Rasulullah Tegur Kelompok yang Ekstrim dalam Beribadah dan Berakidah

Kelompok yang sering ekstrim dalam beribadah maupun berakidah memang tidak bisa dihilangkan dari sejarah setiap peradaban. Mulai dari zaman Rasulullah, sahabat, tabiin, tabiut tabiin, salaf hingga masa kini.

Kelompok yang sering ekstrim dalam beribadah maupun berakidah itu selalu memberikan corak warna berbeda dengan ciri khasnya yang selalu menampakkan ajaran paling islami, namun pada kenyataannya justru menggerogoti dan menciderai ajaran Islam itu sendiri.

Dalam sebuah hadits shahih pernah diceritakan, ada sekelompok sahabat yang berkunjung ke rumah istri Rasulullah SAW. Mereka bertanya tentang ibadahnya Rasulullah. Setelah mendapatkan jawaban, para sahabat itu merasa bahwa ibadah yang selama ini mereka lakukan sangatlah sedikit, dibandingkan dengan ibadah Rasulullah yang notabenenya suci dari segala aib.

Semenjak itu, masing-masing dari mereka bertekad untuk meningkatkan kuantitas ibadahnya. Ada yang ingin puasa terus menerus, ada yang ingin ibadah di waktu malam setiap hari, ada juga ada yang ingin tidak menikah sama sekali.

Di lain hari, mereka bertemu dengan Rasulullah yang mana beliau sudah mengetahui tekad sahabat tersebut.

Rasulullah bersabda: “kalian mau beribadah seperti itu? Demi Allah! Aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertaqwa, namun ada hari di mana aku berpuasa dan ada hari yang aku tidak berpuasa, aku shalat dan aku juga memiliki waktu tidur, dan aku juga menikahi perempuan, siapa yang tidak senang dengan sunnahku, maka dia bukan golonganku.”

Hadits ini secara tidak langsung memberikan sedikit gambaran tentang ekstrimisme pada masa lalu, atau yang biasa disebut dalam khazanah islam dengan tatharruf atau ghuluw. Dua istilah tersebut secara bahasa memiliki arti yang mirip, yaitu berlebihan dan melampaui batas.

Sikap ekstrim ini tidak hanya terjadi pada ibadah fisik, seringkali ia juga masuk ke ranah ideologi atau keyakinan. Dalam ranah ini biasanya orang tersebut menganggap siapapun di luar dirinya sebagai orang  sesat, tidak memungkinkan adanya kebenaran di pihak lain, memungkiri adanya keberagaman, dan sering memaksakan kehendak seakan hanya dia lah yang benar, dan orang lain pasti salah.

Dalam hadits riwayat Muslim dikatakan bahwa orang yang berlebih-lebihan dalam beragama pasti akan celaka. Bahkan lebih dari itu, hadits riwayat Ibnu Majah menyebutkan dengan konteks yang berbeda, tidak hanya celaka, ekstrimisme bahkan mencelakakan orang lain.

Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim (6/220) menjelaskan siapa orang yang berlebihan tersebut:

المُتَعَمِّقُوْنَ الغَالُوْنَ المُجَاوِزُوْنَ الحُدُوْدَ فِي أَقْوَالِهِمْ وَأفْعَالِهِمْ.

Artinya, “Orang yang memperdalam dan berlebih-lebihan terhadap sesuatu yang melampaui batas, baik perkataan-perkataan maupun perbuatan mereka.”

Fenomena ekstrimis yang biasa terlihat di masa kini adalah apa yang menimpa beberapa kelompok yang dengan mudah menggerakkan lidah mereka untuk mengusik kemuliaan para ulama yang telah meneruskan estafet perjuangan nabi dalam menyampaikan agama sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan.

Ulama yang diusik adalah ulama besar yang menghabiskan umurnya untuk berkhidmat bagi agama. Berjuang dengan sekuat tenaga. Imam Abu Hanifah pernah dituduh sebagai orang bid’ah yang tersesat, Imam Nawawi, Imam Al-Ghazali, Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Sulthan Al-Ulama Izzuddin bin Abdis Salam, jerih payah mereka dalam berkhidmat untuk agama masih kita rasakan hingga saat ini. Semoga Allah merahmati mereka.

Tidak diragukan, bahwa menyerang ulama dengan cacian sebabnya kurang faham dalam memahami permasalahan agama, atau belajar dengan dalam tapi tidak pada guru yang tepat, sehingga lahirlah pion-pion yang seenaknya menyimpulkan hukum, dan menyerang semua orang yang berbeda dengannya, bahkan menganggap pendapat orang lain sebagai pendapat yang bodoh.

BINCANG SYARIAH