah sudah melaksanakan sholat Subuh sehingga dirinya tidak bisa melaksanakan sholat sunnah fajar dua rakaat.

Dalam kondisi demikian, apakah boleh melaksanakan terlebih dulu sholat sunnah fajar dua rakaat lalu barulah melaksanakan sholat Subuh? Jika tidak, apakah boleh mengerjakan sholat sunnah fajar dua rakaat setelah menunaikan sholat Subuh?

Syekh Syauqi Alam menyampaikan, kaidah dasarnya adalah sholat sunnah fajar dua rakaat dilaksanakan sebelum sholat wajib. Maka, ketika seseorang masuk masjid dan jamaah telah melaksanakan sholat wajib, maka hendaknya dia mengikuti imamnya dan tidak menyibukkan diri dengan sholat sunnah pada waktu itu.

Setelah melaksanakan sholat Subuh tersebut, maka boleh melaksanakan sholat sunnah fajar dua rakaat. “Tidak ada masalah bila sholatnya (sholat sunnah fajar dua rakaat) dilakukan nanti setelah sholat wajib,” demikian penjelasan Syekh Syauqi Alam, dilansir Masrawy.

Adapun dalam keadaan seseorang ketiduran dan baru bangun setelah matahari terbit, maka hendaknya dia mengerjakan sholat sunnah fajar dua rakaat lalu dilanjutkan dengan sholat wajibnya, yakni sholat Subuh. “Hal ini tidak apa-apa,” tuturnya.

Adapun keutamaan sholat sunnah fajar dua rakaat dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda:

– ركعتا الفجرِ خيرٌ من الدُّنيا وما فيها

“Dua rakaat (sebelum) fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya” (HR Muslim).

Adapun waktu pelaksanaan sholat sunnah fajar dua rakaat yaitu antara adzan dan iqamat sholat Subuh. Dasarnya ialah hadits dari Aisyah RA yang berkata, “Biasanya Nabi SAW senantiasa mengerjakan sholat ringkas dua rakaat antara adzan dan iqamat Subuh” (HR Muslim). Sholat ringkas dua rakaat antara adzan dan iqamat yang dimaksud adalah sholat sunah fajar atau sholat qabliyah Subuh.

Terkait bacaan dalam sholat sunnah fajar dua rakaat, dijelaskan dalam riwayat Abu Hurairah RA. Abu Hurairah berkata, “Biasanya dalam sholat sunnah fajar dua rakaat, Rasulullah SAW pada rakaat pertama membaca “Qul ya ayyuhal kafirun” dan pada rakaat kedua membaca “Qul huwallahu Ahad” (HR Muslim).

IQRA