Merayakan Hari Valentine Dalam Pandangan Islam

Valentine day merupakan istilah yang sangat akrab dan suatu momentum yang sangat dinanti-nantikan oleh para remaja dan pemuda-pemudi untuk mengekspresikan hasrat kasih sayang mereka. Hari yang diabadikan setiap empat belas Februari ini, senantiasa disambut dan dirayakan oleh kawula muda sebagai bagian dari bentuk manifestasi rasa cinta dan kasih sayang.

Padahal, kalau dilacak atau ditelusuri akar historis valentine day ini, maka akan tanpak secara jelas, betapa gelar dan hari yang diabadikan sebagai simbol keagungan dan kesucian cinta ini, sangat paradoks dalam pemaknaan cinta yang sesungguhnya.

Terlebih lagi itu kalau dihubungkan dengan konsep ajaran Islam. Sulit memang untuk kita bayangkan, jika bangsa yang berpenduduk mayoritas umat Islam ini, kalau kemudian Valentine day ini begitu semarak dirayakan, khususnya oleh kalangan remaja-remaja kita, baik secara terbuka (terang-terangan) maupun secara terselubung.

Jika saja mereka yang merayakannya, adalah yang belum mengenal atau mengetahui tentang bagaimana akar sejarah Valentine day ini, sedikit masih dapat ditolerir akan kekeliruannya yang membuatnya berdosa dengan turut merayakannya.

Meskipun itu tidak seharusnya dilakukan karena Islam sangat menegur bagi orang-orang yang melaksanakan suatu tindakan yang belum tahu dasar hukumnya secara jelas. Tetapi yang paling sangat ironis, jika para remaja-pemuda muslim yang turut serta merayakannya padahal ia sudah tahu secara jelas, tentang bagaimana asal-usul pengabdian fragmen sejarah Valentine day ini.

Sebagai seorang remaja dan pemuda Muslim yang tumbuh dengan baik, sejatinya harus benar-benar melihat, mencermati da menyeleksi secara ketat tentang sesuatu hal yang dapat menghambat, menghalangi apalagi mencelakakan dari proses pembentukan jati dirinya.

Tulisan yang sederhana ini, ingin mengajak kita semua untuk turut berperan serta dalam melacak akar sejarah Valentine day dan bagaimana hukum merayakannya dalam kaca mata (perspektif) Islam.

 Sepintas Asal-Usul Hari Valentine Day

Uskup Valentin adalah seorang yang dianggap Santo (orang yang dianggap suci untuk agama Katolik) yang menggantikan seorang dewa yang bernama Lupercus sebagai dewa kesuburan, padang rumput dan hewan ternak serta penyayang. Penyembahan dewa Lupercus sudah menjadi bagian tradisi upacara keagamaan Romawi pada masa itu.

Yang paling aneh dari tradisi upacara keagamaan itu diselingi penarikan undian dalam rangka mencari pasangan yang namanya sudah tertulis dalam sebuah kotak undian.

Setelah penarikan undian, maka mereka bebas untuk melakukan hubungan seksual dalam waktu yang sudah ditentukan. Setelah mereka bosan dan sudah terpenuhi kebutuhan nafsu syahwatnya. Mereka pun kembali menarik undian untuk mencari pasangan yang baru lagi, yang kemudian diperlakukan dengan perbuatan yang sama bejatnya. Begitulah tradisi keagamaan ini berlangsung selama berabad-abad.

Setelah Dewa Lupercus meninggal, maka Santo Valentin lah yang menggantikannya sebagai dewa kasih sayang. Tetapi, suatu ketika kekaisaran Romawi memerlukan sejumlah besar tentara yang dipersiapkan untuk berperang.

Oleh karena itu, Kaisan memerintahkan untuk tidak melakukan perkawinan, karena menurut Kaisar dengan melakukan perkawinan para tentara perang dikhawatirkan akan mudah lemah dan tidak bersemangat. Namun, apa yang terjadi! Ternyata Santo Valentin merestui perkawinan terselubung seorang muda-mudi yang telah saling mengikat hubungan cinta. Akan tetapi, restu Santo Valentin dari praktek perkawinan terselubung ini, ternyata diketahui oleh Kaisar.

Akibat dari tindakan Santo ini, akhirnya Kaisar menghukum mati Santo Valentin dengan memancung atau memenggal kepalanya di Roma pada tahun 270 M dan mayatnya dikuburkan di tepi jalan Flamenia.

Baru pada masa Kaisar Constantin (280-337) upacara tersebut kembali didesain dan dimodifikasi dengan penambahan pesan-pesan cinta yang disampaikan oleh para gadis, diletakkan dalam jambangan kemudian diambil para pemudanya.

Kemudian mereka berpasangan dan berdansa yang diakhiri dengan tidur bersama alias zina. Oleh Paus Galasium I seorang pimpinan dewan gereja, pada tahun 494 M mengubah upacara tersebut dengan bentuk rutinitas seremoni porofikasi (pembersihan dosa) dan juga mengubah upacara Lupercalia yang biasanya tanggal 15 Februari menjadi 14 Februari yang secara resmi ditetapkan pada tahun 496 M sebagai Valentin day.

Valentine Day Dalam Perspektif Islam

Setidaknya ada dua dasar pikiran atau pijakan kita dalam melihat dan menentukan, apakah Valentine day dapat diterima dalam ajaran dan tradisi Islam. Dasar pikiran yang pertama, dengan melihat dari segi akar sejarahnya. Dari uraian diatas, jelas bahwa Valentine day bukanlah warisan ajaran peninggalan sejarah para Nabi dan Rasul, melainkan ajaran sejarah Dewa Luparcelia, yang kemudian diteruskan oleh Uskup Santo Valentine salah seorang rahib dalam tradisi agama Katolik pada saat itu.

Sementara dalam perspektif ajaran Islam atau agama-agama hanif (mulai dari Adam sampai dengan Muhammad SAW), bahwa sesuatu pesan baru dianggap sebagai bagian dari ajaran agama ketika pesan ajaran itu disampaikan oleh para Rasul yang kemudian diabadikan oleh wahyu Tuhan.

Di luar dari ketentuan diatas, maka sesuatu perbuatan (apalagi menjadi sebuah momen perayaan) tersebut dianggap menyesatkan dan bisa jatuh kepada hukum syrik.

Dalam hadis Rasul ditegaskan, “Siapa yang menyerupai sesuatu perbuatan kaum, maka ia bagian dari kaum itu”. (HR. Bukhori Muslim) hadis ini merupakan, salah satu pernyataan Rasulullah SAW, yang sangat populer dan sering kita dengarkan yang menuntut kehati-hatian kita dalam melaksanakan suatu sistem ajaran, karena kita akan menjadi bagian dari golongan tersebut.

Firman Allah: “Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya”. (QS. Al Isra’: 36).

Yang kedua, sistem tata nilai yang terkandung dalam Valentine day jelas sangat bertentangan dengan sistem tata nilai dalam ajaran Islam. Dalam Islam, tidak ditemukan atau diperbolehkan bahkan sangat dilarang keras untuk membangun sebuah pola pergaulan antara pria dan wanita secara bebas.

Karena perbuatan yang demikian telah msuk kedalam kategori zina, yang dalam Islam sangat disuruh menjauhinya. Firman Allah: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan”. (QS. Al Isra’: 32). Bahkan seorang lelaki dan wanita yang berkhalawat (berdua-duaan) saja, disuruh untuk menjauhinya, karena syetan laknatullah alaih akan menjadi pihak ketiga dari mereka. Keadaan yang demikian akan menjadi peluang bagi mereka untuk melakukan perbuatan keji (zina).

Sangat tidak bisa diterima akal, jika Valentine day diabadikan sebagai simbolisasi keagungan sebuah cinta, namun dalam realitasnya mereka justru mengangkangi dan menodai makna kesucian cinta.

Coba kita bayangkan, dihari itu para pemuda-pemuda larut dalam hura-hura, pergi ketempat-tempat hiburan, saling bermesraan bahkan tak jarang diantara mereka terjerumus untuk melakukan hubungan seksual secara bebas, tanpa adanya sebuah ikatan yang syah menurut ajaran agama.

Dengan mengatas namakan cinta, banyak kemudian para kawula muda justru tidak lagi memiliki masa depan yang ceria dalam kehidupannya. Karena tidak jarang diantara mereka menjadi korban cinta, ditinggalkan oleh mantan kekasihnya, akibat pergaulan bebas yang kadung sudah terlakukan.

Dari dua dasar pikiran diatas, maka jelaslah merayakan Valentine day dalam kaca mata Islam adalah haram. Dengan demikian diharapkan kepada generasi muda Islam untuk tidak terlibat dalam acara atau kegiatan yang menyesatkan ini.

Islam yang sangat kaya akan konsepsi-aplikatif, sangat banyak memberikan aturan-aturan tentang prilaku kehidupan yang bertujuan dalam menempatkan manusia, pada tempat-tempat yang sebaik-baiknya dan semulia-mulianya. Islam sebagai rahmatan lil alamin sudah dijamin oleh Sang Pemilik Alam ini, akan konsepsi ajarannya sebagai ajaran yang mengandung nilai-nilai kebaikan dan kemaslahatan hidup kita di dunia dan akhirat.

Konsep kasih sayang misalnya, Islam sangat begitu jelas, elegan, humanis, egalitarian, indah dan menyejukkan. Lima belas abad yang lalu Rasulullah SAW, telah menyatakan bahwa: “Tidak beriman seseorang itu, sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR Bukhori Muslim.

Budaya barat tidak sedikitpun lebih aplikabel dari sistem ajaran Islam. Valentine day tidak akan dapat menandingi konsep kasih sayang dan pemaknaan cinta dari pada Islam, karena Islam menempatkan rasa kasih sayang dan cinta tidak hanya berdimensi kemanusiaan yang bersifat temporal-temporal, melainkan didorong atas dimensi ilhiah yang bersifat universal-universal.

Penutup

Sebagai generasi muda Islam yang baik, tidak seharusnya kita terjebak dengan budaya-budaya barat yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam yang luhur. Valentine day merupakan salah satu bentuk budaya asing, yang asal-usulnya tidak memiliki hubungan dengan akar sejarah para Rasul-rasul dan sistem ajaran agama-agama hanif (Islam). Jika demikian halnya, sudah sepantasnya kita, tidak ikut-ikutan apalagi sampai berlarut untuk turut merayakannya.

sumber: Hidayatullah