Ketika Nabi Muhammad Menolak Binasakan Orang Kafir

Nabi Muhammad diutus untuk membawa rahmat.

Pimpinan Pesantren Tahfizh Mutiara Darul Qur’an, Bandung, Teguh Turwanto, mengatakan Rasulullah pernah diminta untuk berdoa agar Allah binasakan orang kafir. Namun Rasulullah menolak permintaan itu dan berkata.

“Sesungguhnya aku diutus bukan sebagai pelaknat, melainkan aku diutus sebagai pembawa rahmat.”

Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan, bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, berdoalah untuk kebinasaan orang-orang musyrik.” Maka Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya aku diutus bukan sebagai pelaknat, melainkan aku diutus sebagai pembawa rahmat.

Atas dasar penolakan itu, Rasulullah merupakan rahmat bagi semua umat manusia termasuk orang kafir.  Sehingga sudah sepatutnya di bulan Maulid ini semua umat manusia membela dengan meneladani sifatnya yang tanpa cela.

Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al-Anbiya ayat 107.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya’ 107).

Dari Abu Hurairah yang mengatakan, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

“إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ”
Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan.

Abul Qasim Imam Tabrani mengatakan, Rasulullah Saw bersabda:

إِنِّي رَحْمَةٌ بَعَثَنِي اللَّهُ، وَلَا يَتَوفَّاني حَتَّى يُظْهِرَ اللَّهُ دِينَهُ، لِي خَمْسَةُ أَسْمَاءٍ: أَنَا مُحَمَّدٌ، وَأَحْمَدُ، وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحِي اللَّهُ بِيَ الْكُفْرَ، وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي، وَأَنَا الْعَاقِبُ”

“Sesungguhnya aku ini adalah pembawa rahmat yang diutus oleh Allah. Allah tidak akan mewafatkan diriku sebelum Dia memenangkan agama-Nya. Aku mempunyai lima buah nama, akulah Muhammad dan Ahmad, dan aku adalah Al-Mahi yang dengan melaluiku Allah menghapus kekufuran, dan akulah Al-Hasyir yang semua orang (kelak di hari kiamat) digiring di bawah telapak kakiku, dan aku adalah Al-‘Aqib.”

Diriwayatkan oleh Abu Ja’far ibnu Jarir, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107) Bahwa yang dimaksud ialah rahmat bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dengan dipastikan-Nya rahmat baginya di dunia dan akhirat; sedangkan bagi orang yang tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya, terbebaskan dari azab yang pernah dialami oleh umat-umat sebelumnya yang durhaka.

Abul Qasim At-Tabrani telah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107) Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang-orang yang mengikutinya beroleh rahmat di dunia ini dan di akhirat kelak. Sedangkan orang-orang yang tidak mengikutinya dapat terhindar dari cobaan berupa ditenggelamkan ke bumi, dikutuk, dan ditimpa azab yang pernah dialami oleh umat-umat lain sebelum mereka.

(Diringkas dari kitab tafsir Ibnu Katsir).

Lalu al-Qadhi Iyadh mengutip penjelasan dengan shighat tamridh,

قيل لجميع الخلق: للمؤمن رحمةً بالهداية، ورحمةً للمنافق بالأمان من القتل ورمحةً للكافر بتأخير العذاب

“Dikatakan (kerahmatan Rasulullah) bagi seluruh makhluk. Bagi orang mukmin rahmat dengan hidayah, rahmat bagi orang munafik berupa amannya mereka dari pembunuhan, dan rahmat bagi orang kafir dengan ditundanya azab atas mereka (karena umat terdahulu, azab bagi yang ingkar pada Rasulnya diazab langsung di dunia-pen).” (al-Qadhi ‘Iyadh, al-Syifa’ Bi Ta’rifi Huquq al-Musthafa, hlm. 58).

Syekh Sulaiman al-Jamal, dalam kitab tafsirnya yang berjudul Al-Futuhat al-Ilahiyyah (komentar atas kitab Tafsīr al-Jalalain) mengatakan:

المراد بالرحمة الرحيم. وهو ﷺ كان رحيما بالكافرين أيضا. ألا ترى أنهم لما شجوه وكسروا رباعيته حتى خر مغشيا عليه، قال بعد إفاقته: اللهم اهد قومي فإنهم لا يعلمون. فاندفع ما قيل: كيف قال ذلك ذلك مع أن النبي ﷺ لم يكن رحمة للكافرين بل نقمة.

“Yang dimaksud dengan rahmat adalah ar-rahīm (bersifat penyayang). Nabi saw. adalah orang yang bersifat penyayang, tak terkecuali kepada orang kafir. Tidakkah Anda melihat bahwa saat orang kafir melukai Nabi dan mematahkan beberapa gigi beliau hingga beliau terjatuh dan pingsan, lalu ketika sadar beliau berdoa kepada Allah, ‘Ya Allah, berilah petunjuk pada kaumku, sesungguhnya mereka tidak tahu’?!”

“Dengan ini maka terbantahlah pertanyaan yang berupa: ‘Bagaimana Allah berfirman demikian padahal Nabi tidak menjadi rahmat orang kafir dan justru menjadi kutukan.”

KHAZANAH REPUBLIKA