Anjuran Mendidik Anak Menjadi Pribadi Mandiri

Panduan Orang Tua Muslim (5): Anjuran Mendidik Anak Menjadi Pribadi Mandiri

Basis pendidikan agama untuk anak mutlak harus ditanamkan kuat. Kokohnya ilmu agama pada diri anak menjadi modal utama menjalani kehidupan di dunia. Dengan keimanan dan ketakwaan yang kuat dan benar, tidak ada kekhawatiran terpelesetnya anak pada jalan kesalahan.

Disamping itu, Allah memberikan garansi kehidupan yang baik kepada orang yang bertakwa, termasuk garansi rejeki dan jalan keluar semua problem hidupnya.

Akan tetapi, sebagai ikhtiar orang tua untuk bekal anaknya adalah mendidik mereka supaya menjadi pribadi mandiri. Anak harus dilatih dan dididik dengan kemandirian supaya kelak menjadi pribadi yang tidak bergantung kepada orang lain.

Rasulullah sendiri dalam beberapa haditsnya menganjurkan umat Islam supaya menjadi sosok yang mandiri. Tujuannya supaya menjadi orang yang mulia. Mulia secara agama dan mulia dihadapan manusia lain.

Dari Miqdam, dari Rasulullah, beliau bersabda: “Tiada sesuap makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil jerih payahnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud makan dari hasil jerih payahnya sendiri”. (HR. Bukhari)

Sabda Nabi ini menjadi alarm peringatan bagi umat Islam supaya berusaha menjadi pribadi yang selalu giat berusaha sehingga menjadi pribadi yang mandiri.

Dari Abi ‘Ubaid, hamba Abdurrahman bin ‘Auf, ia mendengar Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda: “Sungguh, seikat kayu bakar yang dipikul salah seorang dari kalian (kemudian dijual) lebih baik dari pada ia meminta-minta kepada orang lain, baik diberi atau ditolak”. (HR. Bukhari)

Hadits ini seharusnya menjadi pengingat kepada orang tua untuk mendidik anak memiliki mental kemandirian. Anak yang telah terdidik dengan kemandirian setelah dewasa akan menjadi pribadi tanggung dalam menjalani kehidupan. Apabila ia sebagai kepala rumah tangga akan giat berusaha untuk pemenuhan kebutuhan anak dan istrinya.

Dari Abu Mas’ud al Anshari, aku berkata, Rasulullah bersabda: “Jika seorang muslim memberi nafkah kepada keluarganya dengan niat mengharap pahala, maka baginya hal itu adalah sedekah”. (HR. Bukhari)

Motivasi kemandirian seorang muslim juga disebutkan dalam al Qur’an.

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Al Qashash: 77)

Tidak melupakan bagian di dunia memiliki arti harus melakukan tugas-tugasnya, seperti mencari nafkah keluarga dan lain-lain. Harus ada keseimbangan antara aktivitas ukhrawi dan duniawi. Hal ini merupakan motivasi sikap kemandirian yang ditugaskan kepada manusia.

Karenanya, penting untuk mendidik anak supaya memiliki mental kemandirian. Disini, berbeda dengan mempekerjakan anak untuk meraup keuntungan. Kemandirian hanya sebatas melatih anak supaya memiliki mental kuat dan hidup tidak tergantung kepada orang lain.

Anak yang memiliki mental mandiri akan menjadi pribadi yang kuat dalam menjalani kehidupan dunia beserta problematikanya. Kalau semua orang tua muslim sadar akan hal ini, maka cita-cita Rasulullah yang lebih menyenangi muslim yang kuat dari pada muslim yang lemah akan tercapai.

ISLAM KAFFAH