Filosofi Lebah Bagi Pribadi Mukmin

Pelajaran bisa didapat dari mana saja. Hikmah Allah begitu terhampar luas dan menunggu kita untuk bisa merenunginya. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari sekeliling kita. Salah satunya dari binatang penghasil madu, lebah. Lebah adalah gambaran dari seorang muslim.

Dari Abdullah bin Amru radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏بِيَدِهِ إِنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ ‏ ‏لَكَمَثَلِ النَّحْلَةِ أَكَلَتْ طَيِّبًا وَوَضَعَتْ طَيِّبًا وَوَقَعَتْ فَلَمْ تَكْسِر ولم تُفْسِد

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, sesungguhnya perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah yang selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting) namun tidak membuatnya patah dan rusak.” (HR Ahmad dan dishahihkan oleh Ahmad Syakir).

Muslim seperti lebah yang hanya hinggap di benda yang wangi, memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Muslim tidak akan rela membiarkan dirinya terjerumus kepada hal-hal yang kotor (dosa) dan tidak akan pernah berani memakan yang haram. Sehingga out put dari penjagaan diri itu, terbentuklah takwa dan keimanan yang kokoh.

Muslim yang seperti lebah akan selalu menjaga kata-katanya dari ucapan yang kotor dan jorok, ghibah, namimah,dusta, dan ucapan yang mengandung kesia-siaan. Sehingga kalimat yang keluar dari lisannya selalu terasa manis, mengandung faidah dan menambah ketakwaan kepada Allah.

Lebah tidak pernah mematahkan ranting yang ia hinggapi, karena lebah hewan yang lembut. Pun muslim dengan kepribadian lebah. Dia tidak akan melakukan perbuatan yang bersikap destruktif dan merugikan. Baik merugikan diri sendiri, kelompok/ jamaah, keluarga, tetangga dan masyarakat. Ia akan menjaga tingkah polahnya. Selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk Allah dan sesama.

Layaknya lebah yang mengeluarkan madu yang bermanfaat, muslim akan selalu berusaha untuk memiliki kontribusi untuk ummat. Bahkan menjadi jalan dan pintu kebaikan dan inspirasi bagi yang lainnya.

Lebah selalu setia di dalam koloni yang dipimpin oleh ratu. Begitu pun dengan muslim. Ia akan setia dengan jamaah yang menetapi firqotun najiyah. Dia akan loyal terhadap sesama muslim.

Lebah sangat waspada dan tak segan untuk menyerang musuh ketika sarangnya diganggu. Pun dengan muslim, dia akan marah, dan ghirohnya menggelegak hebat ketika sesama muslim diganggu dan dihina. Ia akan terpanggil ketika jamaah muslim didzalimi. Karena hatinya telah peka oleh empati yang terikat iman yang kokoh.

Lebah tidak pernah merasa malas. Lebah binatang yang ulet, pekerja keras dan pantang menyerah. Bahkan ia tidak mau makan dari kerja orang lain. Maka sudah selayaknya muslim juga memilki sikap yang sama.

Berkaitan dengan karakter lebah dan muslim, Al Munawi rahimahullah berkata:

“Sisi kesamaannya adalah bahwa lebah itu cerdas, ia jarang menyakiti, rendah (tawadlu), bermanfaat, selalu merasa cukup (qona’ah), bekerja di waktu siang, menjauhi kotoran, makananya halal nan baik, ia tak mau makan dari hasil kerja keras orang lain, amat taat kepada pemimpinnya, dan lebah itu berhenti bekerja bila ada gelap, mendung, angin, asap, air dan api. Demikian pula mukmin amalnya terkena penyakit bila terkena gelapnya kelalaian, mendungnya keraguan, angin fitnah, asap haram, dan api hawa nafsu” (Faidlul Qadiir, 5/115).

Maka, hendaknya kita mencontoh lebah dalam mengkonsumsi yang baik (halal) menghasilkan yang baik (amal sholih), kesetiaan terhadap pimpinan, keuletan dan kerja keras, loyalitas, kerjasama, dan tanggung jawab personal dan jamaah.

Jangan sampai kita menjadi seperti lalat. Suka hinggap di yang kotor-kotor, menghasilkan yang kotor (belatung) dan membawa keburukan terhadap pihak lain (penyakit). Naudzubillah.

 

[BersamaDakwah]