Hukum Menonton Sinetron Hingga Lupa Waktu

Sinetron menjadi salah satu sajian televisi yang mendapatkan rating tertinggi di Indonesia. Banyak kalangan yang menyukai sinetron sebagai sarana hiburan. Bahkan sebuah sinetron yang digemari bisa memiliki epidose hingga ratusan.

Salah satu yang banyak menjadi penikmat sinetron adalah kalangan perempuan. Terlebih saat ini banyak sinetron impor dari negara-negara seperti Korea, India dan Turki yang menghiasi layar kaca setiap hari. Lalu bolehkan seseorang menghabiskan berjam-jam waktunya menonton sinetron yang kerap memengaruhinya dalam kehidupan nyata?

Soal sinetron sebagai tayangan televisi sendiri hukum dalam fikih tergantung dari tujuan dibuatnya sinetron tersebut. Syekh Yusuf Qaradhawi berpendapat tayangan televisi kedudukannya sama dengan radio, koran dan majalah yakni sebatas media.

Segalanya tergantung pada tujuan dan materi acaranya. Seperti halnya pedang, di tangan mujahid ia adalah alat untuk berjihad; dan bila di tangan perompak, maka pedang itu merupakan alat untuk melakukan tindak kejahatan.

Tayangan televisi termasuk sinetron, papar Syekh Qaradhawi bisa menjadi media pembangunan dan pengembangan fikiran, ruh, jiwa, akhlak, dan kemasyarakatan. Tetapi di sisi lain, tayangan televisi dapat juga menjadi alat penghancur dan perusak. Semua itu kembali kepada materi acara dan pengaruh yang ditimbulkannya.

 

Jangan Sampai Menyita Waktu

Syekh Yusuf Qaradhawi menyarankan agar setiap Muslim dapat mengendalikan diri terhadap media-media seperti ini, sehingga dia menghidupkan televisi jika acaranya berisi kebaikan, dan mematikannya bila berisi keburukan.

Melalui media ini seseorang dapat menyaksikan dan mendengarkan berita-berita dan acara-acara keagamaan, pendidikan, pengajaran, atau acara lainnya yang tidak mengandungi unsur keburukan. Sehingga dalam hal ini anak-anak dapat menyaksikan gerakan-gerakan lincah dari suguhan hiburan yang menyenangkan hatinya atau dapat memperoleh manfaat dari tayangan acara pendidikan yang mereka saksikan.

Soal konten sinetron, Syekh Yusuf Qaradhawi mewati-wanti agar tidak menonton sinetron yang bertentangan dengan akhlak dan akidah Islam. Misal sinetron tersebut mengajarkan pacaran, balas dendam, dongeng khayal yang merusak akhlak.

Selain itu terlalu banyak menghabiskan waktu di depan televisi juga tidak baik. Media televisi saat ini memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan akhlak. Jika tayangannya melenakan seseorang dan memiliki dampak buruk, maka cukuplah mematikan televisi menjadi solusi praktisnya.

Ustaz Bachtiar Nasir juga mengingatkan tentang tayangan yang bisa melenakan. Sinetron yang di dalamnya terdapat hal-hal yang dilarang Allah sebaiknya ditinggalkan.

Misalnya, perempuan berpakaian minim, perkataan keji, bahkan terkadang diselipkan budaya dan pemikiran yang bertujuan menjauhkan umat Islam dari nilai-nilai Islam dan mengubah identitas dan karakternya. Apalagi jika menonton sinetron hanya untuk menghabiskan waktu saat Ramadhan. Hal ini tentu jauh dari pesan Ramadhan untuk memperbanyak amal.

Syarat Sinetron Islami

Soal sinetron juga menjadi tantangan tersendiri bagi sineas Muslim untuk memproduksi sinetron yang berkualitas. Ada beberapa catatan soal sebuah sinetron bisa dikatakan sinetron yang Islami. Pertama soal cerita.

Cerita sebuah film Islami tidak harus melulu tentang sejarah nabi atau para shahabat. Juga tidak harus film-film berbahasa Arab dengan kostum surban dan setting padang pasir. Cerita bisa saja tentang potret masyarakat dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari yang lekat dan kental dengan dakwah dan visi Islam.

Soal kostum dan aurat pemain juga perlu mendapat perhatian. Meski sebuah cerita menuntut adegan atau peran tokoh antagonis atau yang tidak Islami, bukan berarti menampilkan wanita dan auratnya menjadi boleh.

Kalau pun harus muncul sosok wanta, maka seharusnya wanita yang menutup aurat dengan tidak mengekspose kecantikannya atau lemah gemulai sosoknya. Hadirnya sinetron Islami yang berkualitas diharapkan bisa menjadikan media yang awalnya netral menjadi positif untuk akhlak sekaligus hiburan jiwa. Allahua’lam. 

 

Oleh Hafidz Muftisany

sumber:Republika Online