Hukum Mewudhukan Jenazah

Hukum Mewudhukan Jenazah

Salah satu kewajiban muslim terhadap sesama adalah mengurusi jenazahnya ketika meninggal. Mengurus sebuah jenazah meliputi empat hal yakni, memandikan, mengafani, menyalati dan menguburkan. Namun, di sebagian masyarakat, tak sedikit yang bertanya apakah jenazah yang dimandikan haruslah diwudhukan juga? Bagaimana hukum mewudhukan jenazah pada saat dimandikan?

Nah, untuk menjawab tersebut, mari simak ulasan berikut ini:

Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya Maushuat al-Fiqhi al-Islami wa al-Qadaya al-Mu‘ashirah menjelaskan bahwa para imam mazhab fikih sepakat perihal orang yang bertugas memandikan jenazah diperbolehkan mewudhukan jenazah itu manakala keluar sesuatu dari jenazah tersebut baik berupa najis ataupun kotoran yang lain. Ketentuan ini berlaku kepada jenazah yang bukan anak kecil.

Cara mewudhukan jenazah sama dengan wudhu seperti biasanya. Namun, terlebih dahulu kotoran yang ada pada jenazah dibersihkan menggunakan air campuran daun bidara atau menggunakan sabun.

Setelah itu, dua lubang kemaluan jenazah dibasuh (dilap) menggunakan secarik kain yang basah. Jenazah tidak perlu di kumur-kumurkan dan juga dikucurkan air ke lubang hidung menurut kalangan Hanafitah dan Hanabilah. Ini karena pada hal tersebut terdapat unsur menyulitkan (al-haraj) lantaran manakala air masuk ke pencernaannya maka dikhawatirkan membuat najis yang ada disana keluar lagi.

Namun, jika jenazah tersebut merupakan orang yang junub, haid ataupun nifas, maka kumur –kumur dan juga mengucurkan air ke hidung tetap dilakukan terhadap jenazah tersebut menurut kesepakatan ulama, alasannya untuk menyempurnakan bersesuci. (Wahbah az-Zuhaili, Maushūat al-Fiqhi al-Islamī wa al-Qadāyā al-Mu’āshirah, juz 2 hal 410-411)

Bahkan, Syekh Abdur Rahman al-Jaziri dalam kitabnya al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah menerangkan bahwa hukum mewudhukan jenazah adalah sunah.

يندب أن يوضأ كما يتوضأ الحي عند الغسل من الجنابة إلا المضمضة والاستنشاق فإنهما لا يفعلان في وضوء الميت لئلا يدخل الماء إلى جوفه فيسرع فساده ولوجود مشقة في ذلك ولكن يستحب أن يلف الغاسل خرقة على سبابته وإبهامه ويبلها بالماء ثم يمسح بها سنان الميت ولثته ومنخريه فيقوم ذلك مقام المضمضة والاستنشاق وهذا متفق عليه بين الحنفية والحنابلة أما المالكية والشافعية فانظر مذهبيهما تحت الخط ( المالكية والشافعية قالوا : يوضأ يمضمضة واستنشاق وأن تنظيف أسنانه ومنخريه بالخرقة مستحب ولا يغني عن المضمضة والاستنشاق )

 “Disunahkan untuk mengambilkan wudhu bagi jenazah saat dimandikan sebagaimana berwudhunya orang yang hidup.  Namun, dalam pelaksanaannya tidak disunahkan untuk berkumur-kumur maupun istinsyaq (menghirup air ke hidung) terhadap jenazah, hal ini supaya air tidak masuk ke jauf (lubang tembus ke pencernaan) sehingga mempercepat jenazah rusak dan juga karena ada unsur masyaqqah (kesulitan) untuk melakukan hal itu.

Namun, orang yang bertugas memandikan jenazah disunahkan untuk  meletakkan kain yang sudah dibasahi pada jari telunjuk dan ibu jarinya kemudian mengusap gigi-gigi, gusi dan lubang hidung si jenazah menggunakan kain tersebut sebagai ganti dari kumur-kumur dan istinsyaq, ini merupakan kesepakatan ulama kalangan Hanafiyah dan Hanabilah. Sementara menurut ulama Malikiyah dan Syafi’iyah tetap disunahkan melakukan kumur-kumur dan istinsyaq terhadap jenazah sebagaimana biasa, dimana membersihkan gigi-gigi dan lubang hidung jenazah tidak cukup sebagai ganti dari kumur-kumur dan istinsyaq.

Untuk niat mewudhukan jenazah, Anda bisa membaca di tulisan Niat Memandikan Jenazah.

Wallahu a’lam

BINCANG SYARIAH