Hukum Mengunci Masjid di Luar Waktu Shalat

Hukum Mengunci Masjid di Luar Waktu Shalat

Mengunci masjid di luar waktu shalat jamak kita dapati di Indonesia. Terlebih di pelbagai kota-kota besar di Indonesia. Fenomena ini juga sudah menyebar ke pelbagai desa—meski belum seramai di kota—,di Indonesia.

Lebih dari itu, bukan saja pintu masjid yang ditutup, tetapi fasilitas lain juga ikut digembok. Misalnya, kamar mandi, toilet, dan tempat berwuduk. Alasannya pun berbagai macam; ada yang takut digandrol pencuri, ada yang mengelakkan orang lain masuk ke kamar mandi atau toilet padahal tak ingin shalat.

Ini sekelumit alasan mengunci masjid di luar waktu shalat. Nah dalam pandangan fiqih Islam bagaimana hukum mengunci masjid di luar waktu shalat?

Menurut Imam Nawawi dalam kitab Syarah al Muhadzab,  al Sumayri dari kalangan mazhab Syafi’i berpendapat bahwa mengunci masjid di luar waktu shalat  untuk menjaga masjid dan peralatan masjid hukumnya boleh. Imam Nawawi berkata;

لا بأس بإغلاق المسجد في غير وقت الصلاة ؛ لصيانته أو حفظ آلاته

Artinya:   Tak apa-apa mengunci masjid di luar waktu shalat, untuk menjaga masjid dan alat-alat masjid.

Di sisi lain, sebagaimana difatwakan oleh Habib Salim bin Jindan  dalam kitab al-Ilmam bi Ma’rifat al-Fataawi al-Ahkaam yang sudah diterjemahkan dan ditahqiq oleh Ibnu Kharish, dalam keadaan begini— takut pencurian dan merusak alat-alat masjid—, maka boleh mengunci masjid. Pasalnya, dikhawatirkan menodai masjid, kehilangan perabotan di dalamnya, dan tidak ada faktor yang membuat mendesak untuk di buka.

Sementara itu di kalangan mazhab Hanafi terdapat perbedaan pendapat terkait mengunci masjid di luar waktu shalat. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Rajab dalam kitab Fathul Bari Syarah Shoheh Bukhari. Para ulama Hanafi ada yang mengatakan makruh mengunci masjid di luar waktu shalat. Pasalnya akan mencegah orang lain untuk beribadah—membaca Al-Qur’an, berzikir, dan iktikaf.

Sebagian ulama lain, ada juga yang menyebutkan boleh mengunci masjid di luar waktu shalat. Dengan catatan, untuk menjaga masjid dari kotoran, sampah, dan orang yang ingin merusak masjid. Di samping itu, boleh juga mengunci masjid untuk menjaga peralatan masjid dari pencurian.  Ibnu rajab berkata;

واختلف الحنفية في إغلاق المساجد في غير أوقات الصلوات : فمنهم من كرهه ؛ لما فيه من المنع من العبادات . ومنهم من أجازه ؛ لصيانته وحفظ ما فيه

Artinya: terdapat perbedaan ulama dari kalangan Hanafi terkait mengunci masjid di luar waktu shalat wajib yang lima; sebagian mereka mengatakan makruh, sebab mencegah orang untuk beribadah di masjid. Sebagian yang lain membolehkan untuk memelihar masjid dan menjaga pelbagai barang yang ada di dalamnya.

Sementara itu Imam Burhanuddin Ali bin Abi Bakar al Marghinani dalam kitab Hidayah Syarah Bidayah al Mubtadi  mengatakan makruh hukumnya mengunci masjid di luar waktu shalat. Pasalnya, perbuatan mengunci masjid serupa dengan melarang orang untuk mengerjakan shalat. Meski begitu, ada juga yang mengatakan boleh menguncinya jika khawatir barang-barang masjid rusak apabila masjid dibuka di luar waktu shalat.

Namun, apabila tidak dikahwatirkan terjadi mafsadah—pencurian, kotoran, dll, dan tidak dikahwatirkan ternodai kemuliaan masjid apabila tetap dibuka, dan masyarakat sekitar masjid lebih senang masjid di buka, maka menurut Habib Salim bin Jindan sunah hukumnya membuka masjid. Sebagaimana Masjid Nabawi tak pernah ditutup pada era Nabi Muhammad

Pada sisi lain, Kamal bin Hamam mengatakan haram mengunci masjid bila tidak dikhawatirkan adanya pencurian dan perusakan masjid. Pasalnya perbuatan itu sama dengan melarang orang beribadah dan shalat di rumah Allah. Ia menyentil firman Allah dalam Al-Qur’an Q.S al Baqarah ayat 114;

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ أَن يُذْكَرَ فِيهَا ٱسْمُهُۥ وَسَعَىٰ فِى خَرَابِهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَن يَدْخُلُوهَآ إِلَّا خَآئِفِينَ ۚ لَهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا خِزْىٌ وَلَهُمْ فِى ٱلْءَاخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Latin: Wa man aẓlamu mim mam mana’a masājidallāhi ay yużkara fīhasmuhụ wa sa’ā fī kharābihā, ulāika mā kāna lahum ay yadkhulụhā illā khāifīn, lahum fid-dun-yā khizyuw wa lahum fil-ākhirati ‘ażābun ‘aẓīm

Artinya: Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.

Demikian penjelasan hukum terkait persoalan ini. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH