Berlindung dari Jiwa yang Tidak Kenyang

DARI Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu berkata, sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لا يُسْتَجَابُ لَهَا

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim)

Di dalam riwayat lain disebutkan,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ، ومِنْ دُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ، وَمِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَؤُلاَءِ الأَرْبَعِ

(HR. at-Tirmidzi, 3482, Abu Daud, 1549, an-Nasai, 5470)

نَفْسٍ لا تَشْبَعُ  artinya “Jiwa yang tidak merasa kenyang”. Jiwa manusia pada dasarnya tidak pernah kenyang dengan kesenangan dunia, kecuali mereka yang diberikan taufik dan hidayah dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Ini sesuai dengan hadits Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ مِثْلَ وَادٍ مَالاً لأَحَبَّ أَنَّ لَهُ إِلَيْهِ مِثْلَهُ ، وَلاَ يَمْلأُ عَيْنَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

“Seandainya manusia memiliki lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan harta yang banyak semisal itu pula. Mata manusia barulah penuh jika diisi dengan tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.” (HR. al-Bukhari)

Agar jiwa ini terhindar dari sifat tidak pernah kenyang, hendaknya setiap Muslim melakukan hal-hal di bawah ini:

(1) Merenungi hakikat dunia yang fana dan sebentar. Ini disebutkan di dalam hadits Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اَللَّهُ, وَأَحَبَّنِي اَلنَّاسُ. قَالَ: اِزْهَدْ فِي اَلدُّنْيَا يُحِبُّكَ اَللَّهُ, وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ اَلنَّاسِ يُحِبُّكَ اَلنَّاسُ

“Seseorang mendatangi Rasulullah ﷺ, maka beliau berkata: ‘Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku sebuah amalan yang jika aku kerjakan, Allah dan manusia akan mencintaiku’, maka Beliau bersabda: ‘Zuhudlah terhadap dunia maka engkau akan dicintai Allah dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia, maka engkau akan dicintai manusia’.” (HR: Ibnu Majah).

(2). Memahami bahwa isi dunia ini hanya tiga hal:

(a) aman di rumahnya

(b) sehat badannya

(c) bisa makan pada harinya.

Ini sebagaimana di dalam hadits ’Ubaidillah bin  Mihshan  al-Anshari radhiyallahu ‘anhu  dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah) .

(3). Qana’ah (merasa cukup) dengan yang Allah berikan kepadanya. Ini sesuai dengan hadits Abdullah bin ‘Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافاً، وَقَنَّعَهُ اللّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang mencukupinya dan Allah memberikan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup) dengan rezeki yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Muslim). Wallahu A’lam.*/ Ahmad Zain an-Najah, PUSKAFI (Pusat Kajian Fiqih Indonesia)

HIDAYATULLAH