Akal dan Umur

KATA para bijak: “Dewasanya akal itu tak selalu segaris lurus dengan dewasanya umur. Karenanya, jangan ukur kedewasaan berpikir dengan jumlah angka usia. Anda akan tertipu.” Ya, benar. Ternyata kita jumpai banyak anak yang masih belia usianya namun dewasa berpikirnya. Begitu pula sebaliknya.

Biasanya, mereka yang senantiasa bertarung dengan masalah hidup pola pikirnya lebih dewasa dibandingkan umurnya. Sering kita jumpai seorang anak usia SMP yang tak lagi mau sekolah bukan karena malas, melainkan demi adiknya yang masih sekolah dasar agar bisa tetap sekolah.

Sang kakak bekerja mencari uang. Sementara pamannya yang sudah tua berjuang merebut sepetak tanah milik anak itu agar bisa dikuasainya dengan berbagai alasan. Dewasa yang manakah akalnya: anak kecil itu atau sang paman yang sudah tua?

Seorang tua usia meremehkan usul seorang anak kecil tentang tak perlunya polisi tidur di depan rumahnya dengan alasan yang masuk akal. Rupanya usul itu dibantah mentah-mentah oleh orang tua itu yang otaknya tertutupi oleh awan emosi. Dengan mata mendelik orang tua itu berkata: “Anak kecil tahu apa. Jangan menasehati orang tua.”

Anak kecil itu cuma tersenyum dan berkata lembut: “Bapak, maafkan saya. Bapak memang berusia lebih tua ketimbang saya. Tapi tolonglah ajari saya dengan menjawab pertanyaan saya, lebih tua mana akal Bapak dan akal saya, kapan akal Bapak diciptakan, lebih dahulukah dengan diciptakannya akalku, dan apa ukurannya?”

Bapak itu bingung. Bagaimana tidak bingung, sementara dosen filsafatpun sampai botak tak mampu mencari tahu usia akal pikiran manusia. Ingin tahu jawabannya? Salam, AIM. [*]

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

MOZAIK