Hukum Membedah Cadaver dalam Islam

Bagi mahasiswa kedokteran, praktik cadaver atau bedah anatomi merupakan pekerjaan yang sudah lazim dilakukan sebagai objek belajar. Permasalahan ini menjadi menarik untuk dibahas melihat dari betapa besarnya penghormatan Islam terhadap jenazah manusia. Lantas, bagaimanakah hukum membedah cadaver dalam Islam?

Pada prinsipnya, praktik apa pun yang dapat menyakiti terhadap jenazah manusia selain pemakaman tidak diperbolehkan. Hal ini, menunjukkan betapa besarnya penghormatan Islam terhadap manusia, baik ketika hidup, maupun sesudah wafat sebagaimana isyarat Surat Al-Isra ayat 70 berikut,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا

Artinya : “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”

Selain itu, disebutkan juga dalam hadits riwayat Abu Dawud keterangan bahwa pematahan tulang jenazah disamakan dengan pematahan tulangnya ketika masih dalam kondisi hidup. Sebagaimana dalam keterangan berikut ini,

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ عَلَى شَرْطِ مُسْلِم

Artinya:  “Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pematahan tulang jenazah seperti pematahan tulangnya ketika ia hidup.”

Namun demikian, praktek pembedahan terhadap jenazah dapat dibenarkan apabila dalam kondisi darurat atau adanya hajat seperti dalam rangka pembelajaran untuk ilmu kedokteran. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz 4, halaman 160 berikut,

يجوز التشريح عند الضرورة أو الحاجة بقصد التعليم لأغراض طبية أو لمعرفة سبب الوفاة وإثبات الجناية على المتهم بالقتل ونحو ذلك لأغراض جنائية إذا توقف عليها الوصول فى أمر الجناية للأدلة الدالة على وجوب العدل فى الأحكام حتى لا يظلم بريئ ولا يفلت من العقاب مجرم أثيم

Artinya : “Boleh melakukan otopsi jenazah ketika sangat dibutuhkan untuk tujuan medis, atau untuk mengetahui sebab kematian, menentukan bentuk pidana yang diduga karena dibunuh atau lainnya jika hal itu bisa memberikan bukti yang valid dalam masalah hukum sehingga orang yang salah tidak terzalimi dan pelaku kriminal tidak bisa menghindar dari hukuman.”

Kebolehan melakukan pembedahan ini tidak berlaku secara bebas, melainkan hanya boleh membedah anggota yang dibutuhkan saja. Pembedah juga masih memiliki kewajiban untuk memenuhi kehormatan mayat, dengan cara menutupi semua anggota tubuhnya, mengkafani, dan mengembalikannya seperti semula setelah selesai dalam proses pembelajaran. Sebagaimana lanjutan dari keterangan kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu berikut,

ينبغي عدم التوسع في التشريح لمعرفة وظائف الأعضاء وتحقيق الجنايات، والاقتصار على قدر الضرورة أو الحاجة، وتوفير حرمة الإنسان الميت وتكريمه بمواراته وستره وجمع أجزائه وتكفينه وإعادة الجثمان لحالته بالخياطة ونحوها بمجرد الانتهاء من تحقيق الغاية المقصودة.

Artinya : “Tidak diperkenankan melegalkan otopsi secara bebas untuk mempelajari sistem kerja organ tubuh dan untuk mengungkap pembunuhan, hanya diperbolehkan otopsi sebatas pada anggota yang dibutuhkan, memenuhi kehormatan mayat, dan memuliakannya dengan cara menutupi semua anggota tubuhnya, mengkafani, mengembalikannya seperti semula dengan cara menjahit dan sebagainya setelah selesai dan berhasil apa yang dimaksudkan.”

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa hukum membedah cadaver dapat dibenarkan apabila dalam kondisi darurat atau adanya hajat seperti dalam rangka pembelajaran untuk ilmu kedokteran. Tetapi, Kebolehan ini tidak berlaku secara bebas, melainkan hanya boleh membedah anggota yang dibutuhkan saja. Pembedah juga masih memiliki kewajiban untuk memenuhi kehormatan mayat, dengan cara menutupi semua anggota tubuhnya, mengkafani, dan mengembalikannya seperti semula setelah selesai dalam proses pembelajaran.

Demikian. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH