Masuk Masjid Tidak Boleh Pakai Masker

Masuk Masjid Tidak Boleh Pakai Masker?

Ada orang yang berkeyakinan bahwa di masjid tidak boleh memakai masker. Mereka berdalil dengan ayat,

وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا

“Siapa yang masuk ke sana, ia akan aman” (QS. Ali Imran: 97)

Jadi, menurut mereka, masuk masjid pasti otomatis aman. Dan mereka mengatakan mencegah wabah tidak perlu pakai masker, cukup yakin dengan doa.

Maka kita sanggah keyakinan seperti ini dengan beberapa poin:

Pertama, ayat ini bicara tentang kota Makkah, bukan tentang masjid. Lengkapnya ayat tersebut berbunyi,

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ (96) فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 96 – 97).

Maka, berdalil dengan ayat ini untuk melarang orang menggunakan masker masuk masjid adalah pendalilan yang tidak nyambung sama sekali.

Kedua, ayat ini juga tidak berarti orang yang masuk Makkah otomatis langsung aman tanpa sebab. Namun, tentu ada sebabnya. Disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah,

حرم مكة إذا دخله الخائف يأمن من كل سوء ، وكذلك كان الأمر في حال الجاهلية ، كما قال الحسن البصري وغيره : كان الرجل يقتل فيضع في عنقه صوفة ويدخل الحرم فيلقاه ابن المقتول فلا يهيجه حتى يخرج

“Ayat ini bicara tentang kemuliaan Makkah. Jika orang yang ketakutan memasuki Makkah, maka ia akan aman dari segala keburukan. Demikianlah yang terjadi di zaman Jahiliyah. Sebagaimana disebutkan oleh Al-Hasan Al-Bashri dan lainnya, ‘Dahulu ketika ada orang yang pernah membunuh orang lain, ia menggunakan kain wol di lehernya. Kemudian, ketika ia memasuki Makkah dan bertemu dengan anak dari korban yang dibunuhnya, maka anak tersebut tidak akan menyerangnya sampai ia keluar dari Makkah’.” (Tafsir Ibnu Katsir).

Jadi, karena sebab kemuliaan kota Makkah maka orang tidak mau membuat pertikaian dan peperangan di dalamnya.

Maka, adanya keamanan itu dikarenakan ada sebabnya. Dan orang yang ingin aman pun wajib mengusahakan sebab-sebabnya.

Ketiga, demikian juga orang yang masuk masjid, jika ia ingin aman dari gangguan dan keburukan, maka harus mengusahakan sebab-sebabnya.

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كان أهل اليمن يحجون ولا يتزودون، ويقولون: نحن المتوكلون، فإذا قدموا مكة سألوا الناس، فأنزل اللّه تعالى: {وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوى}

“Dulu penduduk Yaman jika berhaji mereka tidak membawa bekal. Mereka berkata, ‘Kami bertawakal’. Namun, ketika mereka sampai Makkah, mereka meminta-minta kepada orang lain. Maka turunlah ayat ‘Berbekallah! Dan sebaik-baik bekal adalah takwa’.” (HR. Bukhari).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

قال رجل: يا رسول اللّه أعقلها وأتوكّل، أو أطلقها وأتوكّل؟ -لناقته- فقال صلى الله عليه وسلم: «اعقلها وتوكّل»

“Seseorang berkata kepada Nabi, ‘Wahai Rasulullah! Saya ikat unta saya kemudian tawakal ataukah saya biarkan lalu saya tawakal? Nabi bersabda, ‘Ikat untamu lalu tawakal!” (HR. Tirmidzi. Hadits ini dha’if, namun maknanya sahih).

Tawakal menurut Ahlussunnah harus disertai mengambil sebab dan usaha. Namun, hati tetap bergantung pada Allah semata, bukan pada sebab. Adapun tawakal tanpa mengambil sebab dan usaha, ini tawakal ala kaum sufi.

Syekh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Tawakal itu dengan menggabungkan dua hal:

Pertama, menggantungkan hati kepada Allah dan mengimani bahwasanya Allah lah yang menciptakan dan menakdirkan sebab. Dan hanya Allah lah yang menakdirkan segala perkara, Allah mengetahuinya dan Allah mencatat semuanya.

Kedua, mengambil sebab (ber-ikhtiar). Bukan tawakal namanya jika tidak mengambil sebab. Bahkan, tawakal itu harus menggabungkan dua hal, mengambil sebab dan menggantungkan hati kepada Allah. Siapa saja yang meninggalkan upaya mengambil sebab, maka ia telah menyelisihi syariat dan menyelisihi akal sehat” (Majmu’ Fatawa wal Maqalat Syaikh Ibnu Baz, 4/427).

Keempat, orang yang berkeyakinan bahwa jika masuk masjid pasti aman secara otomatis tanpa perlu mengambil sebab, hendaknya konsisten dengan pendapatnya, sehingga:

  • Jika bawa barang berharga, tidak perlu diamankan.
  • Masjid tidak perlu dipasang CCTV.
  • Pintu ruang sound system dan peralatan tidak perlu dikunci.
  • Kotak amal tidak perlu diamankan, tidak perlu digembok juga.
  • Jika ada kabel listrik terbuka, tidak perlu diperbaiki.
  • Sandal-sepatu tidak perlu dititipkan.
  • dan seterusnya.

Kira-kira bisakah konsisten dengan keyakinan di atas?

Kelima, adapun larangan salat memakai masker memang ada khilaf di antara ulama. Karena terdapat hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ فِي الصَّلَاةِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang menutup mulutnya ketika shalat” (HR. Ibnu Majah no.798. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

Dari hadis ini, jumhur ulama mengatakan salat dalam keadaan mulutnya tertutup oleh sesuatu, tanpa udzur, itu hukumnya makruh. Sebagian ulama mengharamkannya.

Namun, yang tepat dalam masalah ini adalah bolehnya menggunakan masker ketika salat dalam rangka mencegah penularan wabah, karena adanya udzur untuk melakukannya. Syekh Abdul Aziz bin Baz ditanya, “Apa hukum memakai masker ketika salat?”. Beliau menjawab,

يكره التلثم في الصلاة إلا من علة

“Hukumnya makruh menggunakan masker ketika salat, kecuali karena adanya penyakit” (Majmu’ Fatawa wal Maqalat Syaikh Ibnu Baz, 11/114).

Dan ini pun tidak bisa dijadikan alasan untuk melarang orang masuk masjid dengan memakai masker. Karena yang dibahas di sini adalah larangan menggunakan masker ketika salat. Ketika seseorang ada di dalam masjid dalam keadaan tidak sedang salat, maka tidak masuk dalam bahasan ini.

Wallahu a’lam.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/66119-masuk-masjid-tidak-boleh-pakai-masker.html