Hukum Potong Kuku dan Rambut Saat Junub (1)

Oleh: Hafidz Muftisany

Dalam Fikih Ala al-Mazahib al-Arba’ah disebutkan, secara umum, bagi wanita yang dalam keadaan junub yang dilarang untuk dikerjakan adalah amalan yang membutuhkan wudhu sebagai prasyarat.

Mengkaji fikih dalam Islam tidak pernah membosankan. Selain karena menyangkut permasalahan yang ditemui sehari-hari, kita juga diajari untuk berbeda pendapat dengan indah. Perbedaan pendapat para ulama dalam menghukumi sesuatu tidak lantas membuat persatuan umat terpecah.

Maka, tak heran, saat kajian fikih berbagai macam pertanyaan diluncurkan. Meski sebuah bahasan pernah dijelaskan panjang lebar. Seperti pertanyaan, apakah boleh seorang wanita yang sedang haid memotong kuku dan rambutnya?

Masalah ini seolah menjadi pertanyaan klasik yang kerap ditanyakan ulang dalam berbagai kajian fikih. Hal ini tak lepas dari pendapat masyhur Imam Ghazali yang banyak menjadi referensi umat Islam di Indonesia. Imam Ghazali memiliki pendapat yang berbeda tentang hal ini di bandingkan jumhur ulama.

Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali berpendapat, “Dan tidak seyogianya bagi seseorang untuk mencukur rambut, memotong kuku, memotong bulu kemaluan, mengeluarkan darah (semisal, dengan cara berbekam) ataupun memotong sebagian anggota tubuhnya pada saat dirinya sedang dalam keadaan junub. Dikarenakan, kelak di akhirat seluruh anggota tubuhnya akan dikembalikan lagi maka kondisinya pun dalam keadaan junub. Seraya dikatakan, sesungguhnya setiap helai rambut menuntut dirinya akan status junubnya.”

Pandangan Imam Ghazali ini diambil dari hadis Rasulullah SAW dari Ali bin Abi Thalib RA. “Janganlah seseorang memotong kukunya dan menggunting rambut kecuali ketika ia suci.”

Namun, pendapat Imam Ghazali ini dimentahkan jumhur ulama. Imam Ibnu Rajab dalam Syarah Shahih Bukhari menyebut, hadis di atas lemah dari sisi sanad. Beberapa ulama hadis menggolongkan hadis tersebut dalam hadis maudhu (palsu). Sehingga, sama sekali tidak bisa digunakan untuk hujjah.

 

sumber: Republika Online