Maksiat Terkadang Jembatan Menuju Kesadaran Seorang Hamba?

Maksiat pada dasarnya bisa memberikan dampak bagi para pelakunya

Alkisah, seorang pemuda Arab (dari negara teluk) menjadi migran ke salah satu negara Eropa. Ia seorang pemuda yang baik-baik. Tapi godaan di negara Eropa tidak ringan. Apalagi ia sudah jauh dari pandangan orang tua dan masyarakat Muslim sekitarnya sehingga rasa malu untuk melakukan berbagai maksiat berkurang. 

Ketika masih di negaranya, setidaknya ia masih merasa malu untuk berbuat hal-hal yang tercela secara agama dan budaya setempat. 

Tapi sekarang ia seolah bebas melakukan apa saja tanpa harus khawatir dicela atau menanggung malu. Satu-satunya yang bisa membentengi dirinya dari berbagai maksiat di tempat barunya ini adalah ketakwaan dari dalam diri. 

Ia berkenalan dengan seorang gadis Eropa yang cantik. Ia jatuh cinta pada sang gadis. Gadis itu juga menyukainya. Maka terjebaklah ia pada apa yang disebut dengan pacaran. Bahkan ia berusaha untuk bisa menyenangkan hati pemuda Arab yang dicintainya ini. 

Sang gadis ingin menyenangkan hati kekasihnya dengan membeli beberapa CD musik dan lagu. Ia ingin menghadiahkan CD-CD itu pada kekasihnya, karena ia tahu kekasihnya yang dari Arab ini suka musik dan nyanyian.

Ia melihat sebuah CD yang di covernya ada gambar seorang laki-laki dengan gaya khas Arab. Ia mengira itu CD lagu Arab modern. Ia beli CD itu dan ia bawa ke rumah kekasihnya.

Setiba di rumah kekasihnya, ia memutar CD tersebut secara diam-diam sebagai sebuah kejutan (surprise) untuk sang kekasih. Ketika CD itu diputar, alangkah kagetnya pemuda Arab tadi. Ternyata yang diputar gadis itu adalah murattal Syekh Shiddiq Minshawi, seorang qari terkenal dari Mesir, yang dikiranya CD lagu Arab modern.

Yang lebih mengejutkan, ketika CD itu diputar, ayat yang langsung terputar adalah firman Allah SWT :

وإذا سألك عبادي عني فإني قريب …”Apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku maka sesungguhnya Aku dekat…” (QS Al-Baqarah: 186)

Segera saja pemuda Arab itu mematikan CD tersebut. Tubuhnya gemetar. Matanya berkaca-kaca. Dengan suara keras ia berkata pada sang gadis, “Ini bukan nyayian, ini Quran.” 

Ia meminta gadis itu pulang. Ia masih tertegun. Jiwanya terasa disentak. Air matanya menetes. Ia tertunduk. Sejak saat itu ia merasa sangat membenci apa saja bentuk kemaksiatan dan dosa. Ia telah diangkat dari jurang paling dalam ke puncak yang tertinggi.   

ربما قضى عليك بالذنب فكان سببا فى الوصول “Boleh jadi ‘ditetapkan’ untukmu sebuah dosa tapi itu menjadi jalan untukmu sampai (pada Allah).” Kisah ini diceritakan Syekh Mushtafa al Buhyawi حفظه الله تعالى وجزاه خيرا    

Oleh Ustadz Yendri Junaidi, Lc MA, Dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, Sumatra Barat 

KHAZANAH REPUBLIKA