Betapa Agung Kedudukan Bibi Fathimah di Hati Rasul

FATIMAH binti Asad, istri pamannya, Abdul Muththalib, menduduki posisi agung di belahan jiwa Rasulullah. Tak lekang dari ingatannya bagaimana ia telah mendidik dan mencurahkan cinta kasih sayang kepadanya. Maka, beliau pun tak henti-hentinya membalas kebaikan dan menyambung tali silaturahim dengannya.

Rasul menjolak girang manakala bertemu Fathimah yang menyusul dirinya hijrah ke Madinah. Disambutnya Fathimah dengan wajah berbinar-binar penuh kehangatan dan kemuliaan.

Sebaliknya, betapa berduka beliau saat mendengar sang bibi telah kembali ke haribaan Sang Mahakuasa. Tak cukup hanya mendoakan, beliau bahkan menanggalkan baju gamis untuk dijadikan kain kafannya.

Kemudian, ketika orang-orang selesai menggali liang kubur, Rasul langsung turun dan membaringkan diri di tempat bibinya nanti akan dibaringkan untuk selamanya.

Beliau berharap, dengan begitu sang bibi senantiasa dikelilingi para malaikat. Sebuah bukti nyata betapa agung kedudukan Fathimah di hati Rasul.

Ketika jenazah siap diturunkan untuk dikebumikan, Rasul naik dari liang. Semua mata memandang heran, seolah bertanya kenapa sampai sejauh itu perlakuan Rasul kepada sang bibi. Sebuah perlakuan belum pernah ditunjukan kepada siapa pun oleh beliau.

Tetapi, Rasul tak hirau. Beliau lalu membacakan istighfar. Terkenang di benak beliau masa lalu yang telah diarunginya bersama bibinya. Masa lalu yang panjang, beliau diasuh dan dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Titik-titik air mengalir dari mata agung beliau. Sambil menyapukan pandang kepada semua orang, beliau bersabda, “Tak seorang pun setelah Abu Thalib yang lebih baik kepadaku selain dia.” [Nizar Abazhah]

 

 

Fatimah binti Asad, Keteladanan Seorang Ibu

Selepas ditinggal sang ibu, Aminah, Rasulullah SAW dirawat oleh Abdul Muthalib yang tidak lain merupakan kakek dari Rasulullah SAW. Namun, tidak berapa lama, Abdul Muthalib juga mengembuskan napas terakhir saat Rasulullah SAW masih kanak-kanak.

Abdul Muthalib pun pernah berpesan dan menitipkan Rasulullah SAW kepada anaknya, Abu Thalib. Di rumah Abu Thalib inilah Rasulullah SAW mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu. Beliau adalah istri dari Abu Thalib, sekaligus ibu dari Ali bin Abi Thalib, Jafar bin Abi Thalib, dan nenek dari Hasan dan Husain. Dia adalah Fatimah binti Qais, atau memiliki nama lengkap Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf.

Fatimah dikenal sebagai salah satu perempuan generasi pertama yang masuk Islam dan ikut hijrah ke Madinah. Selain itu, dia adalah wanita pertama dari bani Hasyim yang melahirkan anak orang Hasyim. Fatimah binti Asad pun merawat, memelihara, dan melindungi Rasulullah SAW seperti anaknya sendiri.

Fatimah binti Asad menjadi teladan bagi seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya. Tidak hanya itu, Fatimah binti Asad juga menjadi contoh bagaimana kecintaan seorang Muslim dalam menanggung anak yatim. Pada saat merawat Rasulullah SAW, Fatimah binti Asad tidak membedakan-bedakan perlakuan antara Rasulullah SAW dengan anak-anak kandungnya.

Rasulullah SAW diberi makanan yang sama dengan anak-anak kandung Fatimah binti Asad. Dalam sebuah riwayat, pada saat ingin makan bersama, keluarga Abu Thalib bahkan menunggu Rasulullah SAW untuk ikut makan bersama mereka.

”Tunggu dulu, sebelum anakku itu datang,” ujar Abu Thalib, seperti yang dinukil dari Biografi 35 Shahabiyah Nabi karya Syaikh Mahmud al-Mishri.

Fatimah ikut merawat dan mendidik Rasulullah SAW hingga akhirnya Nabi beranjak dewasa dan menikah dengan Khadijah binti Khuwailid. Pada saat Rasulullah mendapatkan wahyu untuk menyebarkan ajaran Islam kepada keluarganya, seperti yang tertera dalam surat asy-Syuara (ayat 214), keluarga Abu Thalib menjadi salah satu yang diajak untuk memeluk Islam.

Salah satunya adalah Fatimah binti Asad, termasuk dengan anak-anaknya. Namun, Abu Thalib dengan mengemukakan sejumlah alasan sederhana akhirnya memutuskan tidak bersedia memeluk Islam.

Fatimah pun mulai menjalani kehidupan yang baru dengan cahaya keislaman. Fatimah begitu taat kepada Rasulullah SAW dan ajaran-ajaran Islam. Tidak hanya itu, sebagai bagian dari bani Hasyim, Fatimah pun tabah saat kaum kafir Quraisy memboikot mereka, bahkan saat mereka harus memakan dedaunan pohon.

 

Para perempuan bani Hasyim dan bani Abdul Muthalib begitu sabar dengan ujian berupa kepungan kaum kafir Quraisy. Akhirnya, hal ini berakhir setelah berjalan tiga tahun lamanya. Ibnu Sa’ad menuturkan dalam Ath-Thabaqat, ”Mengetahui yang terjadi, Quraisy menyesal dan sadar tidak akan terus membiarkan mereka. Mereka akhirnya keluar dari perkampungan-perkampungan pada tahun ke-10 kenabian.”

Perintah Allah SWT kepada Rasulullah SAW untuk hijrah ke Madinah akhirnya turun. Fatimah binti Asad pun ikut dalam rombongan hijrah tersebut. Fatimah bisa hidup dengan lebih aman dan dapat dengan tenang beribadah kepada Allah. Perhatian Rasulullah SAW terhadap Fatimah binti Asad juga tidak pernah berhenti.

Ini tidak terlepas dari kenangan cinta kasih yang diberikan Fatimah binti Asad saat merawat Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Ja’dah bin Hubairah, dari Ali, dia berkata, ”Rasulullah SAW menghadiahkan kain sutra tebal kepadaku.

Beliau berkata, ‘Jadikan kain ini beberapa kerudung untuk (empat) Fatimah.’ Aku kemudian memotong kain itu menjadi empat; satu untuk Fatimah binti Rasulullah SAW, satu untuk Fatimah binti Asad, dan satu lagi untuk Fatimah binti Hamzah,” Ali tidak menyebutkan Fatimah yang keempat.

Selain sebagai contoh ibu teladan, Fatimah binti Asad juga memberikan keteladanan sebagai mertua yang baik. Saat Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fatimah binti Rasulullah, Fatimah binti Asadmembantu anak menantunya itu menyiapkan segala keperluan rumah tangga, termasuk saat membuatkan makanan bagi keluarganya.

 

Kecintaan Rasulullah SAW terhadap Fatimah binti Asad pun tidak bisa diragukan lagi. Bahkan, saat Fatimah binti Asad meninggal dunia, Rasulullah sendiri yang memandikan dan langsung turun ke liang lahat untuk menguburkan Fatimah binti Asad. Inilah bukti kecintaan dan penghormatan Rasulullah SAW terhadap Fatimah binti Asad.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, ”Kala Fatimah binti Asad bin Hasyim (ibu Ali) meninggal dunia. Rasulullah datang dan duduk di dekat kepalanya. Beliau kemudian berkata, ‘Semoga Allah merahmatimu, Ibuku. Setelah Ibuku, kau rela menahan lapar agar aku kenyang. Kau rela tidak mengenakan pakaian agar aku mengenakan pakaian. Kau rela mencegah dirimu dari makanan enak agar aku makan enak. Kau lakukan semua itu demi mengharap wajah Allah dan negeri akhirat.”

Selain itu, dalam riwayat lain, dari Ibnu Abbas, ia berkata, ”Tatkala Fatimah, ibu Ali bin Ali Thalib, meninggal dunia, Rasulullah SAW melepaskan pakaian beliau dan dikenakannya kepada Fatimah, dan beliau berbaring di liang kuburnya. Setelah dia dikubur dan tanah diratakan, sebagian di antara mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah SAW, kami melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah engkau lakukan pada siapa pun.

Beliau bersabda,’Aku kenakan pakaian padanya agar ia merasakan pakaian dari surga. Aku berbaring bersamanya agar ia diringankan dari impitan kubur, karena dia termasuk salah satu makhluk Allah yang berbuat baik kepadaku setelah Abu Thalib.”

 

sumber:Republika Online