Kasidah Cinta dari Rusaifah Mekah Tempat Ngaji Ulama Indonesia

Ada satu tempat di Mekah yang memiliki hubungan historis dan religius dengan Indonesia. Yakni pondok pesantren milik Sayyid Ahmad bin Muhammad Alawy Al Maliki Al Hasan di kawasan Rusaifah di utara pusat Kota Mekah. Di tempat itu, sejumlah ulama Indonesia belajar dan membentuk wajah keislaman Nusantara saat ini.

Pada masa haji, Ponpes Sayyid Ahmad tak pernah sepi dari jemaah. Tak hanya dari Indonesia, tapi juga dari Yaman, Turki, dan lain-lain. Seperti terlihat, Jumat (25/8/2017) malam, jemaah haji dari berbagai negara, mayoritas dari Indonesia, berdatangan. Mereka berkumpul mengikuti majelis Sayyid Ahmad.

Seusai salat magrib, Sayyid Ahmad duduk di depan jemaah. Ia didampingi ulama dan penerjemah. Ruangan yang kira-kira berukuran 20×40 meter itu cukup longgar, hanya terisi setengah. Acara diawali dengan lantunan syair Burdah. Jemaah mengikuti bersama-sama. Ruangan bergema.

Burdah berarti selimut atau jubah. Namun, dalam syair ini, burdah bermakna kasidah cinta dan kerinduan terhadap Nabi Muhammad SAW. Sang pencipta syair adalah Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Bushiri atau lebih dikenal dengan sebutan Al-Bushiri, tokoh sufi Mesir yang hidup pada tahun 1200-an Masehi.

Dalam khazanah sastra Islam, syair Burdah sangat populer. Karya ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa, dari Indonesia hingga Italia.

Syair bergema di Pondok Pesantren Sayyid Ahmad selama hampir setengah jam. Menteri Agama yang juga Amirul Hajj (pemimpin ibadah haji), Lukman Hakim Saifuddin, datang. Ia dan rombongan disambut hangat Sayyid Ahmad. Lukman sudah beberapa kali ke ponpes ini.

Dalam sambutan singkat, Sayyid Ahmad menyampaikan ucapan selamat datang kepada Menag Lukman dan jemaah haji. “Tugas kami di sini dakwah, berdoa,” katanya.

Sedangkan Lukman mengatakan, “Tempat inilah tempat ulama Indonesia menimba ilmu dan memberi kontribusi terhadap Islam di Indonesia. Dari sini, ilmu ditransformasikan. Sumbernya jelas, dari guru terdahulu dan Rasulullah.”

“Saya kira tradisi ini harus dirawat. Apalagi dalam kondisi saat ini, ada kecenderungan Islam disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak jelas sanad (sumber) dan pihak yang tidak punya otoritas. Semoga lembaga pendidikan ini terus lestari, tidak hanya untuk Indonesia, tapi juga dunia Islam,” sambung Lukman.

Sayyid Ahmad merupakan putra Sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliki. Sayyid Muhammad adalah guru KH Maimoen Zubair (pengasuh Ponpes Al-Anwar, Sarang, Rembang), KH Luthfi Basori (Malang), Habb Thahir Al Kaff, dan sejumlah ulama Indonesia. Jauh sebelum itu, ayah Sayyid Muhammad memiliki hubungan khusus dengan pendiri NU, Hasyim Asy’ari.

Acara berakhir menjelang salat isya tanpa prosesi penutupan. Setelah salat berjamaah, semua makan di halaman kompleks ponpes. Makanan disajikan dalam nampan. Satu nampan dikerubungi 6 orang. Selanjutnya jemaah meninggalkan lokasi dan bersiap mengikuti puncak haji pekan depan, tepatnya pada Kamis, 31 Agustus.
(try/aan)

 

DETIK