Empat Langkah lebih Dekat dengan Allah Ta’ala

SEORANG Muslim itu tidak pernah tidak bahagia, apa pun kondisi dan situasi yang dihadapinya. Hal ini karena seorang Muslim memiliki frame berpikir tauhid dan orientasi hidup akhirat yang sangat kuat, sehingga sangat sulit mereka lupa akan keadilan dan kasih sayang Allah terhadap setiap hamba-hamba-Nya yang beriman.

Namun jika ada seorang Muslim mengaku kurang bahagia, pasti ada sesuatu yang bermasalah dalam dirinya, khususnya masalah akidah dan tauhidnya.

Mengapa  seorang Muslim hidupnya terasa sangat berat, seolah sempit dadanya, sesak nafasnya dan hidup penuh dengan ketidakbahagiaan?

Itu bukan karena mereka benar-benar tidak merasa bahagia, tetapi karena mereka boleh jadi tidak mengerti dan tak mengenal  Allah Subhanahu Watata’ala.

Di bawah ini adalah lima kunci ‘mengenal’ Allah Ta’ala”

Bersyukur kepada Allah Ta’la

Bagaimana mungkin seorang Muslim itu gelisah dan tidak bahagia hidupnya. Padahal, nikmat Allah mengalir dalam diri dan keidupannya dengan begitu deras dan tak pernah henti.

Aid Al-Qarni dalam bukunya La Tahzan mengingatkan, “Ingatlah setiap nikmat yang Allah anugerahkan kepada Anda. Karena Dia telah melipatkan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ke bawah kedua telapak kaki.”

Pesan tersebut memang patut kita renungkan. Karena di dalam Al-Qur’an Allah juga menegaskan bahwa nikmat Allah terhadap diri kita tak bisa dihitung jumlahnya.

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS:  Ibrahim [14]: 34).

Untuk itu, marilah kita berpikir dan merenung, sungguh Allah sangat memuliakan hidup kita. Bahkan, jika kita bersyukur sedikit saja misalnya, Allah sudah menyediakan buat kita tambahan nikmat yang sangat luar biasa. Sebaliknya, jika kita tidak bersyukur maka kehidupan kita akan semakin sempit, susah dan sulit.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS: Ibrahim [14]: 7)

Berprasangka Baik pada Allah Ta’ala

Siapa di muka bumi ini orang yang hidup tanpa masalah? Semua orang memiliki masalah, tetapi Muslim yang baik tidak akan resah karena masalah, meskipun seolah-olah masalah itu sangat berat dan sangat membebani kehidupannya.

Umumnya, orang sangat tidak mau dengan yang namanya masalah. Tetapi mau tidak mau hidup pasti akan berhadapan dengan masalah. Lantas bagaimana jika masalah itu terasa seolah sangat menyiksa? Tetap saja berprasangka baik kepada Allah. Karena Allah mustahil menzalimi hamba-Nya.

َعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah [2]: 216).

Terus bagaimana jika ternyata doa yang kita panjatkan kepada Allah Ta’ala seolah tak kunjung terkabulkan, tetaplah berprasangka baik dan jangan berhenti berdoa kepada-Nya.

Syeik Ibn Atha’illah dalam kitabnya “al-Hikam” menuliskan bahwa, “Tidak sepatutnya seorang hamba berburuk sangka kepada Allah akibat doa-doanya belum dikabulkan oleh-Nya. Dan sebaiknya bagi hamba, yang tidak tahu apa yang akan terjadi atas dirinya esok hari, segera melakukan introspeksi diri.”

Jika syukur dan husnudzon billah telah bisa kita lakukan, tahap berikutnya adalah membuang jauh sifat buruk sangka terhadap sesama. Karena buruk sangka terhadap sesama tidak memberikan dampak apa pun kecuali diri kita akan semakin terperosok dalam keburukan-keburukan. Oleh karena itu Islam sangat melarang umatnya memelihara sifat buruk tersebut.

“Jauhilah oleh kalian berprasangka (kecurigaan), karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan.” (HR. Bukhari).

Kemudian di dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan pra-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari pra-sangka itu adalah dosa.” (QS: Al-Hujurat [49]: 12).

Jadi, sangat rugi kalau kita sampai membiarkan prasangka buruk bersarang dalam dada dan kepala kita. Karena selain tidak memberi manfaat positif, tanpa kita sadari, dosa kita justru terus bertambah dan hati kita semakin buruk serta mental kita juga akan semakin jatuh,naudzubillah.

Sebab menurut Dr. Ibrahim Elfiky dalam bukunya “Quwwat Al-Tafkir,” buruk sangka (berpikir negatif) adalah candu.
“Berpikir negatif adalah penyakt yang sangat berbahaya. Ia candu seperti narkoba dan minuman keras,” tulisnya.

Sabar dalam Ikhtiar

Langkah berikutnya agar hidup kita senantiasa bahagia adalah sabar dalam ikhtiar. Allah telah menetapkan suatu ketetapan (hukum) dalam kehidupan ini, di antaranya adalah hukum proses. Dimana sukses seseorang dalam hal apa pun tidak bisa dicapai secara instan, perlu waktu, kerja keras, konsentrasi dan pengorbanan yang tidak sedikit.

Untuk itu, sabarlah dalam ikhtiar. Jangan berpikir ingin cepat berhasil, apalagi kalau sampai menabrak rambu-rambu syariat. Lebih baik sabar, karena kalaupun hasil belum tercapai, setidaknya jiwa kita tenang, dan keyakinan akan pertolongan Allah akan datang semakin kuat.

Bahkan Allah akan senantiasa menyertai dan mencintai kita karena kesabaran kita. Umar bin Khaththab berkata, “Dengan kesabaran, kita tau makna hidup yang baik.”

Tawakkal kepada Allah

Akan tetapi, bagaimana jika ternyata harapan dari upaya dan pengorbanan yang kita lakukan tidak membuahkan hasil?
Tawakkal saja kepada Allah. Karena yang paling mengerti mana yang terbaik buat hidup kita hanyalah Allah bukan diri kita sendiri. Oleh karena itu, perkuatlah ketawakkalan kita kepada Allah Ta’ala.

Ibnu Hajar Al Asqolani berkata,“Tawakkal yaitu memalingkan pandangan dari berbagai sebab setelah sebab disiapkan.” Artinya, sebab bukanlah penentu, tetapi Allah Yang Maha Menentukan.

Dengan empat langkah tersebut, insya Allah kita akan selamat dari tipu daya setan dalam menjalani kehidupan sementara di dunia ini. Bahkan Allah akan senantiasa melindungi kita dan menambah kasih sayang-Nya kepada kita bersebab kita memang berharap hanya kepada-Nya dengan selalu bersyukur, berprasangka baik terhadap-Nya juga terhadap sesama, bersabar dan bertawakkal. Wallahu A’lam.*/Imam Nawawi Pimred Majalah Mulia 

 

 

sumber: Hidayatullah

Ingin menjadi lebih baik dimata Allah

Siapa sih yang tidak ingin menjadi wanita lebih baik dalam hal agama ?

Memang sih dimasa sekarang ini yg namanya syar’i dibilangnya ekstrim lah, teroris lah, pokoknya lebay..

Tapi apa kalian tau bagaimana perjuangan kita untuk mencapai ke titik ini, ini pun masih blm ada apa2nya. Karna manusia tidak akan ada yang sempurna

Berbagi Pengalaman..

Aku pernah seperti kalian, mencintai budaya barat yg sangat bertentangan dengan agamakuAku pernah menjadi bagian dr tim cheerleaders, yang sering dilempar2 dan memakai rok mini

Dari umurku 5th aku sudah menjadi penari tradisional. Semua keluargaku seniman, karna itu menari jadi hobiku sejak kecil. Menari bukan hanya hobiku saja tetapi dengan menari, aku bisa punya pendapatan sendiri. Aku pun menari sudah sampai ke luar negeri dan Alhamdulillah sudah tercapai keinginanku utk memperkenalkan budaya indonesia di negara lain

Aku pun pernah seperti kalian yang bercanda, bercampur baur dengan non-mahram. Pacaran pun jujur aku pernah (Astaghfirullahal’adzim)

Tapi siapa sih yang tau kedepannya akan seperti apa ?

Aku meninggalkan hobiku demi lebih dekat kepada Allah.

Kenapa ?

 

Saat menari, aurat ku terlihat

Walaupun selama ini aku dapat pendapatan lebih dengan menari tapi aku yakin Allah telah merencanakan yg terbaik, dan telah mempersiapkan rezekiku tanpa harus terlihat auratku

Selamat tinggal dunia seni tari yang sudah hampir 20 thn menemaniku

Dan yang tadinya aku sering bercanda, bercampur baur dengan non-mahramSekarang, Alhamdulillah aku bisa menjaga jarak dengan yang bukan mahramku.

Pacaran ?? Terimakasih, tapi tidak ! Kenapa ?Karna pacaran adalah awal timbulnya zina

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32 :

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah sesuatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

“Demi Allah, sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, maka itu lebih baik dari menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”(HR. Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 226)

Kamu terlalu indah, terlalu berharga utk kekasih yang belum pasti

Jadi yang pasti-pasti aja ya ukhty sayangAllah telah menyiapkan yang terbaik

Sabar dalam menunggu, sambil menunggu lebih memperbaiki diri lagi, maka Allah pun akan memperbaiki jodohmu

Keep istiqomah O:)

By @vanymeylisa

 

sumber: Dunia Jilbab

Inginkah Derajat kita ditinggikan Allah Swt?

Telah berkejaran manusia di muka bumi untuk meraih derajat tertinggi di mata manusia. Untuk tujuan ‘besar’ ini, seluruh macam pengorbanan pun dilakukan setulus hati, tanpa mengenal lelah dan waktu.

Untuk derajat yang didambakan di dunia terkadang bahkan yang halal menjadi haram, dan yang haram menjadi halal.

Adakah pernah terbersit di dalam hati kerinduan mendapatkan derajat yang tinggi dari Pemilik manusia? Jika keinginan itu pernah ada, adakah upaya yang kita kerahkan jauh melebihi upaya kita meraih derajat tertinggi di mata manusia.

Allah Swt telah menjanjikan derajat itu di dalam Surat Mujadilah/58 ayat 11,

يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَـٰتٍ۬‌ۚ

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Syaikh Ahmad al-Musthafa al-Maraghi menjelaskan bahwa makna dari ayat tersebut adalah bahwa Allah Swt akan meninggikan orang-orang yang diberikan ilmu di atas imannya kepada Allah Swt dengan banyak tingkatan (derajat), atau meninggikan orang-orang yang berilmu dari kalangan orang-orang beriman secara khusus dengan banyak tingkatan karamah dan ketinggian martabat.

ويرفع الذين أوتوا العلم درجات ، أي ويرفع العالمين منهم خاصة درجات فى الكرامة وعلوّ المنزلة.

(Mufradaat al-Qur’an, Maktabah Syamilah)

Al-Imam Al-Baghawi menegaskan bahwa seorang mukmin yang berilmu posisinya berada di atas orang-orang yang tidak memiliki ilmu beberapa derajat.

المؤمن العالم فوق الذي لا يعلم درجات

(Ma’alim at-Tanzil fi Tafsir al-Qur’an, Maktabah Syamilah)

Al-Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa balasan bagi orang-orang yang berilmu berupa balasan terbaik di akhirat dan berupa karamah di dunia, dan Allah Swt meninggikan orang-orang mukmin di atas selain mukmin, dan orang-orang berilmu di atas orang-orang yang tidak memiliki ilmu.

الثَّوَابِ فِي الْآخِرَةِ وَفِي الْكَرَامَةِ فِي الدُّنْيَا، فَيَرْفَعُ الْمُؤْمِنَ عَلَى مَنْ لَيْسَ بِمُؤْمِنٍ وَالْعَالِمَ عَلَى مَنْ لَيْسَ بِعَالِمٍ

Beliau juga menjelaskan bahwa Allah Swt meninggikan orang-orang mukmin karena keimanannya terlebih dahulu, baru kemudian meninggikannya lebih tinggi lagi dengan ilmu yang dimilikinya.

فَيَرْفَعُ الْمُؤْمِنَ بِإِيمَانِهِ أَوَّلًا ثُمَّ بِعِلْمِهِ ثَانِيًا

Berkata Ibn ‘Abbas r.a. bahwa Nabi Sulaiman a.s. telah diberikan kesempatan untuk memilih antara ilmu, harta dan kerajaan, maka ia lebih memilih ilmu. Ternyata dengan pilihannya itu ia juga dikaruniai harta dan kerajaan sekaligus.

وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: خُيِّرَ ]سُلَيْمَانُ] عَلَيْهِ السَّلَامُ [بَيْنَ الْعِلْمِ وَالْمَالِ وَالْمُلْكِ فَاخْتَارَ الْعِلْمَ فَأُعْطِيَ المال والملك معه.

(Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Maktabah Syamilah)

Abu al-‘Abbas al-Basili at-Tunisi (830H) ketika menafsirkan ayat tersebut mengutip pendapat Ibn Mas’ud r.a. yakni bertambahnya derajat dalam agama mereka jika mereka mengerjakan apa yang diperintahkan dengannya.

دَرَجَاتٍ فِي دِينِهِمْ إِذَا فَعَلُوا مَا أُمِرُوا بِهِ

(Nuktun wa Tanbihatun fi Tafsir al-Qur’an al-Majid, Maktabah Syamilah).

Al Imam Ibn Katsir menambahkan penjelasannya bahwa Allah Swt Maha Mengetahui orang-orang yang memang berhak mendapatkan hal tersebut dan orang-orang yang tidak berhak mendapatkannya.

Beliau mengangkat satu kisah ketika Khaliah ‘Umar r.a. bertanya kepada Nafi’ bin ‘Abdil Harits r.a., pemimpin Makkah yang telah beliau angkat,

“Siapakah yang engkau angkat sebagai khalifah atas penduduk lembah?” Nafi menjawab:”Yang aku angkat sebagai khalifah atas mereka dialah Ibn Abzi, salah seorang budak kami yang telah merdeka.”

Maka ‘Umar r.a. bertanya: “Benarkah engkau telah mengangkat seorang mantan budak sebagai pemimpin mereka?”

Nafi menjawab:” Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya di adalah seorang yang ahli membaca Al-Qur’an, memahami ilmu waris dan pandai berkisah.”

Lalu ‘Umar r.a. pun mengutip sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya Allah Swt mengangkat suatu kaum karena Al-Qur’an ini dan merendahkan dengannya juga sebagian lainnya.”

إن اله يرفع بهذا اكتب قوما و يضع به آخرين

(Muhammad Ali Ash-Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir, Beirut: Dar Al-Fikr, Tanpa Tahun, hlm. 465)

Syaikh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan bahwa ayat ini turun di hari Jum’at, sebagaimana riwayat dari Muqatil melalui Ibn Abi Hatim, dimana adanya kaum muslimin dari Ahlu Badr yang tentu telah dikenal sebagai kaum yang lebih awal masuk ke dalam Islam, lebih terhormat posisi dan kedudukannya, datang ke majelisnya Rasulullah Saw, namun tidak mendapatkan tempat untuk duduk sehingga mereka berdiri. Tingkat keilmuan mereka memberikan hak lebih kepada mereka atas dasar kehormatan para Ahlu Badr. (Tafsir al-Wasith, Jakarta:GIP, Jilid 3, hlm. 612)

Ayat ini menjadi ayat yang dipilih oleh Al-Imam Al Bukhari sebagai awal dari Kitab Ilmu dalam Shahih Bukhari. Al Hafizh Ibn Hajar Al Atsqalani menjelaskan bahwa derajat yang tinggi mempunyai dua konotasi, yaitu secara ma’nawiyah di dunia dengan memperoleh kedudukan yang tinggi dan reputasi yang bagus, dan hissiyah di akhirat dengan kedudukan yang tinggi di Surga. (Fathul Bari, Jilid 1, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, hlm. 263)

Jika derajat dari Pemilik manusia yang kita harapkan, dengan izin-Nya, derajat di sisi manusia akan diperoleh dengan penuh keberkahan.

Namun jika hanya derajat dari manusia yang diharapkan, khawatirlah jika kehinaan yang disematkan-Nya di akhirat kelak.

Wallahul musta’an.

Dr. Wido Supraha

 

sumber: Islam Media

Benarkah Derajat Manusia Dihadapan Allah Sama?

Allah menciptakan manusia dengan dibekali akal untuk berfikir, sehingga oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk terbaik diantara makhluk-makhluk ciptaan Allah.

Dalam kehidupan ini, kita tentu berdampingan dengan berbagai macam jenis sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia. Apakah Anda pernah mendengar kalimat “manusia sebagai makhluk ciptaan Allah itu memiliki derajat yang sama dimata Allah, sehingga satu sama lain tidak boleh ada yang merasa paling benar“.

Kalimat-kalimat semacam itu atau yang serupa memang sekilas terasa indah dan tidak salah, namun itulah salah satu kelebihan setan dalam upaya menyesatkan manusia. Setan selalu membisikkan kalimat-kalimat yang indah, namun isinya mengandung kesesatan.

Itulah kalimat-kalimat racun yang dapat merusak aqidah umat Islam. Allah berfirman,

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” [QS. Al-An’am ayat 112]

Kita semua sepakat bahwa seluruh manusia adalah ciptaan Tuhan, namun benarkah derajat manusia sebagai ciptaan Tuhan itu sama dimata Tuhan? jika ada yang menganggap bahwa derajat manusia itu sama dimata Allah, maka itu adalah anggapan yang keliru.

Mengapa demikian? banyak alasan yang mendukung mengapa derajat manusia dimata Allah itu tidak sama. Salah satunya adalah karena yang buruk dan yang baik itu tidaklah sama. Allah SWT berfirman,

“Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu,…”. [QS. Al-Maidah ayat 100]

Kemudian, derajat antara orang-orang kafir dan orang mukmin juga berbeda. Allah sendiri menyebut orang mukmin sebagai makhluk terbaik dan menyebut orang kafir sebagai seburuk-buruk makhluk.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” [QS. Al-Bayyinah ayat 6-7]

Dari ayat diatas jelas disebutkan bahwa orang-orang kafir dan kaum musyrikin adalah orang yang diberikan predikat seburuk-buruk makhluk oleh Allah SWT dan orang beriman yang mengerjakan amal saleh adalah sebaik-baik makhluk, ini Allah yang mengatakan, bukan manusia.

Kemudian, Allah SWT juga membedakan antara orang yang berilmu dan tidak berilmu. Allah berfirman,

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” [QS. Az-Zumar ayat 9]

Ayat diatas menjelaskan tentang keutamaan orang yang berilmu di atas selainnya. Itulah alasan kenapa derajat manusia dihadapan Tuhan itu tidak sama.

Sebagai muslim, wajib untuk saling mengingatkan. Karena membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah, itu bukti iman. Dan Allah memerintahkan kita untuk memerangi orang-orang yang menyimpang dari ajaran Islam.

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” [QS. At-Taubah ayat 29]

Semoga bermanfaat.

 

 

sumber: Makintau

Orang penting di Mata Allah

Essensi sebuah nikmat sejatinya bukan pada banyaknya jumlah, Seseorang itu penting atau tidak penting bukan diukur dari banyaknya gaji dan tingginya jabatan.

Rosululllah Saw bersabda “Urusan paling penting adalah mengurusi Islam”.

Beberapa santri mengabdikan diri di lereng gunung merapi, berbekal Tungku, satu penggorengan, satu panci dan satu ceret sebagai aset untuk hidup dan berjuang di jalan Allah untuk mengurusi Islam disana, mengajari mereka ngaji, shalat, mengajak kepada ketaatan kepada Allah, padahal gaji tak seberapa, hanya sekadarnya saja.

Apa yang dijadikan bahasan dari mereka bagi orang-orang penting di jakarta?, orang-orang yang merasa menjadi orang penting itu pasti heran, cara pandang yang bermasalah.

Rosulullah Saw bersabda orang penting adalah orang yang mengurusi Islam, kemudian menegakkan shalat dan yang paling tinggi adalah Jihad fi sabilillah. Berapa pun gaji kita, setinggi apapun jabatan kita, jika kita tidak memikirkan Islam, tidak mengurusi Islam, kita bukan orang penting, kita bukan siapa-siapa.

Ingatlah, di kubur nanti bukan mulut kita yang menjawab tapi amal kita yang menjawab, tiga pertanyaan yang akan diajukan, siapa Rabbmu, siapa Nabi mu, dan apa kitabmu.

kenapa 3 pertanyaan itu yang di ajukan? inilah esensi dari hadist Rosulullah Saw, ketika amal tidak untuk meneggakkan Agama Allah, maka amal itu menjadi tidak penting.

Amal kita akan ditanya apakah sudah sejalan dengan Rubuyahnya Allah dan Uluhiyahnya Allah maksudnya, apakah sudah sesuai dengan apa yang di contohnya Rosulullah Saw

Bagi para santri  yang hebat, mereka yang sudi memberikan ilmu terbaiknya untuk mengenalkan kepada umat menuju jalan Tuhannya agar taat kepada Allah, mereka itulah yang di maksud dengan Orang Besar, Orang yang Penting di mata Allah.

Oleh: Bahctiar Nasir
Red: Khansa Salsabillah

sumber: Bumi Syam

Peliharah Iman, Bersahabatlah dengan Orang Shalih

Dalam kitab Al-Arba’in fi Ushul al-Din, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa berkawan dengan orang baik karena Allah adalah salah satu pilar memperkuat agama (Kitab Al-Arba’in fi Ushul al-Din, hal. 63).

Allah SWT berfirman: “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba jika mereka mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabut: 41).

Pergaulan merupakan faktor yang mempengaruhi pemikiran, lebih-lebih keimanannya. Seseorang dapat menjual iman, karena tergiur tipuan kawannya. Sebaliknya, seseorang bisa menjadi orang shalih karena selalu dinasihati teman dekatnya.

Maka dari itu, Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang dapat dinilai dari agama kawan setianya, maka hendaklah di antara kalian melihat seseorang dari siapa mereka bergaul.” (HR. al Hakim).

Yang harus diutamakan kawan adalah orang yang berilmu. Sebab sedikit atau banyak akan mempengaruhi pemikiran kita.

Dituturkan oleh Rasulullah SAW bahwa, lebih baik bersendiri dari pada bergaul dengan orang-orang yang rusak. Dan lebih baik bergaul dengan orang-orang baik daripada menyendiri (HR. Al Hakim).

Orang baik (ahl al-khoir) adalah orang yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Individu yang baik ini adalah orang yang beradab. Bukan sekedar beretika, tapi juga bertauhid.

Syed Muhammad Naquib al-Attas mendefinisikan orang baik sebagai orang yang mengamalkan adab secara menyeluruh.

Pengamalan adab ini meliputi adab kepada Allah SWT, sebagai tingkatan adab tertinggi. Kemudian adab dengan sesama manusia, kepada ilmu, kepada alam dan sebagainya. Adab-adab ini dipandang dengan kacamata tauhid.

Karena orang baik (insan adabi) memberi pencerahan dalam segala aspek bidang kehidupan, makanya Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk mempergaulinya.

Orang yang demikian akan melihat realitas secara konstan dari kacamata ketuhanan – sebagai fondasi utamanya. Orang yang demikianlah yang dimaksud Rasulullah SAW untuk kita pergauli. Tidak memberi faedah kecuali faedah agama.

Sebaliknya, bergaul dengan orang-orang dzalim dan lalai bisa membutakan hati. Allah SWT bersabda: “Dan janganlah kamu condong kepada orang-orang dzalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka. Dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah SWT, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (HR. QS. Hud: 113).

Condong dalam ayat tersebut di atas maksudnya, mendukung, melapangkan jalan, memuji-muji dan bersekutu bersama mereka. Tujuannya tidak lebih untuk kepentingan materialistik.

Setiap kita bergaul secara akrab dengan orang-orang lalai maka, saat itu iman kita mengalami pelemahan (Kitab Al-Arba’in fi Ushul al-Din, hal. 61).  Duduk bersama orang-orang fasik oleh Rasulullah SAW dikaitkan dengan kadar keimanannya. Tidak mungkin orang beriman bergaul akrab bersama mereka dalam bersekutu melakukan aktifitas tidak baik.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia duduk (di suatu majelis) yang dihidangkan padanya minuman keras.” (HR. Abdu Dawud dan Ibn Majah).

Ketika kita memiliki kecondongan kepada mereka, maka cepat-cepatlah memutus kecondongan itu. Sebab dikhawatirkan akan mendapatkan kemungkaran. Karena mereka sangat pandai dalam tipu daya dan penipuan. Terkecuali jika kita memiliki misi khusus, berbekal ilmu akan mendakwahi mereka. Sikap ini bukan dinamakan memiliki kecondongan sebab tujuannya adalah dakwah.

Pernah Khalifah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz mendapat laporan tentang adanya suatu kaum yang sedang meminum khamr. Beliaupun memerintahkan agar mereka semua dicambuk. Kemudian seseorang berkata kepada beliau; “Sesungguhnya di antara mereka ada orang yang sedang berpuasa.”

‘Umar bin Abdul ‘Aziz menjawab: “Mulailah darinya (dalam mencambuk). Tidakkah kalian mendengar firman Allah SWT: “Dan sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan kepada kalian di dalam al-Qur’an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah SWT diingkari dan diperolok-olok, maka janganlah kalian duduk bersama mereka. Sehingga mereka pindah kepada pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (jika kalian berbuat demikian), maka tentulah kalian serupa dengan mereka.” (QS. Al-Nisa’ : 140).

Hal yang perlu digaris bawahi di sini adalah, sebenarnya bergaul dengan siapa pun kita mesti memiliki cara pandang Islam yang kokoh. Semua harus atas dasar berukhuwah karena Allah SWT. Jika kita ingin memasuki majelis orang-orang fasik, maka pertama-tama yang harus dipertanyakan dalam hati adalah, atas dasar apa kita masuk dalam majelis itu?

Jika dasarnya adalah karena Allah SWT dengan maksud berdakwah, maka itu adalah langkah baik. Memberi nasihat, meluruskan pandangan orang-orang fasik dan mengajak bertaubat. Jika kita mendapati sebuah majelis di dalamnya ajaran Islam dihina, maka jika kita mampu maka luruskan mereka atau janganlah duduk-duduk bersama. Jika kita diam, berarti kita setuju dengan mereka.

Namun, jika iman kita masih lemah. Terlalu mudah terbuai godaan, maka lebih baik tidak memasukinya, dan sebaliknya bergabunglah bersama orang-orang shalih.
Faedah bergaul dengan orang shalih ada dua, yaitu mengambil ilmu dan menjaga keimanan agar tetap konstan. Iman itu diperkuat dengan ilmu, maka hendaklah kita mengambil faedah ilmu dari orang shalih agar keimanan selalu terjaga.

Oleh : Kholili Hasib – Anggota MIUMI Jawa Timur dan Peneliti Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya

 

sumber: Bumi Syam

Teladan Rasulullah Mengasuh Anak Perempuan

Berbahagialah Anda jika memiliki anak perempuan. Anda telah mendapatkan ladang amal yang teramat luar biasa dengan membesarkan anak perempuan. Curahan hati, pendidikan, asuhan, dan perhatian yang Anda berikan kepada perempuan akan berbalas setimpal.

Sebab, titah Rasulullah riwayat Bukhari dari Aisyah RA, barang siapa yang mendapat ujian apa pun dari anak perempuan, kemudian dia tetap berbuat baik kepada mereka, anak-anak tersebut akan menjadi penghalang dari api neraka. Lalu, apa sajakah yang mesti diperhatikan oleh orang tua terhadap anak perempuan mereka?

Berikan nama terbaik bagi buah hati Anda. Karena, nama adalah doa dan harapan. Tidak perlu latah dengan nama-nama asing yang tak jelas makna dan konsekuensi hukumnya. Berapa banyak anak perempuan dengan nama yang tak sesuai. Nama yang tak sesuai kurang berdampak positif baginya. “Ini sebuah permulaan yang tak baik,” kata dia.

Memenuhi kebutuhan asupan gizi yang cukup, sandang, dan pengobatan. Memberikan nafkah yang halal secara maksimal bagi anak perempuan, seperti penegasan riwayat Bukhari Muslim dari Aisyah. Seorang perempuan miskin bersama kedua balita perempuannya mendatangi Aisyah dan meminta makanan.

Istri Rasul tersebut hanya mempunyai satu butir kurma. Sebutir kurma itu pun akhirnya dibagi dua bagian untuk kedua buah hatinya. Sementara, sang ibu tak memakan apa pun. Kisah tersebut disampaikan ke Rasulullah. “Allah menghadiahkan bagi sang ibu surga dan membebaskannya dari api nereka,” sabda Rasul.

Bersikaplah lemah lembut dan muliakan anak perempuan Anda. Rasul adalah sebaik-baik contoh bagaimana mengistimewakan anak kecil, tak terkecuali perempuan. Rasul mencium, mengusap kepala, lalu mendoakan mereka. Tak jarang pula Rasul menggendong anak sembari shalat, seperti yang pernah dilakukan terhadap Umamah.

Pertahankan kelembutan dan kehangatan tersebut hingga mereka dewasa. Bahkan, saat mereka dewasa, kasih sayang itu sangat ditekankan. Ini mengingat kondisi labil yang kerap menghampiri buah hati, termasuk perempuan. Tetap dampingi mereka agar mereka tetap konsisten menjaga kehormatan dan agamanya.

Lihatlah bagaimana kehangatan yang ditunjukkan Rasul terhadap Fatimah, putri tercintanya. Tiap kali Fatimah bertandang ke rumah, dengan penuh cinta Rasul menyambutnya. “Marhaban ya ibnati, selamat datang putriku,” sambut Rasul.

Cukuplah kehadiran seorang bayi perempuan sebagai kegembiraan tak terkira bagi Anda. Karena itu, berbagilah berita gembira tersebut. Sampaikan kabar sukacita itu kepada keluarga, kerabat, dan handai tolan. Putra Ahmad bin Hanbal, Shalih, mengisahkan ketika saudara perempuannya lahir, sang ayah mengatakan, “Para nabi adalah ayah dari putri-putri mulia.”

Hasil Studi: Anak Perempuan Lebih Peduli Rawat Orang Tua

Sebuah studi terbaru menunjukkan, anak perempuan mungkin lebih merawat dan peduli pada orang tua yang berusia lanjut dibandingkan anak lelaki.

Menurut studi yang dilakukan seorang kandidat doktor bidang sosiologi dari Universitas Princeton, Angelina Grigoryeva, anak perempuan dapat menyediakan waktu 12,3 jam per bulan untuk merawat orang tua mereka. Sementara anak lelaki hanya 5,6 jam per bulan.

Grigoryeva mengatakan, perawatan dan bantuan yang diperlukan orang tua di masa lanjut usianya di antaranya, membantu memakaikan pakaian, jalan-jalan, makan, berbelanja dan obat-obatan. Studi yang dipresentasikan pada Pertemuan Tahunan American Sociological Association, Selasa (19/8) ini juga menemukan, adanya saudara perempuan atau pembantu lainnya, mengurangi pengasuhan dari anak laki-laki.

Menurut Grigoryeva, sekalipun banyaknya perawatan yang diberikan anak perempuan bervariasi, namun tetap aja banyaknya perawatan dari anak lelaki rendah. “Kami menemukan anak perempuan memberikan banyak (kepedulian) sekalipun memiliki kendala, tetapi anak lelaki kurang (memperlihatkan kepedulian) sekalipun tanpa kendala,” ujar Grigoryeva seperti dilansir USA Today.

Untuk sampai pada kesimpulan ini, Grigoryeva mengumpulkan data dari studi University of Michigan Health and Retirement pada 2004. Studi panel longitudinal ini mensurvei lebih dari 26 ribu orang Amerika yang berusia di atas 50 tahun.

Menurut Grigoryeva, meskipun ada kemajuan soal kesenjangan gender dalam perawatan anak, tetap saja, perawatan orang tua berusia lanjut sebagian besar ditangani perempuan sejak 1995 (tahun awal data ini tersedia).

Menanggapi temuan ini, profesor sosiologi dari Universitas Maryland, Philip Cohen, mengatakan, gender mungkin memiliki dampak besar dalam hidup (perempuan) secara keseluruhan. “Kami lihat alasan kesenjangan ini karena perempuan lebih banyak menghabiskan waktu mengurus anak-anaknya, membuat pengorbanan karir demi keluarganya,” katanya.

“Hal ini menunjukkan perawatan orang tua juga merupakan faktor besar pada kesenjangan gender,” tambahnya.

Studi ini juga memperlihatkan, gender merupakan faktor paling penting  soal jumlah bantuan yang  orang dewasa berikan kepada orang tua mereka. “Kita mungkin berpikir (merawat lansia) praktis – siapa yang punya waktu atau sumber daya. Tapi studi ini menunjukkan, hal itu bukan waktu dan sumber daya, itu benar-benar gender,” kata Cohen.

Sumber : Antara/ Republika Online

Keutamaan Anak Perempuan

Apa keutamaan anak perempuan? Krn sy prnh dengar, katanya bs mnjadi tabir bg orang tuanya dr neraka. Apa benar?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Bagian dari tabiat manusia yang rakus dunia, mereka berharap anaknya bisa membantunya untuk mendapatkan harta dunia sebanyak-banyaknya. Karena itulah, umumnya menusia lebih mengharapkan kehadiran anak laki-laki dari pada anak perempuan. Disamping biaya nafkah lebih murah, anak laki-laki juga bisa membantu sang ayah mengais rizki.

Islam mengajak manusia menuju kebahagiaan akhirat, memberikan motivasi sebaliknya. Bahwa anak perempuan selayaknya dimuliakan. Sekalipun nampaknya di dunia tidak bisa membuat kaya orang tuanya, pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak perempuan akan menjadi tabungan baginya kelak di hari kiamat.

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan keutamaan anak perempuan. Diantaranya,

Pertama, hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,

Suatu hari, ada seorang ibu bersama dua putrinya menemuiku untuk meminta sesuatu. Namun aku tidak memiliki makanan apapun selain satu buah kurma. Akupun memberikan satu kurma itu ke sang ibu. Kemudian dia membagi dua kurma itu dan memberikannya kepada anak-anaknya, sementara dia tidak memakannya. Lalu dia keluar dan pergi.

Setelah itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan aku ceritakan kejadian itu kepada beliau. Lalu beliau bersabda,

مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ البَنَاتِ بِشَيْءٍ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ

Siapa yang diuji dengan kehadiran anak perempuan, maka anak itu akan menjadi tameng baginya di neraka. (HR. Ahmad 24055, Bukhari 1418, Turmudzi 1915, dan yang lainnya).

Kedua, hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ» وَضَمَّ أَصَابِعَهُ

Siapa yang menanggung nafkah dua anak perempuan sampai baligh, maka pada hari kiamat, antara saya dan dia seperti ini. Beliau menggabungkan jari-jarinya. (Muslim 2631, dan Ibnu Abi Syaibah 25439).

Hadis ketiga, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

مَنْ كَانَتْ لَهُ أُنْثَى فَلَمْ يَئِدْهَا، وَلَمْ يُهِنْهَا، وَلَمْ يُؤْثِرْ وَلَدَهُ عَلَيْهَا، – قَالَ: يَعْنِي الذُّكُورَ – أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ

Siapa yang memiliki anak perempuan, dia tidak membunuhnya dengan dikubur hidup-hidup, tidak menghinanya, dan tidak lebih mengunggulkan anak laki-laki dari pada anak perempuan, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga. (HR. Abu Daud 5146, Ahmad 1957 dan didhaifkan Syuaib al-Arnauth).

Hadis keempat, dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ فَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ، وَأَطْعَمَهُنَّ، وَسَقَاهُنَّ، وَكَسَاهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ كُنَّ لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Siapa yang memiliki 3 anak perempuan, lalu dia bersabar, memberinya makan, minum, dan pakaian dari hasil usahanya, maka semuanya akan menjadi tameng dari neraka pada hari kiamat.

(HR. Ahmad 17403, Ibnu Majah 3669, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Hadis kelima, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

مَنْ عَالَ ابْنَتَيْنِ أَوْ ثَلَاثَ بَنَاتٍ، أَوْ أُخْتَيْنِ أَوْ ثَلَاثَ أَخَوَاتٍ، حَتَّى يَبِنَّ أَوْ يَمُوتَ عَنْهُنَّ، كُنْتُ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ ” وَأَشَارَ بِأُصْبُعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى

”Siapa yang menafkahi dua atau tiga anak perempuan atau saudara perempuan, hingga mereka menikah atau sampai dia mati, maka aku dan dia seperti dua jari ini.” Beliau berisyarat dengan dua jari: telunjuk dan jari tengah. (HR. Ahmad 12498 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Demikian, Allahu a’lam.

 

 

 

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits 

Sumber: Konsultasisyariah.com

Ganjaran Memelihara dan Mendidik Anak Perempuan

Kehadiran anak dalam rumah tangga muslim merupakan nikmat yang besar dari Allah Ta’ala. Namun, sebagian orang ada yang lebih mendambakan kehadiran anak laki-laki daripada anak perempuan. Anak laki-laki dianggap lebih mulia daripada anak perempuan. Mereka bangga dan bergembira tatakala dikaruniai anak laki-laki. Sebaliknya, bagi sebagian orang kehadiran anak perempuan merupakan aib dan dianggap bencana. Mereka sedih dan kecewa jika dikaruniai anak perempuan. Padahal kehadiran anak perempuan juga termasuk nikmat dari Allah. Bahkan Islam secara khusus menjelaskan tentang keutamaan anak perempuan dan ganjaran bagi orangtua yang memelihara dan mendidik anak-anak perempuan mereka.

Al Imam Muslim rahimahullah membuat sebuah bab dalam kitab shahihnya dengan judul (باب فَضْلِ الإِحْسَانِ إِلَى الْبَنَاتِ) “Keutamaan Berbuat Baik kepada Anak-Anak Perempuan”. Beliau membawakan tiga hadits sebagai berikut :

Pertama. Hadits dari  ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

جَاءَتْنِى امْرَأَةٌ وَمَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا فَسَأَلَتْنِى فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِى شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَأَخَذَتْهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ وَابْنَتَاهَا فَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَحَدَّثْتُهُ حَدِيثَهَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « مَنِ ابْتُلِىَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَىْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ »

“Ada seorang wanita yang datang menemuiku dengan membawa dua anak perempuannya. Dia meminta-minta kepadaku, namun aku tidak mempunyai apapun kecuali satu buah kurma. Lalu akau berikan sebuah kurma tersebut untuknya. Wanita itu menerima kurma tersebut dan membaginya menjadi dua untuk diberikan kepada kedua anaknya, sementara dia sendiri tidak ikut memakannya. Kemudian wanita itu bangkit dan keluar bersama anaknya. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan aku ceritakan peristiwa tadi kepada beliau, maka Nabi shallallhu ‘alaii wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan, kemudia dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang dari siksa api neraka” (H.R Muslim 2629)

Kedua. Diriwayatkan juga dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ »

“Seorang wanita miskin datang kepadaku dengan membawa dua anak perempuannya, lalu  aku memberinya tiga buah kurma. Kemudian dia memberi untuk anaknya masing-masing satu buah kurma, dan satu kurma hendak dia masukkan ke mulutnya untuk dimakan sendiri. Namun kedua anaknya meminta kurma tersebut. Maka si ibu pun membagi dua kurma yang semula hendak dia makan untuk diberikan kepada kedua anaknya. Peristiwa itu membuatku takjub sehingga aku ceritakan perbuatan wanita tadi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, : Sesungguhnya Allah telah menetapkan baginya surga dan membebaskannya dari neraka” (H.R Muslim 2630)

Ketiga. Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata  bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ

Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa maka ia akan datang pada hari kiamat bersamaku” (Anas bin Malik berkata : Nabi menggabungkan jari-jari jemari beliau). (HR Muslim 2631)

Faedah Hadits

Hadits-hadits di atas mengandung beberapa faedah :

  1. Hadits-hadits di atas menunjukkan keutamaan anak-anak perempuan dalam agama Islam. Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits-hadits di atas menunjukkan keutamaan berbuat baik kepada anak-anak perempuan, memberi nafkah kepada mereka, serta bersabar dalam mengurus seluruh urusan mereka“
  2. Anak perempuan merupakan ujian bagi orangtua. Sebagian orang tidak suka dengan kehadiran anak perempuan dan sangat bergembira ketika memiliki anak laki-laki. Oleh karena itu kehadiran anak-anak perempuan dianggap sebagai ujian. Imam An Nawawirahimahullah menjelaskan, “Anak perempuan disebut sebgai ibtilaa’ (ujian) karena umumnya manusia tidak menyukai mereka”. Hal ini juga sebagaimana Allah Ta’alafirmankan :

    وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأُنثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدّاً وَهُوَ كَظِيمٌ يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَ سَاء مَا يَحْكُمُونَ

    Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah , Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu “ (An Nahl:58)

  3. Yang dimaksud mengayomi anak perempuan adalah menunaikan hak-hak mereka seperti makan, pakaian, pendidikan, dan lain-lain. Imam An Nawawi rahimahullahmenjelaskan, “Yang dimaksud (عَالَ) adalah menunaikan hak-hak dengan menafkahi dan mendidik mereka serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lainnya”.
  4. Terdapat ganjaran yang besar bagi orangtua yang mengayomi anak perempuan mereka, berupa nikmat surga, terhalangi dari siksa api neraka, dan kedekatan bersama Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam di akhirat.

Saudaraku, lihatlah bagaimana Islam memuliakan anak perempuan dan memberi ganjaran khusus bagi orang tua yang mau mengayomi anak-anak perempuan mereka. Semoga AllahTa’ala senantiasa memberikan kita keturunan yang shalih dan shalihah. Wallahul musta’an.

 

Referensi : Syarh Shahih Muslim, Imam An An Nawawi rahimahullah.

Penulis : dr. Adika M.

Artikel Muslim.Or.Id