Hukum Perempuan Pergi Haji dan Umrah Tanpa Mahram

Bagaimana hukum perempuan pergi haji dan umrah tanpa mahram? Pertanyaan ini sering sekali ditanyakan masyarakat Indonesia. Untuk menjawab persoalan tersebut, simak artikel berikut.

Sejatinya, Islam menawarkan solusi di setiap aturan dan ketentuan yang diberlakukan. Hampir tidak ada aturan atau ketentuan syari’at yang diberlakukan tanpa ada aspek daru al mafasid (menghindari kerusakan) dan atau aspek jalbu al mashalih (mendapatkan kemanfaatan). Salah satu aturan atau ketentuan syariat tersebut adalah keharusan disertai mahram bagi perempuan saat haji dan umrah.

Namun terkadang kita dapati beberapa perempuan pergi haji dan umrah meski tanpa disertai mahram. Pertanyaannya, bolehkah perempuan pergi haji dan umrah tanpa disertai mahram?

Pada masyarakat awam, sering terjadi salah paham dalam memahami istilah mahram. Mereka banyak yang menyebutnya dengan istilah muhrim. Dalam terminologi Bahasa Arab, kata mahram adalah orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) dinikahi.

Dalam terminologi, istilah muhrim (muhrimun) artinya orang yang berihram dalam ibadah haji setelah tahallul. Mahram tidak hanya berhenti pada masalah perkawinan. Hal tersebut terbukti dengan adanya ketentuan bagi seorang perempuan dalam melakukan safar, seperti safar haji dan umrah.

Pada dasarnya, terdapat dua pandangan tentang keharusan ditemani mahram saat safar bagi perempuan;
Pendapat Pertama

Menurut pendapat sebagian ulama, perempuan hanya diperbolehkan melakukan safar apabila disertai mahram. Ketentuan keharusan kesertaan mahram satu perempuan pada safar bisa ditemukan pada hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Ketentuan ini juga tercantum dalam hadis sebagai berikut:

عن أبي معبد قال سمعت ابن عباس يقول سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يخطب يقول لا يخلون رجل بامرأة إلا ومعها ذو محرم ولا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم فقام رجل فقال يا رسول الله إن امرأتي خرجت حاجة وإني اكتتبت في غزوة كذا وكذا قال انطلق فحج مع امرأتك 

Diriwayatkan Abu Ma’bad berkata, ia mendengar dari Abbas bahwa Nabi bersabda: “Janganlah seorang perempuan menyendiri dengan seorang laki-laki kecuali dengan mahramnya dan janganlah seorang perempuan melakukan perjalanan kecuali disertai mahramnya.

Seorang laki-laki berdiri dan berkata: “Wahai Rasulullah Saw. istriku bepergian untuk suatu kepentingan dan aku mendapat mandat untuk berperang. Rasulullah Saw. menjawab, “Pergilah berhaji bersama istrimu.”. (H.R. Imam Bukhârî dan Muslim)

Dari teks hadis tersebut, banyak ulama berpendapat bahwa perempuan tidak boleh keluar rumah, bahkan untuk berhaji sekalipun apabila tidak didampingi oleh mahram mereka. Pendapat ini dikemukakan oleh Sufyan al-Tsauri, Abu Hanifah, dan sebagian ulama Kufah.

Imam Nawawi dalam Shahih Muslim Bi Syarhi al-Nawawi menyebutkan bahwa Abu Hanifah bahkan menjadikan adanya mahram bagi perempuan yang akan melaksanakan ibadah haji sebagai syarat yang harus dipenuhi.

Hal ini berarti apabila ada seorang perempuan yang punya kemampuan secara fisik atau finansial untuk melaksanakan ibadah haji, akan tetapi dia tidak mempunyai mahram yang akan menyertainya, maka perempuan tersebut tidak punya kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji karena dia tidak memenuhi persyaratan adanya mahram yang harus menyertainya.

Pendapat Kedua

Berbeda dengan Abu Hanifah, Syafi’i dan al-Nawawi tidak memasukkan adanya mahram untuk perempuan yang akan melaksanakan ibadah haji. Keduanya justru mensyaratkan adanya keamanan bagi perempuan apabila ingin melaksanakan ibadah haji.

Jaminan keamanan perempuan dalam melaksanakan ibadah haji tersebut tidak hanya tergantung pada adanya mahram yang menyertai tapi juga bisa didampingi dengan sesama perempuan yang dapat dipercaya atau dengan rombongan. Ketentuan ini juga berlaku juga untuk perginya perempuan selain untuk melaksanakan ibadah haji, seperti untuk bisnis, tugas, belajar atau kunjungan lain.

Menurut keduanya, alasan kuat mengapa Nabi Muhammad Saw melarang perempuan untuk keluar rumah tanpa disertai mahram adalah faktor keamanan. Beliau ingin menjamin keamanan perempuan dalam melakukan setiap aktivitas sehari-hari.

Maka, berdasarkan hadits yang telah disebutkan di atas bisa dipahami bahwa inti ajaran yang dapat diambil adalah bagaimana tanggungjawab dari keluarga dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi siapapun, terutama bagi kaum perempuan.[]

Demikian penjelasan hukum perempuan pergi haji dan umrah tanpa mahram. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH