Kurban Digital, Bagaimana Hukumnya?

Kurban digital menawarkan kemudahan dan kepraktisan bagi mereka yang ingin melakukan ibadah kurban. Namun masih banyak yang ragu dan lebih memilih cara konvensional, mengingat kekhawatiran tidak terpenuhinya syarat berkurban secara Islam jika memilih dengan cara digital.

Memang ada sejumlah perbedaan saat kita akan berkurban secara online. Jika biasanya orang yang berkurban membeli dan melihat langsung proses penyembelihan hewan kurban, dengan cara digital, mereka cukup membeli hewan kurban secara online melalui penyedia layanan kurban digital.

Semua proses mulai dari pembelian hewan kurban, penyembelihan, sampai distribusi, dilakukan oleh penyedia layanan kurban digital. Inilah yang kemudian menimbulkan keragu-raguan, khawatir jika cara ini akan mengurangi nilai ibadah kurban, bahkan mungkin tidak sah secara pandangan Islam.

“Kita menitipkan kepada orang atau yayasan yang menyelenggarakan kurban, itu boleh. Jadi tetap yang dititipkan itu hewan kurban. Transfer uang itu hanya sebagai alat tukar di antara kita dengan yayasan atau orang yang menyelenggarakan kurban,” kata Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Cholil Nafis, Ph D. dihubungi detikINET, Jumat (9/9/2016).

Dikatakannya, orang yang berkurban boleh mewakilkan penyembelihan hewan kurbannya, sehingga tidak melihatnya secara langsung pun tak apa-apa. Untuk menghilangkan keragu-raguan, kurban harus dititipkan pada orang atau penyelenggara kurban terpercaya.

“Kita bisa titipkan pada orang yang memfasilitasi kurban yang kita kenal, pernah berinteraksi langsung. Kalau secara pribadi tidak kenal, kita harus cari tahu track record, kenali kredibilitas si penyelenggara kurban,” sarannya.

Penyelenggara kurban digital yang kredibel, tentunya berupaya memenuhi syarat kurban sesuai syariat Islam. Mulai dari pemilihan hewan kurban, tata cara penyembelihan, hingga distribusi ke daerah-daerah yang memerlukan.

“Kita harus tahu kredibilitasnya. Jangan sampai timbul keragu-raguan pada orang atau lembaga yang kita titipi kurban, karena efeknya nanti tidak baik pada ibadahnya. Tinggalkan yang ragu, ambil yang yakin,” kata Cholil.

Pria berkacamata ini memberikan catatan, jika di lingkungan sekitar tempat tinggal masih ada yang membutuhkan, diutamakan berkurban di wilayah tersebut.

“Karena yang berkurban juga disunahkan mencicipi sebagian daging hewan kurbannya. Kurban itu tanda solidaritas, bukan hanya untuk fakir miskin. Yang menengah, kaya pun boleh makan,” tutupnya. (rns/ash)

 

sumber: Detikcom