Inilah Pandangan Islam tentang Subsidi

Inilah Pandangan Islam tentang Subsidi

SAHABAT, istilah subsidi sudah tidak asing di tanah air. Subsidi bahkan kerap jadi perbincangan hangat, apalagi menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Lantas, bagaimana pandangan Islam tentang subsidi?

Secara umum, subsidi merupakan penyaluran bantuan dari pemerintah berupa uang maupun barang melalui perusahaan swasta maupun perusahaan pemerintah. Adapun tujuannya, untuk menjaga kestabilan harga barang tertentu, serta menjaga daya beli masyarakat terhadap barang tersebut. Dalam hal ini, beberapa jenis BBM diketahui menjadi barang yang mendapat subsidi dari pemerintah.

Dikutip dari jurnal berjudul Pandangan Islam Terhadap Subsidi karya Damri Batubara, Islam memandang subsidi dari sudut pandang syariah, yakni kapan subsidi boleh dan kapan subsidi wajib dilakukan oleh negara.

Pada konsepnya, subsidi bisa dianggap salah satu cara (uslub) yang boleh dilakukan negara (Khilafah). Alasannya karena hal tersebut bisa dikatakan sebagai pemberian harta milik negara kepada individu rakyat (i’thau ad-daulah min amwaalihaa li ar-raiyah) yang menjadi hak khalifah (negara). Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khaththab pernah memberikan harta dari Baitul Mal (Kas Negara) kepada para petani di Irak agar mereka dapat mengolah lahan pertanian mereka.

Berdasarkan hal tersebut, sebuah negara bisa memberikan subsidi kepada individu rakyat yang bertindak sebagai produsen, seperti subsidi pupuk atau benih untuk petani ataupun subsidi sejenisnya. Selain itu, negara juga bisa memberikan subsidi kepada individu rakyat yang bertindak sebagai konsumen dalam hal kebutuhan seperti subsidi pangan (sembako) atau subsidi minyak goreng dan kebutuhan mendasar lainnya.

Akan tetapi, subsidi untuk sektor energi seperti listrik dan bahan bakar minyak (BBM) secara khusus hanya atau harus diberikan negara kepada rakyat. Alasannya karena BBM dan listrik dalam Islam termasuk barang milik umum yang diproduksi dari sumber daya alam negaranya sendiri.

Dalam Islam, barang milik umum yang tidak terbatas hanya bisa dikuasai umat (rakyat). Hal ini sebagaimana tertera dalam salah satu hadis berikut. Rasulullah ﷺ bersabda, “Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang dan api.” (HR Abu Dawud)

Namun dalam keadaan atau terjadinya ketimpangan ekonomi, program subsidi yang sebelumnya boleh dilakukan berubah menjadi wajib hukumnya diberikan. Alasannya karena mengikuti kewajiban syariah untuk mewujudkan keseimbangan ekonomi (at-tawazun al-iqtishadi).

Ini sebagaimana yang tertera dalam Surah Al-Hasyr ayat 7:

 مَاۤ اَفَآءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوۡلِهٖ مِنۡ اَهۡلِ الۡقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوۡلِ وَلِذِى الۡقُرۡبٰى وَالۡيَتٰمٰى وَالۡمَسٰكِيۡنِ وَابۡنِ السَّبِيۡلِۙ كَىۡ لَا يَكُوۡنَ دُوۡلَةًۢ بَيۡنَ الۡاَغۡنِيَآءِ مِنۡكُمۡ‌ ؕ وَمَاۤ اٰتٰٮكُمُ الرَّسُوۡلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰٮكُمۡ عَنۡهُ فَانْتَهُوۡا‌ ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيۡدُ الۡعِقَابِ‌ۘ

“Harta rampasan (fai’) dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negara, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.”

Dalam pandangan sistem ekonomi Islam, dasar hukum subsidi adalah mubah, entah berupa subsidi energi maupun non energi. Adapun alasannya sendiri adalah karena negara sudah seharusnya atau berkewajiban untuk mensejahterakan umat (rakyat). Akan tetapi khusus subsidi bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik, negara berkewajiban-mensubsidi, bahkan apabila memungkinkan bisa digratiskan. []

SUMBER: SINDONEWS