Rumahmu, Wahai Ummul Mukminin

Seturut pengembangan dan perluasan Masjdil Haram, banyak lokasi-lokasi bersejarah yang tergerus dan sukar diketahui. Berdasarkan kisah dari jamaah-jamaah haji terdahulu, wartawan Republika.co.id, Fitriyan Zamzami mencoba menelusuri beberapa di antaranya. Berikut tulisannya.

Jika dicerabut dari konteksnya, tempat itu sekadar bangunan di antara berlaksa-laksa lainnya di Makkah. Berada sekira sepuluh meter dari pintu keluar Masjidil Haram dekat Bukit Marwah, ia semacam benteng dengan desain yang futuristik. Terlihat janggal dibandingkan kiri-kanannya yang didesain dengan ornamental lawas.

Di depannya ada plasa dengan sebuah tiang lampu yang menjulang. Dasar tiang lampu itu dikelilingi pembatas-pembatas plastik hijau membentuk lingkaran. Bangunan dengan warna coklat pasir itu punya banyak tangga dan undakan. Di salah satu anak tangga utama pada bagian dasar, saya bertemu Faturrahman dan Aswiyah, sedang duduk berehat selepas melakukan tawaf perpisahan dengan Ka’bah.

“Yang bener, Mas, di sini tempatnya? Saya ndak tahu  sama sekali,” Kata Faturrahman yang berasal dari Malang, Jawa Timur tersebut. Aswiyah membagi ketakpercayaan suaminya soal lokasi tersebut. Keheranan itu wajar saja karena bangunan tempat mereka bersandar itu hari fungsinya saat ini adalah toilet umum.

Mereka tak sendiri. Banyak jamaah lalu lalang tanpa menolehkan muka atau berhenti sejenak. Tanpa konteks, yang mereka lintasi hanya satu dari tempat lain di Masjidil Haram.

Tapi Oman Abdurrahman, seorang jamaah dari Ciamis, tahu apa yang tak diketahui kebanyakan jamaah. Ini kali keempatnya pengasuh Pondok Pesantren Alhuda di Turalag, Baregbeg, Ciamis itu berangkat haji. “Iya, di sekitar sini rumah Siti Khadijah,” kata dia saat saya temui di bagian sayap barat pelataran bangunan tersebut.

Ini bukan informasi yang ia dapatkan dari brosur-brosur perjalanan, bahkan buku-buku sejarah kontemporer. Bukan pula sekadar cerita yang diturunkan dari jamaah ke jamaah melintasi waktu.

Oman mengaku mendapatkan kisah soal lokasi kediaman Khadijah yang juga ditempati Rasulullah selepas keduanya menikah selama 25 tahun mereka menikah dari kiainya di pesantren. “Dan cerita itu divalidkan kitab-kitab lain yang saya baca,” kata dia.

Berabad-abad Makkah dikuasai berbagai kerajaan, sedianya tempat-tempat yang punya signifikansi historis maupun spiritual di Masjidil Haram dan sekitarnya biasa diberi tanda atau dipelihara. Namun sejak 1925, saat Bani Saud mulai melancarkan pemberontakan yang didukung Inggris di Hijaz, banyak tempat-tempat itu diratakan.

Seturut proyek perluasan Masjidil Haram sejak 2008, tanda-tanda yang menunjukkan lokasi-lokasi itu makin sukar ditemukan. Kenangan-kenangan dan konteks lokasi-lokasi itu hanya bertahan seturut kisah yang dituturkan dari mulut ke mulut. “Saya sedih juga, Mas. Ini rumah Umul Mukminin, ibunya orang-orang beriman,” kata Oman tercenung.

Tak hanya tempat tinggal, jika benar itu loksinya, di tempat itu juga Muhammad ibn Abdullah diselimuti dan ditenangkan Khadijah binti Khuwailid sembari diyakinkan bahwa ia benar-benar telah menerima wahyu di Gua Hira. Dalam satu dan lain hal, gestur itu menunjukkan bahwa Khadijah telah mengakui kenabian bahkan saat Muhammad SAW masih meragu.

Lokasi itu juga tempat tinggal orang-orang pertama yang menerima Islam seperti sahaya pengasuh Rasulullah, Umm Ayman; sepupunya Ali ibn Abi Thalib; dan tempat lahir putri terkasih Rasulullah, Fatimah Azzahra.

Nabi Muhammad SAW mulai pindah ke rumah Khadijah selepas keduanya menikah saat Rasulullah berusia sekitar 25 tahun. Khadijah yang saat itu berusia 40 tahun mewarisi kediaman itu dari suami terdahulunya.

Sebelum keduanya menikah, perempuan cemerlang itu mengomandoi perusahaan ekspedisi dagangnya dari rumah tersebut dan akhirnya memekerjakan Muhammad SAW hingga keduanya jatuh cinta dan menikah. Sepanjang 25 tahun pernikahan mereka, Rasulullah tak mengambil istri lain.

Bahkan selepas kematian Khadijah dan menikahi sejumlah perempuan lainnya, seperti diriwayatkan penuh cemburu oleh Aisyah salah satu istrinya, Nabi Muhammad tak pernah menyintai perempuan lainnya sebesar cintanya pada Khadijah. Menurut Aisyah, Nabi selalu menyisakan bagian kambing yang ia potong untuk sahabat-sahabat Khadijah semasa hidup.

Titik presisi kediaman Khadijah, menurut Oman memang sukar dipastikan. Jika tidak masuk dalam lokasi gedung toilet, ia kemungkinan juga di tiang lampu yang dikelilingi pembatas di depan bangunan itu. “Tapi pasti di sini. Karena tempat ini lurus dengan Babussalam, tempat Kanjeng Nabi biasanya ke Ka’bah,” kata Oman menuturkan.

Namun tanpa pengakuan, apalagi dengan upaya pengaburan konteks dari Kerajaan Saudi, lokasi itu akan selamanya tersembunyi. Hanya kisah yang diturunkan dan perlahan-lahan memudar seiring waktu.

Bagi Siti Khadijah, hilangnya rumah itu tentunya tak menyusahkan. Karena dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, Jibril pernah menjanjikan yang lebih megah buat Radiallahuanha saat melihat yang bersangkutan membawakan bekal buat Rasulullah. ”Apabila ia datang kepada engkau, maka sampaikanlah salam dari Allah dan dariku kepadanya. Selain itu, beritahukan pula kepadanya bahwa rumahnya di surga terbuat dari emas dan perak, tidak ada kebisingan dan kepayahan di dalamnya”.

 

REPUBLIKA