Salah Kaprah Pelaku Terorisme Berkedok Jihad (Bag. 2)

Baca pembahasan sebelumnya Salah Kaprah Pelaku Terorisme Berkedok Jihad (Bag. 1)

Salah kaprah: “semua orang kafir halal darahnya”

Ini keliru dalam memahami hadis,

كلُّ المسلمِ على المسلمِ حرامٌ مالُهُ وعِرْضُهُ ودَمُهُ

“Terhadap sesama Muslim, haram hartanya, kehormatannya, dan darahnya” (HR. Ibnu Majah no. 3192, disahihkan Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah. Asal hadis ini dalam Shahihain).

Para ulama ketika mensyarah hadis ini, mereka menjelaskan bahwa maknanya adalah terlarangnya menzalimi sesama Muslim dalam masalah harta, kehormatan, dan darah.

Bukankah mafhum mukhalafah hadis ini menunjukkan bahwa orang kafir halal darahnya? Benar, namun terdapat banyak nash yang menunjukkan terlarangnya membunuh orang kafir tanpa hak. Maka nash (dalil tegas) lebih kita dahulukan dari pada mafhum mukhalafah. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ

“Janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan hak” (QS. Al An’am: 151).

As-Sa’di rahimahullah menjelaskan,

وهي النفس المسلمة من ذكر وأنثى ، صغير وكبير ، بَر وفاجر ، والكافرة التي قد عصمت بالعهد والميثاق

“Maksudnya adalah dilarang membunuh jiwa seorang Muslim, baik laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa, orang salih maupun orang fajir, dan juga dilarang membunuh orang kafir yang dijaga jiwanya dengan adanya perjanjian dan kesepakatan” (Tafsir As-Sa’di, hal. 257).

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam juga bersabda,

من قتل مُعاهَدًا لم يَرَحْ رائحةَ الجنَّةِ ، وإنَّ ريحَها توجدُ من مسيرةِ أربعين عامًا

“Barangsiapa yang membunuh orang kafir mu’ahad (yang ada perjanjian hidup rukun dengan kaum Muslimin), dia tidak akan mencium wangi surga. Padahal wanginya tercium dari jarak 40 tahun” (HR. Bukhari no. 3166).

Orang-orang kafir juga menjadi halal darahnya untuk ditumpahkan ketika ada hak untuk menumpahkan darahnya. Di antaranya ketika:

* perang melawan orang kafir di medan perang

* melakukan pembunuhan, maka ia di-qishash

* melakukan zina, maka ia dirajam

* melakukan jinayah (kriminal yang melukai orang), maka ia di-qishash

dan semisalnya.

Terlebih jika “orang kafir” di sini adalah kaum Muslimin yang dianggap kafir. Ini masuk dalam penyimpangan bermudahan dalam mengkafirkan sesama Muslim.

Bayangkan jika setiap orang bisa dengan mudah mengkafirkan orang lain (sesama Muslim), lalu dianggap halal darahnya, lalu boleh dibunuh, maka yang terjadi adalah kekacauan. Bisa jadi antar tetangga akan saling bunuh-membunuh dengan dalil ia sudah kafir!!

Salah kaprah dalam memahami dalil-dalil keutamaan jihad

Dalil-dalil keutamaan jihad dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sangat banyak sekali. Allah Ta’ala berfirman,

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41).

Nabi shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda,

… رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُوْدُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْـجِهَادُ فِـي سَبِيْلِ اللهِ

“… Landasan dari segala perkara adalah Islam (tauhid), tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad fii sabiilillaah” (HR. At Tirmidzi no. 2616, Ibnu Majah no. 3973, disahihkan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Riyadhis Shalihin, no. 1522).

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam juga bersabda,

عَلَيْكُمْ بِالْجِهَادِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ –تَبَارَكَ وَتَعَالَى-، فَإِنَّ الْـجِهَادَ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الْـجَنَّةِ ، يُذْهِبُ اللهُ بِهِ مِنَ الْهَمِّ وَالْغَمِّ.

“Wajib atas kalian berjihad di jalan Allah Tabaaraka wa Ta’ala. Karena sesungguhnya jihad di jalan Allah itu merupakan salah satu pintu dari pintu-pintu Surga. Allah akan menghilangkan kesedihan dan kesusahan dengan sebab jihad” (HR. Ahmad no. 22680, dihasankan Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Al Musnad).

Namun yang dimaksud dalam dalil-dalil tersebut adalah jihad syar’i. Bukan sembarangan jihad. Jihad yang syar’i lah yang pelakunya akan mendapatkan surga dan ampunan yang besar.

Betapa banyak hadis Nabi yang menyebutkan orang yang berjihad namun berakhir di neraka. Di antaranya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ,

“Sesungguhnya orang pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati karena istisyhad (mencari syahid) di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan yang dia dapatkan di dunia, lalu dia pun mengakuinya. Kemudian ditanya kepadanya, ‘Apa yang Engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Aku berperang untuk-Mu Ya Allah, sampai-sampai aku mencari syahid’. Allah berkata kepadanya, ‘Engkau dusta! Engkau berjihad supaya dikatakan seorang yang pemberani. Dan itu telah dikatakan orang-orang’. Kemudian diperintahkan para Malaikat untuk menyeret orang itu atas wajahnya, lalu ia dilemparkan ke dalam neraka … “ (HR. Muslim no. 1905).

Dan hadis-hadis lainnya, yang menunjukkan tidak semua orang yang mengaku berjihad akan mendapatkan keutamaan jihad. Namun yang dimaksud adalah jihad yang syar’i yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana disebutkan Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ’anhu, dia berkata kepada Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu,

أرأيت رجلا خرج يضرب بسيفه يبتغي وجه الله فقتل أيدخل الجنة؟ فقال أبو موسى: نعم. فقال له حذيفة: لا. إن خرج يضرب بسيفه يبتغي وجه الله فأصاب أمر الله فقتل دخل الجنة

“Apakah menurutmu orang yang keluar dengan pedangnya untuk berperang dengan mengharap rida Allah lalu terbunuh dia akan masuk surga? Abu Musa menjawab, ‘Ya’. Hudzaifah lalu berkata kepadanya, ‘Tidak demikian. Jika dia keluar lalu berperang dengan pedangnya dengan mengharap rida Allah dan menaati aturan Allah lalu terbunuh, barulah dia masuk surga‘” (HR. Sa’id bin Manshur dalam Sunan-nya, sanadnya sahih).

Salah kaprah: “kalau saya berjihad maka saya bisa memberi syafa’at kepada keluarga saya”

Benar bahwa orang yang syahid dalam jihad dia akan bisa memberi syafa’at kepada keluarganya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

للشهيدِ عندَ اللهِ ستُّ خصالٍ : يُغفرُ لهُ في أولِ دفعةٍ، ويَرى مقعدَهُ منَ الجنةِ، ويُجارُ منْ عذابِ القبرِ، ويأمنُ منَ الفزعِ الأكبرِ، ويُوضعُ على رأسِهِ تاجُ الوقارِ، الياقوتةُ منها خيرٌ منَ الدنيا وما فيها، ويُزوَّجُ اثنتينِ وسبعينَ زوجةً من الحورِ العينِ، ويُشفَّعُ في سبعينَ منْ أقاربِهِ

“Bagi orang yang mati syahid di sisi Allah ada enam keutamaan: (1) dia diampuni tatkala pertama kali darahnya muncrat; (2) dia melihat tempat duduknya di surga; (3) dia diselamatkan dari siksa kubur; (4) dia diamankan tatkala hari kebangkitan; (4) kepalanya diberi mahkota kewibawaan, satu berlian yang menempel di mahkota itu lebih baik dari pada dunia seisinya; (5) dia dinikahkan dengan 72 gadis dengan matanya yang gemulai; (6) dia diberi hak untuk memberi syafa’at kepada 70 orang dari kerabatnya” (HR. At Tirmidzi, no. 1663. Disahihkan Al-Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Namun yang dimaksud jihad di sini adalah jihad yang syar’i, bukan jihad yang serampangan sebagaimana sudah dijelaskan.

Dan seseorang tidak bisa seenak hati mengklaim akan dapat syafa’at dan mengklaim akan bisa memberi syafa’at. Karena syafa’at itu memiliki dua syarat, yaitu:

Pertama, orang yang memberi syafa’at, dia diizinkan oleh Allah.

Kedua, orang yang diberi syafa’at adalah orang yang diridai oleh Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Siapa yang bisa memberi syafa’at di sisi Allah? Kecuali atas izin Allah” (QS. Al Baqarah: 255).

Allah Ta’ala juga berfirman,

يَوْمَئِذٍ لا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً

“Hari ini tidak akan manfaat syafa’at kecuali bagi orang yang diizinkan oleh Ar-Rahman dan bagi orang yang diridai perkataannya” (QS. Thaha: 109).

Sebagaimana disebutkan oleh Syekh Muhammad bin Abdil Wahab dalam matan Al-Qawa’idul Arba’,

وَالشَّفَاعَةُ الْمُثْبَتَةُ: هِيَ الَّتِي تُطْلَبُ مِنَ اللهِ، وَالشَّافِعُ مُكَرَّمٌ بِالشَّفَاعَةِ، وَالْمَشْفُوعُ لَهُ مَنْ رَضِيَ اللهُ قَوْلَهُ وَعَمَلَهُ بَعْدَ الإِذْنِ

“Syafa’at yang benar adalah syafa’at yang diminta kepada Allah dan (syaratnya) orang yang memberi syafa’at ia dimuliakan oleh Allah untuk memberi syafa’at, dan orang yang diberi syafa’at adalah orang yang diridai perkataannya dan perbuatannya oleh Allah, jika memang Allah mengizinkan”.

Maka tidak semua orang yang mengaku berjihad itu bisa memberi syafa’at, kecuali jihadnya syar’i. Dan tidak semua keluarga mujahid mendapat syafa’at, kecuali mereka diridhai oleh Allah perkataannya dan perbuatannya.

Wallahu a’lam.

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/65657-salah-kaprah-pelaku-terorisme-berkedok-jihad-bag-2.html