Orang Pertama Yang Menerjemah Alquran ke Bahasa Inggris

Alquran merupakan kitab suci yang mengajarkan nilai yang tak usang. Kandungannya benar-benar mengagumkan. Meskipun ia diturunkan lima belas abad silam, namun nilai-nilainya bisa diadaptasi dalam kehidupan masyarakat modern. Mungkin orang tak percaya, tapi ini kenyataannya. Ajaib. Karena keistimewaan inilah semua orang berhak membacanya dan merenungkan makna-maknanya. Tidak hanya orang Arab. Orang non Arab pun butuh mengetahuinya. Inilah yang menjadi alasan Alquran diterjemahkan ke berbagai Bahasa. Menjawab kebutuhan manusia di setiap zaman.

Penerjemahan Alquran juga dilakukan ke Bahasa Inggirs. Bahasa komunikasi nomor satu di jagad ini. Lalu siapa yang berjasa pertama kali menerjemah kitab suci ini ke dalam Bahasa Inggris? Berikut ini kisahnya.

Si Penerjemah

Penerjemah itu adalah Sir Abdullah Yusuf Ali. Seorang muslim berkewarga-negaraan Inggris yang berasal dari Pakistan. Ali lahir pada 14 April 1872 di Kota Bombai, India. Saat itu India tengah dijajah oleh Inggris. Ia terlahir dari keluarga muslim dan dididik dengan pendidikan islami. Melalui perhatian dan bimbingan keluarganya, ia berhasil menghafal 30 juz Alquran. Ia pun mampu berkomunikasi dengan Bahasa Arab dan Inggris dengan lancar.

Kemampuan Bahasa Inggris Abdullah Yusuf Ali tak sembarang. Ia kuliah sastra Inggris di beberapa universitas Eropa, seperti di Universitas Leeds. Kemudian ia juga memiliki kesungguhan dalam memepelajari Alquran dan tafsiran para sahabat Nabi.

Abdullah Yusuf juga memiliki andil dalam pembangunan masjid ketiga di Amerika Utara. Sebuah masjid yang dinamai Masjid ar-Rasyid yang terletak di Kota Edmonton Alberta, Canada. Yang dibangun pada Desember 1938.

Kemampuannya juga terdengar oleh Muhammad Iqbal (pemikir India/Pakistan). Ia menunjuk Abdullah Yusuf Ali sebagai direktur Islamic College of Lahore, India (karena dulu Pakistan masih menjadi wilayah India). Setelah itu ia kembali ke Inggris dan wafat di London. Ia dimakamkan di Inggris, di pemakaman khusus muslim di Brockward-Suri, dekat Werkneck.

Awal Kisah

Buku The Holy Qur’an: Text, Translation and Commentaryadalah karya fenomenal Abdullah Yusuf Ali. Terjemah Alquran Bahasa Inggris ini dicetak pada tahun 1934. Kemudian dicetak berulang-ulang dan disebarkan ke berbagai penjuru. Karya ini kemudian menjadi terjemahan Alquran yang paling banyak beredar dan paling banyak digunakan oleh negara-negara yang berbahasa Inggris.

Sebenarnya, Sir Abdullah Yusuf Ali bukan orang pertama yang menerjemah Alquran ke dalam Bahasa Inggris. Sebelumnya ada George Seale, orientalis Inggris [1697-1736]. Serta Muhammad Marmadok, [19 Mei 1875-1936], seorang Muslim Inggris. Namun Sir Abdullah Yusuf Ali yang lebih dikenal sebagai penerjemah pertama. Dan terjemahannya juga lebih dikenal dibanding karya dua orang pendahulunya. Mengapa bisa demikian? Jawabnya, karena terjemah Abdullah Yusuf Ali lebih menarik. Ia tidak hanya menerjemah kata per kata. Namun selain memberikan padanan kata yang lebih sempurna, Abdullah Yusuf Ali juga memberikan tafsiran ringkas dan mudah dari masing-masing ayat.

Dalam bagian pengantar dari karya terjemahnya, Abdullah Yusuf Ali menyatakan:

Saudara-saudaraku yang aku hormati, apa yang aku persembahkan di hadapan Anda sekalian adalah tafsir Alquran al-Karim dengan Bahasa Inggris. Aku terjemahkan kata per kata dari teks aslinya. Namun buku ini bukanlah semata-mata alih bahasa saja. Tetapi juga memuat penggambaran tentang makna-maknanya semampu yang aku pahammi dari teks asli untuk kusajikan pada Anda sekalian. Sudah seharusnya buku ini bersesuaian antara teks aslinya dengan hasil terjemahnya secara detil. Tapi itu terbatas dengan kemampuan penaku. Aku ingin agar Bahasa Inggris sendiri menjadi Bahasa Islam (yang bisa sepadan nilai rasanya dengan Bahasa Arab pen.). Namun hal itu mustahil. Tapi aku berusaha semampuku untuk menghadirikan ke hadapan Anda terjemah yang sepadan, yang membantu Anda dalam memahami Alquran al-Karim.

Abdullah Yusuf Ali menghabiskan 40 tahun usianya untuk menyempurnakan terjemah ini. Karena apa yang ia lakukan, Allah membuat namanya dikenang karena jasa dan usahanya yang besar. Bahkan Syaikh Ahmad Deedat dalam ceramah-ceramahnya, sering menyebut nama Abdullah Yusuf Ali dan jasa besarnya menerjemahkan Alquran. Ia juga menganjurkan agar orang-orang memilih Alquran terjemahannya.

Para sastrawan Inggris memuji kemampuan Bahasa Abdullah Yusuf Ali. Mereka sebut ia sebagai Shakespeare Inggris. Ia adalah rujukan dalam Bahasa Inggris dan gramatikanya.

Terjemahannya tidak hanya bermanfaat sebagai alih Bahasa. Tapi juga menginspirasi banyak orientalis untuk belajar Bahasa Arab dan Islam. Semoga Allah merahmatinya dan membalas jasanya dengan balasan yang terbaik.

Sumber: https://lite.islamstory.com/ar/artical/10838/اول-من-ترجم-القران

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6327-orang-pertama-yang-menerjemah-alquran-ke-bahasa-inggris.html

Hukum Menunda Mandi Haid Karena Sibuk

Pertanyaan:
Bismillah
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Izin bertanya ustadz,
Bagaimana jika seorang wanita yang haid berhenti pada waktu dhuhur tapi belum sempat mandi karna sibuk sampai magrib sehingga melewatkan sholat ashar. Ketika maghrib, apakah sholat ashar itu diqodho atau tidak? Mohon jawaban ustadz.

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh,

Wajib bagi wanita tersebut shalat dhuhur dan ashar pada waktunya. Tidak boleh menunda shalat karena sibuk kerja. Ini merupakan dosa besar. Allah berfirman:

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Celaka orang yang shalat, yaitu yang lalai dalam shalatnya.” (QS. Al-Ma’un: 4-5).

Yaitu orang yang menunda shalat hingga berakhir waktunya.

Masalah mandi haid, itu perkara yang mungkin dilakukan jika ada usaha keras dan kesungguhan demi menjalankan kewajiban agama.

Jika lemah iman dan lemah kesungguhan untuk menjalankan kewajiban agama, maka apapun akan terasa sulit. Lebih lagi jika menjalankan agama terkalahkan oleh kesibukan dunia. Allahul musta’an.

Adapun shalat yang sudah terlanjur terlewat, tetap wajib di-qadha segera walaupun sudah keluar waktunya.

Wallahu a’lam.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama hafidzahullaah di grup telegram Tanya Jawab Muslimah.or.id

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11114-hukum-menunda-mandi-haid-karena-sibuk.html

Pemerintah Saudi Permudah Layanan Haji untuk Penduduk Lokal

Pemerintah Arab Saudi kian mempermudah penduduk lokal dan kalangan ekspatriat untuk menunaikan ibadah haji. Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Koordinasi Haji Domestik, Abdurrahman al-Haqbani.

Hingga tahun lalu, Arab Saudi memberlakukan tiga kategori layanan bagi para calon jamaah haji domestik. Adapun kini otoritas setempat mulai membuka kategori keempat. Dengan demikian, mereka dapat menunaikan haji dengan biaya yang lebih terjangkau, tanpa harus kecewa lantaran pelayanan berkurang.

Dilansir dari Saudi Gazette, Ahad (28/4), calon jamaah haji lokal yang mendaftar pada kategori keempat itu akan diminta membayar dengan tarif terendah bila dibandingkan dengan tiga kategori lainnya. Selanjutnya, Al-Haqbani mengatakan, portal elektronik Kementerian Haji dan Umrah akan membuka tautan pendaftaran pada 15 Ramadhan atau sekira 20 Mei 2019 mendatang.

Dia menjelaskan, sebanyak 193 perusahaan dan organisasi yang memenuhi syarat yang terdaftar dalam daftar Kementerian. Mereka akan menyediakan layanan bagi para calon jamaah haji domestik dalam melaksanakan haji yang akan datang.

IHRAM

Nilai Amal Sebanding dengan Niat

AMAL atau perbuatan dapat bernilai ibadah apabila pelakunya mendasarkan amal tersebut dengan niat. Pun meninggalkan suatu perbuatan tercela akan menghasilkan pahala bila ia menyertakan niat karena Allah dalam meninggalkan perbuatan tercela tersebut. Alhasil, semua amal atau perbuatan kita sehari-hari dapat menghasilkan pahala, bukan?

Kita melakukan suatu hal yang terpuji dengan niat karena Allah. Kita juga meninggalkan perbuatan tercela karena Allah. Dan kita melakukan perbuatan mubah dengan menyertakan niat mencari ridha Allah. Maka, alhamdulillah, segala laku perbuatan kita mendatangkan pahala.

Maka kita dalam sehari-hari dapat mendulang pahala dari niat kita. Padahal tidak dalam 24 jam kita shalat tanpa henti, bukan? Atau tidak dalam 24 jam kita terus menerus membaca Al Quran, bukan? Tidak juga sedekah atau yang lain. Apapun halnya yang kita kerjakan meliputi amal yang disyariatkan dan yang mubah, maka kita berpeluang besar mendapatkan pahala Allah.

Imam Ibnu Hajar rahimahullah pernah berkata, “Yang benar adalah, meninggalkan suatu amalan tanpa disertai niat tidak akan mendapatkan pahala. Anda hanya mendapat pahala bila Anda secara sadar meninggalkan hal tersebut. Maka barangsiapa di harinya tidak terbetik sama sekali tentang suatu amal maksiat, tentu tidak sama dengan orang yang mengingatnya, lalu ia menahan diri dari perbuatan maksiat tersebut karena takut kepada Allah”.

Perkataan Imam Ibnu Hajar mengarahkan pada makna bahwa sangat penting menghadirkan niat baik (karena Allah) dalam setiap aktifitas kita. Tanpa perlu waktu dan tenaga berlebih, kita dapat dengan mudah mendulang pahala.

Allahu Alam

 

 

Bugar Saat Berhaji

Bugar Saat Berhaji

Agar tetap bugar selama melaksanakan ibadah haji, ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebelum meninggalkan Tanah Air.

  • Latihan jalan sebelum berangkat. Jika mampu, lakukan minimal tujuh kilometer, seminggu satu kali.
  • Kurangi kegiatan yang tak perlu.
  • Istirahat dan tidur yang cukup.
  • Makan makanan bergizi dan teratur.
  • Bagi penderita penyakit tertentu, jangan lupa membawa obat yang biasa dikonsumsi di Tanah Air. Bila membawa obat dalam jumlah berlebih, bisa dititipkan ke dokter yang menemani dalam kelompok terbang.

 

REPUBLIKA

Mengenal Harta Haram

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Kaum muslimin rohimakumullah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

   لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِل

— 00:34 laa ta’kulu amwalukum bainakum bil bathil

“Janganlah kalian makan harta sesama kalian dengan cara yang bathil”. (QS An-Nisa’ (4) ayat 29).

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

  ايما لحم نبت من حرام فالنار أولى به

— 00:48 ayuma lahmin nabata min haromin fannaru awlabi
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, demikian kemudian di sambut oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanyanya: “Daging manapun yang tumbuh karena makan harta yang bathil, yang harom maka neraka tempat kembalinya”

Karena itu ma’asyarol mu’minin penting sekali bagi kita untuk mengetahui harta yang harom dan setelah di jelaskan oleh ulama ahlus sunnah berdasarkan al-qur’an, berdasarkan dengan sunnah maka harta yang harom itu ada dua hal, yaitu :

1. harom karena bendanya 

2. harom karena cara mendapatkannya.

Nah ini perlu kita fahami secara global bahwa harta yang harom karena bendanya misalnya di firmankan oleh Allah dalam al-qur’an:

  حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

— 01:48 hurimat ‘alaikum maitatu waddammu wa lahmu khinziir wamaa uhilla lighoirillah bihi.

“Di haromkan atas kalian bangkai, darah, daging babi dan seluruh hewan yang di sembelih untuk selain Allah”

Nah ini bendanya harom, maka kita harus betul-betul sadar bahwa kalau sampai makan harta yang harom, maka disabdakan oleh Rasulullah “neraka tempat kembalinya”. Contoh lagi yang harom karena bendanya, makan yang (harom) harom karena bendanya, Rasulullah bersabda:

كلُّ مُسكرٍ حرامٌ، وكلُّ خَمرٍ حرامٌ

— 02:26 kullu muskirin harom, wa kullu homrin harom.

“Setiap yang memabokkan itu masuk di dalam kata khomr dan setiap khomr hukumnya adalah harom”

Nah ini harom karena bendanya, ada model harom yang kedua, bendanya halal tapi cara mendapatkannya harom maka itu juga harom.

Bagaimana cara mendapatkan benda yang harom secara umum di dalam islam? yang di haromkan adalah yang pertama karena ada unsur  kedzoliman, dzolim kepada Allah misalnya wajib mengeluarkan zakat tidak di keluarkan zakatnya maka seluruh hartanya nanti akan menjadi azab baginya karena seluruh hartanya menjadi harom. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيم , يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
— 03:33 waladzi yaknizuuna dzahaba wal fidhota wala yunfiqunahaa fi sabilillah fa basyirhum bi’adzaabin alim. yauma yuhma ‘alaiha fi nari jahannama fatukwa bihaa jibahuhum wajunubuhum wadhuhuruhum hadzaa maa kanaztum lianfusikum fadzuuquu maa kuntum taknizuun.

“Orang yang menyimpan emas,  menyimpan perak artinya menyimpan harta kekayaan dan tidak menginfakkan hartanya di jalan Allah, beri kabar azab yang sangat pedih. Nanti pada hari kiamat akan di panaskan di atas neraka jahannam hartanya lalu digosokkan di mukanya, di pinggangnya dan di punggungnya, lalu di katakan: “Ini yang kamu simpan untuk kamu sendiri, rasakan akibat simpananmu sendiri”. (QS At-Taubah (9) ayat 34-35)

Nah itu kenapa? Karena dzolim tidak mengeluarkan hartanya, karena dzolim tidak mengeluarkan zakatnya.

Lagi, muamalah yang harom, disebabkan muamalah yang harom itu seperti apa? Yang mengandung riba, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

  وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

— 04:35 wa ahallallahu bai’a, wa harroma ribaa

“Dan Allah menhalalkan jual beli dan Allah mengharamkan riba” (QS Al-Baqarah (2) ayat 275)

Karena itu harta bendanya halal tapi kalau caranya mendapatkan itu ada unsur riba maka itu juga harom.

Dan yang terakhir muamalah yang mengandung ghoror, yang mengandung unsur ketidak jelasan misalnya jual beli barang yang ada di dalamnya berbeda ini nilainya 100.000, ini nilainya 500.000, ini nilainya hanya 10.000 terbungkus di dalam kemasan yang sama, di beli dengan harga yang sama misalnya 50.000, kalau untung dapat besar, kalau ndak untung dapat yang sangat rendah.

Maka ini juga harom, karena apa? Karena transaksi yang mengandung ghoror, yang mengandung unsur ketidak jelasan dan akhirnya menimbulkan penipuan terhadap orang yang rugi dan keberuntungan yang tidak jelas kepada orang yang beruntung.

Nah kesimpulannya bahwa harta yang harom itu terbagi menjadi dua:  harom bendanya dan harom karena usahanya. Dan harom bendanya di firmankan oleh Allah misalnya: bangkai, darah, daging babi dan seluruh hewan yang di sembelih untuk selain Allah itu harom. Dan harom karena usahanya misalnya: harta yang mestinya dizakati tadi tidak di zakati. Yang kedua harta yang mengandung unsur riba dan yang ketiga harta atau muamalah yang mengandung unsur ketidak jelasan atau penipuan.

Mungkin ini tausiyah yang bisa di sampaikan  mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semuanya. walhamdulillahi robbil ‘alamin

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

 

 

Ustadz Ma’ruf Nursalam,Lc

Sumber: https://catatankajian.com/1583-mengenal-harta-haram-ustadz-maruf-nursalamlc.html

Bekerja Hidupi Keluarga itu Jihad di Jalan Allah

DIRIWAYATKAN pada saat itu Rasulullah baru tiba dari Tabuk, peperangan dengan bangsa Romawi yang kerap menebar ancaman pada kaum muslimin. Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini. Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur.

Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.

Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?”

Si tukang batu menjawab, “Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”

Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasul pun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda,

“Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada”, inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya.

Rasulullah tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang dicium oleh Rasulullah justru tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena membelah batu dan karena kerja keras.

Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas. Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah), maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasul pun menjawab,

“Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani)

Orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah amat prihatin terhadap para pemalas.

“Maka apabila telah dilaksanakan salat, bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumuah: 10)

“Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS Nuh: 19-20)

“Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)

“Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)

“Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)

“Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan salat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)

“Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)

Demikian lah sebagian kecil tentang kisah teladan islami agar kita semakin tahu dan semakin giat dalam mencari rizki allah yang halal dan berkah. [duniaislam]

 

INILAH MOZAIK

Kerikil Tajam Rezeki Rumah Tangga

PERSOALAN rezeki bisa menjadi problem ketika orang memandang bahwa rezeki itu hanya rezekinya, bukan rizqi keluarga. Suami yang sukses kemudian menjadi GR memandang rendah isterinya yang cuma nyadong atau numpang hidup.

Sebaliknya ketika saluran rezeki berpindah melalui isteri, sang isteri juga kemudian menjadi GR, memandang sebelah mata terhadap suami. Inilah yang sering menjadi kerikil tajam meski rezeki melimpah. Padahal sebenarnya rezeki itu adalah rezeki milik bersama. Bersama sekeluarga.

Alhamdulillah hingga saat ini hampir segala kebutuhan dalam keluarga ini selalu terpenuhi. Dalam obrolan kala itu Ummi sedikit berceramah tentang perbedaan antara keingingan dan kebutuhan. Berbicara tentang kekuasaan Allah, tentulah Allah yang lebih mengerti tentang hamba-hambaNya.

Ummi juga mengingatkan untuk selalu bersyukur dan tidak menjadi orang yang kufur nikmat. Memanfaatkan pemberian (atau lebih tepatnya titipan) Allah untuk hal kebaikan jika ingin dilipatgandakan pahalanya. Menghindari segala bentuk kesia-siaan.

“La insyakartum la aziidannakum”

* * * * * *

Jangan hanya keasyikan salat malam sampai melalaikan salat dhuha. “Kekasihku, Rasulullah SAW, berwasiat kepadaku mengenai tiga hal: Agar aku berpuasa sebanyak tiga hari pada setiap bulan, melakukan salat dhuha dua rakaat dan melakukan salat witir sebelum tidur.” ( H.R. Bukhari & Muslim ).

Dari Abu Hurairah Rasulullah saw telah bersabda, “Sesungguhnya di surga itu ada sebuah pintu yang disebut pintu Dhuha. Kelak di hari kiamat, para penikmat dhuha akan diundang secara khusus. Dikatakan kepada mereka, inilah pintu masuk kalian. Masuklah dengan rahmat-Ku.” (HR. Ath Thabarani)

Di dalam Surah Adh-Dhuha Allah berkata: “Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi.”

Pernahkah terlintas dalam benak kita mengapa Allah sampai bersumpah pada kedua waktu tersebut? Pada waktu itulah Allah sangat memperhatikan hambaNya yang getol mendekatkan diri. Ditengah malam yang sunyi, dimana mayoritas orang sedang tidur nyenyak tetapi hamba Allah yang pintar mengambil kesempatan disaat itu dengan bermujahadah melawan kantuk dan dinginnya malam dan air wudhu, bangun untuk menghadap, tidak lain hanya untuk mendekatkan diri kepadaNya.

Demikian juga dengan waktu dhuha, dimana orang-orang sibuk dengan kehidupan duniawinya. Mereka yang mengerti tentang faidahnya pasti akan meluangkan waktu sebentar untuk kembali mengingat Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Zaid bin Arqam ketika beliau melihat orang-orang yang sedang melaksanakan shalat dhuha;

“Ingatlah, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa shalat mereka saat ini adalah lebih utama. Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Salat dhuha itu (shalatul awwabin) salat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya.” (HR Muslim).

Ada lagi sebuah hadis yang tak kalah menariknya. Dari Abu Buraidah bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Dalam tubuh manusia itu terdapat 360 ruas tulang. Ia diharuskan bersedekah untuk tiap ruas itu”. Para sahabat bertanya: “Siapa yang kuat melaksanakan itu wahai Rasulullah?”. Rasulullah menjawab: “Cukuplah diganti dengan mengerjakan dua rakaat salat Dhuha”. [Fimadani]

 

INILAH MOZIK

Benarkah Umrah pada Bulan Ramadan Sama Pahalanya dengan Haji?

Ada sebuah hadis yang pernah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Fa inna umrata fiihi takdilu khajjah. Artinya, umrah di bulan Ramadhan pahalanya seperti ibadah haji.

Dalam riwayat yang lain juga disebutkan, khajjata ma’ii. Artinya, (pahalanya seperti) haji bersamaku. Lalu apakah hadis tersebut dianggap sahih oleh kebanyakan ulama?

Melansir dari laman Muslim.or.id, hadis tersebut tergolong hadis yang shahihain atau sahih. Sehingga hadis itu dijadikan sebagai keutamaan ibadah umrah pada bulan Ramadhan.

Namun, sebagian ulama juga berpendapat bahwa hadis tersebut eksplisit (khusus) untuk seorang perempuan yang saat itu berbincang dengan Rasulullah saja.

Munculnya hadis tersebut dilatarbelakangi saat Rasulullah bertanya kepada seorang perempuan, “Mengapa engkau tidak berhaji bersamaku?”.

Perempuan itu menjawab, ia tak berhaji bersama Rasulullah lantaran harus mengurus rumah tangga untuk menggantikan suaminya yang ikut berhaji bersama Rasulullah.

Maka kemudian, Rasulullah berkata kepada perempuan itu, “Apabila nanti datang bulan Ramadhan, pergilah umrah. Karena umrah di bulan Ramadhan pahalanya sama seperti ibadah haji.”

Dari situlah, pendapat ulama terpecah menjadi dua. Sebagian ulama menganggap bahwa hadis tersebut khusus ditujukan untuk perempuan itu saja. Beberapa ulama bersikukuh bahwa hadis itu berlaku untuk semua orang yang beribadah umrah pada bulan Ramadhan.

Kelompok ulama yang tidak sepaham, kemudian mengajukan pertanyaan, bagaimana mungkin pahala ibadah umrah sama seperti haji? Padahal, amalan yang dilakukan haji lebih banyak?

Ulama ahli hadis dan ahli fikih menjawab, hadis itu sama seperti hadis Rasulullah tentang keutamaan membaca surat Al-Ikhlas yang sebanding dengan membaca sepertiga Alquran. Padahal, surat Al-Ikhlas hanya terdiri dari empat ayat.

Meskipun Rasulullah selalu berumrah pada bulan Dzulqa’dah, tetapi jumhur (kebanyakan) ulama berpendapat bahwa umrah pada bulan Ramadan sangat diutamakan jika membicarakan pahala.

Sedangkan jika berbicara keutamaan mengikuti kebiasaan Rasulullah, maka umrah pada bulan Dzulqa’dah lebih diutamakan.

Yang pasti, tidak diperbolehkan seseorang membanding-bandingkan dan menghakimi orang lain. Dalam artikel yang ditulis Amrullah Akadintha menyebutkan, Ibnul Qayyim rahimahullahmengatakan jika masalah ini adalah masalah pilihan semata.

LIPUTN6.com/(war)

 

Wajibnya Shalat Berjamaah

Shalat Berjamaah

Shalat berjamaah adalah salah satu di antara syi’ar-syi’ar Islam yang agung. Tidak pantas bagi seorang muslim meremehkan masalah ini. Hukumnya menurut pendapat yang rajih adalah wajib bagi setiap laki-laki yang sudah baligh (dewasa) dan mampu melakukannya, di mana ia mendengar panggilan azan. Banyak dalil (keterangan) dari Alquran, sunah maupun atsar (riwayat dari sahabat) yang menunjukkan bahwa hukumnya wajib. Di antaranya adalah:

Pertama, firman Allah di surat An Nisaa’ ayat 102:

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud, maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu hendaklah mereka shalat denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.,,,dst”

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz mengatakan, “Allah  (tetap) mewajibkan mengerjakan shalat dengan berjamaah dalam kondisi perang, lalu bagaimana jika dalam kondisi damai? Kalau seandainya seseorang diperbolehkan meninggalkan shalat berjamaah, tentu orang-orang yang sedang berperang melawan musuh yang merasa terancam dengan serangan mereka lebih layak untuk diperbolehkan meninggalkan (shalat) berjamaah. Karena tidak begitu, maka dapat diketahui bahwa shalat berjamaah termasuk kewajiban yang sangat penting dan tidak boleh seseorang meninggalkannya.” (Disebutkan dalam risalah Beliau “Wujub Adaa’ish Shalaah fil Jamaa’ah”)

Kedua, firman Allah di surat Al Baqarah: ayat 43:

“Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”

Pada ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk ikut ruku’ bersama orang-orang yang ruku’, dan hal ini tidak mungkin tercapai kecuali dengan melaksanakannya secara berjamaah. Ayat ini menunjukkan wajibnya shalat berjamaah, karena perintah hukum asalnya wajib.

Ketiga, firman Allah di surat Al Qalam ayat 42-43:

“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud, namun mereka tidak mampu- pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu  diseru untuk bersujud, sedangkan mereka dalam keadaan sejahtera.”

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa pada hari kiamat ketika manusia dipanggil untuk sujud di antara mereka ada yang tidak mampu sujud, sebabnya adalah karena mereka ketika di dunia mendengar seruan untuk sujud (azan), namun mereka tidak mau mendatanginya padahal mereka mampu mendatanginya.

Keempat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan rukhshah (kelonggaran) untuk meninggalkan shalat berjamaah kepada orang yang buta, padahal rumahnya jauh dari masjid saat ia meminta kelonggaran untuk shalat di rumah. Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim,

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Ada seorang yang buta datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berkata, “Wahai Rasulullah! saya tidak memiliki penuntun yang menuntun saya ke masjid”. Ia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar diberikan rukhshah untuk shalat di rumah, maka Beliau pun memberikan rukhshah kepadanya. Namun ketika orang itu hendak pergi, Beliau memanggilnya dan berkata, “Apakah kamu mendengar panggilan untuk shalat (azan)?” ia menjawab, “Ya”, maka Beliau bersabda, “Datangilah.”

Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan:

عَنْ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي رَجُلٌ ضَرِيرُ الْبَصَرِ شَاسِعُ الدَّارِ وَلِي قَائِدٌ لَا يُلَائِمُنِي فَهَلْ لِي رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَيْتِي قَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ قَالَ نَعَمْ قَالَ لَا أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً

Dari Ibnu Ummi Maktum, bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya seorang yang buta, tempat tinggal saya jauh, dan saya memiliki penuntun namun tidak selalu menyertaiku, apakah saya mendapatkan rukhshah untuk shalat di rumah?” Beliau balik bertanya, “Apakah kamu mendengar azan?” Ia menjawab, “Ya”, maka Beliau bersabda, “Sesungguhnya saya tidak mendapatkan rukhshah untukmu.” (HR. Abu Dawud, al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud berkata “Hasan shahih.”)

Dalam lafaz lain disebutkan,

“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya di Madinah banyak serangga dan binatang buas?’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah kamu mendengar “Hayya ‘alash shlaah-hayya ‘alal falaah?” Maka datangilah.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani)

Berdasarkan hadis-hadis di atas bahwa orang yang meminta diberikan rukhshah untuk shalat di rumah memiliki beberapa udzur, yaitu: dia seorang yang buta, rumahnya jauh dari masjid, banyak serangga dan binatang buas di jalan, tidak memiliki penuntun yang selalu menyertainya, sudah tua umurnya, dan di perjalanannya banyak pepohonan. Tetapi Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap tidak memberikan rukhshah kepadanya untuk shalat di rumah, lalu bagaimana keadaan kita sekarang ini sehingga meninggalkan shalat berjamaah?

Kelima, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai hendak memberikan sanksi berat kepada orang-orang yang selalu meninggalkan shalat berjamaah. Disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat subuh dan isya. Kalau seandainya mereka mengetahui (keutamaan) di dalamnya tentu mereka akan mendatanginya meskipun dalam keadaan merangkak. Sungguh, aku ingin menyuruh didirikan shalat, kemudian aku menyuruh seseorang untuk mengimami manusia, kemudian aku pergi dengan beberapa orang yang membawa seikat kayu bakar menuju orang-orang yang tidak hadir shalat (berjamaah), kemudian aku bakar rumah mereka dengan api.”

Keenam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجَمَاعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ الْغَافِلِينَ

Hendaknya orang-orang berhenti meninggalkan shalat berjamaah atau Allah akan mengunci mati hati mereka sehingga mereka menjadi orang-orang yang lalai.” (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh al-Albani)

Ketujuh, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa yang ingin bertemu Allah nanti dalam keadaan muslim, maka jagalah shalat-shalat ini di tempat dikumandangkannya. Karena Allah telah menetapkan untuk Nabi kalian jalan-jalan petunjuk, dan sesungguhnya shalat berjamaah termasuk jalan-jalan petunjuk. Kalau sekiranya kalian shalat di rumah sebagaimana orang yang shalat di rumah ini, tentu kalian telah meninggalkan sunah Nabi kalian. Jika kalian telah meninggalkan sunah Nabi kalian, tentu kalian akan tersesat. Padahal tidaklah ada seseorang yang berwudhu dan memperbagus wudhunya, kemudian ia pergi menuju salah satu masjid ini, kecuali Allah akan mencatat untuknya pada setiap langkahnya satu kebaikan, meninggikan derajatnya serta menghapuskan dosanya. Sungguh, kami memperhatikan bahwa tidak ada yang meninggalkan shalat berjamaah kecuali orang munafik yang telah diketahui kemunafikannya, padahal ada seorang yang dituntun oleh dua orang (untuk shalat berjamaah) hingga ditegakkan dalam shaff.” (Riwayat Muslim)

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu merngatakan, “Kami apabila kehilangan seseorang dalam shalat isya dan subuh (berjamaah), maka kami berprasangka buruk terhadapnya.”

Kedelapan, Ibnul Qayyim di dalam Kitab ash-Shalaah-nya menjelaskan bahwa para sahabat semuanya sepakat (ijma’) tentang wajibnya shalat berjamaah.

Keutamaan Shalat Berjamaah

Shalat berjamaah memiliki banyak keutamaan, antara lain:

1. Lebih utama daripada shalat sendiri dengan 27 derajat.

صَلَاةُ أَحَدِكُمْ فِي جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ وَبَيْتِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ بِأَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ لَا يَنْهَزُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حُطَّتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ وَالْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ

          “Shalatnya salah seorang di antara kamu dengan berjamaah adalah melebihi shalat (sendiri) di pasar maupun di rumahnya dengan 20 derajat lebih. Hal itu, karena apabila di antara kamu berwudhu, lalu memperbagus wudhunya, kemudian mendatangi masjid dengan tujuan untuk shalat, maka tidaklah ia melangkah satu langkah kecuali akan ditiinggikan derajatnya atau digugurkan dosanya. Para malaikat akan mendoakannya selama ia masih tetap di tempat shalat, di mana ia shalat di situ sambil mengatakan, “Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah, sayangilah dia.” Selama dia belum berhadats dan tidak menyakiti (orang lain) di sana.” (HR. Bukhari)

Contoh menyakiti orang lain adalah ghibah (menggunjing orang lain) dan namimah (mengadu domba).

2. Allah akan menjaganya dari setan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدْ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ

    “Tidak ada tiga orang dalam sebuah kampung maupun padang sahara, lalu tidak ditegakkan shalat (berjamaah) kecuali setan akan menguasai mereka. Maka tetaplah berjamaah, karena srigala itu makan binatang yang menjauh.” (Hasan, HR. Abu Dawud)

3. Orang yang shalat subuh berjamaah dianggap seperti shalat semalam suntuk, sedangkan orang yang shalat ‘isya berjamaah seperti shalat selama separuh malam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى اْلعِشَاءَ ِفي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ ِفي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلََهُ

    “Barangsiapa yang shalat ‘isya berjamaah, maka seakan-akan ia melakukan shalat selama separuh malam, dan barangsiapa yang shalat subuh berjamaah maka seakan-akan ia shalat semalam suntuk.” (HR. Muslim).

4. Shalat berjamaah di waktu subuh disaksikan oleh para malaikat (QS. Al Isra’: 78)

5.  Dan keutamaan lainnya.

Oleh: Marwan bin Musa

Read more https://yufidia.com/wajibnya-shalat-berjamaah/