Alquran Dibaca, Syirik Jalan, Tauhid Ditinggalkan

TIDAK diragukan lagi bahwa Alquran telah menjelaskan segala aspek yang dibutuhkan oleh manusia.

Allah Taala berfirman:

“dan Kami telah menurunkan Alkitab kepadamu sebagai penjelasan atas segala sesuatu serta sebagai petunjuk dan rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang Muslim” (QS. An Nahl: 89).

Dan penjelasan yang paling dibutuhkan serta paling urgen bagi manusia di dalam Alquran adalah tentang tauhid dan syirik. Karena perkara ini adalah pokok agama dan hal mendasar dalam Islam. Tauhidlah yang menjadi pondasi dari semua amalan yang dilakukan seorang Muslim, dan syiriklah yang bisa membatalkan semua amalan tersebut.

Karena itu Allah Subhanahu wa Taala telah menjelaskan kedua perkara ini di dalam Alquran dengan penjelasan yang gamblang dan jelas. Allah Taala berfirman:

“Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik.” (QS. Al Baqarah: 99).

Bahkan semua bagian dari Alquran adalah penjelasan mengenai tauhid dan syirik. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa Alquran seluruhnya menjelaskan tentang tauhid. Karena isi dari Alquran pasti tidak lepas dari:

– Perintah untuk beribadah kepada Allah dan meninggalkan syirik

– Penjelasan tentang balasan baik bagi ahli tauhid, dan balasan buruk bagi ahli syirik

– Penjelasan tentang hukum halal dan haram, yang ini merupakan konsekuensi tauhid

– Kisah-kisah tentang para Rasul dan umat mereka, dan pergolakan yang mereka alami, yang ini merupakan pelajaran mengenai balasan atas tauhid dan syirik” (Syarh Al Ushul As Sittah, Syaikh Shalih Al Fauzan, 16).

Maka Alquran yang dibaca siang dan malam, dalam salat, di luar salat, dilantunkan oleh para qaari, dan dihafal oleh banyak orang, semuanya berisi tentang tauhid. Namun sayang sungguh sayang, masih banyak orang yang terluput dari hal ini. Mereka membaca dan mendengarkan Alquran namun tauhid tidak nampak dalam perilaku mereka, bahkan mereka terjerumus dalam kesyirikan.

Tujuan membaca Alquran

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan mengatakan: “anda dapati banyak orang yang membaca Alquran namun mereka terjerumus dalam kesyirikan dan meninggalkan tauhid. Padahal perkara tauhid ini sangat jelas di dalam Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam. Karena mereka melestarikan apa yang mereka dapati dari kakek moyang mereka, para syaikh mereka, dan kebiasaan penduduk daerah mereka. Mereka tidak merenungkan barang satu hari pun, dan tidak mentadabburi, apa yang ada di dalam Alquran. Dan mereka tidak berusaha mengkiritis apa yang dilakukan orang-orang, apakah hal tersebut sudah benar atau tidak?”.

Beliau melanjutkan, “bahkan mereka mempraktikkan taklid buta kepada kakek moyang mereka. Mereka menganggap Alquran hanya dibaca sekadar untuk mengambil berkahnya saja dan meraih pahala dari membacanya. Mereka tidak bermaksud untuk mentadabburi dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya” (Syarh Al Ushul As Sittah, Syaikh Shalih Al Fauzan, 10).

Padahal Alquran dibaca untuk diamalkan, karena ia adalah sumber hidayah, Allah Taala berfirman:

“Sesungguhnya Alquran ini memberikan hidayah kepada (jalan) yang lebih lurus” (QS. Al Isra: 9).

Allah Taala juga memerintahkan kita untuk mentadabburi isi Alquran, bukan sekadar membaca tanpa perenungan. Allah Taala berfirman:

“Maka apakah mereka tidak mentadabburi Alquran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).

Bahkan sebaik-baik manusia adalah orang yang mempelajarinya, berusaha memahami isinya dan mengajarkannya kepada orang lain. Bukan sekadar membacanya tanpa pemahaman. Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda:

“..sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya” (HR. Al Bukhari 4639).

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan melanjutkan, “Sedikit sekali orang yang membaca Alquran dengan tujuan ini. Kebanyakan mereka hanya membacanya untuk mencari berkah atau sekadar bernikmat-nikmat mendengarkan tilawah sang qaari, atau untuk mengobati orang sakit. Adapun membaca Alquran untuk mengamalkannya, serta mentadabburinya, dan mengembalikan apa yang dilakukan oleh orang-orang kepada Alquran, ini semua tidak ditemukan kecuali hanya pada sedikit orang saja” (Syarh Al Ushul As Sittah, Syaikh Shalih Al Fauzan, 11-12).

Terlalu perhatian pada tajwid, namun lalai para tauhid

Sebagian orang, memberikan perhatian yang begitu serius dalam tajwid (membaguskan bacaan Alquran). Atau sangat perhatian pada langgam-langgam dalam membaca Alquran, menghafal dan melatih langgam-langgamnya, atau mengoleksi banyak rekaman para qaari dan menirukan bacaan serta iramanya. Namun justru mereka lalai terhadap esensi dari apa yang dibaca.

Syaikh Shalih Al Fauzan menyebutkan, “orang-orang membaca Alquran, memperbanyak bacaannya, mengkhatamkannya berkali-kali, menghafalnya, mentartilkannya, mereka sangat perhatian pada lafadz-lafadz dan tajwidnya. Sangat perhatian pada hukum-hukum mad, hukum-hukum idgham, ghunnah, iqlab, izhar, ikhfa, dan mencurahkan perhatian yang sangat besar dalam hal itu. Ini memang baik. Namun tujuan yang lebih urgen bukanlah ini. Tujuan yang lebih urgen adalah mentadabburinya, memahami Kitabullah, dan mengembalikan amalan kita serta amalan manusia kepada Kitabullah, apakah amalan-amalan tersebut sesuai dengan Kitabullah atau bertentangan?” (Syarh Al Ushul As Sittah, 13).

Tantangan berat bagi pada dai tauhid

Beliau juga mengatakan, “bahkan jika ada seorang dai yang ingin memperbaharui kebiasaan buruk yang ada pada diri mereka, mereka akan marah dan menuduhnya berbuat kesesatan. Bahkan mereka juga menuduhnya telah keluar dari ajaran agama, atau ia telah membaca ajaran baru, dan tuduhan-tuduhan lainnya” (Syarh Al Ushul As Sittah, 12).

Sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa orang mendakwahkan untuk kembali kepada Alquran dan As Sunnah, mengajak manusia untuk bertauhid yang benar dan meninggalkan kesyirikan, akan mendapat penentangan dari orang-orang. Hal itu tidak akan membuat mereka menjadi rendah dan hina, justru akan mengangkat derajat mereka di sisi Allah. Justru orang-orang yang menyelisih Alquran dan sunah yang hakikatnya hina dan rendah.

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda:

“Allah mengangkat derajat kaum-kaum dengan Alquran ini, dan merendahkan kaum-kaum yang lainnya dengannya” (HR. Muslim).

Mereka telah didahului oleh para Nabi dan Rasul Allah yang juga mengalami hal yang serupa, bahkan lebih dahsyat lagi. Oleh karena itu Allah menghibur Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam serta para dai ilallah yang berjalan di atas jalannya:

“Tidaklah ada yang dikatakan (oleh orang-orang kafir) kepadamu (wahai Muhammad) kecuali sesungguhnya hal serupa telah dikatakan kepada rasul-rasul sebelum kamu. Sesungguhnya Rabb-mu benar-benar mempunyai ampunan dan hukuman yang pedih” (QS. Fushilat: 43).[Muslimorid]

INILAH MOZAIK