Hukum Tahiyatul Masjid di Mushola Kantor

KATA masjid diambil dari kata sa-ja-da yang artinya bersujud. Secara makna bahasa, masjid diartikan sebagai tempat untuk sujud. Kemudian makna ini meluas, sehingga kata masjiddigunakan untuk menyebut tempat yang berupa bangunan, yang digunakan untuk salat.

Az-Zarkasyi mengatakan,

Mengingat sujud adalah gerakan salat yang paling mulia, karena kedekatan hamba kepada Rabnya ketika sujud maka tempat yang digunakan untuk sujud diturunkan dari kata ini. orang menyebutnya, Masjid, dan mereka tidak mengatakan Marka (tempat rukuk). (Ilam as-Sajid bi Ahkam Masajid, hlm. 27)

Allah membolehkan umat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam untuk salat di manapun di muka bumi ini. Karena itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan, bahwa Allah menjadi bumi ini sebagai masjid untukku,

Allah menjadikan seluruh permukaan bumi ini sebagai masjid dan alat tayamum untukku. Siapapun di antara umatku yang menjumpai waktu salat, hendaknya dia salat. (HR. Bukhari 335 & Muslim 521).

Sementara masjid secara istilah diartikan sebagai, “Tempat yang digunakan untuk salat selamanya.” (Mujam Lughah al-Fuqaha, Prof. Muhammad Rawas, hlm. 397)

Karena itulah, untuk bisa disebut masjid sesuai pengertian istilah tempat itu harus menjadi milik umum, ada izin umum dari masyarakat untuk menjadikan tempat itu sebagai tempat salat. Baik ditegaskan bahwa itu wakaf atau tidak ditegaskan. Demikian pendapat jumhur ulama. (al-Mausuah al-Fiqhiyah, 37/220).

Ibnu Qudamah mengatakan,

Wakaf bisa dilakukan dengan ucapan maupun perbuatan yang mengindikasikan bahwa itu wakaf, seperti dibangun masjid dan mengizinkan masyarakat untuk salat di sana. (al-Kafi fi Fiqh Ibnu Hambal, 2/280).

Karena itu, mushola kantor yang hanya sementara digunakan untuk salat, tidak bisa disebut masjid. Sehingga tidak berlaku hukum masjid, tidak ada tahiyatul masjid, atau aturan masjidlainnya. Dalam Fatwa Lajnah Daimah, ada pertanyaan, “Apakah tahiyatul masjid disyariatkan untuk mushola (tempat salat di kantor)?”

Jawaban Lajnah,

Masjid adalah tempat khusus untuk salat wajib secara terus-menerus, dan telah diwakafkan untuk itu. Sementara musholayang digunakan untuk salat sesekali, seperti salat id, atau salatjenazah, atau salat lainnya, dan tidak diwakafkan untuk salat 5 waktu, maka tidak dianjurkan untuk tahiyatul masjid ketika memasuki mushola. (Fatwa Lajnah Daimah, 5/169).

Tempat yang dijadikan sebagai tempat salat dalam kurun waktu lama meskipun sementara, seperti mushola kantor, boleh dijadikan sebagai tempat salat jamaah. Ibnu Qudamah mengatakan, “Boleh menyewa rumah untuk dijadikan masjid, dan digunakan untuksalat. Ini merupakan pendapat Imam Malik dan Imam as-Syafii.” (al-Mughni, 6/143).

Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

sumber:Mozaik Inilahcom