Mengambil Barang Temuan di Jalan Bisa Kualat?

Ada anggapan di masyarakat bahwa jika mengambil barang temuan di jalan, nanti akan kualat, yaitu akan tertimpa kesialan berupa hilangnya harta yang lebih besar. Ini keyakinan yang tidak benar dan termasuk khurafat.

Dalam Islam, dibolehkan mengambil barang temuan di jalan. Jika nilainya besar, wajib diumumkan selama 1 tahun. Berdasarkan hadis dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً، فإنْ لَمْ تَعْرِفْ فَاسْتَنْفِقْهَا

“… kemudian umumkanlah selama satu tahun. Lalu jika tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah barang tersebut.”

Dalam riwayat lain,

فإنْ جَاءَ صَاحِبُهَا فَعَرَفَ عِفَاصَهَا، وَعَدَدَهَا وَوِكَاءَهَا، فأعْطِهَا إيَّاهُ وإلَّا فَهي لَكَ

“Jika datang orang yang mengakuinya, lalu ia bisa menyebutkan kulitnya, jumlahnya, dan bungkusnya, maka berikanlah kepadanya. Jika tidak demikian, maka barang tersebut jadi milikmu (setelah 1 tahun).” (HR. Muslim no. 1722)

Jika nilainya kecil, boleh langsung dimiliki dan dimanfaatkan. Berdasarkan hadis Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemukan kurma di jalan lalu beliau mengambilnya dan bersabda,

لَوْ لاَ أَنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ مِنَ الصَّدَقَةِ َلأَكَلْتُهَا

“Andai aku tidak khawatir ini adalah harta sedekah, niscaya aku akan memakannya.” (HR. Bukhari no.2431, Muslim no.1071)

Dikuatkan lagi dengan hadis lain dari Jabir radhiyallahu ‘anhu,

رخَّص لنا رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ في العصا والسَّوطِ والحبلِ وأشباهِه يلتقطْه الرجلُ ينتفعُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membolehkan kami untuk mengambil tongkat, cambuk, tali, dan semisalnya yang ditemukan seseorang di jalan, kemudian memanfaatkannya.”

(HR. Abu Daud no. 1717. Hadis ini dha’if karena terdapat perawi bernama Al-Mughirah bin Ziyad Al-Mushili yang dha’if. Hadis ini juga diperselisihkan apakah mauquf kepada Jabir ataukah marfu’. Namun, isi hadis ini diamalkan oleh para ulama karena bersesuaian dengan dalil-dalil lainnya.)

Maka, mengambil barang temuan di jalan tidaklah mengapa, selama memenuhi ketentuan di atas. Bukan suatu pelanggaran agama. Ini hukumnya boleh. Bahkan, jumhur ulama menganjurkan untuk mengambilnya.

Sehingga tidak boleh meyakini bahwa orang yang mengambil barang temuan akan kualat. Keyakinan ini bertentangan dengan syariat. Andaikan ada orang yang mengambil barang temuan lalu setelah itu Allah beri ia cobaan dengan hilangnya harta, maka itu takdir Allah yang harus diterima dengan rida, bukan karena ia mengambil barang temuan yang diizinkan oleh syari’at. Tidak boleh mengaitkan adanya musibah dengan mengambil barang temuan, padahal tidak ada korelasinya dan tidak ada dalil akan hal ini. Syaikh As-Sa’di mengatakan,

أن لا يجعل منها سببا إلا ما ثبت أنه سبب شرعا أو قدرا

“Tidak boleh menjadikan sesuatu sebagai sebab padahal tidak ada dalilnya dalam syariat atau tidak ada bukti kongkretnya.” (Al-Qaulus Sadid fi Maqashid At-Tauhid, hal. 37)

Namun, boleh saja seseorang tidak mengambil barang temuan, karena jumhur ulama tidak mewajibkan mengambil barang temuan.

Berbeda dengan pendapat Malikiyah yang mengatakan wajib, dengan syarat:

  1. Ada kekhawatiran akan diambil oleh orang jahat yang tidak amanah.
  2. Merasa aman dari keserakahan diri sendiri jika barang itu harus diumumkan dulu selama 1 tahun.

Sehingga, ketika tidak terpenuhi dua syarat ini, boleh untuk tidak mengambil barang temuan menurut ulama Malikiyah.

‘Ala kulli haal, dalam syariat Islam, barang temuan di jalan boleh diambil dengan ketentuan-ketentuan di atas, dan boleh juga tidak diambil. Dan ketika seseorang mengambil barang temuan di jalan, baik untuk dimanfaatkan atau untuk diumumkan, tidak boleh diyakini bahwa ia akan kualat dan tidak boleh mengait-ngaitkan musibah dengan ditemukannya barang tersebut. Ini keyakinan yang bertentangan dengan akidah Islam. Adapun mengenai fikih barang temuan secara mendetail, perlu dibahas dalam artikel tersendiri.

Wallahu a’lam.

Join channel telegram @fawaid_kangaswad

Penulis: Yulian Purnama, S.Kom

Sumber: https://muslim.or.id/71670-mengambil-barang-temuan-di-jalan-bisa-kuwalat.html

Nisab Barang Temuan, Menemukan Uang 5 Ribu Boleh Dimanfaatkan?

Pertanyaan:

Berapa nishob (batas bawah) barang temuan, saya bingung ketika menemukan uang 5 ribu di jalan mau diapakan, terimakasih.

Jawaban:

Bismillah, walhamdulillah, wassholatu wassalamu ‘ala Rasulillah, Amma Ba’du:

Saudara/saudari yang kami muliakan, barang temuan atau Luqathah merupakan harta/barang yang hilang dari pemiliknya dan ditemukan oleh orang lain, Para ulama di antaranya Ibnul Ghorobili rahimahullahu ta’ala mendefenisikan:

مالٌ ضاع من مالكه بسقوط أو غفلة ونحوهما

“Luqathah adalah harta yang hilang dari pemiliknya baik dengan cara terjatuh ataupun karena kelalaian dan selainnya” (fathul Qoribil Mujib fi Alfazhit Taqrib: 1/206).

Islam telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara memperlakukan harta/barang temuan tersebut, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ :

عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ -رضي الله عنه-: «أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- عَنِ اللُّقَطَةِ قَالَ: عَرِّفْهَا سَنَةً ثُمَّ اعْرِفْ وِكَاءَهَا وَعِفَاصَهَا، ثُمَّ اسْتَنْفِقْ بِهَا، فَإِنْ جَاءَ رَبُّهَا فَأَدِّهَا إِلَيْهِ

“Dari Zaid bin Khalid al-Juhani bahwa Nabi ﷺ ditanya oleh seseorang tentang barang temuan, maka Nabi ﷺ bersabda: “Umumkanlah selama satu tahun, kemudian kenalilah tali pengikatnya atau kantongnya, kemudian kamu pergunakan, jika datang pemiliknya maka berikanlah kepadanya” (HR. Bukhari : 2256, Muslim : 3248).

Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa barang temuan harus diumumkan selama satu tahun, sebagaimana juga yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi rahimahullah:

وَأَمَّا تَعْرِيفُ سَنَةٍ فَقَدْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى وُجُوبِهِ إِذَا كَانَتِ اللُّقَطَةُ لَيْسَتْ تَافِهَةً وَلَا فِي مَعْنَى التَّافِهَةِ

“Dan dalam urusan mengumumkan barang temuan selama satu tahun merupakan perkara yang telah disepakati kewajibannya oleh para ulama jika barang temuan tersebut bukanlah sesuatu yang remeh atau tidak berharga. ( Syarhun Nawawi ala Muslim: 12/22).

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah juga menjelaskan:

الواجب عليك وعلى غيرك ممن يجد لقطة ذات أهمية تعريفها سنة كاملة في مجامع الناس كل شهر مرتين أو ثلاثا فإن عرفت سلمها لصاحبها، وإن لم تعرف فهي له بعد السنة

“Yang diwajibkan kepadamu dan kepada selainmu di antara orang-orang yang menemukan sebuah barang temuan yang bernilai adalah mengumumkannya selama satu tahun penuh di tempat-tempat umum (tempat berkumpulnya manusia) setiap satu bulan sebanyak dua kali atau tiga kali, jika telah kamu ketahui pemiliknya maka serahkan kepadanya, dan jika belum diketahui pemiliknya maka barang tersebut menjadi milikmu setelah satu tahun berlalu” (Majmu’ Fatawa ibnu Baaz: 19/429).

Adapun jika setelah satu tahun berlalu dan pemiliknya datang maka dijelaskan oleh Imam Badruddin Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad al-‘Ainiy rahimahullah:

إذَا جاءَ صاحِبُ اللُّقَطَةِ بَعْدَ سَنَةٍ ردَّهَا علَيْهِ لِأَنَّها ودِيعَةٌ عِنْدَهُ

“Jika datang pemilik barang temuan tersebut setelah berlalu satu tahun, maka harus dikembalikan kepadanya, karena ia berstatus barang titipan di sisinya“. (Umdatul Qori Syarhu Shohihil Bukhari: 12/279)

Berdasarkan penjelasan para ulama, bahwa barang temuan yang wajib diumumkan selama satu tahun adalah barang-barang yang memiliki nilai atau berharga, adapun barang-barang yang tidak berharga, maka dikecualikan, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama:

وقال قوم ينتفع بالقليل التافه من غير تعريف كالنعل والسوط والجراب ونحوها مما يرتفق به ولا يتمول. وعن بعضهم أن ما دون عشرة دراهم قليل. وقال بعضهم إنما يعرف من اللقطة ما كان فوق الدينار واستدل بحديث علي رضي الله عنه أنه وجد دينارا فأخبر بذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم فأمره أن يشتري به دقيقا ولحما فلما وضع الطعام جاء صاحب الدينار قال فهذا لم يعرفه سنة لكن استنفقه حين وجده فدل ذلك على فرق ما بين القليل من اللقطة والكثير منها

“Sebagian ulama mengatakan bahwa bolehnya memanfaatkan barang temuan yang sedikit dan tidak bernilai tanpa harus diumumkan selama setahun, seperti sandal, cambuk, kantong, dan yang semisal dengannya dari apa-apa yang bisa dimanfaatkan dan tidak dijadikan modal usaha, dan sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa apa yang nilainya kurang dari 10 dirham maka dianggap sedikit, dan sebagian lagi berpendapat bahwa apapun yang nilainya di atas 1 dinar maka wajib diumumkan setahun berdasarkan hadits Ali radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau mendapatkan 1 dinar dan mengabarkannya kepada Rasulullah ﷺ, maka Rasulullah ﷺ menyuruhnya untuk membeli tepung dan daging, maka ketika ia meletakkan makanan tersebut datanglah pemilik 1 dinar tersebut, dan beliau berkata: “ini belum diumumkannya selama satu tahun akan tetapi ia belanjakan langsung ketika mendapatkannya”, hal ini menunjukkan bahwa berbeda hukumnya antara barang temuan yang sedikit dengan yang banyak”. (Maalimus Sunan : 2/87).

Sehingga mengenai batas bawah barang temuan yang dianggap sedikit, maka Imam Abul Abbas Ahmad bin Muhammad al-Khatib al-Qhasthalaniy rahimahullah menyebutkan bahwa:

وحدّ القليل ما لا يوجب القطع وهو ما دون العشرة

“dan batas bawah barang temuan yang dianggap sedikit adalah yang tidak menjatuhkan hukuman potong tangan dalam kasus pencurian, yaitu di bawah 10 dirham” (Irsyadus Saari lisyarhi Shohihil Bukhari: 4/251).

Imam Badruddin Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad al-‘Ainiy rahimahullah menjelaskan bahwa:

وَإِن كَانَت اللّقطَة مِمَّا يعلم أَن صَاحبهَا لَا يتطلبها: كالنواة وقشور الرُّمَّان فإلقاؤه إِبَاحَة أَخذه فَيجوز الِانْتِفَاع بِهِ من غير تَعْرِيف، وَلكنه يبْقى على ملك مَالِكه، لِأَن التَّمْلِيك من الْمَجْهُول لَا يَصح, وَقَالَ ابْن رشد الأَصْل فِي ذَلِك مَا رُوِيَ أَنه صلى الله عَلَيْهِ وَسلم مر بتمرة فِي الطَّرِيق، (فَقَالَ: لَوْلَا أَن تكون من الصَّدَقَة لأكلتها) ، وَلم يذكر فِيهَا تعريفاً، وَهَذَا مثل الْعَصَا وَالسَّوْط

“Dan jika barang temuan tersebut dari hal-hal yang diketahui bahwa pemiliknya tidak akan mencarinya, seperti biji kurma, atau kulit delima, maka dibolehkan mengambilnya dan memanfaatkannya tanpa harus diumumkan, akan tetapi statusnya tetap hak milik bagi pemilik semula, karena kepemilikan dari sesuatu yang tidak diketahui asal-usulnya tidaklah sah, dan Ibnu Rusyd berkata bahwa dalilnya berdasarkan riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah menemukan sebuah kurma di jalan dan beliau ﷺ bersabda: “Seandainya kurma ini bukan harta sedekah maka akan aku makan”, dan beliau ﷺ tidak mengharuskan untuk diumumkan barang temuan tersebut, hal ini serupa dengan tongkat dan cambuk”. (Umdatul Qori Syarhu Shohihil Bukhari: 12/273).

Penjelasan lainnya mengenai batas bawah yang dianggap sebagai barang temuan yang sedikit telah diungkapkan pula oleh Al-Imam Syihabuddin Abul Abbas Ahmad bin an-Naqib al-Mishriy rahimahullah:

وإنْ كانت اللقَطةُ يسيرةً وهيَ مما لا يُتأَسَّفُ عليهِ ويُعرَضُ عنهُ غالباً إذا فُقِدَ لمْ يجبْ تعريفها سنةً بلْ زمناً يُظَنُّ أنَّ فاقدها أعرضَ عنها

“Dan jika barang temuan bernilai sedikit yaitu sesuatu yang apabila pemiliknya tidak merasa bersedih atau pemiliknya merasa tidak peduli pada umumnya jika barang tersebut hilang, maka tidak diwajibkan untuk diumumkan selama satu tahun, akan tetapi cukup diumumkan dalam waktu yang diperkirakan bahwa pemiliknya telah merasa tidak peduli terhadap barang tersebut” (Umdatul Masalik wa Uddatun Nasik: 1/179).

Sehingga, dari penjelasan-penjelasan tersebut, maka batas bawah harta/barang temuan yang dianggap sedikit adalah dikembalikan kepada “Urf” atau kebiasaan/anggapan masyarakat di daerah setempat karena dalam hal ini tidaklah disebutkan secara jelas oleh syariat. Sehingga pada anggapan masyarakat kita di saat ini uang Rp. 5.000,- sudah dinilai tidak berharga, dan boleh untuk dimanfaatkan, Wallahu A’lam.

Dijawab Oleh Ustadz Hafzan Elhadi, Lc. M.Kom

(Alumni Fakultas Syari’ah Universitas Imam Muhammad ibn Saud Al Islamiyyah, Cab. Lipia Jakarta)

Read more https://konsultasisyariah.com/35954-nisab-barang-temuan-menemukan-uang-5-ribu-boleh-dimanfaatkan.html

Pernah Temukan Uang atau Barang di Jalan?

KITA mungkin pernah menemukan sesuatu barang di jalan dan mengambilnya. Bagi orang yang berbaik hati, mereka akan mencari tahu pemiliknya dan mengembalikannya.

Sebaliknya, bagi orang yang tidak bertanggung jawab, mereka akan mengambilnya untuk kepentingan pribadi mereka. Mereka tidak peduli kalau barang yang mereka temukan adalah hak dan milik orang lain, apalagi barang tersebut berupa uang yang tidak sedikit jumlahnya yang tergeletak begitu saja di jalan. Lantas bagaimanakah hukum menemukan uang atau barang di jalan?

Barang temuan dalam fiqih disebut dengan luqothoh. Luqothoh mempunyai empat bahasa, yaitu:

– Luqoothoh (huruf qof dibaca panjang)
– Luqthoh
– Luqothoh (huruf qof dibaca pendek)
– Laqotho

Luqothoh menurut syara adalah: “sesuatu yang berupa harta yang ditemukan di suatu tempat yang tempat itu tidak ada pemiliknya atau barang yang dikhususkan yang tersia-sia disebabkan jatuh atau lupa dan semisalnya”.

Apabila barang yang ditemukan berada di tanah orang lain, maka barang tersebut tidak dikatakan luqothoh (barang temuan), melainkan adalah milik orang yang memiliki tanah, ketika orang yang memiliki tanah tersebut berdakwa bahwa barang tersebut adalah barangnya. Apabila ia tidak berdakwa memiliki, maka barang tersebut adalah milik orang yang memiliki tanah tersebut sebelumnya dan seterusnya. Apabila tidak ada yang berdakwa memiliki, maka baru bisa dikatakan luqothoh.

Disunnahkan bagi orang yang merasa bisa menjaga amanahnya untuk mengambil barang temuan (Barang yang ditemukan adalah amanah bagi yang menemukannya). Dalam hadits disebutkan: “Allah selalu menaungi (menolong) abdinya selama abdi tersebut menaungi (menolong) saudaranya”. (HR. Muslim)

Sebab disunnahkannya karena memang itu adalah hanya sebuah amanah bagi yang menemukan. Namun, bagi orang yang merasa bisa menjaga amanah, apabila tidak mau mengambilnya, ia terkena hukum makruh seperti apa yang telah dikatakan oleh Imam Al-Mutawalliy dan Imam lainnya.

Bahkan, ada pendapat yang mengatakan bahwa orang yang merasa bisa menjaga amanah atas barang temuan tersebut wajib mengambilnya untuk kemudian dicari tahu pemiliknya (diumumkan) dengan cara yang telah di atur oleh syara. Adapun bagi orang yang fasiq, dimakruhkan untuk mengambil barang yang ia temukan.

NB: Maksud dari orang yang takut tidak bisa menjaga amanah adalah ia takut setelah mengambil barang temuan akan berkhianat nantinya.

Dari keterangan-keterangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum menemukan uang atau barang di jalan adalah sunnah (pendapat lain wajib) apabila orang yang menemukan uang atau barang tersebut percaya bahwa dirinya bisa menjaga amanah.

Apabila merasa tidak bisa percaya akan bisa menjaga amanah (nanti setelah mengambilnya), maka tidak disunnahkan untuk mengambil barang temuan tersebut. Namun, menurut qoul (pendapat) yang lebih kuat, ia boleh mengambilnya, karena belum pasti ia akan khianat atau tidak nantinya. [Mughni Al-Muhtaaj]

 

INILAH MOZAIK