Berhala Ketiga di Muka Bumi

Berhala Ketiga di Muka Bumi: Kisah Kaum Tsamud

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel yang lalu (Berhala Kedua di Muka Bumi). Sebelumnya telah dikisahkan tentang Kaum ‘Ad (keturunan Sam bin Nuh) yang pertama kali menyembah berhala setelah banjir di zaman Nabi Nuh ’alaihis salam yang saat itu hanya menyisakan sedikit manusia yang selamat.

Kemudian, karena kesyirikan dan keangkuhan kaum ‘Ad, maka Allah Yang Mahaperkasa menimpakan azab yang mengerikan kepada mereka. Di akhir kisah, tidak ada yang tersisa dari azab dahsyat ini selain Nabi Hud ’alaihis salam dan orang-orang beriman yang berlindung di sebuah lembah. Setelah kaum ‘Ad binasa, Nabi Hud, dan orang mukmin hijrah ke Hadramaut memulai kehidupan baru.

Munculnya kembali penyembahan kepada berhala

Sebagian keturunan kaum ‘Ad yang beriman di Hadramaut kemudian ada yang berpindah menuju bagian utara Jazirah Arab. Menurut keterangan dari `Abdullah bin ʿUmar radhiyallahu ‘anhu dan Ibnu Katsir rahimahullah, bahwa daerah tempat tinggal mereka disebut Al-Hijr (letaknya di kota Al-‘Ula, sekitar +-300 km sebelah utara kota Madinah). Anak keturunan kaum ‘Ad di Al-Hijr inilah yang disebut sebagai kaum Tsamud atau disebut juga sebagai sebagai kaum ‘Ad yang kedua (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 439). Sedang kaum ‘Ad sebelumnya disebutkan dalam Qur’an sebagai kaum ‘Ad pertama (Lihat QS. An-Najm: 50).

Kaum Tsamud merupakan kaum penyembah berhala selanjutnya. Allah Ta’ala kemudian mengutus Nabi Saleh ’alaihis salam untuk menyeru kaum Tsamud agar menyembah Allah semata, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Saleh berkata, ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya. Karena itu, mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).’” (QS. Hud: 61)

Nabi Saleh ’alaihis salam juga mengingatkan kaumnya agar selalu bersyukur atas berbagai kenikmatan yang telah diberikan. Beliau ’alaihis salam berkata,

وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِي الْأَرْضِ تَتَّخِذُونَ مِنْ سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ الْجِبَالَ بُيُوتًا فَاذْكُرُوا آلَاءَ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Dan ingatlah ketika Tuhan menjadikan kamu khalifah-khalifah (yang berkuasa) setelah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah. Maka, ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.” (QS. Al-A’raf: 74)

Dari ayat di atas disebutkan bahwa tempat tinggal kaum Tsamud ada di lembah dan gunung-gunung. Di lembah tersebut, mereka membangun rumah yang kokoh dengan memahat gunung-gunung. Bahkan, peninggalannya masih ada hingga saat ini dan menjadi tempat wisata warisan dunia UNESCO.

Setelah Nabi Saleh mendakwahkan dan mengingatkan kaumnya agar tidak menyembah berhala, (akan tetapi sama halnya seperti kaum ‘Ad) mereka mendustakan Nabi Saleh sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَقَدْ كَذَّبَ أَصْحَابُ الْحِجْرِ الْمُرْسَلِينَ. وَآتَيْنَاهُمْ آيَاتِنَا فَكَانُوا عَنْهَا مُعْرِضِينَ. وَكَانُوا يَنْحِتُونَ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا آمِنِينَ

Dan sesungguhnya penduduk-penduduk kota Al-Hijr telah mendustakan rasul-rasul, dan Kami telah mendatangkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami, tetapi mereka selalu berpaling daripadanya, dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung-gunung batu (yang didiami) dengan aman (kokoh, penj.).” (QS. Al-Hijr: 80-82)

Dalam ayat yang lain kaum Tsamud berkata,

قَالُوا يَا صَالِحُ قَدْ كُنْتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَذَا أَتَنْهَانَا أَنْ نَعْبُدَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ

“Wahai Saleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan (menjadi pemimpin). (Tetapi) mengapa engkau melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh nenek moyang kami? Sungguh, kami benar-benar dalam keraguan dan kegelisahan terhadap apa (agama) yang engkau serukan kepada kami.’” (QS. Hud: 62)

Baca juga: Islam Bukan Warisan

Mukjizat Nabi Saleh

Meskipun Nabi Saleh ‘alaihis salam didustakan dan diingkari oleh kaumnya, Nabi Saleh tetap berdakwah mengajak kaumnya untuk beriman kepada Allah semata. Hingga akhirnya kaumnya merasa bosan dengan ajakan Nabi Saleh dan meminta untuk didatangkan bukti atas kebenaran kerasulannya. Mereka meminta didatangkan unta dari sebuah batu dengan ciri-ciri putih, tinggi, sedang hamil kembar 10 bulan. Dan jika keluar, mereka berjanji akan beriman. Namun, perlu diketahui bahwa itu hanyalah argumen bagi mereka agar tidak beriman dengan meminta kepada Nabi Saleh melakukan sesuatu yang mustahil.

Nabi Saleh kemudian salat dan berdoa kepada Allah. Kemudian meminta unta seperti yang diinginkan oleh kaumnya. Lalu, Allah kabulkan doa Nabi Saleh dengan mengeluarkan unta dari batu persis seperti yang disyaratkan. Ternyata, setelah nampak mukjizat tersebut bagi kaum Tsamud, hanya sebagian kecil dari mereka yang beriman dan sebagian besar yang lain tetap kafir (Lihat QS. Al-A’raf: 79 dan Tafsir Ibnu Katsir 3: 440). Demikianlah, orang yang sejak awal tidak menghendaki keimanan, mukjizat sehebat apapun tidak akan bisa membuat mereka beriman. Bahkan, Nabi Saleh dianggap tukang sihir sebagaimana firman Allah Ta’ala,

قَالُوٓا۟ إِنَّمَآ أَنتَ مِنَ ٱلْمُسَحَّرِينَ

Mereka berkata, “Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir.” (QS. Asy-Syuara: 153)

Unta Nabi Saleh dibunuh

Singkat cerita, karena kaum Tsamud mulai jengkel terhadap pantangan dan peraturan terhadap unta Nabi Saleh (Lihat QS. Asy-Syu’ara: 155), Maka, mereka dan 9 pembesar kaum Tsamud berencana membunuh unta Nabi Saleh (Lihat QS. An-Naml: 48). Lalu, ada seorang wanita tua membuat sayembara. Bahwa siapa saja yang berani membunuh unta Nabi Saleh, dia boleh memilih salah satu putrinya untuk dijadikan istri. Disebutkan dalam buku tafsir bahwa orang yang bangkit membunuh unta tersebut adalah Qaddar bin Salif (Lihat HR. Bukhari no. 4942,  Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3: 444).

Lantas, laki-laki tersebut berdiri membunuh unta tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا

Ketika orang yang paling celaka bangkit di antara mereka.” (QS. Asy-Syams: 12)

فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا

Lalu, mereka mendustakan (Nabi Saleh) dan menyembelih unta itu. Karena itulah, Tuhan membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah meratakan mereka (dengan tanah).” (QS. Asy-Syams: 14)

Ketika mendengar kabar untanya telah dibunuh, Nabi Saleh ‘alaihissalam sangat sedih. Kemudian Nabi Saleh mendatangi mereka dan memberikan peringatan tentang azab yang akan datang tiga hari ke depan.

تَمَتَّعُوا فِي دَارِكُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ ذَلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوبٍ

Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari (karena itu hari-hari terakhir kalian di dunia dan sesungguhnya siksaan akan turun pada kalian setelahnya, penj. tafsir muyasar). Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.” (QS. Hud: 65)

Walaupun mereka menyesal karena telah membunuh unta tersebut (Lihat QS. Asy-Syu’ara: 157), (karena sudah merasa tanggung) mereka berencana juga membunuh Nabi Saleh.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari.” (QS. An-Naml: 50)

Pada malam harinya, mereka mendatangi rumah Nabi Saleh untuk membunuhnya. Tetapi, sebelum niat mereka tercapai, Allah mengutus para malaikat untuk menghujani mereka dengan batu hingga kepala mereka pecah. Demikianlah Allah melindungi Rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang ingkar.

Turunnya azab tiga hari yang dijanjikan

Kemudian, kaum Tsamud menunggu selama tiga hari yang dijanjikan dengan ketakutan. Ketika lewat hari pertama, wajah mereka menguning. Pada hari kedua wajah mereka menjadi merah. Dan pada hari ketiga wajah mereka menghitam dan mereka pun bertanya-tanya tentang apa yang akan terjadi. Maka, pada hari keempat tersebut Allah membinasakan mereka semua dengan menimpakan azab dari tanah berupa gempa besar (Lihat QS. Al-A’raf: 78) beriringan dengan suara halilintar yang menggelegar (Lihat QS. Hud: 67 dan Tafsir Ibnu Katsir 3/442).

Allah Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا صَالِحًا وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَمِنْ خِزْيِ يَوْمِئِذٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ

“Maka, tatkala azab Kami datang, Kami selamatkan Saleh beserta orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami dan dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia­lah Yang Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (QS. Hud: 66)

Setelah kaum Nabi Saleh mati dan binasa, kemudian beliau mendatangi mayat mereka dan berkata,

فَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا قَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلَكِنْ لَا تُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ

“Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.’” (QS. Al-A’raf: 79)

Demikianlah akhir bagi orang-orang yang berbuat syirik lagi sombong. Semoga kisah ini dapat diambil hikmah dan faedahnya, agar kita senantiasa menjadi hamba yang bertauhid dan bersyukur atas segala yang diberikan kepada kita, bukan malah untuk kita sombongkan.

***

Penulis: Arif Muhammad N.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84878-kisah-kaum-tsamud.html