Pandangan Islam tentang Penganiayaan

Pandangan Islam tentang Penganiayaan

Berikut pandangan Islam tentang penganiayaan. Topik ini tengah ramai dibicarakan di media sosial. Musababnya, nasib malang tengah menimpa sosok, David pemuda berusia 17 tahun, putra dari salah satu petinggi GP Ansor, kini harus terbaring tak berdaya di rumah sakit Mayapada. Akibat tindak kekerasan penganiayaan yang dilakukan oleh Mario (20/02) lalu, David hingga kini pun masih tak sadarkan diri. 

Berdasarkan pemberitaan, Mario sendiri merupakan anak dari pimpinan pegawai pajak ibu kota. Gayanya memang sangat elit, namun sayang minim dalam beretika. Sejumlah media pun ikut menyoroti raut muka Mario yang tak sedikit pun merasa ada penyesalan, atas apa yang telah diperbuat. 

Bagaimanapun tindak kekerasan tentu tidak dibenarkan, baik secara hukum nasional maupun ajaran islam. Lantas apakah hukuman bagi pelaku penganiayaan?

Pandangan Hukum Positif Terkait Tindak Pidana Penganiayaan

Dalam peristiwa tersebut Mario dapat dijatuhi hukuman yang diatur dalam Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 pada perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 terkait penganiayaan berat. Isi Pasal 351 Ayat 2 tentang Penganiayaan Berat diantaranya yakni :

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Ancaman Hukum untuk Mario

Selain dasar hukum diatas Mario juga dikenakan sanksi hukuman Pasal 76 c juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak bahwa “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.” 

Maka hukuman yang sekiranya dapat dijatuhkan pada sang pelaku adalah sesuai bunyi Pasal 80 UU Perlindungan Anak adalah :

(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.

Pandangan Islam tentang Kejahatan Penganiayaan

Dalam perspektif Islam, kekerasan merupakan perbuatan yang dilarang, baik kepada sesama Muslim atau sesama manusia yang berbeda agama dan keyakinan. Tindak kekerasan adalah tindakan penganiayaan atau perbuatan dzalim kepada orang lain hal tersebut tentunya dilarang dalam ajaran Islam. Sebagaimana yang diterangkan dalam Alquran:

قُلْ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْاِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَاَنْ تُشْرِكُوْا بِاللّٰهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهٖ سُلْطٰنًا وَّاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (menganiaya)” (Surat Al A’raf ayat 33)

Selain itu dijelaskan dalam sebuah hadits di dalam kitab Shahih Al-Bukhary, riwayat Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa yang di sisinya ada sesuatu dari hasil penganiayaan untuk saudaranya, baik yang mengenai keperwiraan atau kehormatan saudaranya itu atau pun sesuatu yang lain, maka hendaklah meminta kehalalannya pada hari ini  semasih di dunia, sebelum tidak lakunya dinar dan dirham.

Jikalau tidak meminta kehalalannya sekarang ini, maka jikalau yang menganiaya itu mempunyai amal shalih, diambillah dari amal shalihnya itu sekadar untuk melunasi penganiayaannya, sedang jikalau tidak mempunyai kebaikan sama sekali, maka diambillah dari keburukan-keburukan orang yang dianiayanya itu, lalu dibebankan kepada yang menganiayanya tadi.”

Dinyatakan juga di dalam hadits riwayat Imam Muslim dari Jabir bahwasannya Rasulullah bersabda: “Takutlah engkau semua hindarkanlah dirimu semua- akan perbuatan menganiaya, sebab menganiaya itu akan merupakan berbagai kegelapan pada hari kiamat”.

Bertalian dengan penjelasan di atas, bagi pelaku kekerasan dan penganiayaan apabila terdapat bukti kuat seseorang melakukan tindakan tersebut maka dapat diberikan sanksi hukuman fisik atau disebut juga tazir. 

Ta`zir sendiri merupakan bagian dari ‘uqubat (hukuman) dalam hukum pidana Islam atau balasan terhadap sesuatu jarimah (kesalahan) berupa maksiat yang telah dilakukan oleh seseorang. Bentuknya pun bermacam-macam, tetapi penentuannya diserahkan kepada pihak pemerintah atau yang berwenang, yaitu lembaga legislatif atau hakim (waliyul amri atau imam)

Semoga dari kejadian yang menimpa David dan Mario dapat menjadi pelajaran untuk kita semua. Bahwa segala bentuk arogansi nantinya akan menghancurkan diri sendiri. Dan segala bentuk kekerasan nantinya akan ada hukum yang membalas, karena dalam Islam pun Allah membenci segala bentuk kekerasan.

*Editor: Zainuddin Lubis

BINCANG SYARIAH