4 Hikmah Puasa Tasu’a

Berikut ini 4 hikmah puasa Tasu’a.  Salah satu bulan yang tidak diragukan lagi kemuliaan dan keberkahannya adalah bulan Muharram. Bulan ini selain dikenal sebagai salah satu bulan haram juga menjadi bulan yang memiliki nilai sakral dalam ajaran Islam sebagai pembuka tahun.

Semua umat Islam akan menyambut bulan ini dengan beragam nilai dan kegiatan positif, mulai dari pembacaan shalawat, tabligh akbar, dzikir bersama, dan kegiatan positif lainnya dalam rangka menyambut bulan yang satu ini.

Kemuliaan bulan Muharram tidak saja karena dimuliakan dan dihormati umat Islam sebagai pembuka tahun, namun juga dimuliakan dalam Islam itu sendiri. Bahkan, Allah langsung menyebut bulan ini dengan sebutan syahrullah (bulan Allah), untuk menunjukkan bahwa Muharram memiliki kemuliaan tersendiri, sebagaimana yang dikatakan Syekh Abdul Ghani an-Nabiluai, yaitu:

“Sungguh, Nabi Muhammad telah menamai bulan muharram dengan bulan Allah (syahrullah). Menyandarkannya (Muharram) kepada Allah menunjukkan kemuliaan dan keagungannya, karena sesungguhnya, Allah tidak akan menyandarkan pada Zat-Nya kecuali makhluk-Nya yang istimewa.” (Syekh an-Nabilusi, Fadhailusy Syuhur wal Ayyam, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 15).

Oleh karena itu, pada bulan ini umat Islam dianjurkan untuk berpuasa, sebagai manifestasi penghormatan dan mengagungkan bulan Muharram. Selain itu, karena semua amal ibadah dan perbuatan baik yang dilakukan pada bulan Muharram akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah swt.

Puasa pada bulan ini bisa dilakukan kapan pun, namun yang sudah sangat masyhur dan sering diamalkan oleh masyarakat Indonesia adalah puasa Tasu’a, yaitu puasa pada tanggal 9 Muharram, dan puasa Asyura, yaitu puasa pada tanggal 10 Muharram. Anjuran puasa Tasu’a sebagaimana sabda Rasulullah saw, yaitu:

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسِ: أَنَّهُ كَانَ يَصُوْمُ اليَوْمَ التَّاسِعِ وَالْيَوْمَ الْعَاشِرِ

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas: Sungguh, dia (Rasulullah) puasa pada hari kesembilan (Tasu’a) dan hari kesepuluh (Asyura).”

صُوْمُوا اليَومَ التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَخَالِفُوْا الْيَهُوْدَ

“Berpuasalah kalian pada hari kesembilan dan kesepuluh, dan berbedalah dengan orang Yahudi.” (HR Ibnu Abbas).

Dua hadits di atas menjadi sebuah dalil, bahwa puasa pada tanggal kesembilan bulan Muharram adalah dianjurkan. Selain agar tidak ada unsur tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya puasa pada tanggal kesepuluh, juga untuk mengikuti langkah dan amaliah yang dilakukan oleh Rasulullah pada hari tersebut. Namun, apa saja hikmah puasa pada hari ini? Simak penjelasan berikut

4 Hikmah Puasa Tasu’a

Syekh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Khatib asy-Syarbini (wafat 997 H) dalam salah satu kitabnya menjelaskan beberapa hikmah dianjurkannya puasa pada hari kesembilan bulan Muharram. Menurutnya, ada beberapa hikmah di balik anjuran tersebut, di antaranya yaitu:

Pertama, agar tidak sama dengan tradisi orang-orang Yahudi yang hanya puasa pada tanggal 10 saja. Kedua, sebagai penyembung puasa Asyura. Sebab, hanya berpuasa pada hari Asyura saja sama halnya dengan puasa pada hari Jumat, yang hukumnya makruh jika tidak disambung dengan puasa sebelumnya atau sesudahnya. Oleh karena itu, sunnah untuk puasa pada tanggal 11, jika pada hari Tasu’a tidak puasa.

Ketiga, sebagai bentuk kehati-hatian (ihthiyath) dalam puasa Asyura. Sebab, bisa saja penentuan tanggal menggunakan pedoman hilal akan kurang atau keliru, sementara hari Asyura pada kenyataannya (nafs al-amr) berada di hari Tasu’a.

Oleh karenanya, puasa di hari kesembilan ini hukumnya juga sunnah. (Syekh Khatib asy-Syarbini, Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfadzil Minhaj, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz I, halaman 446).

Demikian penjelasan perihal dianjurkannya puasa pada hari kesembilan bulan Muharram, serta 4 hikmah yang terkandung di dalamnya. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH