Pilar Rasa Syukur Kepada Allah

Para pembaca Bimbinganislamcom yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang pilar rasa syukur kepada Allah.
selamat membaca.


Syukur memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan seorang muslim. Perintah bersyukur dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah demikian banyak dan jelas. Sampai-sampai imam al-Fairuz Abadi menyatakan; “Syukur adalah kedudukan tertinggi bagi orang yang berjalan menuju keridhaan ilahi”. Bahkan kata beliau, Syukur adalah separuh iman.

Untuk mencapai kesempurnaan syukur ini seorang muslim harus mengetahui pilar dan tonggak kesempurnaannya. Pilar yang rasa syukur tegak berdiri kokoh di atasnya. Sebab tanpa mengenal hal ini dikhawatirkan sudah merasa bersyukur padahal masih jauh dari hakekat syukur tersebut. Ibarat kata orang, api jauh dari panggang.

Begitu pentingnya masalah ini, hingga para ulama membahas dan menjelaskan bahwa syukur memiliki lima pilar yang bila hilang satu maka hilang juga kesempurnaan dan kebenaran sikap tersebut. Kelima pilar tersebut adalah:

1. Ketundukan orang yang bersyukur kepada Dzat yang disyukuri

Seorang yang diberikan karunia nikmat oleh Allah tentunya akan menghormati dan mengagungkan-Nya sehingga akan muncul rasa tunduk kepada sang pemberi nikmat tersebut.

2. Mencintai sang pemberi nikmat

Seorang anak yang berbakti adalah anak yang bersyukur atas budi dan nikmat yang dilimpahkan orang tuanya. Di saat berbuat baik terhadap kedua orang tua tersebut, yang terbesit dalam hati bahwa kebaikan yang kita sampaikan pada mereka ini merupakan bukti cinta kita terhadap mereka. Karena dari semenjak kita dikandung ibu, masa kanak-kanak sampai dewasa setiap harinya tidak terlepas dari kebaikan mereka.

Maka seharusnya rasa cinta seperti ini lebih besar kita sampaikan kepada Allah yang telah menciptakan kita dan memberikan beragam kenikmatan dan rezeki sehingga bisa hidup dan berkembang hingga kini. Semua ini harusnya membuat kita mencintai sang pemberi kenikmatan.

3. Mengakui dan sadar nikmat yang ada semuanya mutlak karunia dari Allah

Pernahkah kita menghitung nikmat dari Allah? Nah, itulah kita yang jangankan untuk mensyukuri nikmat, menyadari akan adanya nikmat apalagi menghitungnya sepertinya sangat jarang kita lakukan.

Contoh sederhananya ketika kita makan pagi, apakah kita benar-benar sadar akan nikmat dari makanan sepiring nasi atau beberapa potong roti?
Lalu pernahkah kita berfikir, bagaimana caranya Allah swt menyampaikan nikmat sepiring nasi atau beberapa potong roti itu kepada kita?

Subhanallah, apabila sejenak saja kita berfikir akan nikmat ini insya Allah kita akan tersungkur dan menyatakan syukur kita kepada Allah ta’ala. Misalnya dari tiap butir nasi yang kita makan, kita tidak tahu siapa yang menyemai benihnya, siapa yang menanamnya, siapa yang memanennya, siapa yang mengolah padi jadi beras, siapa yang membawanya. Dari sebutir nasi yang sampai pada kita, tersusun rangkaian nikmat-nikmat Allah yang memudahkan kita untuk menikmatinya.

Belum lagi nikmat tangan kita untuk menyuapkan nasi ke mulut, nikmat mulut, gigi, lidah, tenggorokan, usus, lambung sampai pada nikmat mengeluarkan kotorannya. Itu semua harusnya menjadikan diri kita lebih bisa merasakan dan menyadari akan nikmat Allah ta’ala ini. Kesadaran akan nikmat Allah yang begitu banyak, begitu besar tercurah kepada kita dimulai dari helaan nafas, kedipan mata, degup jantung aliran darah dan lain sebagainya, akan menumbuhkan rasa berutang budi dan bergantung hanya pada Allah tabaraka wata’ala. Sang Pemberi Nikmat. Oleh karena itu Nabi Sulaiman berkata setelah mendapatkan banyak sekali kenimatan:

قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ 

“Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia“.
(QS An-Naml : 40).

4. Memuji-Nya atas karunia tersebut

Memuji kepada Allah Sang Pemberi Nikmat ini merupakan pilar berikutnya, sebagai ungkapan hati yang bersyukur. Karena memang hakikat dari semua pujian itu sebenarnya kembali kepada Allah. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita untuk memuji Allah atas kenikmatan tersebut seperti dalam doa bangun tidur atau doa setelah makan.

5. Tidak menggunakan nikmat tersebut pada perkara yang dibenci-Nya

Pilar kelima ini adalah pilar pelengkap kesempurnaan rasa syukur.  Di saat kita mencurahkan hati, pikiran, tenaga, harta, waktu dan segala fasilitas yang kita miliki untuk taat pada Allah, itulah yang disebut bersyukur.
Kelima pilar ini bila ada pada seorang muslim ketika bersyukur kepada Allah maka rasa dan sikap syukurnya tersebut telah sempurna dan sah.

Mari wujudkan pilar-pilar ini dalam rasa syukur kita!

Semoga bermanfaat.
Wabillahi taufiq.

Disusun oleh:
Ustadz Kholid Syamhudi حفظه الله
Selasa, 09 Dzul’qadah 1441 H/ 30 Juni 2020 M

BIMBINGAN ISLAM