Begini Tuntunan Islam dalam Menagih Utang Bagi yang Sulit Melunasi

Begini Tuntunan Islam dalam Menagih Utang Bagi yang Sulit Melunasi

Barangsiapa memudahkan orang lain, Allah akan memberi kemudahan.

Sebagai seorang Muslim, Islam mengajarkan adab untuk menagih utang terutama bagi mereka yang kesulitan membayar. Dalam buku Syarah Riyadhus Shalihin jilid dua karya Imam An nawawi dijelaskan ungkapan, “Barang siapa memberikan kemudahan kepada orang dalam kesulitan, maka Allah akan memberinya kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat”,

Maka itu, jika melihat orang dalam kesulitan lalu membantunya dengan memberikan kemudahan dalam urusannya itu, maka Allah akan memberikan kemudahan kepada orang yang membantunya di dunia dan di akhirat.

Sebagaimana ketika melihat seorang pria yang tidak memiliki apa-apa untuk membeli makanan dan minuman untuk keluarganya, tetapi tidak ada sesuatu yang bersifat darurat padanya, maka jika memberikan kemudahan kepadanya maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan di akhirat.

Termasuk yang demikian itu pula jika mencari orang-orang dalam kesulitan, maka harus memberikan kemudahan baginya dengan wajib hukumnya. Hal itu karena firman Allah Ta’ala, “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah penangguhan sampai dia berkelapangan.” (Al-Baqarah ayat 280)

Para ulama telah mengatakan, “Barangsiapa memiliki pengutang dalam kesulitan, maka haram baginya untuk meminta utang itu atau menagihnya atau mengangkat perkaranya kepada hakim, tetapi wajib baginya memberikan penangguhan.”

Ada sebagian orang yang tidak takut kepada Allah dan tidak memiliki kasih sayang kepada para hamba Allah. Mereka menagih utang kepada orang-orang yang sedang dalam kesulitan dan membuat kesulitan untuk mereka.

Mereka melaporkannya kepada pihak berwajib, sehingga mereka menahan dan menyiksa serta memisahkan mereka dari keluarga dan rumahnya. Semua ini terjadi karena kezhaliman.

Kewajiban seorang qadhi jika terbukti bahwa ada unsur menyulitkan orang lain, maka wajib baginya untuk menghilangkan kezhaliman dari dirinya dan hendaknya mengatakan kepada para pengutangnya, “Engkau tidak memiliki apa-apa.”

Sebagian orang yang lain jika ia memiliki pengutang yang sedang dalam kesulitan membujuknya agar mengutang kembali darinya dengan cara riba. Misalnya dengan mengatakan, “Belilah dariku sesuatu barang dengan tambahan harga lalu penuhilah utangmu padaku.” Atau sepakat dengan pihak ketiga yang berkata, “Pergilah dan berutanglah kepada si Fulan dan penuhilah utangmu padaku.”

Demikianlah sehingga si miskin itu menjadi berada pada posisi di antara dua orang zhalim laksana bola yang berada di tangan anak yang mempermainkannya. Yang perlu diperhatikan jika melihat orang menagih utang kepada orang dalam kondisi sangat sulit, ia wajib memberinya penangguhan.

Sungguh, jika ia membuat kesempitan bagi saudara muslimnya maka Allah akan memberikan kesempitan baginya di dunia atau di akhirat atau dunia dan akhirat secara bersamaan. Dan sangat dekat kemungkinan Allah akan menyegerakan siksa kepadanya.

Di antara siksa itu adalah ketika ia masih terus saja menagih utang kepada orang yang sedang dalam kesulitan, karena setiap kali ia melakukan penagihan maka bertambahlah dosanya.

Kebalikan dari yang demikian itu ada sebagian orang menangguhkan pemenuhan hak atas diri mereka padahal sudah ada kemampuan untuk memenuhinya. Sebagaimana ketika menyaksikan orang yang didatangi oleh pemilik hak lalu ia berkata kepadanya, “Besok”, dan ketika didatangi keesokan harinya, ia berkata, “Besok lusa” demikianlah seterusnya. Telah datang dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda.

مَثْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

“Penangguhan pembayaran utang oleh pengutang yang telah berkemampuan adalah tindak kezhaliman.”

Jika yang demikian adalah kezhaliman, maka setiap jam atau saat berlalu dengan kemampuan membayar utangnya maka sesungguhnya tidak bertambah padanya dengan itu melainkan bertambah dosa.

ISLAMDIGEST