Ada Apa di Balik 15 Ramadhan?

Yang jelas ketika masuk 15 Ramadhan, ada beberapa hal yang mesti kita ingat sebagai berikut.

1. Mulai pertengahan Ramadhan (malam 15 Ramadhan) disyariatkan qunut witir, termasuk sunnah ab’adh menurut ulama Syafiiyah.

Qunut witir ini dibaca saat shalat witir tiga rakaat, bakda rukuk ketika iktidal.

Bacaan qunut witir adalah: ALLAHUMMAHDIINI FIIMAN HADAIT, WA’AAFINI FIIMAN ‘AFAIT, WATAWALLANII FIIMAN TAWALLAIT, WABAARIK LII FIIMA A’THAIT, WAQINII SYARRAMA QADLAIT, FAINNAKA TAQDHI WALAA YUQDHO ‘ALAIK, WAINNAHU LAA YADZILLU MAN WAALAIT, TABAARAKTA RABBANA WATA’AALAIT.

Kalau shalatnya berjamaah, bisa diubah dengan kata ganti jamak, contohnya: ALLAHUMMAHDINAA, dst.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari sebagian sahabat Muhammad—salah seorang perawi–, Ubay bin Ka’ab mengimami jamaah di bulan Ramadhan dan ia membaca qunut pada separuh akhir dari Ramadhan. (HR. Abu Daud, no. 1428, hadits ini didhaifkan Syaikh Al-Albani).

Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafiiyah dan ada perkataan dari Imam Ahmad mengenai hal ini. Ketika Abu Daud menanyakan pada Imam Ahmad, “Apakah qunut itu sepanjang?” “Jika engkau mau”, jawab Imam Ahmad. Abu Daud bertanya lagi, “Apa pendapat yang engkau pilih?” Jawab Imam Ahmad, “Adapun saya tidaklah berqunut kecuali setelah pertengahan Ramadhan. Namun jika aku bermakmum di belakang imam lain dan ia berqunut, maka aku pun mengikutinya.” (Masail Ahmad li Abi Daud, 66). Mereka pun berdalil tentang riwayat dari Ibnu ‘Umar, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih (Al-Mushannaf, 2:98).

Al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajariku beberapa kalimat yang saya ucapkan dalam shalat witir, yaitu

اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

“ALLAHUMMAHDINII FIIMAN HADAIT, WA’AAFINI FIIMAN ‘AFAIT, WATAWALLANII FIIMAN TAWALLAIT, WABAARIK LII FIIMA A’THAIT, WAQINII SYARRAMA QADLAIT, FAINNAKA TAQDHI WALAA YUQDHO ‘ALAIK, WAINNAHU LAA YADZILLU MAN WAALAIT, TABAARAKTA RABBANA WATA’AALAIT.” (Artinya: Ya Allah, berilah aku petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus, berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi)” (HR. Abu Daud, no. 1425; An-Nasai, no. 1745; Tirmidzi, no. 464. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

2. Mulai pertengahan Ramadhan harusnya separuh Al-Qur’an sudah kita baca.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِى شَهْرٍ » . قُلْتُ إِنِّى أَجِدُ قُوَّةً حَتَّى قَالَ « فَاقْرَأْهُ فِى سَبْعٍ وَلاَ تَزِدْ عَلَى ذَلِكَ »

Bacalah (khatamkanlah) Al Quran dalam sebulan.” ‘Abdullah bin ‘Amr lalu berkata, “Aku mampu menambah lebih dari itu.” Beliau pun bersabda, “Bacalah (khatamkanlah) Al Qur’an dalam tujuh hari, jangan lebih daripada itu.” (HR. Bukhari No. 5054).

Namun sebagaimana kata Imam Nawawi, “Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada batasan hari dalam mengkhatamkan Al Qur’an, semuanya tergantung pada semangat dan kekuatan. Dan ini berbeda-beda satu orang dan lainnya dilihat dari kondisi dan person.” (Fathul Bari, 9: 97).

Abu Sa’id Al Khudri ketika ditanya firman Allah,

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ

Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran ” (QS. Al Muzammil: 20). Jawab beliau, “Iya betul. Bacalah walau hanya lima ayat.” (Disebutkan dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 414).

3. Mulai pertengahan Ramadhan sudah siap-siap masuki 10 hari terakhir.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari, no. 2024 dan Muslim, no. 1174).

Kesungguhan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah pada 10 hari terakhir Ramadhan ada dua alasan:

  1. Sepuluh hari terakhir tersebut adalah penutup bulan Ramadhan yang diberkahi. Dan setiap amalan itu dinilai dari akhirnya.
  2. Sepuluh hari terakhir tersebut diharapkan didapatkan malam Lailatul Qadar. Ketika ia sibuk dengan ibadah di hari-hari terakhir tersebut, maka ia mudah mendapatkan maghfiroh atau ampunan dari Allah Ta’ala.

Lihat Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 5: 51-52.

4. Sedekah harus terus semangat.

Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307)

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Al juud berarti rajin dan banyak memberi (berderma)” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 291). Jadi maksud hadits adalah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– rajin memberi sedekah pada orang lain di bulan Ramadhan.

5. Terus evaluasi amalan harian.

Allah memerintahkan kita untuk muhasabah diri,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18) وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (19)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 18-19)

Semoga Allah terus memberikan kita semangat hingga akhir Ramadhan.


Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24301-ada-apa-di-balik-15-ramadhan.html