hoaks, uajaran kebencian

Menaklukkan Syahwat Hoaks

Manusia Piltdown mungkin menjadi tragedi pembohongan terbesar pada awal abad ke-20. Fosil temuan arkeolog amatir Charles Dawson ini ditemukan di Sussex, Inggris, setelah tiga tahun penggalian. Kepada dunia, Dawson mengumumkan dua tengkorak yang diprediksi sebagai nenek moyang manusia.

Temuan Dawson yang kemudian mendapat julukan Manusia Piltdown ini digadang-gadang menyambung terputusnya mata rantai evolusi dari kera kepada manusia. Bukti prasejarah ini diprediksi berusia satu juta tahun.

Selama satu dekade selanjutnya, para ilmuwan bahkan menggadang-gadang temuan Dawson itu sebagai Eoanthropus Dawsoni atau Dawson Dawn-Man dalam istilah latin. Temuan Dawson ini seolah mengonfirmasi teori evolusi Darwin sampai para palaentologis menginvestigasi orisinalitas Manusia Piltdown.

Kebanyakan masyarakat–khususnya warga Inggris–amat menginginkan temuan Manusia Piltdown benar adanya. Mereka hendak menjadi peradaban pertama yang menyambungkan teori evolusi Darwin. Sebab, di Jerman sudah ada Heidelberg Man.

Persaingan antara dua negara dalam perang dunia membuat masyarakat Inggris menyambut temuan Dawson. Manusia Piltdown akan sempurna mengalahkan Heidelberg Man yang kala itu diklaim sebagai fosil tertua di dunia.

Hasil investigasi para ilmuwan menunjukkan sebaliknya. Kongres Paleontologis Internasional pada 1953 menyimpulkan jika kerangka temuan Dawson itu kebohongan belaka.

Para peneliti menemukan jika tengkorak tersebut berusia tak lebih dari 600 tahun. Tengkorak itu pun sudah dipadukan dengan rahang dan gigi orangutan juga gigi dari simpanse. Tes mikroskopik mengindikasikan jika gigi tersebut sudah diolah dengan suatu alat sehingga membuat mereka mirip dengan manusia. Tak hanya itu, para ilmuwan menemukan, tulang belulang pada Manusia Piltdown diberi zat kimia agar mereka tampak lebih tua.

Kebohongan pertama

Alquran mengingatkan kita kepada kisah Nabi Adam AS saat ayahanda manusia itu masih berada di surga. Ketika itu, Iblis menggoda Adam agar mau memakan buah yang dilarang Allah Ta’ala. Kisah ini tertera dalam Alquran.

Maka, setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya, dan setan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga). Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya: ‘Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua’.” (QS al-Araf: 21).

Ayat lainnya, yakni, “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: ‘Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?’ Maka, keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya, maka Dia menerima tobatnya dan memimpinnya.” (QS Thaha: 120-122).

Begitulah dusta iblis. Bujuk rayunya membuat lawan bicaranya terbuai. Sebagai penghuni surga yang lebih dulu, iblis–dilandasi rasa dengki karena ikut diperintahkan sujud kepada Adam– membuat hoaks bila buah khuldi akan membuat Adam menjadi malaikat dan kekal di dalam surga.

Adam pun termakan rayuan tersebut sehingga tersesat akibat godaan itu. Dengan rasa bersalah, Adam pun bertobat untuk memohon ampunan Allah SWT.

Tuntunan Alquran

Memasuki abad ke-21, peristiwa Manusia Piltdown terjadi dalam bentuk yang lebih canggih. Teknologi digital membuat jutaan hoaks diproduksi lewat media sosial. Tak terhitung berapa kali masyarakat dibohongi akibat informasi palsu. Termasuk soal Pandemi Covid-19.

Sebenarnya, mengapa seseorang memercayai hoaks? Sebuah artikel yang pernah diterbitkan di the Washington Post mengungkap ada lima alasan orang- orang terus berulang menjadi korban hoaks.

Pertama, mereka tidak membaca konten (isi) berita yang mereka sebar. Mereka juga tidak mempertimbangkan legitimasi sumber berita tersebut. Berikutnya, menjadi korban bias keyakinan.

Keempat, mereka melegitimasi sesuatu yang mereka saksikan berulang-ulang. Terakhir, terjadi kebingungan antara satire (opini) dengan fakta.

Untuk menghindari diri menjadi korban hoaks, Alquran pun sudah menuntun kita untuk waspada dan mengklarifikasi semua berita yang datang kepadanya. Ini tertuang dalam QS al-Hujurat ayat 6.

“Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Untuk itu, penting bagi kita untuk mengendalikan diri saat mendapatkan informasi. Jangan sampai terjebak pada syahwat dan syubhat. Ustaz Muslim Atsari dalam Penyakit Syubhat dan Syahwat menjelaskan, syahwat lebih kepada kalahnya jiwa untuk melakukan sesuatu yang keluar dari koridor syariat. 

Hai orang- orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti.

Penyakit ini menjebak kita dengan modus popularitas, kekuasaan, hingga mencari puja dan puji. Karena itu, amat banyak warganet mengumbar hoaks demi mendapatkan jutaan likes. Dalam kasus Manusia Piltdown, kita melihat masyarakat Inggris ketika itu yang terjebak dengan syahwat kesombongan.

Sedangkan syubhat membawa kita ke sesuatu yang lebih samar. Dia menuntun kita terhadap perkara yang mungkar bertopeng kemakrufan. Kebenaran terlihat sebagai kejahatan. Modus ini sungguh tampak semisal ulama dibingkai sebagai penjahat sementara penjahat menjadi ulama.

Wallahu a`lam.

OLEH ACHMAD SYALABY ICHSAN

REPUBLIKAid