Belajar Ilmu Dunia dari Keahlian Para Nabi

Ilmu dunia dan akhirat sangat penting untuk dikuasai, seperti sabda Nabi Muhammad SAW, “bukan baik kalau kamu tinggalkan dunia, sedangkan akhirat saja yang kamu kejar”. Atau sebaliknya, dunia terus dikejar, sedangkan akhirat ditinggalkan.

Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Ustazah Tutty Alawiyah mengatakan, terdapat tiga ilmu yang harus dikuasai umat Islam saat ini, yaitu ilmu agama, ilmu dunia dan segala macamnya, serta ilmu akhirat.

“Perbaiki itu tiga-tiganya. Agama, dunia, dan akhirat,” katanya, Selasa (23/2)

Terkait hal ini, umat Islam bisa mencontoh keahlian-keahlian para Nabi Allah yang berbeda-beda. Dia mengatakan Nabi Muhammad adalah ahli dalam perdagangan, Nabi Isa ahli di bidang kesehatan, Nabi Musa ahli di bidang pembangunan, Nabi Sulaiman ahli di bidang pemerintahan, dan Nabi Daud ahli di bidang besi atau teknologi.

Kendati demikian, lanjutnya, keahlian para nabi tersebut tidak ada yang diserahkan begitu saja. Mereka juga belajar sehingga dapat menguasainya.

“Begitu juga Nabi Nuh ahli dalam perkapalan, Nabi Yusuf di bidang ekonomi. Jadi kalau kita dilihat, mereka itu tidak menjauhkan tugas-tugasnya dari kehidupan dunia,” katanya.

 

sumber: Republika Online

Menjaga Agama Allah

Ibnu Abbas berkata, “Pada suatu hari, aku di belakang (dibonceng) Nabi SAW. Beliau bersabda, ‘Hai anak muda, aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah (agama) Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (agama) Allah, niscaya Allah selalu bersamamu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah.

Jika kamu memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, jika seluruh manusia berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan dapat memberikan manfaat kepadamu, kecuali sesuatu yang telah ditulis Allah untukmu. Jika mereka berkumpul untuk memberikan mudharat kepadamu, maka mereka tidak akan bisa memberikan mudharat, kecuali yang telah ditulis Allah untukmu. Pena telah diangkat dan lembarannya telah kering” (HR Tirmidzi)

Rasulullah SAW adalah rahmat bagi seluruh alam. Ajaran yang beliau sampaikan meliputi semua manusia, termasuk kelompok pemuda di dalamnya. Dalam berbagai kesempatan beliau mendampingi dan sering memberi arahan kepada para pemuda. Seperti terungkap dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas tersebut. Ketika itu, Ibnu Abbas masih kecil. Ia adalah putra paman Rasulullah SAW, Abbas bin Abdul Muthalib.

Walaupun disampaikan kepada Ibnu Abbas, akan tetapi pesan yang disampaikannya berlaku universal. Pesan inti beliau sampaikan adalah menjaga agama Allah. Berada di jalan agama Allah adalah nikmat terbesar. Orang yang konsisten di dalamnya akan meraih cita-cita mulia, yaitu bahagia di dunia dan akhirat.

 

Penjagaan yang dimaksud bisa berarti menjaga dan memelihara akidah Islam dalam diri. Tidak bisa disangkal, selalu ada upaya untuk menghilangkan Islam dari dalam diri seorang Mukmin. Upaya itu bisa berasal dari hawa nafsunya, atau berasal dari orang-orang yang tidak senang dengan keberadaan agama Allah (lihat QS Al-Baqarah [2]: 120).

Perbuatan-perbuatan yang bisa mendorong kepada rusaknya akidah harus dijauhi, seperti mendatangi dukun, melakukan sihir, meminta bantuan kepada jin, memakai jimat, menduakan Allah dalam ibadah, dan lainnya. Menjaga agama Allah bisa berarti pula menjaga amal saleh yang telah dan sedang dilakukan. Yang terpenting adalah menjaga konsistensi dalam beribadah, walaupun sedikit.

Rasulullah mencela orang yang tidak konsisten menjalankan ibadah. Abdullah bin Amru bin Ash ra berkata: “Rasulullah SAW pernah bersabda kepadaku, ‘Wahai Abdullah, janganlah seperti si fulan. Dahulu, dia pernah shalat tahajud. Namun setelah itu ia tidak lagi melakukannya” (HR Muttafaq ‘alaih).

Menjaga agama Allah bisa juga berarti menjaga Islam agar tidak tercabut dari hati kaum Muslimin. Ini bisa dilakukan dengan bergaul dengan mereka, kemudian memberi teladan dan akhirnya mengajak mereka agar tetap bersabar dalam agama Allah.

Memelihara dan menjaga agama Allah akan mendapat tantangan. Namun Allah berjanji akan senantiasa menyertai dan menjaga kita. Apabila ada yang mencibir atau menghalangi, patut diingat bahwa, segala keputusan berada di tangan Allah, apabila Allah sudah memutuskan, tidak ada yang bisa menghalangi. Wallahu a’lam.

 

Sumber : Pusat Data Republika

Nikmatnya Menjaga Agama Allah

Ibnu Abbas berkata, “Pada suatu hari, aku di belakang (dibonceng) Nabi SAW. Beliau bersabda, ‘Hai anak muda, aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah (agama) Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (agama) Allah, niscaya Allah selalu bersamamu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah.

Jika kamu memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, jika seluruh manusia berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan dapat memberikan manfaat kepadamu, kecuali sesuatu yang telah ditulis Allah untukmu. Jika mereka berkumpul untuk memberikan mudharat kepadamu, maka mereka tidak akan bisa memberikan mudharat, kecuali yang telah ditulis Allah untukmu. Pena telah diangkat dan lembarannya telah kering” (HR Tirmidzi)

Rasulullah SAW adalah rahmat bagi seluruh alam. Ajaran yang beliau sampaikan meliputi semua manusia, termasuk kelompok pemuda di dalamnya. Dalam berbagai kesempatan beliau mendampingi dan sering memberi arahan kepada para pemuda.

Seperti terungkap dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas tersebut. Ketika itu, Ibnu Abbas masih kecil. Ia adalah putra paman Rasulullah SAW, Abbas bin Abdul Muthalib.

Walaupun disampaikan kepada Ibnu Abbas, akan tetapi pesan yang disampaikannya berlaku universal. Pesan inti beliau sampaikan adalah menjaga agama Allah. Berada di jalan agama Allah adalah nikmat terbesar. Orang yang konsisten di dalamnya akan meraih cita-cita mulia, yaitu bahagia di dunia dan akhirat.

 

Penjagaan yang dimaksud bisa berarti menjaga dan memelihara akidah Islam dalam diri. Tidak bisa disangkal, selalu ada upaya untuk menghilangkan Islam dari dalam diri seorang Mukmin. Upaya itu bisa berasal dari hawa nafsunya, atau berasal dari orang-orang yang tidak senang dengan keberadaan agama Allah (lihat QS Al-Baqarah [2]: 120).

Perbuatan-perbuatan yang bisa mendorong kepada rusaknya akidah harus dijauhi, seperti mendatangi dukun, melakukan sihir, meminta bantuan kepada jin, memakai jimat, menduakan Allah dalam ibadah, dan lainnya. Menjaga agama Allah bisa berarti pula menjaga amal saleh yang telah dan sedang dilakukan. Yang terpenting adalah menjaga konsistensi dalam beribadah, walaupun sedikit.

Rasulullah mencela orang yang tidak konsisten menjalankan ibadah. Abdullah bin Amru bin Ash ra berkata: “Rasulullah SAW pernah bersabda kepadaku, ‘Wahai Abdullah, janganlah seperti si fulan. Dahulu, dia pernah shalat tahajud. Namun setelah itu ia tidak lagi melakukannya” (HR Muttafaq ‘alaih).

Menjaga agama Allah bisa juga berarti menjaga Islam agar tidak tercabut dari hati kaum Muslimin. Ini bisa dilakukan dengan bergaul dengan mereka, kemudian memberi teladan dan akhirnya mengajak mereka agar tetap bersabar dalam agama Allah.

Memelihara dan menjaga agama Allah akan mendapat tantangan. Namun Allah berjanji akan senantiasa menyertai dan menjaga kita. Apabila ada yang mencibir atau menghalangi, patut diingat bahwa, segala keputusan berada di tangan Allah, apabila Allah sudah memutuskan, tidak ada yang bisa menghalangi. Wallahu a’lam.

 

Sumber : Pusat Data Republika

Wudhu Rasulullah tak Hanya untuk Shalat

Sungguh indah Islam. Betapa tidak, awal mula yang diajarkan dalam ibadah adalah tentang kesucian (thaharah), meliputi kesucian badan, pakaian, maupun tempat untuk ibadah. Baik kesucian dari hadats, maupun dari segala najis. Kesemuanya ini sebagai ritual seorang hamba ketika akan menghadap Rabb-nya yaitu dengan keadaan yang benar-benar suci.

Wudhu adalah satu cara seorang hamba menyucikan diri dari hadats kecil. Berwudhu wajib dilakukan bagi orang yang hendak menunaikan shalat karena termasuk syarat sahnya.

Rasul berkata melalui riwayat Tirmidzi, ”Kuncinya surga adalah shalat dan kuncinya shalat adalah wudhu,” dan riwayat Imam Ahmad, ”Tidaklah dianggap shalat bagi orang yang tidak berwudhu.”

Namun, Rasulullah melakukan wudhu tidaklah hanya ketika akan melaksanakan shalat. Beliau selalu mendawamkan wudhu dalam kesehariannya, yaitu senantiasa menjaga kesucian dengan cara selalu memperbarui wudhu ketika beliau hadats.

Kesunahan ini sangat dianjurkan. Sebuah pesan ajakan ittiba’ ini terekam dari perkataannya, ”Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat dengan tanda ghurra yang bersinar (di wajahnya) karena atsar (bekas) dari wudhu. Barang siapa yang mampu untuk memperpanjang ghurra tersebut, maka lakukanlah.” (HR Muslim dari Abu Huraiah).

 

Dalam kitab Fathul Bari dijelaskan bahwa asal kata ghurra adalah bintik-bintik putih yang berada di dahi kuda. Dan, dimaksudkan dalam hadis ini sebagai cahaya yang bersinar di wajah umat Muhammad.

Mendawamkan wudhu berarti menjadikan diri senantiasa dalam keadaan suci, suatu perbuatan yang amat dipuji oleh Zat Yang Mahasuci. Sebuah tanda ghurra di dahi umat akan segera menjelma dalam aura wajah setiap hamba Muslim di dunia ini, selain sebagai tanda keumatan di hari kiamat nanti ketika menghadap Allah SWT sesuai sabda Rasul di atas.

Berwudhu ini selain untuk menjaga kebersihan anggota badan dan kesucian dari hadats juga sebagai kesucian dari dosa-dosa yang kita lakukan.

Rasul berkata melalui riwayat Muslim, ”Jika seorang hamba Muslim atau Mukmin melakukan wudhu, kemudian membasuh wajahnya, maka dosa-dosa yang dilakukan oleh mata akan keluar bersama air yang mengalir hingga tetesan terakhirnya. Jika ia membasuh kedua tangannya, maka dosa-dosa yang dikerjakan oleh tangan akan keluar bersama air yang mengalir hingga tetesan terakhirnya. Jika membasuh kedua kakinya, maka dosa-dosa yang dilakukan oleh kaki akan keluar bersama air yang mengalir hingga tetesan terakhirnya. Sehingga, keluarlah semua noda dosa sang hamba.”

Sebagai umat Muhammad, marilah kita mendawamkan wudhu sebagai ittiba’ kepadanya, sekaligus untuk menjaga kesucian diri serta penghapus dosa. Juga diharapkan akan menjelma menjadi mental kehidupan Muslim dan Mukmin dalam kehidupan kesehariannya yang senantiasa menjaga kesucian pergaulannya berupa akhlak karimah. Wallahu a’lam.

 

Oleh M Wakhid Hidayat

Manusia yang Paling Cerdas

Pimpinan lembaga dakwah kreatif Ustadz Erick Yusuf berkesempatan  memberikan tausiyah di perbatasan Malaysia, Tarakan, Kalimantan Utara. Sebelum keinti pembahasan tausiyah, Ustaz mengiingatkan Islam melarang hubungan sejenis.

Ustaz Erick Yusuf membahas sakarotul maut atau kematian, Dalam Al-Quran surat Al-Jumu’ah ayat 8 Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.

“Jelas sekali dalam ayat tersebut bahwa kematian akan menjemput kita menjemput semua makhluk yang hidup dan sesungguhnya kebanyakan manusia enggan bahkan seandainya bisa lari dari kematian  pasti dia akan melakukannya,” kata Kang Erick, Sapaan akrabnya, Jumat (8/5).

Ibnu Umar r.a pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasulullah SAW sebagai orang ke sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling cerdas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR. Ath-Thabrani, disahihkan al-Munziri)

Sesungguhnya kematian itu ada dua pintu, Husnul Khootimah ( Baik akhir hidupnya ) dan Su’ul Khotimah ( Jelek akhir hidupnya) ,Orang yang husnul khotimah adalah orang yang meninggal dalam keadaan islam dan dalam melaksanakan ketaatan pada Allah,semasa hidupnya menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah dan banyak mengingat Allah.

Sedangkan orang yang su’ul khotimah adalah orang yang mati dalam keadaan maksiat kepada Allah dalam keadaan lupa pada Allah dan dia tidak melaksanakan perintah Allah dan melanggar larangan Allah, pasti akan sangat berat apa yang akan dihadapinya nanti.

Rasulullah bersabda “Barang siapa yang akhir perkataannya adalah laa ilaaha illallaah’, maka dia akan masuk surga.” ( HR. Abu Daud . Yaa Allah wafatkan lah kami dan orang tua kami dalam keadaan husnul khootimah, jangan wafatkan kami dalam keadaan su’ul khotimah Aamiin…

 

 

sumber: Republika Online

Kisah Umar bin Abdul Aziz dan Putranya, Abdul Malik Dua Pemimpin Kaum Muslimin di Bumi Syam

“Tahukah engkau bahwa setiap kaum terdapat bintang yang istimewa. Dan bintang Bani Umayyah adalah Umar bin Abdul Aziz. Sesungguhnya ia di bangkitkan pada hari kiamat bagaikan satu ummat”

(Muhammad bin Ali bin Husain)

Sungguh Umar bin Abdul Aziz adalah seorang tabi’in yang mulia. Dikisahkan bahwa ketika ia di angkat menjadi khalifah ia sangat menolaknya. Padahal masyarakat begitu berharap pada kepemimpinannya.

Mereka terus membujuknya untuk menjadi khalifah, melihat dari sifat amanahnya, zuhud serta waro’nya. Sampai akhirnya Allah melapangkan dadanya untuk menerima amanah tersebut. Kemudian ia berkhutbah,

“Wahai sekalian manusia, Barang siapa yang taat pada Allah maka wajib pula bagi kita untuk mentaatinya. Dan barang siapa yang bermaksiat kepada Allah, maka tidak ada ketaatan baginya. Wahai manusia, taatlah kepadaku selama aku berbuat taat kepada Alloh. Namun tiada ketaatan bagiku jika telah bermaksiat kepada Alloh”

Sepulang dari khutbah tersebut, ia menuju rumahnya untuk beristirahat. Setelah ia di sibuk kan dengan urusan kaum muslimin sejak wafatnya khalifah sebelumnya.

Namun ketika ia hendak beristirahat, datanglah putranya, Abdul Malik. Saat itu usianya baru menginjak tujuh belas tahun. Kemudian Abdul Malik berkata,

“Apa yang hendak engkau lakukan wahai amirul mukminin?”

“Duhai anakku, aku ingin beristirahat sejenak. Ayahmu ini sungguh sangat letih”

“Engkau ingin beristirahat padahal engkau belum mengembalikan hak-hak orang yang didzolimi kepada pemiliknya?”

“Sungguh aku telah begadang semalaman di tempat pamanmu, Sulaiman. Jika tiba waktu dzuhur maka aku akan sholat berjamaah lalu akan aku kembalikan hak-hak tersebut”

“Siapa yang menjaminmu bisa hidup sampai waktu dzuhur?”

Mendengar jawaban tersebut, Umar pun terbangun dari tempat tidurnya. Lalu berkata,

“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan dari tulang sulbiku sesorang yang menolongku menegakkan agamaku”

Kemudian ia pergi dan mengumpulkan manusia. Lalu berkata,

“Barang siapa yang merasa didzolimi maka ambillah haknya!”

Lalu siapakah Abdul Malik?

Umar bin Abdul Aziz di dikaruniai 15 putra. Mereka semua terdidik dalam tarbiyah yang luar biasa. Sedang Abdul Malik bagaikan bintang bersinar di antara saudara saudara yang lain.

‘Ashim, sepupunya pernah berkisah tentangnya,

“Suatu hari ketika kami berada di Damaskus kami mendirikan sholat berjamaah. Kemudian kami pergi tidur. Sedang Abdul Aziz tetap bangun, bahkan ketika aku bangun ditengah malam aku masih melihat Abdul Malik shalat. Ia terus mengulang-ulang ayat yang ia baca. Melihat ia terus menangis seolah-olah ia akan terbunuh karna tangisannya. Namun ketika ia melihatku terbangun, sesegera ia hentikan tangisannya, dan aku tak lagi mendengar apapun.”

Maimun bin Mahron, salah satu mentri Umar bin Abdul Aziz pernah bercerita,

“Aku mendatangi Umar bin Abdul Aziz, ku dapati ia sedang menulis surat untuk anaknya. Ia pun merangkai nasehat untuk sang putra,

“Duhai putraku, sungguh orang yang paling memahami perkataanku adalah engkau.

“Sungguh Allah telah memperbaiki urusan kita baik yang kecil maupun yang besar.

“Ingatlah nikmat Allah bagimu dan Ayahmu ini.

“Jauhilah sikap sombong, karena sombong adalah sifat setan. Dan ia adalah musuh yang nyata bagi kaum muslimin.

“Ketahuilah, aku tak menulis surat ini karena sebuah perkara yang aku dengar tentangmu. Aku tak mengenal sifatmu kecuali kebaikan.

“Hanya aku mendengar sikap ujubmu, sungguh sikap ini sikap yang aku benci.”

Kemudian Umar memandangku dan berkata,

“Wahai Maimun, sungguh anakku Abdul Malik terlihat begitu baik di mataku. Sungguh aku takut jika rasa cintaku kepadanya membuatku menutupi aibnya. Sebagaimana seorang bapak yang terbutakan dari aib putra nya. Maka pergilah kepadanya bersama surat ini! Dan jika kamu mendapati sikap sombong atau bermegah-megahan darinya, perbaikilah. Karena ia masih begitu muda, ia masih mudah untuk tergoda setan.”

“Lalu aku pun pergi menemui Abdul Malik, lalu mulai menanyainya tentang kehidupannya sehari-hari. Namun tak ku dapati kecuali kebaikan. Sampai pada sore hari datang seorang pemuda menemuinya. Lalu berkata,

“Kami sudah selesai”

Ia hanya terdiam, lalu aku pun bertanya,

“Selesai dari apa?”

“Kamar mandi”

“Maksudnya?”

“Para penduduk mengosongkan kamar kamar mandinya untukku”

“Sungguh engkau telah berbuat sombong.”

“Aku memberikan upah bagi pemilik kamar mandi.”

“Kenapa kau tak masuk kamar mandi bersama mereka?”

“Karena aku tak ingin melihat aurat mereka. Jika aku memerintahkan mereka untuk memakai kain maka seolah olah aku meminta penghormatan dari mereka. Nasehatilah aku!”

“Tunggulah sampai para penduduk masuk ke rumah mereka, lalu pergilah pada malam hari!”

“Baiklah. Aku tak akan masuk ke sana pada siang hari selamanya. Dan aku mohon agar engkau tidak mengadukan ini kepada ayahku, aku takut dia akan marah. Bagaimana jika aku meninggal dan ia belum ridho kepadaku?”

“Kau ingin aku membohonginya?”

“Tidak, tapi katakan jika aku telah berbuat salah, dan engkau telah menasehatiku. Lantas akupun menerimanya. Ia tidak akan menanyakan apa apa yang engkau tak sampaikan kepadanya. Bukankah Allah melarang untuk mencari tahu hal yang di sembunyikan orang lain.”

“Sungguh aku tak pernah melihat ada sosok bapak dan anak seperti kalian berdua, semoga Allah merahmati keduanya.”

Sungguh Allah telah ridho kepada khalifah yang kelima ini, dan ia pun ridho padaNya.

Keselamtan atas keduanya sampai Allah bangkitkan pada hari kiamat bersama orang orang terbaik/

Disarikan dari kitab Shuwar min hayati Tabi’in, DR Abdurrahman Rafat Basya

 

Oleh: Reny Istiqomah

sumber: Bumi Syam

Menlu Arab Saudi: Sebuah Kenikmatan Membantu Pejuang Suriah Melawan Basyar Assad

Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir mengatakan, pejuang Suriah harus dipersenjatai dengan rudal untuk menghadapi serangan Rezim dan Rusia.

Para pejuang juga harus dilengkapi dengan pesawat anti senjata seperti yang digunakan Uni Soviet ketika perang dengan Afghanistan pada tahun 1980. Demikian diungkapkan Adel al-Jubeir dalam wawancaranya dengan Der Spiegel yang dirilis oleh Zaman Al Wasl (19/02).

Adel al-Jubeir juga mengatakan, dengan membantu meluncurkan rudal ke Suriah akan mengubah perimbangan di wilayah tersebut.

Tidak hanya merubah keseimbangan, bantuan serangan udara tersebut akan memungkinkan pejuang untuk dapat menetralisir helikopter dan pesawat yang menjatuhkan bahan kimia dan dan bom.

Bantuan Rusia tidak akan menyelamatkan rezim Pemerintahan Basyar Assad dalam jangka panjang, dan Riyadh telah memperingati Rezim untuk mundur.

“Dalam konflik tersebut ada dua pilihan, perang akan berlanjut dan Bashar Assad akan kalah,” kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi.

Arab Saudi telah mendukung pasukan pejuang dalam memerangi Basyar Assad hampir lima tahun lamanya. (Eka Aprila)

 

sumber: Bumi Syam

Keprihatinan Jerman untuk Suriah Sulit Dipahami

Dalam isu Suriah, Jerman mengambil sikap yang sulit dipahami. Jerman menyatakan terkejut dan ngeri dengan penderitaan warga Suriah akibat pemboman Rusia. Di saat yang sama, sejak Desember 2015 Berlin aktif mendukung Perancis bersama koalisi Amerika menghujani bom di Suriah dan Irak.

“Beberapa hari terakhir, kami tidak hanya terkejut tapi ngeri dengan apa yang telah menyebabkan penderitaan manusia kepada puluhan ribu orang akibat bom terutama yang dilakukan pihak Rusia,” kata Kanselir Jerman Angela Merkel.

Pernyataan Angela disampaikan pada publik setelah berdiskusi dengan Ahmet Davutoglu, Perdana Menteri Turki di Ankara, Senin (8/2/2016). Pembicaraan antara Turki dan Jerman ini menyikapi krisis pengungsi pasca serbuan rezim Assad ke Aleppo yang disokong Rusia.

Agaknya Jerman tutup mata atas kelaliman sekutunya. Bahkan memperkuat dengan 6 jet Tornado serta 1.200 perajurit. Sejak 2014 Amerika membentuk koalisi memasuki perang Suriah dan Irak dengan dalih menyerang ISIS. Ulah koalisi ini telah menyebabkan ribuan warga sipil tewas dan memperkeruh krisis kemanusiaan.

Website Airwars yang memonitor database korban sipil perang di Suriah dan Irak melaporkan mencapai 2.695 sipil telah terbunuh oleh koalisi AS sejak Agustus 2014 sampai 8 Februari 2016.

Pada 4 Februari 2016, USA Today menerbitkan sebuah berita dengan judul “AS Membunuh Lebih Banyak Warga Sipil di Iraq dan Suriah dari yang Diakui.” Amerika selama ini hanya mengakui 21 warga sipil yang terbunuh dalam operasi militernya. (ap/airwars/usatoday/zen)

 

 

oleh: Zen Ibrahim (jurnalist dan pengamat krisis timur tengah)

sumber: Bumi Syam

Cerita Keluarga Suriah Memulai Kehidupan Baru di Afrika Selatan

Konflik yang terjadi di Suriah telah membuat sejumlah warga mengungsi dengan menyeberangi laut untuk mencapai benua Eropa. Namun, tidak semua negara menerima mereka.

Satu keluarga meninggalkan Damaskus ibukota Suriah dan telah melakukan perjalanan ke Afrika Selatan selama satu tahun untuk mencari rumah baru.

Dilansir Zaman al Wasl, Yaser dan Safaa Jabri Al Rihawi telah menetap di Gauteng dengan anak-anak mereka yang berusia 16 dan 20 tahun.

Safaa Jabri menggambarkan penderitaan keluarganya, ia mengatakan, “Kami lari dari Suriah, karena anak laki-laki kami yang berada di usia mereka harus pergi bergabung ke dalam tentara Suriah. Jadi kami memutuskan datang ke Afrika Selatan untuk menghindari situasi berbahaya di Suriah.”

Suaminya, Yaser menambahkan, “kami sangat sulit untuk mengambil langkah ini, tinggal di Afrika dan membuat usaha. Kami takut dengan budaya yang berbeda di Afrika namun kami harus menjaga anak-anak agar tetap aman.”

Mereka berusaha bergabung dengan masyarakat Afrika dengan membuka restoran di timur Johannesburg.

Saafa mengatakan, sudah 14 bulan mereka di Afrika dan memutuskan untuk memulai kehidupan baru dengan mengundang orang-orang Afrika ke restoran mereka dan masyarakat Afrika sangat bersemangat dengan makanan yang mereka buat.

Meskipun demikian, mereka sangat merindukan Damaskus, namun melihat konflik yang terjadi, peluang mereka untuk kembali ke Damaskus sangat tipis. (Eka Aprila)

 

sumber: Bumi Syam