Ketika Air Mata Rasulullah SAW Mengalir untuk ‘Para Malaikat’ Kecilnya

“Kedua mata ini akan mengalirkan butiran air mata, hati akan pilu, meski kami tetap senantiasa menerima takdir Tuhan kami. Sungguh, atas kepergianmu wahai (anakku) Ibrahim, kami sangat bersedih.” (HR Bukhari).

Tak ada yang melebihi kesedihan ketika orang-orang yang kita kasihi pergi meninggalkan kita selama-lamanya. Terutama buah hati yang kita dambakan kehadirannya.

Tawa riang dan senyum bahagia kepolosan mereka adalah pelipur lara. Namun, putra-putri meninggal pada saat mereka hadir mengisi hari-hari kita dengan harapan dan keceriaan. Tentu sebuah cobaan yang berat.

Rasulullah SAW juga pernah bersedih dan menangisi kepergian anak-anak tercinta. Bahkan, Rasul kehilangan tiga anak laki-lakinya saat mereka masih balita yang lucu dan menggemaskan.

Menurut Imam an-Nawawi, ketiga putra tersebut adalah al-Qasim. Rasul dipanggil dengan gelar panggilan (kunyah) putra tertuanya tersebut, Abu al-Qasim.

Al-Qasim lahir sebelum risalah kenabian turun dan meninggal pada usia dua tahun. Putra kedua adalah Abdullah lahir setelah risalah kenabian turun dan wafat pula saat masih kecil.

Abdullah juga dipanggil dengan nama at-Thayyib dan at-Thahir. Kedua putra tersebut lahir dari rahim Khadijah. Putra terakhir ialah Ibrahim. Ia adalah anak laki-laki terakhir yang lahir dari Mariyah al-Qibthiyah. Budak perempuan pemberian Muqawqis, penguasa Mesir pada masa itu.

Ibrahim lahir pada tahun kedelapan Hijriyah di Madinah dan wafat pada 10 Hijriyah di kota yang sama. Umurnya ketika itu 17 bulan atau 18 bulan menurut salah satu riwayat.

Hadis riwayat Bukhari di atas, menggambarkan kesedihan dan pilu yang mendalam Rasulullah ketika putra terakhirnya tersebut pergi selamanya.

Tentu, ada hikmah di balik rentetan kepergian orang-orang tercinta tersebut. Mengapa anak-anak laki-laki Rasul tidak ada yang hidup hingga dewasa?

Salah satu hikmahnya adalah supaya tidak muncul anggapan adanya penerus kenabian dari jalur laki-laki setelah Rasul.

Hikmah lainnya, ini adalah bagian dari ujian berat bagi nabi dan rasul. Dalam hadis riwayat Tirmidzi dari Sa’ad bin Abi Waqash dijelaskan, kadar keimanan seseorang menentukan tingkat ujian seseorang dalam hidupnya. Dan para nabi, mendapat ujian paling berat di antara para hamba-Nya.

 

oleh: Nashih Nasrullah

Republika Online