Menuju Kesempurnaan Ibadah Salat (Bag. 8): Hukum dan Kedudukan Salat

Pembahasan perihal ibadah salat dalam artikel sebelumnya merupakan rukun-rukun yang mesti diketahui oleh setiap muslim sebelum melaksanakan ibadah salat itu sendiri.

Maka pada artikel kali ini, pembahasan seputar salat mulai masuk kepada perkara inti dalam ibadah salat yang dimulai dari kedudukan, keutamaan dan hukum meninggalkan salat.

Pada hakikatnya salat merupakan doa dengan dua maksud, yaitu permohonan dan ibadah. Memohon segala hal hanya kepada Allah Taala untuk diberikan suatu manfaat atau dihindarkan dari suatu bahaya. Beribadah kepada Allah melalui berbagai macam amal saleh, berdiri, duduk, ruku’, i’tidal dan sujud (1).

Hukum Salat

Salat adalah ibadah kepada Allah berupa ucapan dan perbuatan yang dikenal dan khusus, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam (2). Salat merupakan hal yang diwajibkan bagi setiap muslim yang telah baligh dan berakal menurut ketetapan al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijma‘ Ulama.

Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam sangat banyak menjelaskan tentang wajibnya salat, di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)”. (QS. Al-Bayyinah: 5)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda melalui hadis Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu,

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ.

“Islam dibangun di atas lima perkara: Bersaksi bahwa tiada ilah (yang haq) selain Allah dan bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadan”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun ijma‘ Ulama dapat dilihat dalam banyak nash tentang kesepakatan mereka tentang wajibnya salat lima waktu dalam satu hari dan satu malam.(3)

Perintah wajibnya salat bagi setiap muslim ini tentu dikecualikan bagi wanita yang sedang haid atau tengah menjalani nifas -sebagaimana yang telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya- sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  :

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ

“Bukankah jika wanita sedang haid tidak salat dan tidak puasa”. (HR. Bukhari)

Kedudukan Salat dalam Islam

Salat menempati kedudukan yang sangat agung dalam Islam, di antara bukti betapa pentingnya salat dalam Islam adalah :

  1. Salat merupakan tiang agama. (4)
  2. Salat adalah amal yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat. Baik atau buruknya salat seseorang berbanding lurus dengan rusak atau tidaknya amal perbuatan seseorang. (5)
  3. Salat merupakan amalan agama yang paling terakhir hilang. Apabila salat hilang dari agama, maka tidak ada lagi yang tersisa dari agama. (6)
  4. Salat adalah wasiat terakhir Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada ummatnya. (7)
  5. Perintah salat langsung dari Allah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa perantara Jibril ‘alaihissalam .
  6. Pada awalnya salat diwajibkan sebanyak lima puluh waktu salat kemudian Allah memberi keringanan dengan hanya mewajibkan lima waktu salat dengan kedudukan lima puluh dalam timbangan dan lima dalam pelaksanaan. (8)
  7. Allah memuji orang-orang yang mengerjakan salat dan yang menyuruh keluarganya mengerjakannya. (9)
  8. Allah mencela orang-orang yang mengabaikan salat. (10)
  9. Allah mempertegas pentingnya salat sampai-sampai orang yang tertidur dan lupa tetap diperintahkan untuk mengqadha salatnya. (11)

Keutamaan Salat

Ketahuilah bahwa keagungan ibadah salat dapat dilihat dari betapa syari’at sangat mempertegas keutamaan ibadah mulia ini. Di antara keutamaan salat adalah :

  1. Salat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. (12)
  2. Salat merupakan amal yang paling baik setelah dua kalimat syahadat. (13)
  3. Salat dapat membersihkan dari dosa-dosa. (14)
  4. Salat dapat menghapuskan berbagai macam dosa. (15)
  5. Salat menjadi cahaya bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat. (16)
  6. Dengan salat Allah akan meninggikan derajat dan menghapuskan dosa. (17)
  7. Di antara sebab dimasukkannya seseorang dalam surga dan menjadi teman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah salat. (18)
  8. Berjalan menuju tempat salat (masjid) akan dicatat baginya kebaikan-kebaikan, ditinggikan beberapa derajat dan dihapuskan kesalahan-kesalahan. (19)
  9. Akan disediakan jamuan di surga setiap kali seorang berangkat di masjid untuk mengerjakan salat baik pada pagi maupun sore hari. (20)
  10. Dengan salat Allah akan memberikan ampunan atas dosa-dosa yang terjadi antara satu salat dengan salat berikutnya. (21)
  11. Salat juga akan menghapuskan dosa-dosa yang terjadi sebelum salat. (22)
  12. Malaikat akan berselawat kepada orang yang mengerjakan salat selama dia masih tetap berada di tempat salatnya. Dia masih dianggap mengerjakan salat selama salat masih tetap menahannya. (23)
  13. Menunggu salat merupakan ribath (perjuangan) di jalan Allah. (24)
  14. Pahala orang yang berangkat menunaikan salat sama seperti pahala orang yang berhaji dengan berihram. (25)
  15. Barang siapa yang berangkat ke masjid terlambat, dan dia mendapatkan orang-orang telah selesai menunaikan salat, maka baginya pahala seperti pahala orang yang ikut mengerjakan salat dengan jamaah. (26)
  16. Jika seseorang telah bersuci lalu berangkat ke masjid untuk menunaikan salat, dia akan selalu berada dalam keadaan salat sampai dia kembali. Sedangkan kepergian dan kepulangannya ditetapkan mendapatkan pahala. (27)

Hukum Meninggalkan Salat

Di antara poin penting yang mesti diketahui oleh seorang muslim perihal ibadah salat adalah tentang hukum bagi orang yang meninggalkan salat. Dalil-dalil dari al-Qur’an dan Hadis sangat jelas menggambarkan betapa pentingnya ibadah yang agung ini dan kedudukan orang-orang yang meninggalkannya.

Orang yang meninggalkan salat wajib secara syari’at dihukumi kufur dengan ketentuan bahwa apabila orang tersebut mengingkari hukum wajibnya salat maka menurut kesepakatan (ijma’) para ulama masuk dalam kategori kufur besar, meskipun terkadang dia juga mengerjakannya (28). Sedangkan orang yang meninggalkan secara total sementara dia meyakini hukum wajibnya dan tidak mengingkarinya, dia tetap termasuk kufur. Menurut pendapat para ulama bahwa kufurnya tersebut adalah kufur besar yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam (29). Hal itu didasarkan pada banyak dalil yang menegaskan hukum bagi orang yang meninggalkan salat sebagaimana firman Allah Ta’ala,

يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ  ۝ خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ۖ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ  ۝

“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa. (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera”.  (QS. al-Qalam : 42-43).

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

كُلُّ نَفۡسِۭ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِینَةٌ ۝  إِلَّاۤ أَصۡحَـٰبَ ٱلۡیَمِینِ ۝  فِی جَنَّـٰتࣲ یَتَسَاۤءَلُونَ ۝  عَنِ ٱلۡمُجۡرِمِینَ ۝  مَا سَلَكَكُمۡ فِی سَقَرَ ۝  قَالُوا۟ لَمۡ نَكُ مِنَ ٱلۡمُصَلِّینَ ۝  وَلَمۡ نَكُ نُطۡعِمُ ٱلۡمِسۡكِینَ ۝  وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ ٱلۡخَاۤىِٕضِینَ ۝  وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِیَوۡمِ ٱلدِّینِ ۝

“Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka tanya menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan”. (QS. Al-Muddatstsir 38 – 46)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menegaskan pemisah seorang muslim dari kesyirikan dan kekufuran adalah shalat sebagaimana Hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

“Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan salat”. (HR. Muslim, no. 82; Abu Dawud, no. 4678; At-Tirmidzi, no. 2620 dan Ibnu Majah, no. 1078)

Begitu pula Hadis dari Abdullah bin Buraidah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kita dengan mereka adalah salat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir”. (HR. Ibnu Majah, no. 1079; At-Tirmidzi, no. 2621 dan an-Nasa-i, I/231-232)

Kesimpulan

Ibadah salat menempati posisi yang sangat agung dalam syari’at Islam. Setelah syahadat, salat merupakan hal yang pertama yang menjadi rukun keislaman seseorang. Keutamaan dan keistimewaan salat juga dipertegas dengan dalil-dalil sahih dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta ijma‘ para ulama. Disamping itu, ketegasan syari’at dalam menghukumi orang-orang yang meninggalkan salat secara sengaja -dengan kekufuran- semakin membuktikan keagungan dan kemuliaan ibadah salat yang mesti diprioritaskan oleh seorang muslim. Wallahu A’lam.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan hidayah kepada kita untuk terus menimba ilmu tentang perkara-perkara agama yang dapat menghantarkan kita menuju husnul khotimah kelak di hadapan-Nya.

Bersambung

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/66517-menuju-kesempurnaan-ibadah-shalat-bag-8-hukum-dan-kedudukan-shalat.html