Piala Dunia 2022 dan Wajah Hipokrasi Barat

Piala Dunia 2022 dan Wajah Hipokrasi Barat

Fenomena menarik yang mungkin tidak akan pernah terjadi di luar Piala Dunia Qatar 2022 adalah melihat kemunafikan dan hipokrasi Barat

SEPAK BOLA adalah olahraga paling populer di dunia. Hampir tidak ada manusia di kolong langit ini yang tidak mengenal si kulit bundar tersebut. Dan puncak dari pesta sepak bola terbesar sejagat tentu adalah kejuaraan piala dunia dimana saat ini kita sedang merasakan titik puncak atmosfernya.

Seperti yang diketahui bahwa Piala Dunia 2022 kali ini diselenggarakan di Qatar yang mana hal itu menjadi pengalaman pertama bagi negara Arab dan juga negeri Islam. Banyak komentar miring bertebaran saat Qatar terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 yang dimotori oleh media-media Barat.

Mulai dari isu pelanggaran HAM, kecurangan (suap), main mata dengan FIFA dll. Namun bagai pepatah bijak berkata, Qatar seolah menjalankan prinsip anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.

Mereka tetap percaya diri melaksanakan hajatan besar sepak bola itu sembari memberikan pelurusan berita untuk menjawab tuduhan-tuduhan media Barat yang memfitnah mereka. (www.cnnindonesia.com)

Ada beberapa alasan mengapa media-media mainstream Barat sangat benci dan bahkan melakukan gerakan boikot pada penyelenggaraan Piala Dunia 2022 ini. Di antaranya adalah karena Qatar menerapkan kebijakan yang bertolak belakang dengan “peradaban” Barat saat ini, seperti larangan membawa dan minum minuman beralkohol, larangan satu kamar hotel bagi pasangan yang bukan suami istri, dilarang memakai pakaian yang terbuka, dan yang paling keras adalah larangan kampanye dan aksi LGBT selama perhelatan Piala Dunia ini.

Dari sini tentu Barat yang memiliki watak hegemonik dan mewarisi watak superior sebagai mantan bangsa-bangsa penjajah dari para leluhurnya merasa kebakaran jenggot. Mereka yang selama ini adikuasa mengatur sistem “kehidupan” manusia sedunia mendadak harus tunduk pada aturan sebuah negara yang membawa nilai-nilai Islam yang notabene Barat sangat alergi padanya. Tentu kenyataan ini tidak bisa mereka terima.

Dimana pun mereka berpijak, dalam pikiran mereka haruslah semua kemauannya dituruti oleh bangsa-bangsa di luar blok mereka (negara dunia ketiga). Bagi mereka seolah tidak ada pepatah yang berbunyi dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Mereka tidak peduli aturan dan norma negara lain selama tidak sesuai dengan pandangan mereka.

Publik tentu ingat bagaimana kekeuhnya timnas Jerman mengkampanyekan kaum pelangi selama Piala Dunia ini. Saat sesi pemotretan menjelang laga perdana melawan timnas Jepang, para punggawa tim Panser kompak menutup mulut sebagai bentuk protes mereka pada aturan FIFA di Piala Dunia 2022 yang melarang kampanye One Love sebagai bentuk dukungan pada LGBT.

Tidak sampai di situ, di tribun penonton VIP Stadion Internasional Khalifa, Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser juga turut hadir dan nekat mengenakan ban lengan One Love sebagai dukungan bagi kaum LGBT. Ia nampak asyik bercengkerama dengan Presiden FIFA Gianni Infantino.

Jerman nampaknya hendak menunjukkan bahwa mereka menjunjung tinggi kebebasan pada segala pemikiran apapun namun munafiknya di sisi lain mereka mengidap Islamfobia yang akut di negaranya. Bahkan lebih hipokritnya lagi, Jerman yang getol memfitnah nama baik tuan rumah (Qatar) dalam berbagai media di negaranya ternyata malah sangat bergantung pada Qatar.

Jerman secara terang-terangan memang menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya dengan sikap FIFA dan Qatar pada penyelenggaraan Piala Dunia 2022, namun uniknya di luar lapangan Jerman masih membutuhkan Qatar demi menyelamatkan negaranya.

Seperti menjilat ludah sendiri, Jerman justru harus hidup dari gas Qatar beberapa tahun ke depan. Jerman akan mendapatkan pasokan gas alam cair dari Qatar hingga dua juta ton per tahunnya dalam 15 tahun mendatang. Hal ini terjadi karena Negeri Rhein itu sedang berusaha beralih dari pasokan gas asal Rusia.

Menteri Energi Qatar dan CEO Qatar Energy, Saad Sherida al-Kaabi telah mengonfirmasi hal ini. Doha pun menegaskan siap menjadi pemasok untuk menjamin keamanan energi di wilayah Eropa.

Akibat krisis energi, Jerman menjadi korban dari tingginya harga energi terutama gas yang menyebabkan meningkatnya inflasi. Masyarakat Jerman pun merasakan dampak langsung karena biaya listrik dan BBM makin mahal.

Terkait kondisi di dalam negeri, harga energi di Jerman sudah naik 38%, sementara harga pangan melesat 12% dan BBM 33%, kata Duta Besar Indonesia Untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno kepada CNBC Indonesia belum lama ini. Tingkat inflasi Jerman pun meningkat menjadi 10,4% year-on-year (yoy) pada Oktober dari bulan sebelumnya sebesar 10%. Pasokan gas dari Qatar bisa membantu Jerman dalam menurunkan biaya energi, termasuk menstabilkan tingkat inflasi yang terlampau tinggi. (www.cnbcindonesia.com)

Kemunafikan Jerman itu akhirnya terbalas dengan dipermalukannya Jerman yang mengalami kekalahan pada laga perdananya melawan tim Samurai Biru (Jepang). Dan lebih malunya lagi Jerman adalah salah satu tim besar favorit juara yang malah tersisih dan harus pulang lebih awal.

Sebenarnya bukan hanya Jerman yang sangat getol mengkampanyekan LGBT pada piala dunia kali ini, ada pula kapten Timnas Inggris Harry Kane yang juga berani memakai ban lengan One Love sebagai dukungan bagi kaum Sodom tersebut. Dan uniknya negara-negara yang mendukung LGBT pada Piala Dunia 2022 ini bertumbangan satu persatu. negara-negara pendukung LGBT rontok sebelum babak semifinal Piala Dunia 2022.

Belgia Denmark, Jerman dan Wales menjadi empat negara pertama pendukung LGBT yang tersingkir dari Piala Dunia 2022. Denmark dan kawan-kawan tersingkir di fase grup. Bahkan Denmark dan Wales tersingkir miris, yang mana finis di posisi juru kunci grup. Selanjutnya, ada Swiss yang tumbang di 16 besar Piala Dunia 2022. Kemudian, menyusul Belanda dan Inggris yang juga terpental di perempat final  Piala Dunia 2022.

Politik identitas Piala Dunia

Hal lain yang menarik untuk disimak dari perhelatan akbar sepak bola sejagat 2022 di Qatar ini adalah banyaknya pesan politik yang dibawa oleh beberapa negara pesertanya. Negara-negara Barat membawa pesan politik dukungan bagi kaum LGBT sedangkan Qatar dan juga beberapa negara Timur Tengah membawa pesan politik dukungan bagi kemerdekaan bangsa Palestina. Inilah politik identitas dalam tafsiran sederhana yang terselip jelas pada Piala Dunia kali ini.

Ingat saat Mendagri Jerman Nancy Faeser memakai ban lengan One Love di saat yang sama warga Qatar mulai dari petinggi kerajaan hingga rakyat biasa dan bahkan penonton dari negeri Timur Tengah lainnya membalasnya dengan memakai ban lengan Kafiyeh sebagai bentuk dukungan bagi kemerdekaan Palestina.

Bahkan yang menarik, negara Islam pertama yang bisa menembus semifinal yakni Maroko selalu mengibarkan bendera Palestina setiap kali memenangkan pertandingan. Hal inilah yang akhirnya memicu salah satu surat kabar berhaluan kiri di Jerman, Die Tageszeitung, membuat tudingan miring bahwa rezim kerajaan Qatar dan timnas Maroko sedang mengkampanyekan anti semitisme atau permusuhan terhadap entitas Zionis Israel.

Sebab dalam pikiran Barat, siapa saja yang mendukung kemerdekaan Palestina maka dia dianggap sebagai pembenci Zionis-‘Israel’. Dan bagi Barat, secara sepihak hal itu dianggap sebagai bentuk tindakan anti-semitisme.

Hal menarik lainnya adalah mengenai beberapa kebiasaan amoral masyarakat Barat yang tidak bisa leluasa dilakukan selama di Qatar. Seperti tradisi masyarakat Barat yang biasa membawa dan meminum khamr di stadion kini di Qatar hal itu tidak diperbolehkan.

Ada pula kebiasaan sebagian suporter wanita negara-negara Barat yang bebas berpakaian vulgar dan bisa menginap serta melakukan seks bebas di hotel-hotel kini hal itu bisa dicegah karena Qatar tidak memberi izin menginap satu kamar bagi pasangan yang belum menikah secara resmi. Inilah politik identitas, identitas amoral Barat melawan identitas Islam yang dijalankan oleh Qatar.

Ada pula fenomena menarik yang mungkin tidak akan pernah terjadi di luar Piala Dunia Qatar yakni tidak lakunya jurnalis dari media-media zionis yang meliput di sana. Viral di media sosial dimana banyak penonton lintas negara yang menolak diwawancara saat tahu bahwa yang hendak mewawancarai mereka adalah media asal Israel.

Bahkan uniknya bukan hanya suporter dari negara-negara Muslim saja yang melakukan penolakan itu, karena banyak pula suporter dari negara-negara non-Islam yang ternyata melakukannya juga. Hal tersebut kemungkinan karena mereka muak dengan kelakuan entitas Zionis yang berwatak kolonialis itu.

Walhasil mari ambil sisi positif dari perhelatan akbar sepak bola sejagat ini. Terlepas dari adanya kekurangan setidaknya Qatar telah melakukan sesuatu yang berbeda. Banyak nafas Islam mereka hembuskan di sela-sela udara panas persaingan bola di lapangan.

Hal ini bisa kita lihat saat Seremoni pembukaan Piala Dunia 2022 tersebut digelar di Al Bayt Stadium, Al Khor, Qatar (Ahad, 11/12/22) dimana ayat suci Al-Quran untuk pertama kalinya dibacakan pada pembukaan Piala Dunia. Penampilan teatrikal Morgan Freeman dan YouTuber Qatar, Ghanim Al-Muftah pada pembukaan Piala Dunia 2022 berhasil menyita perhatian warganet yang menilai bahwa kutipan Surat Al-Hujurat Ayat 13 yang dibacakan sesuai dengan tema Piala Dunia 2022 kali ini.

Ayat tersebut menjelaskan betapa Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi berbeda latar belakang dan suku. Ini menunjukkan betapa Piala Dunia 2022 menyatukan seluruh bangsa. Ditambah lagi banyak bertebaran hadis-hadis Nabi yang dipasang di sudut-sudut kafe sebagai pesan dakwah bagi pelancong dari luar negeri yang datang untuk menyaksikan Piala Dunia Qatar.

Belum lagi viral banyak mualaf dadakan atau setidaknya kian banyak penonton non-Muslim yang pandangannya terhadap Islam mulai berubah positif setelah mereka datang ke Qatar dimana digambarkan banyaknya kunjungan wisatawan non-Muslim ke masjid-masjid di Qatar selama perhelatan Piala Dunia ini. Hal ini karena mereka banyak menyaksikan keindahan Islam di Qatar yang berbanding terbalik dengan yang selama ini mereka saksikan di media-media mainstream negara mereka di Barat yang mengidap Islamfobia.

Sebagai penutup ada pesan dari negeri-negeri Islam yang terwakili oleh Qatar kepada Barat lewat ketegasan mereka menegakkan aturan Islam selama Piala Dunia ini terutama masalah LGBT. Ada riwayat yang menyatakan,

فقد روى ابن حبان وأحمد وغيرهما أن رسول الله ﷺ قال: “طُوبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبُهُ عَنْ عُيُوبِ النَّاسِ

“Diriwayatkan dari Ibnu Hibban dan Ahmad dan yang lainnya, Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda : “Beruntung bagi orang yang sibuk (meneliti) pada aibnya sendiri daripada sibuk mengurusi aib-aib orang lain.”

Qatar dan juga negara-negara lain punya aib, ada kekurangan, itu benar adanya. Dan Barat se-adikuasa apapun mereka juga punya aib. Sebab tidak ada negara yang sempurna di dunia saat ini.

Namun dari sini, jika Barat -terutama Jerman dan selainnya yang getol membela LGBT- bisa membuka akal sehatnya sedikit saja maka mereka akan paham dan berterima kasih kepada Qatar yang melarang keras LGBT. Karena LGBT selain juga dikutuk di dalam agama apapun juga merupakan musuh besar kemanusiaan. Selain menimbulkan penyakit mematikan ia juga bakal membuat manusia punah.

Mengutip Ridwan Saidi,” Sosialisasi homoseksual jalan sukses ke arah zero population growth. Logikanya, bayi tidak ada yang muncul. Sedang yang dewasa cepat mati dimangsa AIDS.” (Ridwan Saidi dalam Artikel berjudul: MAIN HOMO KAUM KHUNTSA. Panjimas, No. 546, XXIX: 1987).

Maka untuk menghindari kepunahan manusia di Barat harusnya mereka tidak melakukan gerakan tutup mulut seperti yang dilakukan oleh Timnas Jerman di Piala Dunia Qatar namun yang harus mereka galakkan adalah melakukan gerakan tutup (maaf) dubur mereka dari kelompok Sodom modern. Hal ini demi kelangsungan kehidupan manusia di Barat jika tidak ingin punah. Wallahu A’lam Bis Showab.*

Oleh: Muhammad Syafii Kudo, Penikmat Piala Dunia

HIDAYATULLAH