Mengapa Doaku Tidak Kunjung Dikabulkan?

Mengapa Doaku Tidak Kunjung Dikabulkan?

Sebagai seorang muslim yang memiliki banyak hajat dan kebutuhan, wajib baginya untuk selalu meminta kebutuhannya tersebut kepada Allah Ta’ala. Berdoa setiap waktu, kapan pun dan di mana pun ada kesempatan.

Berbeda dengan seorang hamba. Ia akan kesal dan marah apabila ada yang terus-menerus meminta kepadanya. Allah Ta’ala justru sangat senang jika hamba-Nya selalu berdoa kepada-Nya dan selalu meminta kepada-Nya. Bahkan, Allah Ta’ala marah jika ada hamba-Nya yang jarang berdoa dan meminta kepada-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّهُ مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ

“Bahwasanya barangsiapa tidak meminta kepada Allah, Ia murka kepadanya. (HR. Tirmidzi no. 3373 dan dihasankan oleh Syekh Albani)

Di dalam hadis lain disebutkan,

إِذَا تَمَنَّى أَحَدُكُم فَلْيُكثِر ، فَإِنَّمَا يَسأَلُ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

“Barangsiapa yang mengangankan sesuatu (kepada Allah), maka perbanyaklah angan-angan tersebut. Karena ia sedang meminta (berdoa) kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ibnu Hibban no. 889, dinilai sebagai hadis sahih oleh Syekh Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 437)

Salah seorang ulama, Muhammad bin Hamid rahimahullah pernah berkata,

قلت لأبي بكر الوراق: علمني شيئا يقربني إلى الله – تعالى – ويقربني من الناس، فقال: أما الذي يقربك إلى الله فمسألته، وأما الذي يقربك من الناس فترك مسألتهم – طبقات الصوفية للسلمي (ص224)، شعب الإيمان (2/35).

“Aku bertanya kepada Abu Bakar Al-Warraq, ‘Ajarkan kepadaku perihal sesuatu yang akan mendekatkanku kepada Allah dan manusia.’ Lalu ia menjawab, ‘Adapun sesuatu yang akan mendekatkanmu dengan Allah adalah terus meminta kepada-Nya. Dan sesuatu yang akan mendekatkanmu dengan manusia adalah meninggalkan perkara meminta-minta/mengemis kepada mereka.’” (Syu’abul Iman, 2: 35)

Salah dan keliru bila ada yang mengatakan, “Tidak layak bagi seorang hamba meminta kepada Allah, kecuali surga.” Atau mengatakan, “Banyaknya doamu dan keinginanmulah yang menyebabkan doamu tak kunjung dikabulkan.” Karena sesungguhnya Allah Ta’ala Mahapemberi, Mahamengabulkan semua keinginan.

Sayangnya, di dalam berdoa seorang hamba terkadang terjatuh ke dalam kesalahan. Baik itu berdoa dan meminta sesuatu kepada selain Allah, tergesa-gesa di dalam meminta pengabulan, dan terburu-buru menyimpulkan bahwa doanya tidak didengar dan tidak dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Padahal, tidak terkabulnya doa seorang muslim itu di antara dua hal. Bisa jadi ada faktor-faktor yang tidak kita sadari dan itu menghalangi terkabulnya doa kita. Atau bisa jadi Allah Ta’ala mengabulkan doa kita dengan cara lain, yang kadang tidak sesuai dengan yang kita minta.

Faktor penghalang terkabulnya doa

Terkabulnya sebuah doa itu tergantung kualitas doa tersebut. Layaknya pedang di tangan seseorang, maka itu juga akan berbeda-beda tergantung siapa yang mengayunkannya. Ibnul Qayyim rahimahullah pernah memberikan permisalan,

والأدعية والتعوذات بمنزلة السلاح ، والسلاح بضاربه ، لا بحده فقط ، فمتى كان السلاح سلاحا تاما لا آفة به ، والساعد ساعد قوي ، والمانع مفقود ، حصلت به النكاية في العدو . ومتى تخلف واحد من هذه الثلاثة تخلف التأثير

“Doa dan ta’awwudz memiliki kedudukan sebagaimana layaknya senjata. Kehebatan sebuah senjata sangat bergantung kepada pemakainya, bukan hanya dari ketajamannya. Jika senjata tersebut adalah senjata yang sempurna, tidak ada cacatnya, lengan penggunanya adalah lengan yang kuat, serta tidak ada suatu penghalang, maka tentulah ia mampu dipakai untuk menghantam dan mengalahkan musuh. Namun, apabila salah satu dari tiga hal tersebut hilang, maka efeknya juga melemah dan berkurang.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hal. 35).

Begitu pula dengan doa. Jika doa tersebut pada dasarnya memang tidak layak, atau orang yang berdoa tidak mampu menyatukan antara hati dan lisannya, atau ada sesuatu yang menghalangi terkabulnya doa tersebut, maka tentu saja efeknya juga tidak ada.

Sehingga faktor penghalang doa ini pun ada yang kembali ke sifat pribadi si pendoa dan ada yang kembali ke hakikat doanya. Dan penghalang terbesarnya adalah ketidaktahuan seorang hamba akan kedudukan dirinya yang sangat lemah dan membutuhkan Tuhan-Nya serta ketidaktahuannya akan besarnya kedudukan Allah Ta’ala yang Mahakaya dan Mahakuat. Di antara penghalang-penghalang terkabulnya doa yang lain adalah:

Pertama: Tidak sempurna dalam bertobat dari semua kemaksiatan. Oleh karenanya, sebelum berdoa hendaknya ia segera bertobat dan beristigfar. Lihatlah bagaimana nasihat Nabi Nuh ‘alaihissalam untuk kaumnya,

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً

“Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristigfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.” (QS. Nuh: 10-12)

Kedua: Terburu-buru ingin dikabulkan serta merasa jemu dan meninggalkan doa. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لم يَعْجَلْ، يقول: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي

“Akan dikabulkan doa kalian selama tidak tergesa-gesa, yaitu ia berkata, ‘Aku telah berdoa tapi tidak dikabulkan.’” (HR. Bukhari no. 6340 dan Muslim no. 2735)

Di dalam riwayat muslim terdapat tambahan ketika sahabat bertanya tentang maksud tergesa-gesa di dalam berdoa. Nabi menjawab yang artinya, “Ia mengatakan, ‘Aku telah berdoa, aku telah berdoa, tapi aku tidak melihat doa itu dikabulkan.’ Kemudian dia merasa jemu dan meninggalkan berdoa.”

Ketiga: Tidak menghadirkan hati atau lalainya hati ketika berdoa. Di dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ادْعوا الله وأنتم مُوقنون بالإِجابة، واعْلموا أنَّ الله لا يَستجيب دعاءً من قلبٍ غافل لاه

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan dikabulkan. Ketahuilah bahwa sungguh Allah biasanya tidak mengabulkan doa yang keluar dari hati yang tidak konsentrasi dan lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479. At-Tirmidzi mengatakan, “Hadis ini dihukumi gharib, namun itu tidak meniadakan sifat ‘hasan’ dan ‘sahih’ darinya”).

Keempat: Memakan harta atau barang haram. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis masyhur,

ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟

“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan tentang seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya menjadi kusut dan berdebu. Orang itu mengangkat kedua tangannya ke langit dan berdoa, ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.’ Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dan diberi makan dari yang haram. Maka, bagaimanakah Allah akan mengabulkan doanya.” (HR. Muslim no. 1015)

Kelima: Tidak menjalankan sebab-sebab yang akan mengantarkan pada keinginan dan harapannya. Contohnya, seorang pelajar yang berdoa meminta kelulusan, namun ia tidak ingin belajar. Atau seseorang yang mengharapkan rezeki dan harta yang banyak, namun ia tidak mau bekerja. Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ

“Bersemangatlah pada hal yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan pada Allah, dan janganlah kamu putus asa.” (HR. Muslim no. 2664)

Bentuk pengabulan doa

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا . قَالُوا: إذا   نكثر. قال :  الله أكثر.

“Tidaklah seorang muslim berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa dan tidak memutus persaudaraan, melainkan Allah akan berikan salah satu dari tiga hal, (1) (Allah) akan kabulkan doanya; atau (2) disimpan baginya di hari akhirat; atau (3) dipalingkan dari kejelekan semisal darinya.” (Para sahabat) mengatakan, “Kalau begitu kita perbanyak (doa).” Nabi menjawab, “Allah (akan memberikan) lebih banyak lagi.” (HR. Ahmad, di dalam Musnad-nya (17: 213) dihasankan sanadnya oleh Al-Mundziri di kitab Targhib wat Tarhib, (547) dan dinyatakan sahih oleh Albani di Shahih Al-Adabul Mufrad.)

Dari hadis ini dapat disimpulkan, bahwa bentuk pengabulan doa seseorang itu antara tiga macam:

Pertama: Allah Ta’ala kabulkan doanya sesuai dengan apa yang ia inginkan.

Kedua: Allah tidak kabulkan doanya sesuai dengan yang ia inginkan. Akan tetapi, Allah Ta’ala hindarkan dari dirinya keburukan dan marabahaya yang seharusnya akan menimpanya.

Ketiga: Allah Ta’ala tidak mengabulkan doanya sebagaimana yang ia inginkan, namun Allah Ta’ala jadikan doa tersebut sebagai simpanan dan tabungan kebaikan di akhirat kelak.

Harus dipahami bahwa saat Allah Ta’ala menakdirkan terkabulnya sebuah doa, maka bisa saja Allah Ta’ala kabulkan doa tersebut secara spontan, langsung setelah seorang hamba berdoa. Namun, yang paling sering terjadi, Allah Ta’ala kabulkan doa tersebut setelah berlalunya beberapa waktu. Sebagaimana yang terjadi di dalam kisah doa Nabi Ya’qub untuk Nabi Yusuf ‘alaihimassalam saat Yusuf menceritakan mimpinya kepadanya,

وَكَذَٰلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِن تَأْوِيلِ ٱلْأَحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكَ وَعَلَىٰٓ ءَالِ يَعْقُوبَ كَمَآ أَتَمَّهَا عَلَىٰٓ أَبَوَيْكَ مِن قَبْلُ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْحَٰقَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيم

“(Ya’qub berdoa), “Dan demikianlah, Tuhan memilih Engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi dan menyempurnakan (nikmat-Nya) kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sungguh, Tuhanmu Maha Mengetahui, Maha bijaksana.” (QS. Yusuf: 6)

Allah Ta’ala kabulkan doa Nabi Ya’qub tersebut setelah waktu yang sangat panjang, yaitu ketika Yusuf ‘alaihissalam berada di penjara kemudian ia dapat menakwilkan mimpi seorang raja. Sehingga Yusuf menjadi orang yang dipercaya dan memiliki kedudukan yang tinggi.

Saat Allah Ta’ala tidak mengabulkan doa seseorang sesuai dengan apa yang ia inginkan, pasti hal tersebut memiliki hikmah yang sangat besar. Baik itu diketahui langsung oleh orang yang berdoa tersebut maupun hikmahnya tidak dapat diketahui, kecuali oleh Allah Ta’ala.

Oleh karenanya, seorang muslim yang kuat imannya, saat mendapati bahwa doanya tidak kunjung dikabulkan oleh Allah Ta’ala, maka ia tidak boleh berputus asa, berhenti dari berdoa bahkan menyalahkan Allah Ta’ala. Sebaliknya, ia harus selalu optimis, menjalankan sebab-sebab dan mengedepankan khusnuzdon (berbaik sangka) kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman di dalam sebuah hadis qudsi,

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي

“Sesungguhnya Aku berdasarkan pada prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku akan selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku.” (HR. Bukhari no. 7537 dan Muslim no. 2675).

Wallahu A’lam Bisshowaab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/74825-mengapa-doaku-tidak-kunjung-dikabulkan.html