Inilah Lafaz Takbir Hari Raya (Tinjauan Madzhab Syafii)

Bagaimana lafaz takbir hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha). Berikut keterangan tentang takbir hari raya berdasarkan tinjauan dalam madzhab Syafii.

Pertama: Takbir pada hari Id adalah sunnah.

Kedua: Takbir ini adalah syiar kaum muslimin dengan mengeraskan suara.

Ketiga: Ada perincian untuk takbir Idul Fitri dan Idul Adha.

Keempat: Ada yang disebut takbir muqayyad, yaitu takbir yang diucapkan selesai shalat.

Kelima: Ada juga yang disebut takbir mutlak atau takbir mursal, yaitu takbir yang diucapkan di rumah, masjid, jalan, pada waktu malam, siang, dan waktu lainnya.

Keenam: Takbir mutlak disunnahkan diucapkan pada Idul Fitri dan Idul Adha. Awal waktu takbir mutlak adalah dari tenggelamnya matahari pada malam Id, kemudian berakhir saat imam memulai shalat Id. Sedangkan orang yang berhaji, syiarnya adalah membaca talbiyah pada malam Idul Adha.

Dalil bertakbir pada malam Idul Fitri adalah firman Allah Ta’ala,

وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Takbir pada malam Idul Adha disamakan dengan takbir Idul Fitri. Namun, takbir malam Idul Fitri lebih ditekankan daripada malam Idul Adha.

Ketujuh: Takbir muqayyad (setiap bakda shalat) tidak disunnahkan untuk Idul Fitri, menurut pendapat paling kuat dalam madzhab Syafii. Karena tidak ada hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal ini.

Kedelapan: Takbir muqayyad disunnahkan setelah shalat terkait Idul Adha, ada ijmak (kata sepakat ulama) dalam hal ini. Takbir muqayyad ini dimulai dari Shubuh hari Arafah hingga Ashar hari tasyrik terakhir. Ada dalil dari ‘Umar, ‘Ali, dan Ibnu ‘Abbas tentang hal ini.

Kesembilan: Takbir muqayyad disunnahkan diucapkan setelah selesai shalat, baik shalat ada-an (shalat yang dikerjakan pada waktunya), maupun shalat yang luput, baik shalat fardhu maupun nadzar, baik shalat sunnah rawatib, shalat sunnah mutlak, shalat sunnah muqayyad, atau shalat sunnah yang punya sebab. Karena takbir itu syiar yang terkait dengan waktu.

Kesepuluh: Lafaz takbir yang disunnahkan adalah:

  1. ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, LAA ILAHA ILLALLAH, ALLAHU AKBAR, WA LILLAHIL HAMD.
  2. Imam Syafii rahimahullah berkata jika takbir di atas sudah diucapkan tiga kali, maka ada tambahan: ALLAHU AKBAR KABIIRO, WALHAMDULILLAHI KATSIIRO, WA SUBHAANALLAHI BUKROTAW-WA-ASHIILAA. LAA ILAHA ILLALLAH. WA LAA NA’BUDU ILLAA IYYAH, MUKHLISHIINAA LAHUD DIIN WA LAW KARIHAL KAAFIRUUN. LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAH, SHODAQO WA’DAH, WA NASHORO ‘ABDAH, WA HAZAMAL AHZAABA WAHDAH. LAA ILAHA ILLALLAHU WALLAHU AKBAR. Ada riwayat dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca bacaan tadi saat berada di bukit Shafa.

Kesebelas: Ketika bertakbir disunnahkan mengeraskan suara. Karena jika ia mengeraskan suara, yang tidak bertakbir jadi ikut bertakbir.

Kedua belas: Ulama Syafiiyah menyatakan bahwa disunnahkan pada malam Id dengan ibadah, yaitu menyibukkan diri dengan shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, bertasbih, berdoa, beristighfar, dan ibadah semisalnya.

Yang dijadikan dalil adalah hadits dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلَّهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ

Siapa yang menghidupkan malam Idul Fitri dan Idul Adha karena mengharap pahala dari Allah, hatinya akan mati pada hari semua hati itu mati.” (HR. Ibnu Majah, no. 1782. Al-Hafizh Abu Thahir, Al-Bushiri, dan Al-‘Iraqi dalam takhrij Al-Ihya’ mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Semua hadits tentang hal ini dhaif. Imam Syafi dan ulama Syafiiyah tetap menganjurkan menghidupkan malam Id, walaupun hadits ini dhaif karena hadits ini seputar fadhilah amal sehingga tidaklah masalah.” (Al-Majmu’, 5:43)

Imam Syafii rahimahullah berkata, “Doa itu dianjurkan pada lima waktu: (1) malam Jumat, (2) malam Idul Adha, (3) malam Idul Fitri, (4) malam pertama Rajab, (5) malam nisfu Syakban.” (Al-Majmu’, 5:43)

Semoga bermanfaat.

Referensi:

Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Darul Qalam. 1:558-565.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com